65
6.2 Analisis Risiko
Setelah dilakukan pengukuran dan kejadian yang terjadi maka dilakukan penyelesaian pengambilan keputusan yang mengandung risiko dengan
menggunakan expected return. Expected return yang dihitung berdasarkan jumlah dari nilai yang diharapkan terjadinya peluang masing-masing kejadian tertinggi,
normal, dan terendah dari ikan discus, maanvis, dan lobster. Expected return merupakan nilai harapan yang dihasilkan setelah memperhitungkan risiko yang
ada. Nilai expected return yang tertinggi merupakan nilai harapan yang nantinya diharapakan oleh PT Taufan Fish Farm dalam membudidayakan ikan hias,
besarnya nilai harapan survival rate diharapkan sejalan dengan nilai penerimaan yang akan diperoleh oleh PT Taufan Fish farm. Besarnya nilai expected return
berdasarkan survival rate dan penerimaan dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Penilaian Expected Return Berdasarkan Survival Rate dan Penerimaan
pada Ikan Hias Discus, Lobster, dan Maanvis. Komoditas
Expected return Survival Rate
Penerimaan Rp Discus
62,90 7.302.800
Maanvis 72,92
5.064.930 Lobster
61,95 10.905.280
Tabel 19 memperlihatkan bahwa penerimaan yang diperoleh tidak berpengaruh secara langsung terhadap survival rate. Hal ini disebabkan
penerimaan berkaitan dengan harga jual masing-masing komoditas yang berbeda- beda sehingga harga jual yang tinggi akan menghasilkan penerimaan yang tinggi
dan sebaliknya jika harga jual rendah akan mengakibatkan penerimaan yang rendah.
Untuk meminimalkan risiko yang terdapat dalam proses budidaya maka pihak PT Taufan Fish Farm sebaiknya membuat perencanaan terhadap kegiatan
produksi. Perencanaan produksi mulai dilakukan pada saat persiapan alat dan bahan untuk pembenihan sampai pembesaran. Perencanaan produksi yang
dilakukan PT Taufan Fish Farm untuk meminimalkan risiko produksi antara lain dengan melakukan diversifikasi komoditas yaitu dengan portofolio dimana dalam
satu luasan wilayah hatchery diproduksi beberapa komoditas. Hal ini dapat
66
meningkatkan produksi karena saling menguntungkan antara komoditas yang satu dengan komoditas lainnya. Akan tetapi, perencanaan produksi yang dilakukan
perusahaan sampai saat ini belum terlaksana dengan baik. Hal ini terjadi karena tidak adanya pengawasan yang intensif dalam proses produksi dan belum
dijalankannya fungsi-fungsi manajemen dengan baik. Selain itu indikator untuk menyatakan keberhasilan suatu kegiatan produksi adalah hasil survival rate yang
cenderung meningkat jika terjadi musim hujan. Produksi ikan hias pada PT Taufan Fish Farm pada setiap kondisi dapat
dilihat dari produksi dan survival rate yang diperoleh dari data primer. Survival rate tertinggi, normal, dan terendah diperoleh perusahaan berdasarkan
pengalaman selama produksi. Adanya kondisi risiko produksi menyebabkan tingkat survival rate ikan hias PT Taufan Fish Farm berfluktuasi.
6.2.1 Analisis Risiko pada Kegiatan Spesialisasi
Penilain risiko produksi pada kegiatan spesialisasi dilihat berdasarkan tingkat penerimaan yang dipeoleh dari ikan hias discus, lobster, dan maanvis.
Penilaian risiko produksi dapat dihitung dengan menggunakan expected return, variance, standard deviation, dan coefficient variation. Hal ini dapat dilihat pada
Tabel 20. Tabel 20.
Penilaian Risiko Produksi Berdasarkan Penerimaan pada Ikan Hias Discus, Lobster, dan Maanvis.
Komoditas Variance
Standard Deviation
Coefficient Variation
Discus 9.138.150.000.000
3.022.937,31 0.413942
Lobster 26.028.300.000.000
5.101.793,80 0.467828
Maanvis 4.994.450.000.000
2.234.826,62 0.441235
Berdasarkan Tabel 20 menjelaskan, dilihat dari nilai variance menunjukkan bahwa ikan lobster mempunyai nilai variance yang lebih tinggi
dibandingkan dengan discus dan maanvis yaitu sebesar 26.028.300.000.000. Demikian halnya dengan nilai standard deviation pada ikan hias lobster
mempunyai nilai lebih tinggi dibandingkan dengan ikan hias discus dan maanvis yaitu sebesar 5.101.793,80. Penilaian terhadap variance dan standard deviation
67
dianggap kurang efektif dalam menentukan suatu strategi, oleh karena itu coefficient variation merupakan tolok ukur yang tepat dalam mengambil
keputusan dan penentuan strategi yang tepat. Coefficient variation diukur dengan dari rasio standar deviasi dengan expected return. Nilai coefficient variation
menunjukkan bahwa ikan hias discus mempunyai nilai yang lebih rendah dibandingkan ikan hias maanvis dan lobster. Hal tersebut menunjukkan bahwa
untuk setiap satu rupiah yang dihasilkan ternyata ikan maanvis dan lobster menghadapi risiko lebih tinggi dibandingkan dengan ikan discus. Semakin besar
nilai coefficient variation maka semakin tinggi tingkat risiko yang dihadapi. Berdasarkan informasi di atas dapat dilihat bahwa ikan lobster memiliki
risiko produksi paling tinggi dibandingkan dengan ikan maanvis dan discus. Hal ini disebabkan karena adanya biaya yang dikeluarkan untuk budidaya ikan lobster
yang relatif besar sedangkan produksinya tidak maksimal karena survival rate yang rendah. Sedangkan ikan maanvis memiliki risiko yang lebih rendah
dibandingkan ikan lobster yang memiliki selisih sebesar 0,026593 pada nilai coeffcient variation. Hal ini dikarenakan produksi yang dihasilkan tinggi serta
survival rate yang tinggi sehingga dapat memaksimalkan penerimaan. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak PT Taufan Fish Farm bahwa
ikan hias discus pada proses budidaya sedikit sulit jika dibandingkan dengan budidaya ikan maanvis dan lobster, terkhusus pada masa pembenihan atau ikan
masih pada tahap larva menjadi benih. Pada proses budidaya ikan discus diberi pakan alami hidup dan bergerak berupa artemia sedangkan ikan maanvis dan
lobster diberi pakan pelet dan cacing beku. Secara umum harga pakan alami atau artemia lebih mahal jika
dibandingkan dengan pakan pelet dan cacing beku, hal ini disebabkan ketersediaan pakan artemia tidak dapat diperoleh secara langsung dari pemasok
melainkan dibudidayakan terlebih dahulu karena artemia biasanya dijual dalam bentuk dorman terlihat mati namun sebenarnya hidup. Penggunaan pakan alami
dalam budidaya perikanan khususnya pembenihan jauh lebih rentan terhadap sumber penyakit jika dibandingkan dengan pakan bukan alami atau pelet,
penyebab kematian ikan selain dari lingkungan yang tidak mendukung proses budidaya juga dipengaruhi oleh penyakit yang bersumber dai pakan alami seperti
68
pada ikan discus dalam kasus ini. Oleh karena itu perbedaan risiko produksi ikan discus berdasarkan penerimaan dan survival rate dipengaruhi oleh bahan baku
atau input. Jika dihubungkan dengan besarnya tingkat survival rate yang diperoleh
maka berdasarkan informasi di lapangan menunjukkan bahwa ikan discus lebih rentan terhadap cuaca serta penyakit dibandingkan ikan maanvis dan lobster.
Apabila musim hujan tiba dengan curah hujan yang tinggi maka akan mengakibatkan suhu air lingkungan budidaya menjadi berubah. Lingkungan yang
buruk akan berimplikasi terhadap kesehatan ikan, umumnya ikan discus, maanvis, dan lobster memiliki daya tahan tubuh rendah terhadap perubahan suhu. Selain
itu, suhu yang tidak stabil akan mempengaruhi kualitas air yang berdampak pada pH dan tingkat kekeruhan air. Berdasarkan pengamatan di lapangan, ikan
cenderung tidak makan jika suhu air menurun namun sebaliknya ikan akan makan jika suhu air meningkat karena ikan akan berusaha mengubah protein dalam tubuh
menjadi energi untuk beraktivitas. Untuk mengantisipasi survival rate rendah akibat terjadinya fluktuasi
suhu, PT Taufan Fish Farm melakukan penanganan intensif terhadap komoditas yang dibudidayakan yaitu dengan pemberian alat tambahan berupa heather yang
berfungsi menjaga suhu air lingkungan budidaya tetap normal, namun hal ini dirasa kurang efektif karena biaya yang dikeluarkan dalam penggunaan heather
cukup besar. Selain alatnya mudah rusak juga memerlukan biaya istrik dalam penggunaannya oleh karena itu hal sederhana namun efektif juga dilakukan oleh
PT Taufan Fish Farm yaitu dengan melapisi dinding lingkungan budidaya dengan plastik terpal untuk menjaga suhu lingkungan budidaya tetap normal.
6.2.2 Analisis Risiko pada Kegiatan Diversifikasi
Risiko produksi masing-masing komoditas yang dijelaskan pada uraian sebelumnya menggambarkan risiko yang dihadapi perusahaan pada masing-
masing komoditas yang diusahakan. PT Taufan Fish Farm melakukan kombinasi dari beberapa kegiatan usaha tersebut yang disebut dengan diversifikasi. Dengan
pengusahaan secara diversifikasi maka risiko yang dihadapi perusahaan dinamakan dengan risiko portofolio. Analisis perbandingan risiko produksi yang
dilakukan berdasarkan hasil return yaitu dari penerimaan yang diperoleh. Nilai
69
koefisien korelasi yang digunakan pada kegiatan portofolio ini adalah positif satu +1, hal ini dikarenakan kombinasi kedua asset dilakukan bersamaan.
Perhitungan risiko portofolio yang dilakukan mencakup gabungan dua komoditas dan tiga komoditas berdasarkan penerimaan. Risiko portofolio dari
kombinasi dua aset yang dihitung adalah diversifikasi maanvis dan lobster, maanvis dan discus serta discus dan lobster. Risiko portofolio dari kombinasi tiga
aset yang dihitung yaitu diversifikasi lobster, discus dan maanvis masing-masing berdasarkan penerimaan. Perhitungan risiko portofolio lobster, discus dan
maanvis pada PT Taufan Fish Farm dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21. Penilaian Risiko Portofolio Berdasarkan Penerimaan pada Komoditas
Discus, Lobster, dan Maanvis di PT Taufan Fish Farm. N
o Komoditas
Expected Return
Variance Standard
deviation Coefficient
Variation 1
Man+Lob 8277122
14528700000000 3811658724 0.460505
2 Man+Dis
6183865 6911020000000 2628882008
0.425119 3
Dis+Lob 9284164
17358100000000 4166308323 0.448754
4 Lob+Dis+Man
7978002 12734800000000 3568588522
0.447303 Keterangan :
Man = Maanvis Dis
= Discus Lob = Lobster
Pada Tabel 21 dapat dilihat perbandingan risiko portofolio yang dihadapi PT Taufan Fish Farm jika mengusahakan dua komoditas dan tiga komoditas.
Berdasarkan nilai coefficient variation pada portofolio dua komoditas berdasarkan penerimaan adalah gabungan maanvis dan lobster memiliki risiko paling tinggi
yaitu sebesar 0,460505 dibandingkan dengan gabungan dua komoditas lainnya. Berdasarkan informasi di lapangan bahwa budidaya discus dan lobster sangat
rentan terhadap perubahan cuaca dan penyakit namun demikian tingkat toleransi ikan discus terhadap perubahan iklim lebih rendah dibandingkan dengan lobster.
Karena pada saat musim hujan perubahan air dilingkungan budidaya akan berubah dari keadaan normal. Ikan lobster pada masa pemeliharaan akan mengalami
pergantian kulit setiap perubahan fase, yaitu dari fase larva menjadi benih pada fase tersebut ikan lobster sangat rentan terhadap penyakit oleh adanya perubahan
70
suhu begitu juga ikan discus yang juga dikenal sebagai parental care dimana larva akan dijaga oleh induknya sebelum akhirnya dilepas pada perubahan
pemeliharaan tersebut. Untuk menghindari timbulnya kematian pihak PT Taufan Fish Farm
mengantisipasi dengan pembuatan heather pada wadah pemeliharaan dan pemberian antibiotik pada pakan serta penambahan nilai gizi pakan dengan
menambahkan protein didalamnya seperti kuning telur dan oxysan.
Penanggulangan tersebut diupayakan optimal namun hasilnya belum maksimal karena produksi yang diperoleh pada musim hujan lebih rendah dibandingkan
musim kemarau. Pihak PT Taufan Fish Farm telah membudidayakan discus dan lobster dengan pemeliharaan intensif, namun hal ini belum dapat meningkatkan
produksi yang optimum oleh karena itu pihak PT Taufan Fish Farm selalu mencari indukan berkualitas untuk mendapatkan larva yang tahan terhadap
penyakit dan perubahan suhu. Berdasarkan informasi di lapangan bahwa nilai survival rate yang paling
besar fluktuasinya adalah ikan hias discus jika dibandingkan lobster dan maanvis, Ikan discus sangat rentan terhadap perubahan cuaca dan penyakit dibandingan
dengan maanvis dan lobster. Karena pada saat musim hujan perubahan air dilingkungan budidaya akan berubah dari keadaan normal. Umumnya ikan discus
dapat bertahan hidup namun demikian tingkat toleransinya terhadap perubahan suhu dan penyakit lebih rendah jika dibandingkan dengan ikan maanvis dan
lobster. Ikan discus yang juga dikenal sebagai parental care, pada perubahan pemeliharaan tersebut pihak PT Taufan Fish Farm terkendala dalam
penanganannya karena ikan discus yang sarat dengan pemeliharaan intensif, pada fase tersebut ikan discus sangat rentan terhadap penyakit oleh adanya perubahan
suhu. Jika dihubungkan dengan tingkat survival rate yang diperoleh PT Taufan
Fish Farm dilapangan terhadap hasil penilaian risiko berdasarkan penerimaan maka dapat disimpulkan bahwa ikan hias discus memiliki tingkat risiko tertinggi
diantara ikan hias lobster dan maanvis, karena dalam masa budidaya dan pemeliharaan ikan discus membutuhkan perawatan intensif dan penanganan
71
khusus seperti pemisahan induk dari larva dengan penggunaan metode yang sederhana karena ikan hias discus termasuk parental care.
Berdasarkan hasil risiko portofolio untuk tiga komoditas discus + maanvis + lobster yang dilihat dari nilai coefficient variation yaitu sebesar
0,447303 maka diperoleh risiko jika mengusahakan dua komoditas yaitu portofolio ikan hias maanvis dan lobster serta discus dan lobster. Akan tetapi
berbeda halnya dengan portofolio maanvis dan discus nilai coefficient variation sebesar 0,425119 atau lebih rendah jika dibandingkan dengan portofolio tiga
komoditas. Namun demikian bahwa dengan mengusahakan dua atau tiga komoditas dapat menekan risiko jika dibandingkan dengan mengusahakan satu
komoditas. Dengan melakukan diversifikasi budidaya tidak membuat risiko produksi
menjadi nol atau PT Taufan Fish Farm selalu dihadapkan dengan risiko produksi dalam usahanya. Artinya meskipun perusahaan telah melakukan diversifikasi,
perusahaan tetap menghadapi risiko produksi. Hal ini dapat dilihat pada hasil perbandingan risiko produksi yang diperoleh yakni nilai variance, standard
deviation, coefficient variation tidak sama dengan nol. Dengan adanya diversifikasi maka kegagalan pada salah satu kegiatan budidaya lainnya dapat
diminimalkan. Oleh karena itu diversifikasi budidaya merupakan alternatif yang tepat untuk meminimalkan risiko sekaligus melindungi dari fluktuasi survival
rate.
6.3 Strategi Pengelolaan Risiko Produksi di PT Taufan Fish Farm