57
VI. ANALISIS RISIKO PRODUKSI IKAN HIAS
6.1 Risiko Produksi
Risiko produksi akan mempengaruhi tingkat produksi yang dihasilkan, dengan demikian terjadinya fluktuasi dalam produksi yang dihasilkan oleh
perusahaan menunjukkan bahwa perusahaan menghadapi adanya risiko dalam kegiatan produksi. Risiko produksi yang terjadi pada PT Taufan Fish Farm
disebabkan oleh curah hujan yang fluktuatif dan kualitas pakan serta penyakit yang sulit diprediksi. Risiko produksi ini menyebabkan produksi ikan hias
menjadi rendah sehingga penerimaan perusahaan semakin kecil. Adanya risiko produksi pada usaha ini ditunjukkan dengan adanya variasi
atau fluktuasi survival rate yang diperoleh. Fluktuasi survival rate dipengaruhi oleh akumulasi dari sumber risiko yang terjadi selama proses produksi
berlangsung. Risiko produksi yang dibahas dalam penelitian ini difokuskan pada komoditas ikan hias discus, lobster, dan maanvis.
Penentuan risiko produksi pada penelitian ini didasarkan pada penilaian variance, standard deviation, dan coefficient variation yang diperoleh dari hasil
peluang terjadinya suatu kejadian. Peluang terjadinya suatu kejadian dapat dilihat dari kondisi tertinggi, normal, dan terendah dari rata-rata produksi yang dihasilkan
oleh masing-masing komoditas seperti pada Tabel 18. Tabel 18.
Rata-rata Produksi, Survival Rate dan Penerimaan pada Ikan Hias Discus, Lobster, dan Maanvis pada Akuarium Ukuran 100cm x 40cm
x 40cm Berdasarkan Kejadian di PT Taufan Fish Farm.
Komoditas Kondisi
Peluang Rata-rata
Penerimaaan Rp
Produksi ekor
Survival Rate
Discus Tertinggi
0,19 403
80,40 1.612.000
Normal 0,52
227 66,20
908.000 Terendah
0,29 127
42,72 508.000
Lobster Tertinggi
0,13 834
82,50 1.668.000
Normal 0,51
586 67,73
1.172.000 Terendah
0,27 393
41,75 786.000
Maanvis Tertinggi
0,45 1466
82.68 733.000
Normal 0,41
870 71,68
435.000 Terendah
0,14 768
42,23 384.000
58
Tabel 18 memperlihatkan peluang yang diperoleh pada kondisi yang terjadi pada komoditas discus, lobster, dan maanvis. Peluang tertinggi, normal dan
terendah diukur dari proporsi frekuensi atau beberapa kali perusahaan pernah mencapai produksi tertinggi, normal atau terendah selama kegiatan budidaya
berlangsung. Pada Tabel 18 terlihat kondisi produksi dan penerimaan masing-masing
komoditas pada kondisi tertinggi, normal dan terendah. Adanya produksi dan penerimaaan yang berfluktuasi mengindikasikan peluang perusahaan memperoleh
produksi dan penerimaan tertinggi, normal dan terendah dapat diamati dengan mempertimbangkan periode waktu selama proses produksi berlangsung.
Besarnya perbedaan nilai terendah dan tertinggi pada survival rate dan penerimaan diharapkan dapat diminimalisir dengan penanganan proses produksi
yang efektif serta pengelolaan strategi yang tepat dalam menangani fluktuasi survival rate dan penerimaan, sehingga PT Taufan Fish Farm tetap mampu untuk
menjalankan usaha produksi ikan hias. Produksi tertinggi merupakan tingkat produksi maksimal yang pernah
diperoleh perusahaan selama produksi berlangsung sedangkan produksi normal merupakan tingkat produksi yang sering terjadi. Berbeda halnya dengan produksi
terendah yang merupakan tingkat produksi minimal yang diperoleh perusahaan selama produksi berlangsung. Penerimaan tertinggi pada komoditas discus,
maanvis dan lobster diperoleh pada produksi tertinggi. Produksi yang diharapkan oleh perusahaan adalah produksi tertinggi dengan frekuensi yang tinggi karena
akan berimplikasi positif terhadap penerimaann yang diperoleh perusahaan. Dalam hal ini terdapat faktor-faktor yang menjadi penyebab munculnya
risiko pada usaha budidaya ikan hias diantaranya adalah sebagai berikut: a. Kondisi Cuaca atau Iklim
Kondisi cuaca dan iklim menjadi salah satu faktor munculnya risiko dalam produksi ikan hias, hal ini dikarenakan perubahan cuaca yang sulit diprediksi.
Menurut informasi di lapangan saat ini cuaca tidak dapat dikendalikan karena selalu berubah-ubah tidak sesuai dengan siklus normal. Kondisi cuaca sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan, cuaca yang buruk akan mengakibatkan ikan yang dibudidaya menjadi lambat pertumbuhannya.
59
Pada dasarnya ikan hias dibudidayakan di ruangan tertutup dengan menempatkan akuarium sebagai media lingkungan hidup ikan. Musim kemarau
menjadikan suhu udara menjadi tinggi, hal ini berpengaruh terhadap suhu air di akuarium. Kemampuan ikan dalam penyesuaian suhu air di akuarium sangat
terbatas sehingga menjadikan pertumbuhan ikan menurun. Sedangkan pada musim hujan, suhu lingkungan budidaya menjadi menurun dan berimplikasi
terhadap suhu air di akuarium, akibatnya ikan tidak selera makan karena suhu yang berbeda dari suhu normal. Hal ini diantisipasi dengan penggunaan heater
dalam akuarium yang berfungsi sebagai pengatur suhu, namun hal ini dirasa kurang efektif karena biaya yang dikeluarkan menjadi meningkat.
Parameter kualitas air dilihat dari suhu air di media pemeliharaan dan pH air. Suhu yang baik untuk budidaya ikan hias discus, maanvis, dan lobster berkisar
antara 27-28 C, sedangkan pH normal untuk budidaya ikan hias di akuarium
berkisar antara 6,5-7,0. Dilihat dari perkembangan produksi ikan hias yang dihasilkan PT Taufan
Fish Farm pada tahun 2009 dan 2010 menunjukkan produksi ikan hias mengalami fluktuasi. Hal ini disebabkan pada saat curah hujan tinggi produksi ikan hias akan
menurun, kondisi ini terkait dengan perkembangan siklus curah hujan yang ada di PT Taufan Fish Farm. Hubungan survival rate dengan curah hujan pada Gambar 4
menunjukkan adanya pengaruh yang berbanding terbalik. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4 yang menunjukkan grafik perkembangan produksi dan curah
hujan yang terdapat pada PT Taufan Fish Farm.
Gambar 4. Perkembangan Survival Rate
Ikan Discus dan Curah Hujan pada Tahun 2009-2010.
Sumber: 1 Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika 2010 2 PT Taufan Fish Farm 2010
60
Gambar 4 menunjukkan bahwa survival rate Discus selama periode 2009 dan 2010 berfluktuasi. Hal ini disebabkan karakter ikan discus yang rentan
terhadap perubahan suhu. Curah hujan yang tinggi akan mengakibatkan suhu air akuarium berubah yang secara langsung berpengaruh terhadap kondisi ikan
discus. Namun secara umum produksinya tetap dapat terkontrol dengan penangan budidaya yang intensif seperti penggunaan plastik terpal yang dipasang pada
dinding bangunan produksi ikan hias yang bertujuan menjaga suhu lingkungan budidaya tetap stabil.
Gambar 5. Perkembangan Survival Rate Ikan Lobster dan Curah Hujan pada
Tahun 2009-2010
Sumber: 1 Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika 2010 2 PT Taufan Fish Farm 2010
Gambar 5 menunjukkan bahwa curah hujan tidak selalu berpengaruh terhadap produksi lobster. Hal ini disebkan karena karakter lobster yang
cenderung lebih tahan terhadap perubahan suhu lingkungan dibandingkan dengan ikan maanvis dan discus. Secara umum produksinnya meningkat pada curah hujan
yang juga mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut juga dipengaruhi oleh cara budidaya yang tepat dan penanganan intensif selama proses produksi
berlangsung. Untuk melihat besarnya fluktuasi survival rate masing-masing komoditas
dapat dilihat pada Tabel 7, karena pada gambar fluktuasi survival rate tidak begitu jelas. Hanya saja peneliti ingin melihat besarnya fluktuasi curah hujan terhadap
fluktuasi survival rate yang terjadi di PT Taufan Fish Farm.
61
Gambar 6. Perkembangan Survival Rate
Ikan Maanvis dan Curah Hujan pada
Tahun 2009-2010.
Sumber: 1 Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika 2010 2 PT Taufan Fish Farm 2010
Gambar 6 menunjukkan bahwa curah hujan yang terdapat pada daerah penelitian selama kurun waktu dua tahun. Setiap bulannya terdapat curah hujan
yang berbeda yang mengakibatkan survival rate ikan hias di PT Taufan Fish Farm berfluktuasi. Pada saat curah hujan tinggi survival rate yang dihasilkan
menurun namun apabila curah hujan rendah maka survival rate yang dihasilkan akan meningkat.
Curah hujan pada bulan September 2009 mengalami penurunan sedangkan survival rate maanvis mengalami peningkatan. Demikian juga halnya dengan
curah hujan bulan Maret 2010 yang mengalami peningkatan sedangkan survival rate maanvis mengalami penurunan. Hal ini mengindikasikan bahwa curah hujan
berbanding terbalik dengan survival rate ikan maanvis. b. Kualitas Pakan
Pakan alami merupakan salah satu jenis pakan yang digunakan dalam pembenihan ikan. Pakan alami biasanya diberikan dalam keadaan hidup, beberapa
diantaranya dalam bentuk segar dan berukuran sangat kecil sehingga cocok untuk larva dan benih ikan atau induk ikan hias yang berukuran kecil.
Pakan alami yang diberikan pada kegiatan pembenihan ikan hias di PT Taufan Fish Farm adalah artemia Artemia salina, kutu air beku Daphnia sp,
cacing darah beku Bloodwarm, dan pelet. Pakan pelet dan cacing darah masing- masing diberikan untuk ikan maanvis dan lobster, sedangkan artemia dikhususkan
62
untuk ikan hias discus. Perbedaan penggunaan pakan pada ketiga ikan hias tersebut didasarkan pada beberapa hal yang diperhatikan dalam pemilihan pakan
alami untuk larva yaitu pakan alami yang diberikan harus sesuai dengan bukaan mulut larva, mudah dicerna, organisme pakan alami mudah dibudidayakan secara
ekonomis, pakan alami yang memiliki gerakan lambat dan mudah ditangkap oleh larva.
Frekuensi pemberian pakan untuk benih sebanyak tiga kali sehari yaitu pada pagi, siang dan sore hari berturut-turut mulai pukul 08.00 WIB, 13.00 WIB,
dan pukul 15.30 WIB. Pakan yang diberikan disesuaikan dengan jenis ikan dan umur larva, sedangkan jenis pakan yang diberikan disesuaikan terhadap jenis ikan
yang dibudidaya. Pada budidaya ikan hias pemberian pakan selalu memperhatikan kualitas pakan karena sangat besar pengaruhnyna terhadap pertumbuhan ikan
terlebih kepada kualitas warna dan bentuk ikan. Ketersediaan pakan dalam budidaya pembenihan sangat mutlak dalam
pembenihan, untuk memenuhi pasokan pakan tersebut pihak PT Taufan Fish Farm mengambil kebijakan dengan membudidayakan pakan jenis artemia. Artemia
adalah pakan yang sangat cocok untuk ukuran larva, proses penetasan budidaya artemia dimulai dengan persiapan alat dan bahan seperti fiber dengan volume 60L
berbentuk kerucut dan siste artemia. Pada tahap awal proses pembuatan artemia, air dimasukkan terlebih dahhulu ke dalam bak fiber sebanyak 40L yang diberi
garam sebanyak 20grL, kemudian dimasukkan siste artemia sebanyak 40gr selain itu diberi aerasi untuk menambah kadar oksigen dan untuk mengaduk artemia agar
tidak mengendap didasar wadah. Penetasan artemia memerlukan waktu sekitar 20- 24jam, setelah artemia menetas kemudian aerasi dimatikan dan didiamkan selama
10-15 menit supaya cangkang artemia mengapung dipermukaan air dan naupli artemia berada di dasar wadah sehingga pemanenan lebih mudah dilakukan.
Sistem pemanenan dilakukan dengan menyipon media dengan menggunakan selang plastik kemudian hasil penyiponan ditampung dalam wadah berbentuk
persegi. Pakan alami seperti cacing darah beku Bloodworm dan kutu air beku
Daphnia sp tidak diperoleh dari hasil budidaya tatapi dipasok dari daerah sentra penghasil pakan alami seperti Bandung yang dikemas dengan berat satu kilogram
63
yang terdiri dari sepuluh lempeng cacing beku dan kutu air per masing-masing kemasan, untuk menjaga kualitas kedua pakan tersebut maka pakan alami
disimpan dalam freezer supaya tidak mencair dan busuk, sedangkan cacing sutera Tubifex diperoleh dari para pengumpul cacing yang berlokasi di Bogor. Sebelum
digunakan, cacing ditampung dalam bak yang dilengkapi dengan aerasi dengan ketinggian air 15cm. Cacing sutera diberikan pada ikan dalam keadaan hidup,
pakan cacing sutera berguna untuk mempercepat pertumbuhan dan metabolisme benih karena mengandung lemak yang sangat tinggi, kaya akan berbagai mineral,
dan protein. Pakan yang diberikan telah melalui beberapa tahapan yang selektif namun
sangat memungkinkan bahwa pakan alami terjangkit oleh bakteri dan virus sehingga tidak jarang sumber penyakit ikan tidak hanya berasal dari lingkungan
budidayanya juga berasal dari pakan yang diberikan. Pakan yang buruk biasanya cepat mati dan tidak tahan lama, sehingga kualitas air menjadi buruk akibat dari
degradasi pakan dalam air. c. Serangan Penyakit
Menurut Darti dan Iwan 2006, penyakit ikan dapat diartikan sebagai suatu organisme yang hidup dan berkembang dalam tubuh ikan sehingga organ
tubuhnya terganggu. Dengan terganggunya organ tubuh maka terganggu juga seluruh jaringan tubuh ikan. Serangan penyakit yang rendah sampai sangat parah,
maka kematian ikan tak bisa dihindari dan bisa menimbukan kerugian yang sangat besar. Secara umum penyebab timbulnya suatu penyakit pada ikan dapat
disebabkan tiga faktor, yaitu kondisi tubuh ikan yang kurang baik, lingkungan kolam yang kurang baik dan patogen atau hewan lain pembawa penyakit. Ketiga
faktor tersebut mempunyai hubungan yang erat, sebab bila salah satu faktor terjadi maka serangan penyakit pasti terjadi.
Untuk mencegah timbulnya penyakit, maka kondisi tubuh ikan dan lingkungan harus dijaga agar tetap terhindar dari masuknya patogen pembawa
penyakit. Kondisi tubuh ikan yang kurang baik dapat terjadi akibat lingkungan yang kurang baik, misalnya kualitas airnya buruk. Kondisi ini dapat menyebabkan
nafsu makan menurun yang akhirnya menimbulkan pergerakan pasif.
64
Serangan penyakit pada ikan dapat terjadi pada fase telur, fase larva, fase benih dan fase dewasa. Beberapa penyakit ikan di PT Taufan Fish Farm yang
sering muncul, diantaranya penyakit kapas, ekor putih, spring plague, white spot, dan penyakit ich.
Dalam mengendalikan penyakit, pencegahan merupakan tindakan yang paling efektif dibandingkan dengan pengobatan. Selain tidak menimbulkan efek
samping tindakan pencegahan juga tidak mememerlukan biaya yang besar. Pencegahan sebaiknya dilakukan sebelum kegiatan pemeliharaan dimulai atau
pada saat tanda-tanda serangan penyakit mulai terlihat untuk mencegah meluasnya penyakit.
Upaya yang dilakukan oleh PT Taufan Fish Farm dalam mencegah timbulnya penyakit dimulai dengan mengeringkan dan membersihkan
akuariumwadah pemeliharaan untuk memotong siklus hidup penyakit, menjaga lingkungan sesuai dengan lingkungan budidaya ikan, memisahkan ikan yang
terjangkit penyakit dengan ikan sehat, memberikan pakan tambahan yang cukup dengan penambahan nilai gizi pada pakan, dan melakukan penanganan yang baik
agar tidak menimbulkan luka pada tubuh ikan. Tindakan pengobatan sebaiknya merupakan tindakan terakhir sebab selain mempunyai efek samping juga
membutuhkan biaya yang besar. Beberapa tindakan pengobatan yang dilakukan oleh pihak PT Taufan Fish
Farm dalam pengobatan ikan yaitu: 1. Pengobatan langsung, yaitu dengan menebarkan bahan kimia atau obat ke wadah pemeliharaan ikan secara langsung
dengan dosis dan waktu yang telah ditentukan. 2. Treatment, yaitu dengan merendam ikan yang terserang penyakit ke dalam suatu larutan bahan kimia atau
obat dengan dosis dan waktu yang telah ditentukan. 3 Pengobatan melalui makanan oral, yaitu dengan memberi pakan yang sudah dicampur obat dengan
dosis tertentu pada ikan yang sudah terserang penyakit. 4. Pengobatan langsung pada ikan yang terserang, yakni dengan mengambil ikan yang terserang kemudian
penanganan yang intensif.
65
6.2 Analisis Risiko