Agribisnis Ikan Hias TINJAUAN PUSTAKA

11

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Agribisnis Ikan Hias

Peningkatan industri budidaya ikan hias air tawar di Indonesia diikuti dengan peningkatan permintaan pasar ekspor maupun lokal. Hal ini menuntut pelaku bisnis untuk menjamin ketersediaan jumlah benih yang cukup, baik secara kuantitas maupun kualitas. Pada umumnya bisnis ikan hias tidak jauh berbeda dengan bisnis tanaman hias yang dalam pemasarannya sering terjadi trend yaitu tidak menjadi mutlak jika ikan yang saat ini harganya mahal bisa jadi sangat murah dikemudian hari tergantung dari peminat ikan hias atau hobiis. Nilai estetika ikan hias yang menjadi daya tarik para hobiis juga turut mengangkat peningkatan bisnis ikan hias ini. Beberapa parameter yang digunakan oleh para pembudidaya dan hobiis yang menjadikan ikan hias mahal diukur dari bentuk badan, fisik, warna, maupun tingkah lakunya. Sebagai manfaatnya ikan hias yang dibudidayakan memiliki nilai tersendiri bagi para pemiliknya karena ikan hias biasanya dipajang di tempat terbuka dalam aquarium besar. Usaha ini disebut aquabisnis yaitu bisnis ikan hias yang menciptakan karya seni dengan memadupadankan ikan dan tanaman hias dalam aquarium. Menurut Darti 2009 karakteristik ikan hias dibagi menjadi empat bagian yaitu: 1. Berdasarkan perilaku makan yaitu kelompok jenis ikan hias yang terdiri dari ikan pemakan binatang lain karnivora, pemakan tumbuhan herbivora, dan pemakan segalanya omnivora. 2. Berdasarkan sifat aktifnya saat mencari makanan, kelompok ini terdiri akan ikan nocturnal pencari makan pada malam hari seperti Cobitidae serta kelompok ikan diurnal pencari makan pada siang hari seperti Cyprinidae, Poecilidae, dan Chichlidae. 3. Berdasarkan tempat hidup, kelompok jenis ikan hias yang loncat ke atas permukaan air seperti Panchax dan Epiplatus, ditengah perairan, di dasar perairan, dan di dekat dasar perairan, serta di dalam lubang media bebatuan dan tanaman 12 4. Berdasarkan cara berkembang biak, jenis ikan dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian besar, yaitu ikan yang mengeluarkan telurnya dan dibiarkan menetas sendiri tanpa dijaga induknya, jenis ikan yang menjaga telurnya, dan jenis ikan yang telurnya langsung berhubungan dengan salah satu induk. Selain tiga kelompok tersebut, ada kelompok lain yang berkembang biak dengan bantuan pemijahan buatan atau stimulasi hormon. Hal ini dilakukan karena ikan tersebut tidak bisa memijah sendiri atau sulit memijah alami. Mayoritas ikan dalam kelompok ini merupakan ikan yang baru dibudidayakan atau masih belum mampu beradaptasi dengan lingkungan budidaya yang baru. 2.2 Penelitian Terdahulu 2.2.1 Sumber-Sumber Risiko Agribisnis Sumber-sumber penyebab risiko pada usaha perikanan sebagian besar disebabkan faktor-faktor seperti perubahan suhu, hama dan penyakit, penggunaan input serta kesalahan teknis human error dari tenaga kerja. Pada umumnya risiko tersebut dapat diminimalisir dengan melakukan berbagai cara seperti penggunaan teknolgi terbaru, penanganan yang intensif, dan pengadaan input yang berkualitas seperti benih, pakan dan obat-obatan. Penelitian Lestari 2009 menemukan bahwa sumber-sumber risiko pada usaha pembenihan udang vannamei adalah risiko operasional dan risiko pasar. Sumber-sumber risiko operasional antara lain pengadaan induk udang vannamei yang didatangkan dari Hawaii, Amerika Serikat dengan tingkat risiko sekitar tiga persen. Hal ini disebabkan induk yang didatangkan oleh perusahaan harus melewati proses karantina terlebih dahulu sehingga meminimumkan risiko. Selain itu sering ditemukan kasus induk udang vannamei yang mengalami stress dikarenakan proses distribusi yang memakan waktu dan adanya perbedaan suhu yang relatif besar. Selain itu sumber risiko operasional adalah faktor penyakit, cuaca, mortalitas dan kerusakan pada peralatan teknis. Sumber risiko pasar pada pembenihan udang vannamei adalah fluktuasi harga induk, fluktuasi harga pakan dan fluktuasi harga benih. 13 Hasil penelitian Sembiring 2010 tentang analisis risiko produksi sayuran organik menemukan bahwa faktor yang menyebabkan timbulnya risiko produksi pada The Pinewood Organic Farm adalah adanya teknologi yang tidak seimbang serta human error yang timbul mulai dari penanaman bibit sehingga mengakibatkan timbulnya tingkat kematian atau mortalitas tanaman yang juga disebabkan oleh serangan hama dan penyakit, kondisi cuaca atau iklim yang tidak pasti. Hal yang sama juga diutarakan Safitri 2009 mengenai analisis risiko produksi daun potong menemukan bahwa sumber risiko produksi berasal dari hama penyakit dan cuaca yang berfluktuasi. Demikian juga hasil penelitian Wisdya 2009 yang menemukan bahwa faktor-faktor penyebab risiko produksi pada produksi anggrek Phalaeonopsis antara lain reject yang terdiri dari kontaminasi dalam pembibitan dengan teknik kultur jaringan, serangan hama penyakit, virus, mutan, stagnan, dan kerusakan mekanis pada tanaman yang sulit diprediksi. Peluang untuk kondisi tertinggi, normal dan terendah diukur dari proporsi frekuensi atau berapa kali perusahaan mencapai persentase keberhasilan produksi dan pendapatan tertinggi, normal dan terendah selama periode siklus berlangsung. Faktor-faktor penyebab munculnya persentase keberhasilan produksi kondisi tertinggi dan terendah antara lain curah hujan, serangan hama dan penyakit dan kerusakan mekanis. Utami 2009 yang meneliti sumber-sumber risiko produksi bawang merah yang menyebabkan fluktuasi produksi. Sumber-sumber risiko antara lain faktor iklim dan cuaca yang sering berubah-ubah, faktor hama dan penyakit, tingkat kesuburan tanah dan efektivitas penggunaan input. Komponen terpenting variabel input pada usahatani bawang merah adalah bibit, pupuk, obat-obatan serta tenaga kerja. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu diperoleh variabel-variabel yang menjadi sumber-sumber risiko yaitu faktor cuaca, penyakit, kerusakan teknismekanis, efektivitas penggunaan input, fluktuasi harga bibit komoditas serta fluktuasi harga jual komoditas. Variabel-variabel tersebut juga diduga menjadi sumber risiko pada pengusahaan ikan hias yang diteliti dalam penelitian ini. 14

2.2.2 Metode Analisis Risiko

Pengukuran risiko dapat dilakukan dengan menggunakan metode analisis seperti standard deviation, variance dan coefficient variation. Analisis penilaian risiko produksi pada penelitian Lestari 2009 tentang Manajemen Risiko dalam usaha Pembenihan Udang Vannamei Litopeneus vannamei. Metode analisisnya adalah mengidentifikasi sumber risiko yang dihadapi perusahaan, mengklasifikasi sumber risiko ke dalam peta risiko dan mengidentifikasi strategi penanganan risiko yang dihadapi perusahaan. Pengukuran probabilitas dilakukan dengan analisis nilai standar analisis z-score. Pengukuran dampak risiko dilakukan dengan menggunakan analisis Value at Risk VaR. Berbeda halnya dengan penelitian Sembiring 2010 dimana metode analisis data yang digunaka adalah dengan menggunakan pendekatan variance, standard deviation dan coefficient variation. Metode penilaian yang sama juga dilakukan oleh Safitri 2009 dan Wisdya 2009 yaitu koefisisen variasi coefficient variation, ragam variance dan simpangan baku standard deviation pada penelitiannya tentang Analisis Risiko Produksi Daun Potong di PT Pesona Daun Mas Asri Bogor dan Analisis Risiko Anggrek Phalaenopsis pada PT Ekakarya Graha Flora di Cikampek, Jawa Barat. Metode analisis data yang digunakan pada penelitian Utami 2009 risiko produksi bawang merah sama dengan yang dilakukan oleh Wisdya yaitu menggunakan variance, standard deviation dan coefficient variation. Utami menambah alat analisis pada penelitiannya yaitu mempergunakan analisis regresi linier berganda yang digunakan untuk menganalisis penawaran. Terdapat persamaan dan perbedaan metode analisis pada penelitian ini dengan penelitian terdahulu. Metode analisis risiko yang dipergunakan pada penelitian Sembiring 2010, Safitri 2009, Wisdya 2009 dan Utami 2009 dengan menggunakan variance, coefficient variance, dan standard deviaton juga digunakan dalam penelitian ini. Selain itu penelitian ini juga menggunakan metode analaisis risiko dengan menggunakan portofolio. Metode pengukuran dampak risiko menggunakan pendekatan Value at Risk VaR seperti pada penelitian Lestari 2009. 15

2.2.3 Strategi Pengelolaan Risiko

Strategi pengelolaan risiko perlu dilakukan untuk menekan dampak yang ditimbulkan risiko. Strategi pengelolaan risiko dalam pertanian Kaan 2002 antara lain 1 mengurangi risiko dalam operasi, misalnya diversifikasi produk, 2 transfer atau pengalihan risiko di luar operasi, misalnya kontrak produksi dan 3 membangun kemampuan operasi untuk bertahan dari adanya risiko, misalnya memelihara aset lancar. Menurut Wisdya 2009 strategi penanganan risiko produksi anggrek Phalaeonopsis pada PT EGF dapat dilakukan dengan pengembangan diversifikasi pada lahan yang ada. Alternatif untuk menangani risiko produksi dapat dilakukan dengan diversifikasi portofolio pada lahan yang berbeda dan secara tumpang sari tetapi dalam waktu yang sama. Adanya diversifikasi akan dapat diminimisasi tetapi tidak dapat dihilangkan seluruhnya atau menjadi nol. Alternatif lain untuk meminimalkan risiko produksi adalah kerjasama penyediaan bibit dengan konsumen dan usaha pembungaan berupa rangkaian bunga dalam pot untuk menampung hasil produk yang reject. Lestari 2009 mengemukakan strategi preventif risiko pada usaha pembenihan udang vannamei yang dilakukan PT Suri Tani Pemuka untuk mengurangi kemungkinan terjadinya risiko. Strategi yang dapat dilakukan oleh perusahaan adalah dengan melakukan persiapan bak pemeliharaan, pemeliharaan induk, pemeliharaan larva, pengelolaan kualitas air, pengelolaan pakan, pemanenan dan pengepakan benur serta pelatihan sumber daya manusia serta dengan melakukan kontrak pembelian dengan pemasok pakan. Strategi mitigasi risiko yang dilakukan perusahaan melalui kegiatan pengendalian penyakit dan pengadaan dan perlakuan induk yang tepat. Berdasarkan peneliti terdahulu, maka dapat dilihat persamaan penelitian ini dengan peneliti terdahulu adalah menggunakan alat analisis yang sama yaitu penilaian hasil perhitungan variance, standard deviation dan coefficient variation. Penilaian risiko dengan menggunakan nilai variance dan standard deviation merupakan ukuran yang absolut dan tidak mempertimbangkan risiko dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan expected return seperti yang dilakukan oleh Wisdya 2009. Sedangkan perbedaan peneliti terdahulu dengan 16 penelitian ini adalah komoditas yang dianalisis yakni pada peneliti terdahulu pada peternakan dan sayuran sedangkan pada penelitian ini adalah komoditas ikan hias seperti ikan hias discus, maanvis dan lobster. Perbedaannya juga terdapat pada perusahaan yang dianalisis, selain itu penelitian ini lebih memprioritaskan masalah risiko produksi. 17

III. KERANGKA PEMIKIRAN