35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Perkembangan Perekonomian Indonesia
4.1.1 Perkembangan Perekonomian Indonesia Tahun 1999-2008
Kondisi perekonomian Indonesia pada tahun 1999 mulai menunjukkan adanya perbaikan dibandingkan tahun 1998. Laju pertumbuhan mulai positif
hanya 0.8 dan yang paling mencengangkan adalah tingkat inflasi pada titik 2.0. Memasuki tahun 2000 ekspektasi masyarakat terhadap perekonomian
mulai membaik, tetapi investasi yang stagnan mengakibatkan pertumbuhan tidak optimal dan mencapai angka 4.9. Pada tahun 2000 inflasi juga meningkat
menjadi 9.3. Perkembangan pertumbuhan ekonomi ini didukung oleh perkembangan moneter yang semakin membaik. Nilai tukar terus mengalami
apresiasi sehingga pada akhirnya memberikan manfaat pada pengendalian inflasi. Sementara itu, suku bunga juga mulai menunjukkan kecenderungan untuk
mengalami penurunan. Dalam masa itu merupakan perkembangan yang baik yang dihasilkan oleh pemerintahan Habibie.
Walaupun meningkat dari tahun sebelumnya, namun perkembangan tersebut belum mampu mendorong dunia usaha untuk bangkit. Defisit APBN
diperkirakan 4 dari PDB dalam dua tahun fiskal 20002001 dan sedikit menurun 3.5 dari PDB dalam tahun fiskal 20012002. Inflasi diharapkan turun menjadi
17 dalam 2000 dan turun lagi menjadi 9.5 dalam 2001. Untuk menyusun
36
APBN 2001 pemerintah menggunakan berbagai asumsi dasar seperti kurs rupiah, suku bunga SBI, inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan harga minyak mentah. Dalam
APBN 2001 pemerintah mematok kurs rupiah Rp 7.800US dollar, pertumbuhan ekonomi 5 persen, tingkat suku bunga SBI Sertifikat Bank Indonesia 11.5,
tingkat inflasi 7.2, dan harga minyak mentah 24 US dollar per barrel.
Dalam perkembangannya, berbagai asumsi dasar yang digunakan dalam penyusunan APBN 2001 tersebut tidak lagi sesuai dengan kondisi riil yang ada
seiring dengan dinamika faktor internal dan eksternal di tanah air. Misalnya kurs rupiah dipatok Rp 7.800 US dollar, di pasar uang sudah jauh melampaui dari
yang diperkirakan bahkan cenderung melemah mencapai kisaran Rp 11.500per US dollar. Melemahnya rupiah terhadap US dollar jelas memperberat posisi
keuangan pemerintah. Begitu pula tingkat suku bunga SBI 3 bulan yang ditetapkan oleh pihak BI juga sudah merangkak naik hingga 15 persen. Kondisi
ini jelas tidak menguntungkan dunia perbankan nasional karena dikahawatirkan berdampak pada munculnya negative spread.
Pelemahan terhadap posisi rupiah nampaknya terus berlanjut hingga Maret 2001 rupiah terpuruk mencapai Rp 11.500US dollar. Kekhawatiran dunia
luar investor terhadap situasi keamanan dan politik dii tanah air semakin memperkeruh situasi perekonomian nasional. Kondisi tersebut jelas tidak
menguntungkan bagi bergeraknya perekonomian nasional dimana daya beli masyarakat melemah, lapangan kerja semakin sedikit, pengangguran semakin
banyak, pemutusan hubungan kerja dimana-mana, kemiskinan bertambah, suku
37
bunga SBI menaik yang berdampak pada semakin sulitnya posisi dunia perbankan nasional, yang pada gilirannya menghambat bergeraknya sektor riil. Kondisi
tersebut masih diperparah dengan berbagai kebijakan pemerintah saat itu melalui kebijakan yang tidak populer menaikkan harga BBM, Tarif Dasar Listrik, dan
Tarif Telepon.
Dalam perjalanannya, rupiah masih jauh dari yang diperkirakan dalam APBN 2001. Oleh karena itu, maka pemerintah melakukan perubahan pertama
atas asumsi dasar APBN 2001 sebelumnya dimana kurs rupiah dari Rp 7.800US dollar menjadi Rp 9.600US dollar, pertumbuhan ekonomi dari 5 menjadi
3.5, inflasi dari 7.2 menjadi 9.3, suku bunga SBI dari 11 menjadi 15 dan tetap mempertahankan deficit anggaran 3.7 dari PDB Produk Domestik
Bruto.
Pada tahun 2002 perekonomian mulai mengindikasikan adanya proses pemulihan ekonomi. Meski demikian, pertumbuhan hanya mampu mencapai
angka 4,3. Investasi yang semula diperkirakan membaik justru mengalami kontraksi tajam selama tahun 2002. Rendahnya kinerja investasi tidak terlepas
dari masih tingginya risiko investasi yang memperburuk daya saing perekonomian terkait dengan berbagai masalah struktural yang ada. Kondisi ekonomi makro
stabil dan cenderung membaik selama 2003 sebagaimana jika nilai tukar yang menguat, laju inflasi dan suku bunga yang tajam, serta pertumbuhan ekonomi
yang menigkat. Kegiatan investasi pada 2003 tumbuh sebesar 1.4, sedikit menigkat dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 0.2. Namun masih jauh
38
berada di bawah pertumbuhan investasi sebelum krisis yang mampu mencapai 12 per tahun.
Pada tahun 2004, berkat stabilitas makroekonomi yang terjaga, kegiatan ekonomi mencatat pertumbuhan tertinggi pascakrisis ekonomi, yaitu sebesar
5.1. Pertumbuhan tersebut diikuti oleh sumber pendorong pertumbuhan yang lebih berimbang, dengan kontribusi investasi dan ekspor yang semakin besar.
Investasi tumbuh pesat sebesar 15.7 jauh lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Meningkatnya kegiatan investasi didorong oleh membaiknya
permintaan domestik dan dukungan pembiayaan. Meskipun lebih tinggi tahun 2004, pertumbuhan ekonomi 2005 sebesar 5.6 cenderung melambat seiring
dengan semakin kuatnya tekanan pada kestabilan makroekonomi. Perlambatan pertumbuhan terutama terjadi pada konsumsi dan investasi menurunnya daya beli,
kenaikan biaya produksi, dan iklim investasi yang belum kondusif sehingga pertumbuhan investasi turun menjadi 9.93.
Pertumbuhan PDB tanpa migas pada tahun 2006 mencapai 6.1 yang berarti lebih tinggi dari pertumbuhan PDB secara keseluruhan yang besarnya
5.5. Sisi lain yang menarik untuk dicermati adalah besarnya sumbangan masing- masing sektor dalam menciptakan laju pertumbuhan ekonomi selama tahun 2006.
Sektor-sektor ekonomi yang nilai nominalnya besar tetap akan menjadi penyumbang terbesar bagi pertumbuhan, walaupun pertumbuhan sektor
bersangkutan relatif kecil. Sektor pengangkutan dan komunikasi, walaupun mengalami pertumbuhan tertinggi 13.6, hanya memberikan kontribusi sebesar
0.9 terhadap total pertumbuhan 5.5. Sebaliknya industri pengolahan,
39
walaupun hanya tumbuh 4.6 tetapi tetap menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomis besar 1.3. Perekonomian Indonesia pada tahun 2007 mengalami
pertumbuhan sebesar 6.32 dibanding tahun 2006. Pada tahun 2008 angkanya sedikit melambat, yakni antara 6.1-6.2.
Meskipun pada tahun 2008 terjadi krisis global namun tidak terlalu berdampak besar bagi perekonomian Indonesia. Fondasi perekonomian Indonesia
pun di tahun 2007-2008 lebih baik ketimbang yang ada pada tahun 1996-1997, termasuk inflasi yang lebih terkendali.
4.1.2 Perkembangan Perekonomian Indonesia Tahun 2009-2014