Alasan Menggunakan Katekese Model SCP Mendalami Spiritualitas Karmel dan Spiritualitas Karismatik Sebagai

61 keterlibatan peserta dalam mewujudkan kerajaan Allah di dunia. Yang terpenting dari langkah ini adalah membuat niat atau keputusan yang mampu dilaksanakan serta mengajak peserta kepada kesadaran pengalaman dan praksis baru Sumarno, 2014: 21-22. Meskipun keempat model katekese di atas memiliki kekhasan masing- masing, namun tetap memiliki unsur pokok yang sama, yaitu pengalaman konkrit hidup peserta, Kitab Suci atau Tradisi serta penerapannya dalam hidup peserta. Keempat model katekese diatas dapat dipergunakan sesuai dengan situasi dan kondisi peserta.

F. Alasan Menggunakan Katekese Model SCP

Seperti yang telah dijelaskan diatas, ada 4 empat model katekese yang dapat digunakan, namun dalam skripsi ini penulis memilih untuk menggunakan katekese model SCP dalam pendalaman Spiritualitas Karmel dan Spiritualitas Karismatik sebagai sumber untuk mengembangkan visi dan misi bagi anggota KTM Distrik Yogyakarta. Katekese model SCP dipilih karena penulis sendiri melihat dan merasakan bahwa banyak diantara anggota komunitas yang belum memahami bahkan belum mengetahui apa yang menjadi visi dan misi komunitas dan dari manakah visi dan misi tersebut berasal. Selain itu, penulis juga melihat dan mengalami pula bahwa proses pendalaman iman yang terjadi setiap pertemuan sel kurang bervariasi, bahkan terkesan monoton. Anggota komunitas yang mendapat tugas sebagai pemandu pun terlihat kurang persiapan, sehingga bahan yang diberikan tidak diolah dengan baik. 62 Katekese model SCP ini sangat cocok untuk diterapkan pada setiap pertemuan sel karena dapat membantu setiap anggota komunitas untuk lebih memahami dan mendalami Spiritualitas Karmel dan Spiritualitas Karismatik yang menjadi sumber untuk mengembangkan visi dan misi KTM. Selain alasan yang dikemukakan diatas, pemilihan katekese model SCP dipilih karena penulis sudah pernah melaksanakan katekese model SCP di KTM pada saat penulis melaksanakan PPL PAK Paroki semester VI, sehingga model katekese ini tidak begitu asing bagi anggota KTM.

G. Mendalami Spiritualitas Karmel dan Spiritualitas Karismatik Sebagai

Sumber Untuk Mengembangkan Visi dan Misi Bagi Anggota Komunitas Tritunggal Mahakudus Distrik Yogyakarta melalui Katekese Model Shared Christian Praxis SCP Shared Christian Praxis SCP merupakan salah satu model katekese yang bermula dari pengalaman hidup umat. Model katekese ini menekankan proses berkatekese yang bersifat diagonal dan partisipatif yang bermaksud mendorong peserta, berdasarkan konfrontasi antara “tradisi” dan “visi” hidup mereka dengan “tradisi” dan “visi” kristiani, agar baik secara pribadi maupun bersama, mampu mengadakan penegasan dan mengambil keputusan demi terwujudnya nilai-nilai kerajaan Allah di dalam kehidupan manusia yang terlibat dalam dunia Sumarno, 2014:14. Heryatno 1997: 1 menegaskan bahwa katekese model SCP bersifat dialogal yang partisipatif untuk mendorong peserta untuk mengkomunikasikan tradisi dan visi mereka dengan Tradisi dan Visi Kristiani sehingga baik secara 63 pribadi maupun secara bersama mampu mengadakan penegasan dan pengambilan keputusan demi makin tewujudnya nilai-nilai kerajaan Allah dalam kehidupan manusia. Katekese model ini memiliki tiga hal pokok yang sangat penting dan saling berkaitan, tanpa ketiga hal tersebut maka seluruh proses katekese model SCP tidak dapat terlaksana. Ketiga hal pokok tersebut ialah:

1. Praxis

Praxis dalam pengertian model katekese ini bukanlah hanya suatu “praktek” saja, tetapi suatu tindakan yang sudah direfleksikan. Praxis mengacu pada tindakan manusia yang mempunyai tujuan untuk perubahan hidup yang meliputi kesatuan antara praktek dan teori, antara refleksi kritis dan kesadaran historis Sumarno, 2014: 15. Heryatno 1997: 2 menjelaskan tiga komponen praxis yang saling berkaitan dan berfungsi untuk membangkitkan perkembangan imajinasi, meneguhkan kehendak dan mendorong praxis baru yang secara etis dan moral dapat dipertanggungjawabkan. Ketiga komponen tersebut ialah:

a. Aktivitas

Komponen ini meliputi kegiatan mental dan fisik, kesadaran, tindakan personal dan sosial, hidup pribadi dan kegiatan publik yang semuanya merupakan medan untuk perwujudan diri manusia. karena bersifat historis, aktivitas hidup manusia perlu ditempatkan di dalam konteks tempat dan waktu Heryatno, 1997: 2. 64

b. Refleksi

Komponen ini menekankan refleksi kritis terhadap tindakan historis personal dan sosial, terhadap praxis pribadi dan kehidupan masyarakat, serta terhadap tradisi dan visi iman Kristiani sepanjang sejarah. Refleksi kritis memungkinkan peserta untuk menganalisa dan memahami tempat dan peran mereka, memahami keadaan masyarakat dan permasalahaannya, serta membuka peluang selebar-lebarnya bagi mereka untuk berjumpa dengan kekayaan refleksi iman Kristiani sepanjang sejarah bukan sebagai rumusan kaku dan beku tetapi sebagai sabda yang hidup dan pantas dihidupi Heryatno, 199: 2.

c. Kreativitas

Komponen ini merupakan perpaduan antara aktivitas dan refleksi yang menekankan sifat transenden manusia dalam dinamika menuju masa depan praksis baru Heryatno, 1997: 2.

2. Kristiani

Katekese model Shared Christian Praxis mencoba mengusahakan supaya kekayaan iman Kristiani sepanjang sejarah dan visinya makin terjangkau, dekat dan relevan untuk kehidupan peserta pada zaman sekarang. Kekayaan iman yang ditekankan dalam model ini meliputi dua unsur pokok yaitu pengalaman hidup iman Kristiani sepanjang sejarah dan visinya. Tradisi Kristiani mengungkapkan realitas iman jemaat Kistiani yang hidup. Inilah tanggapan manusia terhadap pewahyuan diri Allah yang terlaksana di tengah kehidupan manusia. Dalam konteks ini tradisi perlu dipahami sebagai perjumpaan antara rahmat Allah dalam 65 Kristus dan tanggapan manusia. Maka dari itu tradisi tidak hanya berupa tradisi pengajaran Gereja tetapi juga meliputi Kitab Suci, spiritualitas, refleksi teologis, sakramen, liturgi, seni dan nyanyian rohani, kepemimpinan, kehidupan jemaat, dll. Sebagai realitas iman yang dihidupi dalam konteks historisnya, tradisi Kristiani senantiasa mengundang keerlibatan praktis dan proses pendewasaan iman. Disamping itu, tradisi sebagai sabda yang dihidupi menyediakan perangkat nilai untuk pemupukan identitas Kristiani dan memberi inspirasi serta menyediakan makna bagaimana hidup menurut nilai-nilai tersebut Heryatno, 1997: 2-3. Visi Kristiani menekankan tuntutan dan janji yang terkandung dalam tradisi, tanggungjawab dan pengutusan orang Kristiani sebagai jalan untuk menghidupi semangat dan sikap kemuridan mereka. Visi Kristiani yang paling hakiki adalah terwujudnya nilai-nilai kerajaan Allah dalam kehidupan manusia. Tradisi maupun visi Kristiani bagaikan dua sisi mata uang yang menyingkapkan nilai-nilai kerajaan Allah yang benar-benar dihidupi dan terus diusahakan. Tradisi dan visi Kristiani menumbuhkan rasa memiliki dan kesatuan sebagai jemaat beriman sekaligus meneguhkan identitas sebagai orang Kristiani. Maka demikianlah nilai dari tradisi dan visi Kristiani sepanjang sejarah menjadi milik jemaat sekarang baik secara pribadi maupun secara komuniter Heryatno, 1997: 3.

3. Sharing

Sharing bukanlah berarti bahwa peserta katekese harus berbicara terus menerus dan bergantian dalam suatu pertemuan. Sharing berarti berbagi rasa, pengalaman, pengetahuan serta saling mendengarkan pengalaman orang lain 66 Sumarno, 2014: 16. Dalam sharing semua peserta diharapkan secara terbuka siap mendengarkan dengan hati dan berkomunikasi dengan kebebasan hati. Dalam kata “sharing” juga terkandung hubungan diakletis antara pengalaman hidup faktual peserta dngan tradisi dan visi Kristiani. Unsur kebersamaan menggarisbawahi hubungan antar subyek yaitu antara pendamping dengan peserta dan antar peserta sendiri. Pada model ini baik peserta maupun pendamping dapat menjadi nara sumber. Hubungan antara pendamping dengan peserta dan antar sesama peserta akan mendatangkan perjumpaan antar pribadi sehingga terciptalah rasa solidaritas karena memiliki perjuangan dan visi yang sama. Oleh karena itu, semua peserta menjadi partner yang aktif terlibat dan secara kritis mengolah pengalaman mereka serta keadaan faktual masyarakat Heryatno, 1997: 4. Dalam proses ini, diandaikan ada kejujuran, keterbukaan, kepekaan dan penghormatan, sehingga peserta katekese dituntut untuk mendengarkan sharing dengan hati yang penuh rasa simpati. Hal tersebut dilakukan agar peserta dapat melakukan interpretasi kritis terhadap pengalaman pribadi dan masyarakatnya, berdasarkan hasil refleksinya peserta mengkonfrontasikannya dengan tradisi dan visi hidup Kristiani menggunakanpemahaman kritis, pengenangan yang analitis dan imajinasi yang kreatif sehingga peserta menemukan pokok-pokok nilai dasar iman Kristiani dan pada akhirnya dapat menemukan nilai-nilai baru yang sesuai dengan realita hidupnya sehari-hari Heryatno, 1997: 3-4

H. Langkah-langkah Katekese Model SCP