Saat Terutang BPHTB Penghitungan BPHTB

55

5. Saat Terutang BPHTB

Mengenai saat terutang pajak yang berupa BPHTB tersebut diatur dalam Pasal 9 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 selanjutnya disebut Undang-Undang BPHTB jo Pasal 90 Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, yaitu: a. Jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda-tanganinya akta. b. Tukar menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda-tanganinya akta. c. Hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda-tanganinya akta. d. Waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke kantor Pertanahan. e. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda-tanganinya akta. f. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan hak adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda-tanganinya akta. g. Lelang adalah sejak tanggal penunjukan pemenang lelang. h. Putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. i. Hibah wasiat adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan Universita Sumatera Utara 56 peralihan hak nya ke Kantor Pertanahan. j. Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah sejak tanggal ditanda-tanganinya dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak. k. Pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah sejak tanggal ditanda tanganinya dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak. l. Penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta. m. Peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda-tanganinya akta. n. Pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta. o. Hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta.

6. Penghitungan BPHTB

Formula menghitung BPHTB adalah: BPHTB = Tarif x NPOP – NPOPTKP = Tarif x NPOPKP NPOP adalah Nilai Perolehan Objek Pajak, yang menjadi dasar pengenaan BPHTB. Universita Sumatera Utara 57 Pada dasarnya ada 3 jenis nilai harga yang menjadi NJOP, yaitu nilai pasar, harga transaksi, dan harga transaksi risalah lelang. Bila nilai pasar atau harga transaksi yang menjadi NPOP tidak diketahui atau lebih rendah dari pada Nilai Jual Objek Pajak NJOP PBB, dasar pengenaan pajak yang dipakai adalah NJOP PBB. NPOPTKP adalah Nilai Perolehan Objek Pajak Tidaj Kena Pajak yang merupakan jumlah tertentu dari NPOP yang tidak dikenakan pajak. Ketentuan NPOPTKP diatur dalm ketentuan Pasal 87 ayat 4 dan ayat 5 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah UU PDRD, yang berbunyi : 4 Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan paling rendah sebesar Rp.60.000.000,00 enam puluh juta rupiah untuk setiap Wajib Pajak. 5 Dalam hal perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suamiistri, Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan paling rendah sebesar Rp. 300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah. Universita Sumatera Utara 58 Tarif adalah aturan pungutan, dalam pungutan BPHTB tarif digunakan adalah tarif proporsional. Ketentuan Pasal 88 ayat 1 Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah UU PDRD menentukan tarif BPHTB maksimal sebesar 5 lima persen, menurut ketentuan Pasal 88 ayat 2 terhadap tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Tarif Bea Perolehan atas Tanah dan Bangunan BPHTB adalah 5 lima persen secara flat artinya berapapun nilai perolehan hak atas tanah dan bangunan tetap dikenakan maksimal 5 lima persen. Tarif pajak dibagi dalam enam jenis yaitu: a. Tarif Tetap Tarif yang berupa jumlah atau besarnya tetap untuk berapapun besarnya DPP. Contoh: BM = Rp. 3.000,- untuk pembayaran dengan cek atau giro bilyet dalam jumlah berapapun. b. Tarif Proporsional Sebanding. Tarif berupa tertentu yang sifatnya tetap terhadap berapapun besarnya DPP. Contoh: PPn = 10 x DPP. c. Tarif Progresif Meningkat. Tarif berupa tertentu yang semakin meningkat dengan meningkatnya DPP. Contoh: PPh OP = 5 x sampai dengan Rp. Universita Sumatera Utara 59 50 juta, 15 x Rp. 50 juta sampai dengan Rp. 250 juta, 25 x di atas Rp.250 juta sampai dengan Rp. 500 juta, 30 di atas Rp. 500 juta. d. Tarif Degresif Menurun. Traif berupa tertentu yang semakin menurun dengan menurunnya DPP, kebalikan tarif PPh OP. e. Tarif Advalorum. Tarif dengan tertentu yag dikenakan pada harga atau niali suatu barang. Contoh: Barang impor 1.000 unit Rp. 100, Bea Masuk = 10 x 1.000 x Rp. 100. f. Tarif Spesifik. Tarif dengan jumlah tertentu atas suatu jenis barang tertentu. Contoh: impor 1.000 unit, Tarif Rp. 100 per unit, Bea Masuk = 1.000 x Rp. 100. Secara umum, Dasar Pengenaan Pajak DPP BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak NPOP Pasal 87 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Terdapat 3 jenis NJOP yang dijadika Dasar Pengenaan Pajak: a. Nilai Pasar, pada transaksi perolehan berupa: 1 Tukar-menukar, 2 Hibah, Universita Sumatera Utara 60 3 Hibah Wasiat, 4 Waris, 5 Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, 6 Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, 7 Peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, 8 Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak, 9 Pemberian hak baru atas tanah diluar pelepasan hak, 10 Penggabungan usaha, 11 Peleburan usaha, 12 Pemekaran usaha, 13 Hadiah. b.Harga Transaksi, pada transaksi perolehan berupa Jual Beli. c. Harga Transaksi Risalah Lelang, pada transaksi perolehan berupa penunjukan pembeli dalam lelang. Apabila Nilai Pasar NP atau Harga Transaksi HT yang menjadi NPOP tidak diketahui atau lebih rendah dari pada NJOP PBB, maka Dasar Pengenaan Pajak yang dipakai adalah NJOP PBB Pasal 87 ayat 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak NPOPTKP ditetapkan regional dengan ketentuan: a. Paling rendah sebesar Rp. 60.000.000,00 enam puluh juta rupiah untuk setiap Wajib Pajak Pasal 87 ayat 4 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Universita Sumatera Utara 61 b. Dalam hal perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurussatu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suamiistri, Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan paling rendah sebesar Rp. 300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah Pasal 87 ayat 5 Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Berdasarkan ketentuan Pasal 87 ayat 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak diatur lebih lanjut Peraturan Daerah. Sebagai ilustrasigambaran, Pemerintah Daerah Kota Medan menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Dalam ketentuan Pasal 4 ayat 7 dan ayat 8 Perda Nomor 1 Tahun 2011 ditetapkan besarnya NPOPTKP adalah sebagai Rp. 60.000.000,00 enam puluh juta rupiah untuk setiap Wajib Pajak, dan besarnya NPOPTKP untuk perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat Universita Sumatera Utara 62 ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi wasiat, termasuk suamiistri, ditetapkan sebesar Rp.300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah. Tata cara pemungutan pajak berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menganut sistem Self Assesment dan Official Assesment, sebagaimana ternyata dalam Pasal 96 ayat 2 yang mengatur bahwa setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang berdasarkan surat ketetapan pajak atau dibayar sendiri oleh wajib pajak berdasrakan peraturan perundang- undangan perpajakan. Lebih lanjut sistem Official Assesment pemungutan pajak ini tampak dalam ketentuan Pasal 96 ayat 3 jo. ayat 4 yang mengatur bahwa Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan berdasarkan penetapan Kepala Daerah dibayar dengan menggunakan Surat Ketetapan Pajak Daerah SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan berupa karcis dan nota perhitungan. Sedangkan sistem Self Assesment tampak dalam ketentuan Pasal 96 ayat 5 yang mengatur bahwa Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan sendiri dibayar dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah SPTPD, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar SKPDKB, danatau Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan SKPDKBT. Universita Sumatera Utara 63 Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis Pajak yang dapat dipungut berdasarkan penetapan Kepala Daerah atau dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dan ketentuan lainnya berkaitan dengan pemungutan Pajak diatur dengan Peraturan Pemerintah Pasal 98 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Kemudian sebagai peraturan pelaksanaan diterbitkanlah Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 tentan Jenis Pajak Daerah Yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak, dimana dalam ketentuan Pasal 4 ayat 2 diatur bahwa pemungutan pajak terutang berdasarkan Surat Ketetapan Pajak merupakan pembayaran pajak terutang oleh Wajib Pajak berdasarkan penetapan Kepala Daerah dengan menggunakan: a. Surat Ketetapan Pajak Daerah atau dokumen lain yang dipersamakan; atau b. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang. Sedangkan dalam ketentuan Pasal 4 ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 tentang Jenis Pajak Daerah Yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah Atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak, pemungutan pajak terutang dengan cara dibayar sendiri oleh Wajib Universita Sumatera Utara 64 Pajak merupakan pembayaran pajak terutang oleh Wajib Pajak dengan menggunakan: a. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah. b. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar; danatau c. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan. Sistem pemungutan BPHTB menganut Self Assesment di mana Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung dan membayar sendiri pajak yang terutang, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 tentang Jenis Pajak Daerah Yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah Atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak yang menentukan dalam Pasal 4 bahwa Bea Masuk Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB merupakan jenis pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak. Besaran pokok Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif BPHTB sebesar 5 dengan Nilai Perolehan Objek Pajak NPOP setelah dikurangi dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak NPOPTKP. Secara ringkas dapat digambarkan sebagai berikut: BPHTB = Tarif x NPOP – NPOPTKP Tarif = maksimal 5 Universita Sumatera Utara 65 NPOP = Nilai tertinggi antara Harga Transaksi atau Nilai Pasar dengan NJOP PBB Contoh: Rumah dengan luas tanah 600 m 2 dan bangunan 400 m 2 dijual P kepada Q, harga transaksi Rp. 500.000.000,- NJOP Tanah Rp. 335.000,-m 2 , Bangunan Rp. 365.000,m 2 , dan NPOPTKP di kota R tahun 2009 Rp. 30.000.000,-. Akta transaksi jual beli 18 Januari 2009, maka perhitungan BPHTB adalah: NJOP T 600 x Rp. 355.000,- = Rp. 201.000.000,- NJOP B 400 x Rp. 365.000,- = Rp. 146.000.000,- NJOP TB = Rp. 347.000.000,- Harga Transaksijual = Rp. 500.000.000,- NPOP = Rp. 500.000.000,- NPOPTKP = Rp. 30.000.000,- NPOPKP = Rp. 470.000.000,- BPHTB terutang 5 x Rp. 470.000.000,- = Rp. 23.500.000,-

C. Pengenaan PPh Final Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan dan BPHTB Dalam Transaksi

leasing Tanah dan Bangunan. 1. Perlakuan Perpajakan Atas Transaksi Leasing Tanah dan Bangunan Peraturan-peraturan pemerintah dan perpajakan yang mempengaruhi transaksi leasing tanah dan bangunan adalah: Universita Sumatera Utara 66 1 Pasal 23 ayat 4 Undang-Undang Nomor 10 tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan menyatakan bahwa sewa yang dibayarkan atau yang terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi finance lease dikecualikan pemotongan pajak penghasilan Pasal 23 sebesar 15. Berdasarkan ketentuan Pasal 23 ayat 4 huruf b ini maka kegiatan perusahaan pembiayaan lainnya seperti pajak, piutang, kartu kredit dan pembiayaan konsumen merupakan objek pajak penghasilan atau transaksi yang terutang pajak penghasilan Pasal 23 sebesar 15. 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 1994 tentang pembayaran pajak penghasilan dari pengalihan hak atas tanah danatau bangunan, adapun pokok-pokok isi dari peraturan pemerintah ini yang berhubungan dengan kegiatan pembiayaan multifinance adalah: a. Pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa atas penghasilan yang diterima atau diperoleh prang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan bangunan wajib dibayar pajak penghasilan Universita Sumatera Utara 67 b. Pasal 1 ayat 2 huruf a bahwa pengalihan hak atas tanah dan ataupun bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat 1 diatas adalah penjualan, tukar menukar, perjanjian dan pemindahan hak, penyerehan hak, lelang, hibah atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain pemerintah. Ketentuan Pasal 1 ayat 1, 2 h huruf a tersebut diatas mempunyai hubungan dengan ketentuan umum point 1.1 dalam surat edaran Direktorat Jendral Pajak keuangan Republik Indonesia Nomor SE-04PJ.331996 tanggal 26 Agustus 1996 tentang pembayaran PPh atas penghasilan dari pengalihan ha katas tanah danatau bangunan yang menerangkan bahwa transaksi sewa guna usaha dengan hak opsi dan sale and lease back dikategorikan sebagai pengalihan hak atas dan bangunan dengan cara lain yang disepakati bersama oleh pihak-pihak yang bersangkutan. 3 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 635KMK.041994 tanggal 29 Desember 1994 tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pemungutan Pajak Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah atau Bangunan. Surat Keputusan Menteri Keuangan ini berhubungan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 1994, tentang transaksi jual beli tanah dan bangunan dan lebih spesifik lagi akan mempengaruhi transaksi sewa usaha dan pembiayaan Universita Sumatera Utara 68 konsumen dengan objek tanah dan bangunan, baik diawal kontrak ataupun pada waktu pelaksanaan hak bagi transaksi sewa guna usaha. 4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tanggal 9 April 1996 yang berkaitan dengan tanah danbangunan Hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut bemnda-benda lain yang dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur lainnya Pasal 1 ayat 1. Adanya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 akan berkaitan dengan transaksi pembiayaaan yang dilakukan perusahaan pembiayaan Bank dengan objek tanahbangunan, terutama perlindungan terhadap kreditur melakukan pengamanan terhadap objek pembiayaan tersebut. Universita Sumatera Utara 69 5. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996 tanggal 16 April 1996 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Pengalihan Hak atas TanahBangunan. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996 merupakan penyempurnaan dari beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang pembayaran Pajak Penghasilan Atas Pengalihan Hak atas TanahBangunan. 6. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 392KMK.041996 tanggal 5 Juni 1996 tentang perubahan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 635KMK.041994 tentang pelaksanaan pembayaran dan Pemungutan Pajak Penghasilan dari Pengalihan hak atas tanahbangunan. Adapun pokok-pokok isi dari Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 392KMK.041996 mengatur kewajiban wajib pajak yang melakukan pembiayaan transaksi jual beli tanahbangunan, bagi perusahaan pembiayaan akan mempengaruhi transaksi pembiayaan sewa guna usaha dan pembiayaan konsumen. Universita Sumatera Utara 70 7. Surat Edaran Jendral Pajak Departemen Keuangan Republik Indonesia Nomor SE-04PJ.331996 tanggal 26 Agustus 1996 tentang Pembayaran PPh atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas tanahbangunan.

2. PPh Final Dalam Transaksi Leasing Tanah dan Bangunan