Fungsi Informasi The Information Function

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Paradigma Penelitian

Menurut Earl Babbie, paradigma merupakan model atau skema fundamental yang mengorganisir pandangan kita tentang suatu hal. Walaupun paradigma didefinisikan sebagai suatu keseluruhan sistem berpikir a whole system of thinking. 1 Penelitian ini menggunakan paradigma positivis, karena dilaksanakan dengan berpedoman pada konsep yang sudah ada sebelumnya. Auguste Comte, bapak positivistik menyatakan untuk pertama kalinya bahwa ilmu pengetahuan dapat diperoleh melalui pengamatan terhadap suatu hal atau fenomena yang dapat diamati secara nyata. Lebih lanjut ia juga menekankan tentang pentingnya data dan fenomena empiris baik langsung maupun tidak langsung, sebagai sumber utama dan satu-satunya dalam merumuskan pengetahuan, yang disebutnya sebagai positive knowledge. Definisi dari paradigma positivis adalah metode yang terorganisir untuk mengombinasikan logika berpikir secara deduktif dan pengamatan dari pelaku individu untuk menemukan hubungan sebab akibat yang biasa dipergunakan untuk memprediksi pola umum dari suatu gejala. 2 Secara metodologis, paradigma positivis menyatakan pertanyaan penelitian dan hipotesis di awal penelitian, untuk kemudian diuji secara empiris. Paradigma positivis memandang realitas sebagai 1 W. Lawrence Neuman, Sosial research method, Wisconsin: Pearson Education Inc, 2003, h. 70 2 W. Lawrence Neuman, Sosial Research Method, h. 70 28 sesuatu yang ada di luar sana dan diatur oleh mekanisme alamiah. Kepentingan utama dari penelitian dengan paradigma positivis adalah untuk menemukan kebenaran universal dengan membuktikan konsep-konsep atau variabel tertentu. Paradigma kuantitatif-positivis merupakan salah satu paradigmaa penelitian yang sangat berpengaruh. Paradigma ini adalah tradisi pemikiran Perancis dan Inggris yang menekankan pengalaman sebagai sumber pengetahuan dan memandang pengetahuan memilki kesamaan hubungan dengan pandangan aliran filsafat yang dikenal dengan nama positivisme. Dalam perkembangan berikutnya positivisme mendominasi wacana ilmu pengetahuan mulai pada abad 20-an sampai saat ini, dengan menetapkan kriteria-kriteria yang harus dipenuhi oleh ilmu-ilmu manusia maupun alam untuk disebut sebagai ilmu pengetahuan yang benar. 3 Pandangan positivisme ini begitu kuat mengklaim bahwa ilmu adalah ilmu pengetahuan yang nyata dan positivistik, sehingga ilmu pengetahuan yang tidak positivistik bukanlah ilmu. Tradisi positivisme ini kemudian melahirkan pendekatan-pendekatan paradigma kuantitatif dalam penelitian sosial dimana objek penelitian memiliki keberaturan yang naturalistik, empiris, dan behavioral, di mana semua objek penelitian harus dapat direduksi menjadi fakta yang dapat diamati, tidak terlalu mementingkan fakta sebagai makna namun mementingkan fenomena yang tampak, serta serba bebas nilai atau objektif dengan menentang sikap-sikap subjektif. 4 3 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Jakarta: Kencana, 2009, h. 31 4 Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, h. 32