Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Lokasi dan Waktu Alat dan Bahan Sejarah Pengelolaan Kawasan TNUK

2 Perkembangan pemanfaatan M. fascicularisdan permintaan kuota yang cenderung meningkat telah mendorong perlunya penelitian mengenai pendugaan parameter demografi dan model pertumbuhan M. fascicularisdi Pulau Peucang.Parameter demografi tingkat kelahiran, kematian, seks rasio, dan ukuran populasi merupakan komponen penting dalam perkembangan populasi satwa liar. Pengetahuan tentang parameter demografi merupakan data-data dasar dalam perencanaan dan penentuan kuota pemanenan Santosa, 1993 atau dengan kata lain penentuan kuota pemanenan ditentukan oleh tersedianya data parameter demografi Santosa, 1996. Output dari penelitianyang dilakukan ini pada akhirnya diharapkan dapat dijadikan dasar untuk penetapan kuota pemanenan M. fascicularisbila perangkat peraturan perundang-undangan telah mendukung atau memungkinkan dilakukannya pemanenan suatu jenis spesies di dalam kawasan konservasi.

1.2 Tujuan Penelitian

1. Menduga beberapa parameter demografi populasi M. fascicularisdiPulau Peucang Taman Nasional Ujung Kulon. 2. Merumuskan Model Pertumbuhan populasi M. fascicularis

1.3 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan tentang kondisi populasi M. fascicularis di Pulau Peucang saat ini, sehingga menjadi masukan bagi pihak pengelola kawasan dan yang berkepentingan dalam upaya pelestarian kawasan dengan kekayaan spesies khususnya M. fascicularis sebagai salah satu daya tarik obyek wisata di kawasan TNUK. 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio Ekologi Monyet Ekor Panjang 2.1.1 Taksonomi dan Morfologi Sebutan monyet mengacu pada primata berekor panjang; kera, tanpa ekor seperti orangutan. Satwa ini diberi nama oleh Sir Thomas Stamford Raffles ketika usianya 40 tahun pada 1821. Macaca berasal dari bahasa Portugis: macaco berarti monyet, sedangkan fascicularis mengacu pada kelompok kecil, 5-6 ekor per grup, meskipun famili Cercopithecidae itu ada juga yang berkelompok hingga 50 ekor Duryatmo 2008. Menurut Lekagul dan McNeely 1977 secara taksonomi monyet ekor panjang termasuk Kingdom Animalia, Filum Chordata, Sub filum Vertebrata, Kelas Mamalia, Ordo Primata, Sub ordo Anthropoidae, Famili Cercopethecidae, Sub Famili Cercopethecidae, Genus Macaca, Species Macaca fascicularisRaffles, 1821. Nama ilmiah lainnya dari monyet ekor panjang ini 3 adalah Simia fascicularis Raffles 1812, Macaca irus Cuvier 1818 serta Simia cynomolgus Schrebber 1775. Monyet ekor panjang juga dikenal dengan nama monyet-kra, kunyuk atau kethek bahasa JawaSunda, monyet dan cigak Indonesia serta crab eating macaque dan long-tailed macaque Inggris. Menurut Sody 1949 M. fascicularis yang terdapat di Indonesia terdiri atas 11 sub-species, yakni: a Macaca f. impudens Elliot, 1910: spesimen berasal dari Kepulauan Riau b Macaca f. fascicularis Raffles, 1821: spesimen berasal dari Sumatera c Macaca f. mandibularis Elliot, 1910: spesimen berasal dari Kalimantan d Macaca f. carimatae Elliot, 1910: spesimen berasal dari Kepulauan Karimata, Pulau Serutu dan Pulau Pelapis e Macaca f. mordax Thomas dan Wroughton, 1909: spesimen berasal dari Jawa Barat dan Jawa Tengah f Macaca f. baweanus Elliot, 1910: spesimen berasal dari Pulau Bawean g Macaca f. karimunjawae Sody, 1949: spesimen berasal dari Pulau Karimunjawa h Macaca f. submordax Sody, 1949: spesimen berasal dari Pulau Bali i Macaca f. limitis Schwarz, 1913: spesimen berasal dari Pulau Timor j Macaca f. sublimitus Sody, 1932: spesimen berasal dari Pulau Sumba, Sumbawa, Flores, dan Pulau Lombok k Macaca f. lapsus Elliot, 1910: spesimen berasal dari Pulau Bangka Secara morfologis monyet ekor panjang adalah monyet kecil berwarna coklat dengan perut agak putih terutama pada mukanya. Bayi monyet yang baru lahir umumnya akanberwarna hitam, sedangkan muka dan telinganya berwarna merah muda. Setelah satu minggu kulit mukanya menjadi merah muda keabu- abuan dan enam minggu kemudian berubah menjadi coklat Aldrich-Blake 1980. Warna rambut yang menutupi tubuh monyet kera ekor panjang bervariasi tergantung pada umur, musim dan lokasi. Monyet yang tinggal di kawasan hutan umumnya berwarna lebih gelap dan lebih mengkilap dari pada yang menghuni kawasan pantai. Hal ini mungkin disebabkan pengaruh pemutihan oleh udara yang bergaram dan sinar matahari langsung Lekagul dan McNeely 1977. 2.1.2 Kelas Umur dan Anatomi Struktur umur adalah perbandingan jumlah individu di dalam setiap kelas umur dari sebuah populasi Alikodra, 2002 yang dapat digunakan untuk menilai prospek perkembangan kelestarian dari populasi tersebut, sehingga dapat diperkirakan atau dinilai keberhasilan suatu perkembangan satwa liar. Pada penelitian M. fascicularis ini dapat ditentukan atau diidentifikasi struktur umur berdasarkan Napier dan Napier 1967yang terdiri dari Bayi, Anak, Remaja Jantan dan Betina serta Dewasa Jantan dan Betina. Monyet ekor panjang memiliki warna rambut coklat dan pada bagian perut berwarna lebih muda. Pada bagian muka sering dijumpai rambut berwarna putih walau tidak semua monyet ekor panjang memilikinya. Hal ini merupakan tanda yang dapat membantu untuk mengenalnya terutama pada jantan dewasa. Saat bayi satwa ini memiliki rambut berwarna hitam dengan muka dan telinga berwarna merah muda. Setelah berumur satu minggu warna pada kulit muka akan memudar dan berubah berwarna abu-abu kemerah-merahan dan sekitar berumur 4 enam minggu warna berubah menjadi coklat. Terdapat dua fase warna utama yaitu coklat keabu-abuan dan kemerah-merahan dengan kisaran yang luas antara keduanya. Warna rambut yang menutupi tubuh bervariasi tergantung pada umur, musim dan lokasi. Monyet ekor panjang yang menghuni kawasan hutan berwarna gelap dan lebih mengkilap sedangkan yang menghuni kawasan pantai umumnya berwarna terang Chivers 1980. Pada individu dewasa monyet ekor panjang memiliki panjang kepala dan badan berkisar antara 350 – 455 mm, panjang ekor 400 – 565 mm Santosa 1993. Ukuran telapak kaki belakang 120 – 140 mm, tengkorak 120 mm dan telinga 34 – 38 mm. Berat jantan dewasa berkisar antara 5 – 7 kg dan betina dewasa 3 – 4 kg Chivers 1980. Selanjutnya Lekagul dan McNeely 1977 mengemukakan bahwa monyet ekor panjang memiliki ekor berbentuk silindris maskular ditutupi oleh rambut- rambut pendek. Umumnya panjang ekor tersebut antara 80 – 110 dari panjang kepala dan badan. Satwa muda seringkali mempunyai jambul yang tinggi sedangkan yang lebih tua mempunyai cambang lebat dan panjang mengelilingi muka. Ciri anatomi lain yang penting dari monyet ekor panjang adalah adanya kantong pipi cheek pouch yang berguna untuk menyimpan makanan sementara. Dengan adanya kantong pipi ini maka monyet ekor panjang dapat memasukkan makanan ke dalam mulut secara cepat dan mengunyahnya di tempat lain.

2.1.3 Ukuran Kelompok

M. fascicularismerupakan salah satu spesies primata yang hidup secara berkelompok, dimana pembentukan kelompok dapat dipengaruhi berbagai faktor diantaranya tersedianya sumber pakan di suatu lokasi serta banyaknya anggota di suatu kelompok Iskandar et al. 1997. Ukuran kelompok M. fascicularisadalah jumlah individu yang terdapat dalam suatu kelompok Priyono 1998. Menurut Wheatley 1974 dalam Lindburg 1980 metode yang lebih akurat untuk menghitung individu M. fascicularis dalam sebuah kelompok adalah dengan cara menghitungnya ketika satwa tersebut sedang memanjat pohon yang dijadikannya sebagai pohon tidur, sehingga kesalahan penghitungan dapat diperkecil. Adapun yang terjadi di Pulau Tinjil adalah monyet ekor panjang yang dilepaskan secara berkelompok tidak langsung membentuk kelompok baru, akan tetapi menyebar menjadi kelompok-kelompok kecil yang nantinya akan membentuk kelompok baru atau bergabung dengan kelompok yang sudah ada sebelumnya Iskandar et al. 1997. 2.1.4 Habitat Definisi habitat secara umum adalah suatu tempat dimana individu spesies biasanya ditemukan. Alikodra 2002 mendefinisikan habitat sebagai kawasan yang terdiri atas berbagai komponen, baik fisik maupun biotik, yang merupakan satu kesatuan dan berfungsi sebagai tempat hidup, menyediakan makanan, air, pelindung serta berkembang biak satwaliar. Habitat yang sesuai menyediakan semua kelengkapan habitat bagi suatu spesies selama musim tertentu atau sepanjang tahun. Habitat mempunyai fungsidalam penyediaan makanan, air dan perlindungan. Kuantitas dan kualitas habitatini sangat menentukan prospek kelestarian satwaliar, menentukan komposisi,penyebaran dan produktivitas satwaliar. 5 Menurut Bailey 1994, kelengkapan habitat terdiri dari berbagai jenis termasuk makanan, perlindungan dan faktor-faktor lain yang diperlukan oleh spesies hidupan liar untuk bertahan hidup dan melangsungkan reproduksinya secara berhasil. Hal ini menunjukkan bahwa habitat merupakan hasil interaksi antara berbagai komponen fisik yang terdiri dari tanah, air, topografi dan iklim serta komponen biologisnya yang mencakup tumbuhan, satwa liar dan manusia Bismark 1984. Habitat klasik monyet ekor panjang adalah hutan mangrove, hutan primer dan hutan sekunder sampai ketinggian 2000 mdpl Lekagul dan McNeely1977.Habitat M. fascicularistersebar mulai dari hutan hujan tropika, hutan musim, hutan rawa mangrove sampai hutan pegunungan seperti di Himalaya. Monyet ekor panjang lebih menyukai habitat-habitat sekunder, khususnya daerah riparian tepi sungai, danau atau sepanjang pantai dan hutan sekunder dekat dengan areal perladangan Lindburg 1980. Di hutan rawa mangrove monyet ekor panjang kadang-kadang merupakan satu-satunya spesies dari anggota primata yang menempati daerah tersebut, sedangkan di daerah pantai kadang-kadang monyet ekor panjang terdapat secara bersama-sama dengan species lain seperti lutung Presbytis cristata. M. fascicularisadalah spesies yang dapat cepat beradaptasi dengan lingkungannya, sehingga selain dapat hidup di habitat aslinya juga dapat hidup di habitat lain. Menurut Napier dan Napier 1967, monyet ekor panjang adalah salah satu contoh genus yang dapat beradaptasi dengan keadaan lingkungannya dan iklim yang berbeda, sedangkan menurut Lindburg1980 kondisi habitat berpengaruh terhadap kerapatan populasi monyet ekor panjang, sehingga kepadatan populasi M. fascicularisdi hutan sekunder umumnya lebih tinggi daripada hutan primer. Ukuran kelompok juga bervariasi menurut kondisi habitatnya. Di hutan primer satu kelompok monyet ekor panjang beranggotakan 10 ekor, di hutan mangrove 15 ekor dan di areal yang terganggu dapat lebih dari 40 ekor.

2.1.5 Pakan

Secara umum, primata dapat dibedakan berdasarkan jenis pakannyakedalam frugivorous, folivorous dan insectivorous Clutton-Brock dan Harvey1977. Pemilihan buah-buahan sebagai pakan mungkin berkaitan dengan tingkatkemasakannya, ukuran, keasaman, kandungan kimiawi, ukuran butiran danpenyebarannya Ungar 1995, Peres 1996. Pakan monyet ekor panjang terdiri dari buah-buahan, biji-bijian, pucuk, serangga, kepiting, katak, kadal dan moluskaLekagul dan McNeely 1977. Jenis tumbuhan yang tergolong sering dimakan oleh monyet ekor panjang diPulau Tinjil adalah peuris Antidesma montanum Blume, songgom Melanorhoea wallichii Hook.f, butun [Barringtonia asiatica L Kurz], waru Hibiscus tiliaceus L, jambu klampok Eugenia cymosa Lamarck, ketapang Terminalia catappa L, kiampelas Ficus ampelas Burm, kopeng Ficus variegata Blume dankiara Ficus glomerata Roxb. Dari jenis-jenis tersebut tumbuhan yang palingdisukai adalah butun Santoso 1996.Sedangkan jenis makanan M. fascicularis di Bumi Perkemahan Cibubur secara keseluruhan terdiri dari makanan alami lebih banyak dikonsumsi 74.22 daripada makanan 6 non alami yang berasal pemberian pengunjung 25.78 dari total makanan yang dikonsumsi Farida 2011. Menurut Yeager 1996,urutanbagian tumbuhan yang paling banyakdimakan berturut-turut adalah buah, daun, bunga, serangga dan kulit. Hadi et al.2007 menyatakan bahwa jenis buah yang paling disukai oleh monyet ekorpanjang di Taman Monyet Cikakak adalah sadang Corypha utan Lamarck danbulu Ficus virens Aiton. Menurut Hadinoto 1993, kebutuhan pakan monyetekor panjang setiap ekor perhari sebanyak 4 dari bobot tubuhnya, sertamemerlukan air untuk minum sebanyak 1 liter per ekor setiap harinya.

2.1.6 PerlindunganCover

Cover merupakan salah satu komponen habitat yang mampu memberikan perlindungan dari cuaca, predator dan musuh lainnya Bolen dan Robinson 2003. Coverdigunakan sebagai tempat untuk melarikan diri dari predator, berlindung daripanas, hujan, angin, ataupun kehilangan panas tubuh pada malam hari.Bagi beberapa jenis satwa, cover yang baik juga sekaligus sebagai sarana pendukung bagi berlangsungnya proses berkembang biak Alikodra 2010. 2.1.7 Angka Kelahiran Santosa 1996 menyebutkan bahwa tingkat kelahiran adalah suatu perbandingan antara jumlah total kelahiran dan jumlah total induk potensial induk bereproduksi yang terlihat pada akhir periode kelahiran, sedangkan menurut Alikodra 2010 natalitas atau angka kelahiran adalah jumlah individu baru per unit perwaktu per unit populasi. Monyet ekor panjang termasuk dalam a birth flow model yaitu golongan yang dapat menghasilkan individu-individu baru dengan kecepatan yang tetap sepanjang tahun. Angka kelahiran kasar merupakan perbandingan antara jumlah individu yang dilahirkan terhadap jumlah induk dewasa. Angka kelahiran spesifik merupakan perbandingan antara jumlah individu yang dilahirkan pada kelas umur tertentu selama satu periode waktu dengan jumlah induk pada kelas umur tertentu. Menurut Priyono 1998, laju natalitas spesifik monyet ekor panjang di alam tidak dapat dihitung secara tepat karena : 1 Umur setiap individu monyet ekor panjang di alam tidak dapat ditentukan secara pasti, 2 Pengelompokan umur setiap individu didasarkan atas ciri-ciri kualitatif dan 3 Selang waktu antar kelas umur tidak sama. Adanya keterbatasan tersebut maka pendugaan laju natalitas didasarkan pada hasil pengamatan terhadap kelompok monyet ekor panjang yang memiliki komposisi umur yang lengkap yaitu bayi, anak, muda dan dewasa. Pendekatan yang dilakukan dalam pendugaan laju natalitas adalah dengan menggunakan asumsi-asumsi sebagai berikut : 1 Anggota populasi pada kelas umur bayi merupakan jumlah kelahiran kumulatif selama 1,5 tahun, 2 Laju kematian pada setiap kelas umur adalah konstan, 3 Individu monyet ekor panjang yang dapat melahirkan termasuk ke dalam kelas umur muda dan dewasa. 7

2.1.8 Angka Kematian

Angka kematian atau mortalitas akan membentuk keseimbangan di dalam suatu populasi satwa liar di alam.Angka kematian merupakan jumlah individu yang mati dalam suatu populasi. Mortalitas dinyatakan dalam laju kematian kasar, yaitu perbandingan antara jumlah kematian dengan jumlah total populasi selama satu periode waktu; dan laju kematian spesifik yang merupakan perbandingan antara jumlah individu yang mati dari kelas umur tertentu dengan jumlah individu yang termasuk dalam kelas umur tertentu selama periode waktu Alikodra 2002. Menurut Santosa 1996 angka kematian adalah suatu perbandingan antara jumlah total individu yang mati dengan jumlah total individu. Kematian satwaliar dapat disebabkan karena berbagai faktor yaitu : 1 Kematian yang disebabkan oleh keadaan alam, seperti penyakit, pemangsaan, kebakaran dan kelaparan, 2 Kematian yang disebabkan karena kecelakaan, seperti tenggelam, tertimbun tanah longsor atau tertimpa batu, dan kecelakaan yang menyebabkan terjadinya infeksi sehingga mengalami kematian, 3 Kematian yang disebabkan karena adanya perkelahian dengan jenis yang sama untuk mendapatkan ruang, makanan, dan air serta persaingan untuk menguasai kawasan, 4 Kematian yang disebabkan karena aktifitas manusia, seperti perusakan habitat, pemburuan, mati karena kecelakaan, terperangkap dan sebagainya Alikodra 1990.

2.1.9 Seks rasio

Seks rasio adalah perbandingan jumlah jantan dengan betina dalam satu populasi Alikodra 1990. Pendapat lain tentang perbandingan komposisi kelamin seks rasio adalah perbandingan antara jumlah individu jantan dengan jumlah individu betina dari suatu populasi. Perbandingan komposisi kelamin akan turut menentukan natalitas atau angka kelahiran.Tabel1di bawah ini menunjukkan rentang perbedaan seks rasio monyet ekor panjang di beberapa tempat yang berbeda. Tabel 1 Seks rasio monyet ekor panjang di beberapa lokasi No Sumber Lokasi Rasio Jantan : Betina 1. Mukhtar 1982 TW CA Pangandaran 1 : 2,30 2. Priyono 1998 Musi Hutan Persada 1 : 1,80 3. Supartono 2001 HPHTI RAPP, Riau - 4. Suryantoro 2002 SM.Muara Angke 1 : 1,09 5. Fadilah 2003 Pulau Tinjil 1 : 1,09 6. Pamungkas 2001 SM.Gunung Pasemah 1 : 0,26 7. Widiyanti 2001 Ds.Nyemani KP,DIY 1 : 1,20 8. Darmawanus 2001 PPHKSPDP Kalbar 1 : 14 8 3 METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu

Penelitian tentang Macaca fascicularisinidilaksanakan selama 1 bulan selama bulan Desember 2012. Pengamatan dilakukan secara langsung di Pulau Peucang dimana biasa dapat ditemui dan diamati beberapa kelompok monyet ekor panjang secara langsung.

3.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Alat tulis, jam tangan, kamera digital, kompas, hand-counter, label, peta kawasan, pita meter, plastik sampel, tali plastikrafia, tally sheet, teropong binokuler, GPS dan perangkat lunak pengolah data statistik.

3.3 Jenis Data yang Dikumpulkan

Jenis data yang dikumpulkan yaitu data primer dan data sekunder.

3.3.1 Data primer

Data primer terdiri dari : 1. Parameter Demografi, meliputi ukuran populasi, kepadatan populasi, jumlah populasi berdasarkan struktur umur, jenis kelamin, seks rasio, angka kelahiran dan angka kematian. 2. Pencatatan perjumpaan individu M. fascicularisdi setiap lokasi pengamatan 3. Komposisi jenis vegetasi di setiap lokasi pengamatantemuan dengan M. fascicularis 4. Jumlah dan jenis tanaman sumber pakan M. fascicularis

3.3.2 Data sekunder

Data sekunderterdiri dari : 1. Data demografi populasi M. fascicularisdi beberapa tempat lain seperti SM. Paliyan Yogyakarta, Hutan Pendidikan Gunung Walat, Cagar Alam Pananjung Pangandaran dan HTI PT. MHP Sumatera Selatan. 2. Peta penutupan vegetasi TNUK. 3. Data sekunder juga diperoleh dari studi literatur dari text book, skripsi, tesis dan disertasi, jurnal dan laporan penelitianyang berkaitan dengan topik penelitian monyet ekor panjang serta Peta tematik dan peta citra serta data dan informasi tentang kawasan TNUK. 9

3.4 Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Metode Pengumpulan Data primer

Pengumpulan data primer adalahsebagai berikut : 1. Data Parameter Demografi berdasarkan pencatatan dan penghitungan setiap perjumpaan dengan kelompok-kelompok M. fascicularis, diambil melalui pengamatan langsung dengan menggunakan metode titik konsentrasi di 4 empat lokasi pengamatan yang diyakini merupakan tempat-tempat berkumpulnya kelompok-kelompok M. fascicularis. Pengambilan data dilakukan pada pagi dan sore hari dengan masing- masing 3 kali ulangan. Pencatatan data M. fascicularisselama pengamatan adalah meliputi : - pencatatan data penelitian M. fascicularis didasarkan pada pengelompokan kelas umur yang dapat diidentifikasi. - kelas umur monyet ekor panjang dapat diidentifikasi secara kualitatif, dimana menurut Napier dan Napier 1967 pengelompokkan struktur umur dibagi dalam kelas umur bayi 0 - 1,5 th, anak 2- 4 th, muda 5-9 th dan dewasa 10 – 21th - jumlah kelompok monyet ekor panjang yang dapat diidentifikasi, - pencatatanjumlah individu dengan pemisahan berdasarkan jenis kelamin, - pencatatan total jumlah individu monyet ekor panjang, 2. Data komposisi jenis vegetasi lokasi pengamatan dan jumlah sumber pakan M. fascicularisdilakukan dengan melakukan analisis vegetasi di tempat ditemukannya kelompok-kelompok M. fascicularis. - Pengumpulan data juga dilaksanakan dengan pengamatan langsung dan pencatatan data jenis tumbuhan sumber pakan dan bagian tumbuhan yang dimakan seperti bagian daun, bunga, buah, dll.Pengumpulan data kondisi biotik atau analisis vegetasi dilaksanakan dengan menggunakan petak contoh berbentuk jalur Kartono2000. Jumlah petak ukur adalah 12 buah di habitat ditemukannya kelompok monyet ekor panjang dengan arah jalur Utara –Selatan, antara laindi ekosistem hutan primer, pantai, ekoton dan padang penggembalaan. Data yang dikumpulkan, meliputi : a. Tingkat Pohon Jenis, jumlah, diameter tingkat pohon, yaitu pohon-pohon yang memiliki diameter setinggi dada dbh ± 130 cm dari permukaan tanah atau 20 cm di atas banir 20 cm. b. Tingkat Tiang Jenis, jumlah, diamater tingkat tiang, yaitu pohon-pohon yang memiliki diameter setinggi dada dbh ± 130 cm dari permukaan tanah atau 20 cm di atas banir lebih besar 10-19 cm. 10 c. Tingkat Pancang Jenis dan jumlah tingkat pancang, yaitu anakan pohon dengan tinggi lebih dari 1,5 meter dengan diameter setinggi dada 10 cm. d. Tingkat Semai Jenis dan jumlah tumbuhan semai, adalah anakan dengan tinggi 1,5 m. D 20 M c b a Arah jalur a b 20 M c d Gambar 1. Bentuk jalur pengamatan vegetasi Keterangan : a = Petak pengamatan tingkat semai, ukuran 2 m x 2 m b = Petak pengamatan tingkat pancang, ukuran 5 m x5 m c = Petak pengamatan tingkat tiang, ukuran 10 m x10 m d = Petak pengamatan tingkat pohon, ukuran 20 m x 20 m

3.4.2 Metode Pengumpulan Data Sekunder

1. Data angka kelahiran dan kematian maupun fekunditas diperoleh melalui kajian literatur, telaah skripsi, thesis dan jurnal penelitian M. fascicularisyang telah dilakukan di berbagai tempat lainnya seperti di SM. Paliyan, Yogyakarta, PT. MHP Sumsel dan Hutan Pendidikan Gunung Walat. 2. Peta situasi kawasan TNUK.

3.5 Metode Analisis Data

3.5.1 Pendugaan Parameter Demografi

Pendugaan Parameter Demografi populasi M. fascicularisdihitung dengan rumus-rumus sebagai berikut : a. Ukuran populasi adalah jumlah hasil pencatatan terbanyaktertinggi dari keseluruhan pengamatan. b. Kepadatan density :Kepadatan populasi diperoleh dengan menghitung jumlah total individu per luasa areal pengamatan. 11 Keterangan : D = Kepadatan per luasan areal, P = Populasi, A = Luas area

3.5.2 Seks rasio

Seks rasio diperoleh dengan menghitung jumlah jantan dan betina Santosa dan Sitorus, 2008. Seks Rasio dihitung dengan rumus berikut ini: Keterangan : S = Seks Rasio Y = Jumlah Individu Jantan, X = Jumlah Individu Betina

3.5.3 Angka kelahiran

Angka kelahiran diperoleh dengan menghitung jumlah individu baru atau jumlah anak secara keseluruhan dan dibandingkan dengan jumlah total betina dewasa Santosa dan Sitorus, 2008. Persamaan yang digunakan : Keterangan : b = angka kelahiran kasar B = jumlah individu bayi, N = Jumlah seluruh individu betina produktif

3.5.4 Angka kematian

Angka kematian dapat diketahui dengan mencari selisih dari 1 – α pelung hidup, sedangkan pada kondisi ideal ketersediaan data maka menurut Santosa dan Sitorus 2008 persamaan yang digunakan untuk menghitung angka kematian adalah : Keterangan : d = angka kematian kasar D = jumlah individu yang mati dari semua sebab dalam waktu satu tahun N = Jumlah seluruh anggota populasi 12

3.5.5 Struktur umur

Struktur umur adalah perbandingan jumlah individu di dalam setiap kelas umur dari suatu populasi.Struktur umur diperoleh dengan menghitung dan mengelompokan jumlah jantan dewasa, betina dewasa, jantan muda, betina muda, anak dan bayi Santosa dan Sitorus, 2008.Pada penelitian M. fascicularis ini pembagian kelas umur yang dapat diidentifikasi adalah pembagian kelas umur monyet ekor panjang berdasarkan Napier dan Napier 1967 yang terdiri dari Bayi, Anak, Remaja Jantan dan Remaja Betina serta Dewasa Jantan dan Dewasa Betina.

3.5.6 Model Pertumbuhan Terpaut Umur

Model pertumbuhan populasi terpaut umur hanya menggunakan atau mempertimbangkan data dari populasi betina.Data populasiM. fascicularis di Pulau Peucang sebagai penelitian awal yang baru dilaksanakan, maka terdapat keterbatasan data series awal. Inilah yang menjadi alasan penggunaan model ini karena hanya mensyaratkan tersedianya data peluang hidup dan fekunditas. Persamaan yang digunakan adalah bentuk Matriks Leslie sebagai berikut : M Nt Nt+1 g0 g1 g2 g3 N0 N0 a0 0 0 0 N1 N1 0 a1 0 0 N2= N2 0 a2 0 N3 N3 Gambar 2.Model matriks dasar persamaan Leslie Keterangan : M =matrik persamaan Leslie N0,1,2, .. =ukuran populasi betina pada KU 1,2,.. Nt =ukuran populasi betina pada tahun ke-t Nt+1 =ukuran populasi betina pada tahun ke-t+1 g0,1,2, .. =fekunditas populasi betina pada KU 1,2,.. a0,1,2, .. =peluang hidup populasi betina pada KU 1,2,.. Nilai peluang a hidup diperoleh dengan membandingkan jumlah populasi betina pada tahun ke t yang dapat bertahan hidup pada tahun ke t+1 dengan populasi betina pada tahun ke-t.Sedangkan nilai fekunditas g diperoleh dengan membandingkan jumlah anak betina yang dilahirkan dari induk betina pada KU tertentu. 13 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah Pengelolaan Kawasan TNUK

Perjalanan pengelolaan kawasan Ujung Kulon dimulai sejak tahun 1921.Kawasan semenanjung Ujung Kulon dan Pulau Panaitan telah ditetapkan oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai Kawasan Suaka Alam melalui Surat Keputusan Pemerintah Hindia Belanda Nomor :60 Tanggal 16November 1921. Selanjutnya pada tahun1937,Pemerintah Hindia Belanda dengan keputusan Nomor : 17 Tanggal 24 Juni 1937 mengubah status kawasan SuakaAlam tersebut menjadi kawasan Suaka Margasatwa dengan memasukkan Pulau Peucang dan Pulau Panaitan. Pada tahun 1958, berdasarkan SK Menteri Pertanian Nomor : 48Um1958 Tanggal17 April1958 kawasan Ujung Kulon berubah status kembali menjadi kawasan Suaka Alam dengan memasukkan kawasan perairan laut selebar 500 meter dari batas air laut surut terendah. Kawasan Ujung Kulon pertama kali diresmikan menjadi Taman Nasional Ujung Kulon TNUK pada tanggal 6 Maret 1980 dengan luas 78.619 Ha, bersama-sama dengan 4 Taman Nasional TN lainnya yaitu TN. Leuser, TN Gunung Gede Pangrango, TN. Baluran dan TN. Komodo melalui pernyataan Menteri Pertanian RI. Kawasan Ujung Kulon ini terakhir ditunjuk menjadi Taman Nasional berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 284Kpts-II1992 tanggal 26 Februari 1992 tentang Perubahan Fungsi Cagar Alam Gunung Honje, Cagar Alam Pulau Panaitan, Cagar Alam Pulau Peucang, dan Cagar alam Ujung Kulon dengan total luas kawasan adalah 122.956 Ha.

4.2 Letak dan Luas