C.2 Cara-cara mengajarkan berbagai hal pada anggota keluarga yang autis
Peran orang tua dalam mengasuh individu autis kembali diperlukan dalam mengajarkan berbagai hal baru pada mereka. Orang tua perlu untuk menerapkan cara-
cara yang khusus ketika hendak memberi tahu sesuatu hal pada anggota keluarganya yang autis. Cara-cara yang disarankan untuk mengajari individu yang autis adalah
Puspita, 2005:
C.2.1 Instruksi Verbal
Cara ini hanya efektif diberikan pada individu autis hanya jika mereka memperhatikan. Instruksi verbal tersebut diberikan dengan kata-kata yang
dipahami individu autis, lugas dan menggunakan kalimat yang singkat.
C.2.2 Peragaan
Mendemonstrasikan apa yang kita maksud dalam instruksi verbal tadi. Cara ini efektif bila dilakukan dengan lambat dan berlebihan. Sejalan dengan
penguasaan mereka, ada baiknya porsi peragaan dikurangi sedikit-sedikit.
C.2.3 Pengarahan
Cara ini dilakukan sambil memberikan pengarahan dan peragaan pada individu autis. Pada cara ini, orang tua bisa sambil mengarahkan tangan
mereka atau menunjukkan apa yang kita instruksikan tersebut. Sejalan dengan pemahaman individu autis tersebut, kita harus mengurangi cara ini atau
24 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bahkan menghilangkannya, sehingga mereka dapat mengerjakan secara mandiri.
Manolson 1995, dalam Puspita, 2005 menambahkan beberapa cara yang bisa digunakan untuk menambahkan pengalaman dan kosa kata baru. Cara-cara yang
digunakan adalah: C.2.4 Menggunakan gerakan yang dapat ditirunya
C.2.5 Memberikan nama pada benda atau gerakan apapun yang ia lihat atau lakukan
C.2.6 Meniru anak sambil menambahkan kata atau gerakan yang sesuai C.2.7 Memberi penekanan pada kata-kata yang bermakna
C.2.8 Menambahkan ide baru pada hal-hal yang sudah dikuasainya.
C.3 Sikap-sikap orang tua yang mendukung perkembangan anggota keluarga yang autis
Selain berbagai cara dan langkah yang bisa diaplikasikan orang tua dalam menghadapi individu autis, diperlukan juga sikap-sikap dari dalam diri orang tua
yang bisa membuat proses pengasuhan individu autis berjalan dengan baik. Sikap- sikap tersebut antara lain CP ARN, 2003; Messwati, 2005; 2005:
1. Sabar dan pantang menyerah dalam menghadapi dan membimbing
Kesabaran dan sikap pantang menyerah dari orang tua akan dapat membantu perkembangan diri individu autis. Kesabaran dalam menghadapi perilaku dan sikap
25 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pantang menyerah dalam menghadapi berbagai hal seputar kebutuhan individu autis akan banyak membantu individu autis tersebut mencapai perkembangan dirinya yang
lebih baik.
2. Penuh perhatian dan kasih sayang
Orang tua dituntut untuk selalu memantau dan mengajari berbagai hal bagi anggota keluarganya yang autis. Walaupun sudah mendapatkan pendidikan atau
terapi pada suatu lembaga, peran orang tua masih tetap vital dalam mendidik. Diharapkan, dengan adanya perhatian dan kasih sayang, serta adanya sikap
penerimaan individu autis dari orang tua, akan sangat membantu perkembangan dirinya.
3. Memahami kemauan dan kebutuhan anggota keluarga yang autis
Orang tua harus pintar dalam menangkap maksud individu autis. Hal ini dikarenakan mereka memiliki kesulitan dalam mengungkapkan apa yang
diinginkannya. Kemampuan orang tua untuk menangkap kebutuhan dan kemauan individu autis tersebut akan banyak membantu perkembangan diri mereka.
Kris 2008 menambahkan juga beberapa sikap yang bisa mendukung orang tua untuk menghadapi individu autis. Sikap-sikap tersebut adalah:
1. Jangan Menuntut Terlalu Tinggi
Jangan menyamakan individu autis dengan anak normal lainnya. Kadang sesuatu hal yang mudah sangat sulit dilakukan oleh individu autis. Jadi,
jangan menuntut sesuatu yang sulit dilakukan oleh mereka.
26 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Bersikap Realis
Kadang orang tua masih berharap setelah individu autis diterapi ini dan itu , mereka bisa mengikuti teman sebayanya sehingga bisa masuk sekolah
umum. Jika memang setelah terapi tidak bisa mengikuti teman sebayanya, maka bersikaplah realis. Memang ia hanya memiliki takaran segitu. Lebih
penting mengoptimalkan potensi yang ada daripada memaksa kemampuan yang kurang
3. Suara Lembut
Memberitahu atau memperingatkan individu autis jangan dengan suara keras. Semakin keras suara Anda maka dia semakin “marah”.
D. Pola Asuh untuk Anggota Keluarga yang Autis
Pola asuh orang tua merupakan interaksi antara anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Interaksi orang tua dengan anaknya ini sedikit
banyak akan mempengaruhi perkembangan diri anak tersebut ke depan. Oleh karena itu, orang tua perlu menerapkan pola asuh yang tepat dan benar sesuai dengan kondisi
dan kebutuhan anak-anaknya Rini,2006. Orang tua memegang peranan yang cukup penting dalam perkembangan diri anak-anaknya, karena orang tua merupakan sosok
yang paling dekat dengan anak-anaknya, dan keluarga merupakan institusi awal yang paling bertanggung jawab dimana seorang anak tumbuh dan berkembang.
27 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Seseorang yang autis merupakan seseorang yang mengalami gangguan perkembangan yang mencakup bidang komunikasi, interaksi, dan perilaku sehingga
menyebabkan mereka tampak hidup dalam dunianya sendiri. Penerapan pola asuh yang digunakan oleh orang tua dalam mengasuh anggota keluarganya yang autis
hendaknya disesuaikan dengan karakteristik yang dimiliki oleh individu yang autis tersebut. Setiap individu sangat unik, sehingga penanganan haruslah bisa menjawab
kebutuhan masing-masing individu Puspita, 2005. Jangan memaksakan individu autis untuk berkembang seperti layaknya individu yang normal dengan mengarahkan
individu autis sesuai standar dan kemauan orang tua Rini, 2006. Hal ini dikarenakan individu autis memiliki karakteristik berupa hambatan untuk berinteraksi dengan
lingkungan dan orang-orang disekitarnya. Selain itu, individu autis juga memiliki kesulitan dalam berkonsentrasi dan menggunakan bahasa secara tepat, sesuai dengan
maksud yang diinginkannya Wenar Kerig, 2000 ; Oyeng, 2002. Dengan demikian, diperlukan keahlian dan pemahaman dari orang yang mengasuh, khususnya orang tua,
dalam menangani individu- individu autis ini. Menghadapi individu autis, kondisi orang tua harus benar-benar siap. Orang
tua perlu untuk membuang jauh-jauh sikap denial penolakan dan memunculkan sikap menerima kondisi anaknya yang autis tersebut. Sikap denial yang ada dalam
diri orang tua justru akan memperlambat proses penanganan, membuat individu autis merasa tidak dimengerti dan tidak diterima apa adanya, serta menimbulkan penolakan
dari mereka yang lalu termanifestasi dalam bentuk perilaku yang tidak diinginkan Puspita, 2005. Orang tua perlu menyadari bahwa anggota keluarganya termasuk
28 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kategori individu autis, sehingga dengan adanya sikap menerima, orang tua diharapkan bisa menangani mereka dengan lebih baik. Kesadaran orang tua yang baik
untuk terlibat langsung dalam proses perkembangan anggota keluarganya yang autis juga dapat membuat individu autis ini menjadi berkembang dengan maksimal
Puspita, 2005. Keterlibatan langsung orang tua dengan individu autis ini secara tidak langsung akan membuat mereka merasa diperhatikan.
Selain menerima dan memahami kondisi serta karateristik anggota keluarganya yang autis, para orang tua yang memiliki anggota keluarga yang autis
juga harus memberikan pengertian dan pemahaman pada orang-orang di lingkungan di sekitar individu autis tersebut tinggal. Hal ini dikarenakan penerimaan lingkungan
terhadap individu autis akan dapat membantu perkembangan diri individu autis tersebut CP ARN, 2003; Messwati, 2005; 2005. Lingkungan sekitar yang
dimaksud antara lain saudara kandung individu autis tersebut, keluarga besar dan saudara-saudara, lingkungan sekitar, lingkungan dimana individu autis tersebut biasa
beraktifitas, dan orang lain yang berada di rumah dimana individu autis tersebut tinggal CP ARN, 2003; Messwati, 2005; 2005.
Jadi, pola asuh yang sesuai untuk individu autis adalah pola asuh yang tidak membuat mereka tersebut merasa ditinggalkan, tertekan ataupun terlalu dimanjakan,
sebab pola asuh yang demikian justru akan membuat mereka merasa kurang bisa
mandiri, tidak diterima dan akan kembali ke dalam dunianya Puspita, 2005. Pola
asuh yang tepat adalah pola asuh yang bisa membuat mood individu autis bisa terjaga, sehingga orang tua bisa masuk dalam kehidupan individu autis ini dan mengajaknya
29 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
melakukan berbagai aktivitas serta mempelajari hal baru Safaria, 2005. Oleh sebab itu, pola asuh yang paling mendekati ideal adalah pola autoritatif. Hal ini dikarenakan
pola asuh autoritatif mengajak para orang tua untuk berlaku lebih demokratis pada anak-anaknya, tetapi tidak melepaskan mereka begitu saja tanpa pengawasan
Baumrind, 1991 dalam Santrock, 1996. Pada penerapannya, pola asuh autoritatif ini perlu didukung dengan
pemahaman orang tua mengenai keberadaan individu autis. Jadi, pola asuh ini juga memerlukan beberapa penyesuaian dalam penerapannya pada individu autis.
Penyesuaian yang dimaksud adalah penyesuaian proses pengasuhan antara pola asuh dengan karakteristik dari masing-masing individu, terutama individu autis. Selain itu,
perlu ada dukungan sikap dari orang tua untuk bisa menerima dan mendukung perkembangan individu autis serta menerapkan cara-cara yang tepat menghadapi
individu autis. Satu hal yang perlu diingat adalah bahwa pengasuhan sehari-hari oleh orang tua sangat memegang peranan pada perkembangan individu autis Puspita,
2005.
30 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
D. Kerangka Penelitian
Berdasarkan kerangka penelitian berikut ini, peneliti ingin meneliti mengenai pola asuh dan penanganan terhadap anak autis, di dalam keluarga yang
memiliki anggota keluarga yang autis.
Subjek: Ibu
Skema 1. Kerangka Penelitian Pola Asuh Pada Keluarga yang Memiliki Anggota Keluarga Autis
Individu Autis
- Individu yang memiliki gangguan
perkembangan -
Memiliki perilaku dan pola pikir yang berbeda dengan individu lain seusianya
- Memerlukan perhatian dan dukungan
yang besar dari orang-orang di sekitarnya -
Memerlukan penanganan dan perlakuan yang khusus
Individu Normal
- Relasi dengan individu yang
autis
Hubungan dengan
Lingkungan
Pemilihan Pola Asuh: Pola asuh khusus yang sesuai dengan
karakteristik individu autis Hubungan
dengan Keluarga
Pengasuhan dan Perlakuan pada individu autis
Berkaitan dengan keberhasilan tugas perkembangan individu autis
31 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan sebuah penelitan kualitatif-fenomenologis untuk melihat bagaimana relasi keluarga, terutama orang tua terhadap anak autis, pada
keluarga yang memiliki anak autis. Penelitian fenomenologis merupakan suatu penelitian yang menggambarkan makna dari pengalaman dalam suatu fenomena
topik atau konsep pada beberapa individu Creswell, 1998. Penelitian ini menggunakan metode fenomenologi dengan pertimbangan bahwa fenomenologi
memungkinkan untuk mengetahui bentuk-bentuk pola asuh dan penanganan terhadap anak autis, di dalam keluarga yang memiliki anak autis.
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan suatu gambaran mengenai bentuk pola asuh yang ideal bagi keluarga yang memiliki anak autis. Penelitian ini
akan dilakukan dalam natural setting Creswell, 1998 artinya peneliti tidak akan memanipulasi lingkungan penelitian, melainkan melihat sebuah fenomena dalam
situasi dimana fenomena tersebut ada. Pada penelitian ini, peneliti tidak akan mengubah setting lingkungan, sehingga pengambilan data diharapkan dapat sesuai
dengan fenomena aslinya. Fokus penelitian ini dapat berupa orang, program, pola hubungan maupun interaksi dalam konteks yang alamiah Poerwandari, 1998.
32 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
B. Subjek Penelitian
Penelitian ini akan mengambil subjek para orang tua yang memiliki anak- anak autis. Subjek dari penelitian ini adalah ibu yang memiliki anak autis. Dukes
dalam Creswell 1998 mengungkapkan bahwa dalam penelitian kualitatif jumlah subjek yang direkomendasikan 3 sampai 10 orang. Proses pengambilan sampel
yang dilakukan sesuai dengan prosedur yang digunakan dalam proses penelitian kualitatif. Sarantakos dalam Poerwandari, 1998 mengatakan bahwa pengambilan
sampel dalam penelitian kualitatif umumnya menampilkan karakteristik 1 tidak diarahkan pada jumlah yang besar, namun pada kasus-kasus tipikal sesuai
kekhususan masalah penelitian; 2 tidak ditentukan secara kaku sejak awal, tetapi dapat berubah baik dalam hal jumlah maupun karakteristik sampelnya, sesuai
dengan pemahaman konseptual yang berkembang dalam penelitian; dan 3 tidak diarahkan pada keterwakilan dalam arti jumlah peristiwa acak melainkan pada
peristiwa konteks. Sebjek dalam penelitian fenomenologis harus merupakan individu-
individu yang memiliki pengalaman pada permasalahan yang akan dibahas dan dapat membagikan pengalaman-pengalaman tersebut Creswell, 1998. Oleh
karena itu, penelitian ini akan mengambil sampel penelitian dengan menggunakan prosedur pengambilan sampel pada kasus tipikal. Sampel pada kasus tipikal ini
sendiri merupakan pengambilan sampel yang dianggap mewakili kelompok “normal” dari fenomena yang diteliti Poerwandari, 1998. Dengan demikian
dapat diharapkan diperoleh subjek penelitian yang relevan dan benar-benar
33 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI