Seks rasio Parameter Demografi Populasi M. fascicularis di Pulau Peucang

24

5.1.4. Seks rasio

Penghitungan seks rasio dapat dibedakan kedalam seks rasio global dan reproduktif. Pada penelitian ini hanya dapat ditentukan seks rasio secara keseluruhanglobal yakni 1 : 1,2, dimana jumlah betina hanya sedikit lebih banyak dari jumlah jantan kondisi ini dapat dikatakan hampir sama sebagaimana hasil penelitian Andoko 2012 bahwa seks rasio kelompok M. fascicularis di Hutan Pendidikan Gunung Walat yang berkisar antara 1 : 1,33 hingga 1 : 3,75 ataupun seks rasio 1 : 2 di SM. Paliyan Kusmardiastuti 2010 serta hasil penelitian di kawasan hutan konservasi HTI PT. Musi Hutan Persada dengan seks rasio 1 : 1,82 Priyono 1998. Seks rasio jantan dan betina antar kelompok M. fascicularis berkisar antara 1: 0,5 dan 1: 1,33. Perbedaan terjadi pada kelompok III dimana seks rasio Kelas umur Remaja adalah 1 : 0,5 dan Kelas umur Dewasa adalah 1 : 0,7. Artinya pada kelompok III ini jumlah betina lebih sedikit daripada jantan. Perbandingan seks rasio M. fascicularis di Pulau Peucang dan lokasi habitat M. fascicularislainnya dapat dilihat pada Tabel 5. Kondisi seks rasio yang tidak ideal seperti di atas dapat menggambarkan adanya persaingan dari M. fascicularis jantan untuk mendapatkan M. fascicularisbetina yang dapat dikawini oleh jantan dan hal ini dapat menyebabkan terjadinya bentuk persaingan atau perkelahian antar individu dalam kelompok atau antar kelompok. Tabel 5 Perbadingan seks rasio M. fascicularisPulau Peucang dengan beberapa lokasi habitat lain No Lokasi Habitat SR Sumber 1 2 3 4 1 Pulau Peucang 1 : 1,20 Data primer 2 SM. Paliyan 1 : 2,00 Kusmardiatuti 2010 3 Gunung Walat 1 : 1,33-3,75 Andoko, 2012 4 PT. MHP 1 : 1,82 Priyono, 1998 5 Batu Tegi, Lampung 1 : 1,24-1,60 Surya, 2010 5.1.5 Fekunditas Angka fekunditas pada dasarnya adalah perbandingan jumlah janin yang dikandung atau jumlah bayi dengan jumlah betina pada setiap kelas umur. Cara lain dapat diketahui dengan perbandingan jumlah individu bayi yang ada dengan jumlah individu betina produktif untuk setiap kelas umur. Secara umum fekunditas induk M. fascicularisadalah sebanyak 1 ekor, jarang terjadi lebih dari satu ekor pada tiap musim kelahiran. Pada pelaksanaan penelitian ini terdapat kesulitan untuk menentukan angka fekunditas ini, sehingga pendekatan yang dilakukan adalah menghitung perbandingan jumlah bayi dengan betina produktif. Fekunditas antar kelompok M. fascicularisdi Pulau Peucang secara berurutan antar kelompok tertinggi terjadi pada kelompok III 0,67, diikuti oleh kelompok IV 0,27 dan kelompok II 0,13, sedangkan pada kelompok I tidak ditemukan bayi yang dilahirkan. 25 Fekunditas merupakan karakteristik biologis sehingga tidak dipengaruhi oleh sex rasio. Hal tersebut terlihat pada kelompok III yang memiliki angka fekunditas yang paling tinggi 0,67, tetapi angka seks rasionya terendah yakni 1 : 0,7. Rata-rata angka fekunditas di lokasi Pulau Peucang adalah 0,23 seperti disajikan dalam Tabel 6. Fekunditas sebesar 0,23 adalah relatif rendah bila dibandingkan dengan di SM. Paliyan, Yogyakartadimana nilai fekunditas adalah cukup tinggi pada setiap kelas umur yaitu berkisar antara0,43 – 0,67 Kusmardiastuti 2010. Tabel 6 Perbadingan jumlah bayi dan jumlah betina produktif per kelompok M. fascicularisdi Pulau Peucang No. Lokasi Pengamatan Jml Bayi dan Betina Prod. Rata2 Keterangan Bayi RB DB 1 2 3 4 5 6 7 1 Kelompok I 2 2 dari betina 2 Kelompok II 1 2 6 0,13 Produktif 3 Kelompok III 2 1 2 0,67 4 Kelompok IV 4 7 8 0,27 Total Jumlah 7 12 18 0,23 - Tabel 6 menggambarkan bahwa angka fekunditas global M. fascicularis di P. Peucang adalah cukup kecil yakni hanya sebesar 0,23.Rendahnya angka fekunditas ini dapat disebabkan oleh rendahnya angka kelahiran natalitas M. fascicularis yang turut ditentukan oleh seks rasio kelas umur produktif Santosa 1993. Kondisi ini terjadi di P. Peucang dimana angka seks rasio di lokasi ini secara global hanya 1 : 1,2 atau dengan kata lain jumlah betina hampir sama dengan jumlah jantan. Angka seks rasio yang tidak ideal di P. Peucang dapat menggambarkan adanya persaingan atau bahkan perkelahian dari M. fascicularis jantan untuk mendapatkan betina. Lebih jauh Santosa 1993 menjelaskan bahwa natalitas monyet ekor panjang berkaitan dengan seks rasio kelas umur produktif, sehingga dengan meningkatkan proporsi induk betina terhadap jantan diharapkan dapat memperbesar angka kelahiran dan pada akhirnya dapat meningkatkan angka fekunditas. 5.1.6 Natalitas Angka natalitas kasar merupakan perbandingan antara jumlah individu yang dilahirkan terhadap jumlah induk dewasa. Ukuran populasi lestari akan ditentukan oleh angka kelahiran dan kematian. Faktor kelahiran dan kematian sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Menurut Priyono 1998, laju natalitas spesifik M. fascicularis di alam tidak dapat dihitung secara tepat karena : 1 Umur setiap individu di alam tidak dapat ditentukan secara pasti2 Pengelompokan umur setiap individu didasarkan atas ciri-ciri kualitatif dan 3 Selang waktu antar kelas umur tidak sama. Oleh karena itu penentuan laju natalitas selanjutnya didasarkan pada hasil pengamatan tiap kelompok monyet ekor panjang yang memiliki struktur umur yang lengkap yang mencakup bayi, anak, muda dan dewasa. Laju natalitas merupakan perbandingan antara jumlah individu bayi yang dilahirkan dengan jumlah seluruh induk betina reproduktif Priyono 1998, 26 sedangkan angka kelahiran kasar adalah perbandingan antara jumlah individu yang dilahirkan dengan jumlah seluruh anggota populasi. Angka kelahiran kasar juga merupakan perbandingan antara jumlah individu yang dilahirkan terhadap jumlah induk dewasa. Alikodra 1990 menyebutkan bahwa angka kelahiran spesifik merupakan perbandingan antara jumlah individu yang dilahirkan selama satu periode waktu dengan jumlah induk pada kelas umur tertentu. Natalitas kasar pada penelitian M. fascicularis di Pulau Peucang ini adalah 0, 21 atau hampir sama dengan yang terjadi pada populasi di populasi Gunung Walat yaitu sebesar 0,24 Andoko 2012, sedangkan natalitas semua kelompok baik di SM Paliyan maupun hutan Kaliurang memiliki nilai angka cukup tinggi yaitu antara 0.44-0.67 Kusmardiastuti 2010. Penentuan laju natalitas ini didasarkan pada hasil pengamatan tiap kelompok M. fascicularisyang memiliki struktur umur yang lengkap. Natalitas monyet ekor panjang akan ditentukan atau berkaitan dengan seks rasio kelas umur reproduktif, Santosa 1993 menemukan bahwa di Pulau Tinjil, terdapat indikasi bahwa natalitas populasi monyet ekor panjang di alam akan mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya proporsi induk betina terhadap jantan. Natalitas yang rendah dapat terjadi pada populasi di Pulau Peucang ini disebabkan kondisi faktual angka seks rasio populasi M. fascicularis yang secara global adalah 1 : 1,2 atau jumlah betina yang ada di populasi hanya sedikit lebih banyak dibandingkan jumlah jantan yang ada. Pertumbuhan populasi juga dipengaruhi oleh natalitas sehingga disebut populasi yang berkembangbiak.Beberapa faktor yang mempengaruhi natalitas diantaranya seks rasio, jumlah populasi, maximum breeding age, minimum breeding age, dan jumlah anak per tahun.

5.1.7 Peluang hidup dan Mortalitas