Analisis Dampak Shock Moneter Terhadap Perekonomian Sumatera Utara

(1)

 

 

ANALISI

PE

PROG

DEPA

IS

 

DAMPA

EREKONO

HAR

RAM

 

STU

ARTEMEN

FAK

UNIVERSI

SKRIP

AK

 

SHOCK

OMIAN

 

SU

OLEH

RLY

 

M.

 

SIA

070501

         

DI

 

EKONO

N

 

EKONOM

KULTAS

 

EK

ITAS

 

SUM

MEDA

2013

PSI

 

K

 

MONETE

MATERA

 

H

  

AMBATON

083

 

OMI

 

PEMB

MI

 

PEMBA

KONOMI

MATERA

 

UT

AN

 

3

 

ER

 

TERHAD

UTARA

 

N

 

BANGUNA

ANGUNAN

TARA

 

DAP

 

AN

 

N

 


(2)

ABSTRAK

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis pengaruh shock kebijakan moneter terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara periode interval 2005-2012. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk mendapatkan penggambaran deskriptif tentang inflasi, nilai tukar , tingkat suku bunga riil, dan PDRB riil Sumatera Utara. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan uji vector autoregression (VAR).

Berdasarkan uji VAR maka disimpulkan bahwa shock Nilai tukar dan Inflasilah yang mempengaruhi PDRB. sedangkan melalui uji kointegrasi dengan pendekatan Johansen menujukkan bahwa terdapat hubungan jangka panjang diantara variabel BI Rate, Nilai Tukar, Inflasi, dan PDRB.

Untuk analisis fungsi Impulse Response menunjukkan bahwa inflasi, BI Rate dan nilai tukar memberikan pengaruh yang negatif terhadap PDRB Sumatera Utara. Uji Varience Decomposition menunjukkan bahwa pergerakan PDRB lebih banyak dipengaruhi variabel Nilai tukar dan Inflasi sedangkan variabel BI rate cenderung fluktuatif. Berdasarkan uji Granger Causality dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan kausalitas antara PDRB dan BI rate sedangkan hubungan antara PDRB dan Nilai tukar adalah hubungan satu arah. Sementara hubungan antara PDRB dan Inflasi tidak tidak ada hubungan kausalitas.


(3)

ABSTRACT

This research aims to identify and analyze the Impact shock monetary policy to economic development on north sumatera period 2005-2012. This research is uses qualitative and quantitative analysis. Qualitative analysis is used to get description imagination about the inflation, money supply, real interest rate, real GDP of Sumatera Utara. Quantitative analysis is used with vector autoregression method.

VAR based tests, we conclude that the exchange rate and inflation shock which affects GDP.Through the approach of Johansen cointegration test showed that there is a long-term relationship between the variables in the interest Rate, Exchange Rate, Inflation, and GDP.

For analysis impulse Response function show that inflation, interest rate and exchange rate give negative effect on GDP of Sumatera Utara. Based on Varianse Decomposition test movement of GDP is most affected by Inflation and exchange rate while the interest rate variables tend to fluctuate. Based on Granger Causality test can be concluded that there is no causal relationship between GDP and the BI rate, while the relationship between GDP and the exchange rate is one-way relationship. While the relationship between GDP and inflation is not no causality.


(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang maha Esa, yang senantiasa memberikan hikmat, pengetahuan dan kekuatan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Penulis sangat menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan, isi, dan penyajian skripsi ini. Namun demikian penulis tetap berharap skripsi ini dapat berguna sebagai bahan masukan bagi pembaca, khususnya pembelajar ekonomi.

Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada pihak-pihak yang telah memberikan dorongan baik moril maupun materil sehingga skripsi ini bisa diselesaikan, terutama kepada :

1. Kedua orang tua yang penulis cintai Managara Siambaton, SE dan Risna Marpaung, SPd yang senantiasa mendukung dalam kasih dan doa.

2. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec.Ac, Ak selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec, selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.


(5)

4. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc, Sc, Ph.D, selaku Ketua Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara. Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai dosen pembimbing.

5. Seluruh Staff Pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan yang telah mendidik dan mengajarkan berbagai disiplin ilmu kepada Penulis.

6. Seluruh Staff Administrasi Departemen Ekonomi Pembangunan yang telah mendukung penyelesaian dalam hal proses administrasi yang selama ini dibutuhkan.

7. Seluruh sahabat-sahabat, rekan-rekan yang tidak bisa disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan terimakasih atas motivasi dan doanya yang senantiasa mewarnai perjalanan penulis dalam mengerjakan skripsi ini.

Akhir kata penulis menyadari akan keterbatasan yang dimiliki dan sangat mengharapkan kritik serta saran yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini.

Penulis


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Inflasi ... 6

2.1.1 Pengertian Inflasi ... 6

2.1.2 Teori-teori Inflasi ... 8

2.1.3 Hubungan Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi ... 12

2.2. Sertifikat Bank Indonesia ... 13

2.2.1 Pengertian SBI ... 13

2.2.2 Tujuan Penerbitan SBI ... 14


(7)

2.2.4 Karakteristik SBI ... 15

2.2.5 Tata Cara Transaksi SBI ... 15

2.2.6 Hubungan SBI dengan Pertumbuhan Ekonomi ... 16

2.3 Nilai Tukar Mata Uang ... 17

2.3.1 Teori Nilai Tukar ... 17

2.3.2 Sistem Nilai Tukar ... 19

2.3.3 Faktor-faktor Mempengaruhi Nilai Tukar ... 20

2.3.4 Hubungan Nilai Tukar dan Pertumbuhan Ekonomi .... 21

2.4 Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter ... 22

2.4.1 Tenggang Waktu dari Efek Kebijakan Moneter ... 26

2.4.2 Implementasi Kebijakan Moneter ... 27

BAB III : METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 32

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 32

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 32

3.4 Pengolahan Data ... 33

3.5 Proses Pembentukan Model VAR ... 33

... 3.5.1 Uji Stasionaritas ... 34

3.5.2 Uji Kointegrasi ... 35

3.5.3 Model Analisis Data ... 37

3.5.4 Impulse Response ... 39

3.5.5 Forecast Error Varience Decomposition (FEVD) .. 40


(8)

3.6 Defenisi Operasional ... 42

BAB IV : PEMBAHASAN dan HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Kondisi Ekonomi Sumatera Utara ... 43

4.2 Deskriptif Perkembangan Variabel yang Diteliti ... 47

4.2.1 BI Rate ... 47

4.2.2 Perkembangan Inflasi ... 49

4.2.3 Perkembangan Nilai Tukar ... 51

4.3 Hasil Penelitian ... 53

4.3.1 Uji Stasioneritas ... 53

4.3.2 Uji Kointegritas ... 54

4.3.3 Penentuan Lag Optimal ... 55

4.3.4 Estimasi Model VAR ... 56

4.3.5 Impulse Response ... 58

4.3.6 Variance Decomposition ... 60

4.3.7 Uji Kausalitas ... 62

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 66

5.2 Saran ... 67

Daftar Pustaka ... 68


(9)

DAFTAR GAMBAR

No Gambar Judul Hal

2.1 Inflationary Gap ... 10

2.2 Skematis Jalur Biaya Modal ... 23

2.3 Skematis Mekanisme Jalur Kekayaan ... 24

2.4 Skematis Mekanisme Transmisi Versi Monetaris ... 26

2.5 Skematis Total Lag ... 27

2.6 Skematis Kedua Hipotesa Tersebut ... 31

3.1 Proses Pembentukan Model VAR ... 35

4.1 Perkembangan BI Rate ... 46

4.2 Perkembangan Inflasi ... 48

4.3 Perkembangan Nilai Tukar ... 50

4.4 Perkembangan PDRB ... 52


(10)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Hal

4.1 Nilai PDRB Sumatera Utara menurut Lapangan Usaha/sektor

(milliar rupiah) ... 46

4.2 Hasil Uji Stasionaritas pada Level ... 53

4.3 Hasil Uji Stasionaritas pada Level Pertama ... 54

4.4 Hasil Uji Kointegrasi ... 55

4.5 Hasil Pengujian Lag Optimum ... 56

4.6 Hasil Model Estimasi VECM ... 57


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Hal

1 Perkembangan BI Rate, Inflasi, PDRB dan Nilai

Tukar Periode 2005-2012 ... 69

2 Uji Stasionaritas BI Rate ... 70

3 Uji Stasionaritas Inflasi ... 71

4 Uji Stasionaritas Nilai Tukar ... 72

5 Uji Stasionaritas PDRB ... 73

6 Uji Kointegrasi ... 74


(12)

ABSTRAK

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis pengaruh shock kebijakan moneter terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara periode interval 2005-2012. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk mendapatkan penggambaran deskriptif tentang inflasi, nilai tukar , tingkat suku bunga riil, dan PDRB riil Sumatera Utara. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan uji vector autoregression (VAR).

Berdasarkan uji VAR maka disimpulkan bahwa shock Nilai tukar dan Inflasilah yang mempengaruhi PDRB. sedangkan melalui uji kointegrasi dengan pendekatan Johansen menujukkan bahwa terdapat hubungan jangka panjang diantara variabel BI Rate, Nilai Tukar, Inflasi, dan PDRB.

Untuk analisis fungsi Impulse Response menunjukkan bahwa inflasi, BI Rate dan nilai tukar memberikan pengaruh yang negatif terhadap PDRB Sumatera Utara. Uji Varience Decomposition menunjukkan bahwa pergerakan PDRB lebih banyak dipengaruhi variabel Nilai tukar dan Inflasi sedangkan variabel BI rate cenderung fluktuatif. Berdasarkan uji Granger Causality dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan kausalitas antara PDRB dan BI rate sedangkan hubungan antara PDRB dan Nilai tukar adalah hubungan satu arah. Sementara hubungan antara PDRB dan Inflasi tidak tidak ada hubungan kausalitas.


(13)

ABSTRACT

This research aims to identify and analyze the Impact shock monetary policy to economic development on north sumatera period 2005-2012. This research is uses qualitative and quantitative analysis. Qualitative analysis is used to get description imagination about the inflation, money supply, real interest rate, real GDP of Sumatera Utara. Quantitative analysis is used with vector autoregression method.

VAR based tests, we conclude that the exchange rate and inflation shock which affects GDP.Through the approach of Johansen cointegration test showed that there is a long-term relationship between the variables in the interest Rate, Exchange Rate, Inflation, and GDP.

For analysis impulse Response function show that inflation, interest rate and exchange rate give negative effect on GDP of Sumatera Utara. Based on Varianse Decomposition test movement of GDP is most affected by Inflation and exchange rate while the interest rate variables tend to fluctuate. Based on Granger Causality test can be concluded that there is no causal relationship between GDP and the BI rate, while the relationship between GDP and the exchange rate is one-way relationship. While the relationship between GDP and inflation is not no causality.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak kebijaksanaan pemerintah yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Indikator ini penting untuk mengetahui keberhasilan pembangunan di masa yang akan datang.

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu keberhasilan pembangunan, diharapkan hasil dari pertumbuhan ekonomi akan dapat pula dinikmati masyarakat sampai lapisan yang paling bawah, baik dengan sendirinya maupun campur tangan pemerintah.

Pertumbuhan ekonomi harus berjalan secara beriringan dan terencana, mengupayakan terciptanya pemerataan kesempatan dan pembagian hasil-hasil pembangunan dengan lebih merata. Dengan demikian maka daerah yang miskin, tertinggal, tidak produktif akan menjadi produktif yang akhirnya akan mempercepat pertumbuhan itu sendiri. Strategi ini dikenal dengan istilah

‘Redistribution with growth”.

Untuk melihat fluktuasi pertumbuhan ekonomi tersebut secara rill dari tahun ke tahun tergambar dari penyajian PDRB atas harga konsumen secara berkala, yaitu pertumbuhan yang positif menunjukkan adanya peningkatan


(15)

perekonomian, sebaliknya apabila negatif menunjukkan terjadinya penurunan. Pertumbuhan biasanya disertai dengan proses sumber daya dan dana Negara.

Selain itu pertumbuhan ekonomi umumnya juga disertai dengan terjadinya pergeseran pekerjaan dari kegiatan yang relatif rendah produktivitasnya terhadap kegiatan yang lebih tinggi. Dengan perkataan lain pertumbuhan ekonomi secara potensial cenderung meningkatkan produktivitas pekerja, dan meningkatkan skala unit usaha.

Pola pertumbuhan ekonomi regional tidaklah sama dengan apa yang lazim ditemukan pada pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini pada dasarnya disebabkan pada analisa pertumbuhan ekonomi regional tekanan lebih dipusatkan pada pengaruh perbedaan karakteristik space terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, kedua kelompok ini juga mempunyai ciri yang sama, yaitu memberikan tekanan pula pada unsur waktu yang merupakan faktor penting dalam analisa pertumbuhan ekonomi.

Untuk dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi stabil tidaklah pekerjaan yang mudah dilaksanakan, ini ibaratnya mata uang dua sisi, kadang dicapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi tapi tidak stabil. Untuk mencapai inilah diperlukan kebijaksanaan moneter.

Kebijaksanaan moneter adalah tindakan yang dilakukan oleh penguasa moneter (biasanya Bank Sentral) untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar dan kredit yang pada gilirannya akan mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat. Apabila jumlah uang beredar meningkat, maka pertumbuhan


(16)

ekonomi akan naik. Sebaliknya, apabila jumlah uang beredar berkurang, maka pertumbuhan ekonomi akan turut.

Ada tiga instrument utama kebijaksanaan moneter yang digunakan pemerintah untuk mengatur jumlah uang beredar: operasi pasar terbuka (open market operation), fasilitas diskonto (diskonto rate), dan giro wajib minimum

(reserve requirement ratio). Diluar tiga instrument tersebut (yang merupakan kebijaksanaan moneter bersifat kuantitatif), pemerintah dapat melakukan imbauan moral (moral persuasion).

Kebijakan moneter bertujuan mengarahkan perekonomian makro ke kondisi yang lebih baik dan atau dinginkan. Kondisi-kondisi tersebut diukur dengan menggunakan indikator-indikator makro utama seperti terpeliharanya pertumbuhan ekonomi yang baik, stabilitas harga umum yang terkendali, dan menurunya tingkat pengangguran.

Sesuai dengan kondisi perekonomian masyarakat Indonesia yang kegiatanya bertumpu pada aset keuangan kredit perbankan, maka pemerintah perlu melaksanakan kebijakan moneter melalui pengelolaan atau pengaturan sistem perkreditan secara dinamis, sesuai dengan kebutuhan dan kondisi struktur potensi ekonomi masyarakat daerah (resource base) yang akan digerakkan.

Kebijaksanaan moneter tujuannya adalah untuk mencapai stabilitas ekonomi. Berhasil tidaknya tujuan dari kebijaksanaan moneter tersebut dipengaruhi oleh dua faktor, pertama : kuat tidaknya kebijaksanaan moneter dengan kegiatan ekonomi tersebut, kedua : jangka waktu perubahan kebijaksanaan moneter terhadap kegiatan ekonomi.


(17)

Stabilitas ekonomi merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkualitas guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Adapun yang biasanya mempengaruhi stabilitas perekonomian suatu daerah yakni adanya sinergi antara kebijakan fiskal dan moneter. Di sisi fiskal, kebijakan diupayakan untuk memantapkan kesinambungan fiskal dengan melanjutkan penurunan defisit secara bertahap melalui peningkatan pendapatan daerah dan peningkatan efektivitas dan efesiensi pengeluaran daerah. Sementara disisi moneter, kebijakan diupayakan untuk menurunkan laju inflasi, menjaga perkembangan suku bunga, dan pengendalian nilai tukar rupiah pada tingkat wajar.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk penulisan skripsi dengan judul “Analisis Dampak Shock Moneter Terhadap Perekonomian Sumut”.

1.2 Perumusan Masalah

Ada banyak faktor yang mempengaruhi perekonomian, dalam hal ini faktor- faktor tersebut dibatasi dalam variabel moneter, dimana dalam penulisan skripsi ini dibatasi pada suku bunga SBI,inflasi,nilai tukar. Maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh kejutan (shock) BI rate terhadap perekonomian Sumut ?

2. Bagaimana pengaruh kejutan (shock) inflasi terhadap perekonomian Sumut ?

3. Bagaimana pengaruh kejutan (shock) nilai tukar terhadap perekonomian Sumut ?


(18)

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh kejutan (shock) BI rate terhadap perekonomian Sumut.

2. Untuk mengetahui pengaruh kejutan (shock) inflasi terhadap perekonomian Sumut.

3. Untuk mengetahui pengaruh kejutan (shock) nilai tukar terhadap perekonomian Sumut.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai tambahan wawasan ilmiah dan ilmu pengetahuan bagi penulis dalam disiplin ilmu yang penulis tekuni.

2. Sebagai tambahan informasi dan tambahan literature bagi masyarakat dan mahasiswa/I yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.

3. Sebagai tambahan informasi dan tambahan literatur bagi mahasiswa Departemen Ekonomi Pembangunan.

4. Sebagai bahan masukan bagi peneliti yang tertarik membahas tentang perekonomian Sumut.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Inflasi

2.1.1 Pengertian Inflasi

Yang dimaksud dengan inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum barang-barang secara terus-menerus. Ini tidak berarti bahwa harga-harga berbagai macam barang itu naik dengan persentase yang sama. Mungkin dapat terjadi kenaikan tersebut tidaklah bersamaan. Yang penting terdapat kenaikan harga umum barang secara terus-menerus selama suatu periode tertentu. Kenaikan yang terjadi hanya sekali saja (meskipun dengan persentase yang cukup besar) bukanlah merupakan inflasi.

Kenaikan harga ini diukur dengan menggunakan index harga. Beberapa indeks harga yang sering digunakan untuk mengukur inflasi antara lain :

 Indeks biaya hidup (consumer price index)

 Indeks harga perdagangan besar (wholesale price index)

 GNP deflator

Indeks biaya hidup mengukur biaya / pengeluaran untuk membeli sejumlah barang dan jasa yang dibeli oleh rumah tangga untuk keperluan hidup. Banyaknya barang dan jasa yang tercakup dapat bermacam-macam. Di Indonesia dikenal indeks 9 bahan pokok, 62 macam barang serta 162 macam barang. Karena arti penting masing-masing barang dan jasa tersebut bagi seseorang itu tidak sama, maka dalam penghitungan angka indeksnya diberi angka penimbang tertentu. Angka penimbang biasanya didasarkan atas besarnya persentase pengeluaran


(20)

keseluruhan. Besarnya prosentase ini dapat berubah dari tahun ke tahun. Oleh karena itu perlu direvisi apabila ternyata ada perubahan. Dengan perubahan angka penimbang ini maka indeks harganyapun akan berubah. Laju inflasi dapat dihitung dengan cara menghitung prosentase kenaikan / penurunan indeks harga ini dari tahun ketahun (atau dari bulan ke bulan).

Indeks perdagangan besar menitikberatkan pada sejumlah barang pada tingkat perdagangan besar. Ini berarti harga barang mentah, bahan baku atau setengah jadi masuk dalam penghitungan indeks harga. Biasanya perubahan indeks harga ini sejalan / searah dengan indeks biaya hidup.

GNP deflator adalah indeks yang lain. Berbeda dengan dua indeks di atas, dalam cakupan barangnya. GNP deflator mencakup jumlah barang dan jasa yang masuk dalam penghitungan GNP, jadi lebih banyak jumlahnya dibanding dengan dua indeks di atas. GNP deflator diperoleh dengan membagi GNP nominal (atas dasar harga berlaku) dengan GNP rill (atas dasar harga konstan). (Nopirin,1987:25-26)

2.1.2. Teori-teori Inflasi

Ada tiga kelompok yang mengemukakan teori inflasi yaitu: A. Teori Kuantitas

Teori ini menerangkan penyebab proses terjadinya inflasi yang melanda sebuah perekonomian. Pendapat teori kuantitas (teori kaum klasik) ini menyatakan bahwa proses terjadinya inflasi disebabkan oleh :


(21)

1. Volume uang yang beredar

Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang yang beredar dalam masyarakat (uang giral dan kartal). Penambahan jumlah uang yang beredar ini merupakan sumber utama penyebab inflasi, karena volume uang yang beredar lebih besar dari kesanggupan output untuk menyerapnya(volume uang lebih besar dari pada pendapan nasional). Bila jumlah uang yang beredar tidak ditambah, maka inflasi akan berhenti secara otomatis apapun penyebab kenaikan harga-harga dalam perekonomian tersebut.

2. Adanya perkiraan masyarakat akan kenaikan harga (Expectation)

Kalau perkiraan masyarakat akan ada perubahan harga walaupun ada penambahan uang (tidak besar) tidak akan menyebabkan inflasi, karena perubahan harga yang terjadi masih kecil. Apabila akan ada perubahan harga yang cukup besar dan penambahan uang yang beredar, maka penambahan uang yang beredar tersebut akan dibelanjakan masyarakat, karena masyarakat ingin menghindari kerugian yang timbul seandainya mereka memegang uang tunai. Hal ini akan menyebabkan terjadinya inflasi dengan meningkatnya harga juga diiringi dengan penambahan uang yang beredar. Bila masyarakat mengharapkan harga-harga naik di masa yang akan datang, maka penambahan uang yang beredar akan sepenuhnya akan diwujudkan dalam permintaan efektif di pasar. Sehingga dengan laju volume uang yang beredar diikuti dengan kenaikan permintaan barang-barang akan mengakibatkan terjadinya kenaikan harga atau inflasi.


(22)

B. Teori Keynes

Keynes menyoroti faktor inflasi melalui pendekatan teori ekonomi makronya. Menurut teori yang dikeluarkan Keynes, inflasi akan terjadi karena masyarakat ingin hidup diluar batas kemampuan pendapatannya(aktifitas ekonominya). Terjadinya inflasi melalui perebutan bagian rejeki diantara kelompok-kelompok social yang menginginkan bagian yang lebih besar dari pada yang bisa disediakan oleh masyarakat tersebut. Proses perebutan ini akhirnya diterjemahkan menjadi keadaan dimana permintaan masyarakat akan barang-barang selalu melebihi jumlah barang-barang-barang-barang yang tersedia(pendapatan nasional). Hal ini akan menimbulkan inflationary gap, yang timbul akibat golongan masyarakat yang berhasil merebut bagian pendapatan nasional yang lebih besar, secara nyata diwujudkan dalam permintaan di pasar barang-barang. Karena permintaan total melebihi jumlah barang-barang yang tersedia, maka harga-harga naik sehingga timbullah inflasi.

Gambar 2.1 Inflationary Gap

Q Q Output

D2 

D1  P2 

P1  P


(23)

Dari kurva diatas terlihat bahwa terjadi kenaikan permintaan yang ditunjukkan melalui kenaikan D1 ke D2, namun dalam keadaan kenaikan

permintaan tersebut tidak dibarengi dengan supply barang yang ada. Akibatnya harga mengalami kenaikan dari P1 menjadi P2. Jumlah barang yang tidak bias

dipenuhi ini (sebesar Q1 – Q2) menyebabkan terjadinya celah inflasioner (inflationary gap). (Candra haris, 2012)

C. Teori Strukturalis

Teori ini dikembangkan dari struktur perekonomian negara-negara berkembang, khususnya struktur(pengalaman) perekonomian Negara-negara Amerika latin. Ada dua factor yang menjadi masalah utama yang dapat menyebabkan inflasi dalam Negara berkembang berdasarkan teori strukturalis ini yaitu:

1. Ketidakelastisan Penerimaan Ekspor

Ketidakelastisan penerimaan ekspor yaitu ekspor berkembang secara lamban dibanding sektor lain dalam perekonomian. Hal ini disebabkan naiknya harga barang-barang komoditi Negara-negara berkembang (hasil alam), dalam jangka panjang perkembangannya sangat lamban dibanding harga barang industri. Adanya perkembangan ekspor yang lamban juga merupakan penyebab adanya kelambanan untuk mengimpor barang-barang yang dibutuhkan(terutama barang modal untuk mengubah struktur perkonomian). Akibatnya Negara tersebut terpaksa mengambil kebijaksanaan yang menekankan pemakaian produksi dalam negeri(untuk memajukan industri dalam negeri) dan sebelumnya diimpor (walaupun hasil produksi dalam negeri lebih mahal harganya karena kurang


(24)

efisien). Biaya produksi yang tinggi menyebabkan harga yang lebih tinggi. Disamping itu, bila proses subsitusi impor ini makin meluas , kenaikan biaya produksi juga akan makin meluas, sehingga makin banyak harga barang yang naik. Dengan demikian terjadi inflasi dalam perekonomian yang berkepanjangan. 2. Ketidakelastisan Dari Supply Atau Produksi Bahan Makanan Dalam Negeri

Akibat pertumbuhan produksi bahan makanan tidak secepat pertumbuhan penduduk dan pendapatan, sehingga harga bahan makanan cenderung untuk meningkat melebihi kenaikan harga barang-barang lain. Kenaikan harga bahan makanan ini mengakibatkan tuntutan kenaikan upah kaum buruh atau pekerja yang dampaknya akan menaikkan biaya produksi. Jika demikian, otomatis harga hasil produksi (pertanian dan industri) akan naik lagi, sehingga kenaikan harga barang menuntut kembali tingkat upah untuk dinaikkan.Begitu seterusnya, proses ini hanya akan berhenti apabila harga bahan makanan tidak ikut naik kembali. Akan tetapi, faktor struktural perekonomian tidak bisa menghentikan kenaikan harga bahan makanan, sehingga akan terjadi dorong-mendorong antara upah dan kenaikan harga,dan tidak akan berhenti sampai struktur perekonomian dapat diubah.

2.1.3 Hubungan Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi

Inflasi yang terjadi didalam suatu perekonomian memiliki beberapa pengaruh sebagai berikut :

a) Inflasi dapat mendorong terjadinya redistribusi pendapatan diantara anggota masyarakat. Hal ini akan mempengaruhi kesejahteraan ekonomi dari anggota


(25)

masyarakat, sebab distribusi pendapatan yang terjadi akan menyebabkan pendapatan riil satu orang meningkat, tetapi pendapatan riil orang lainnya jatuh. Namun parah atau tidaknya pengaruh inflasi terhadap redistribusi pendapatan dan kekayaan tersebut adalah sangat tergantung pada apakah inflasi itu bersifat dapat diantisipasi ataukah tidak dapat diantisipasi sebelumnya. Inflasi yang tidak dapat diantisipasi sudah barang tentu mempunyai akibat yang jauh lebih serius terhadap redistribusi pendapatan dan kekayaan, dibandingkan inflasi yang dapat diantisipasi.

b) Inflasi dapat menyebabkan penurunan dalam efisiensi ekonomi. Hal ini dapat terjadi karena inflasi dapat mengalahkan sumberdaya dari investasi yang produktif ke investasi yang tidak produktif sehingga mengurangi kapasitas ekonomi produktif. Ini disebut sebagai “Efficiency Effect of inflation”.

c) Inflasi dapat menyebabkan perubahan-perubahan didalam output dan kesempatan kerja, dengan cara lebih langsung dengan memotivasi perusahaan untuk memproduksi lebih atau kurang dari yang telah dilakukan,dan juga memotivasi orang untuk bekerja lebih atau kurang dari yang telah dilakukan selama ini. Ini disebut “output and employment effect of Inflation”.

d) Inflasi dapat menciptakan suatu lingkungan yang tidak stabil bagi keputusan ekonomi. Jika sekiranya konsumen memperkirakan bahwa tingkat inflasi dimasa mendatang akan naik, maka akan mendorong mereka untuk melakukan pembelian barang-barang dan jasa secara besar-besaran pada saat sekarang ketimbang mereka menunggu dimana tingkat harga sudah meningkat lagi. Begitu pula halnya dengan bank atau lembaga peminjaman lainnya, jika


(26)

sekiranya mereka menduga bahwa tingkat inflasi akan menaik dimasa mendatang , maka mereka akan mengenakan tingkat bunga yang tinggi atas pinjaman yang diberikan sebagai langkah proteksi dalam menghadapi penurunan pendapatan riil dan kekayaan.

2.2 Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 2.2.1 Pengertian SBI

Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga dalam rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek dengan system diskonto. Sertifikat Bank Indonesia pada dasarnya merupakan instrument investasi jangka pendek yang bebas resiko (risk free).

2.2.2 Tujuan Penerbitan SBI

Sertifikat Bank Indonesia diterbitkan berdasarkan atas unjuk, yaitu terakhir membawa sertifikat Bank Indonesia pada saat jatuh tempo maka dialah yang berhak mencairkanya.

Sebagai otoritas oneter, Bank Indonesia berkewajiban memelihara kestabilan nilai rupiah. Dalam padigma yang dianut, jumlah uang beredar (uang kartal + uang giral di Bank Indonesia) yang berlebihan dapat mengurangi kestabilan nilai rupiah. SBI diterbitkan dan dijual oleh Bank Indonesia untuk mengurangi kelebihan uang primer tersebut.

Pada dasarnya, dengan digunakanya SBI maka Bank Indonesia mempunyai alat dalam Operasi Pasar Terbuka walaupun tidak ada surat berharga dari pemerintah. Hal seperti ini juga dilakukan oleh beberapa Bank Sentral untuk menyedot kelebihan likuiditas perbankan jika kondisi moneter terlalu ekspansif


(27)

perbankan dapat memanfaatkan kelebihan likuiditas yang dimiliki dengan membeli SBI jika dana tersebut tidak dipinjamkan kepada masyarakat.

Dengan adanya SBI maka pemerintah dapat melakukan pengendalian jumlah uang beredar yang terdapat dimasyarakaty. Jika jumlah uang beredar dapat dikendalikan maka dapat juga mengendalikan inflasi.

2.2.3 Dasar Hukum Penerbitan SBI

Surat keputusan Direksi Bank Indonesia No.316/67/KEP?DIR tanggal 23 juli 1998 tentang penerbitan dan perdagangan sertifikat Bank Indonesia serta intervensi rupiah.

Sejalan dengan ide penerbitan SBI sebagai salah satu operasi pasar terbuka, penjualan SBI diperioritaskan kepada lembaga perbankan. Meskipun demikian tidak retutup kemungkinan masyarakat baik perorangan maupun perusahaan untuk memiliki SBI. Pembelian SBI oleh masyarakat tidak dapat dilakukan secara langsung dengan Bank Indonesia melainkan Bank Umum serta pialang pasar uang dan pasar modal yang ditunjuk oleh Bank Indonesia.

2.2.4 Karakteristik SBI

a. Jangka waktu maksimal 12 bulan dan sementara waktu hanya diterbitkan untuk jangka waktu 1 bulan dan 3 bulan.

b. Dominasi dari yang terendah Rp.50 juta sampai dengan tertinggi Rp. 100 milyar.

c. Pembelian SBI didasarkan pada nilai tunai yang diperoleh dari rumus berikut ini


(28)

d. Pembelian SBI memperoleh hasil berupa diskonto yang dibayar dimuka . Besarnya diskonto adalah nilai nominal dikurangi dengan nilai tunai.

e. Pajak penghasilan (pph) atas diskonto dikenakan secara final sebesar 15 %. 2.2.5 Tata Cara Transaksi SBI

a. Penjualan SBI dilakukan melalui lelang.

b. Jumlah SBI yang dilelang diumumkan setiap hari selasa

c. Lelang SBI dilakukan setiap hari rabu dan dapat di ikuti oleh seluruh bank umum

d. Pialang pasar uang dan pasar modal dengan penyelesaian transaksi hari kamis. e. Dalam pelaksanaan lelang SBI, masing-masing peserta melakukan penawaran

jumlah SBI yang ingin dibeliserta tingkat diskontonya. Pemenang lelang adalah peserta yang mengajukan penawaran tingkat diskonto rerendah sampai dengan jumlah SBI lelang yang diumumkan tercapai. SBI tidak ditentukan oleh Bank Indonesia melainkan para peserta lelang itu sendiri. Semakin rendah tingkat diskonto yang ditawarkan oleh peserta maka semakin besar kemungkinan peserta itu memenangkan lelang.

f. Untuk menjaga keamanan dari kehilangn atau pencurian serta untuk menghindari terjadinya pemalsuan, pihak pembeli SBI memperoleh Bilyet Depot Simpanan (BDS) sebagai bukti penyimpanan fisik warkat SBI pada Bank Indonesia tanpa dipungut biaya penyompanan.

2.2.6 Hubungan suku bunga SBI dengan pertumbuhan ekonomi

Jika Pemerintah ingin meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan menambah jumlah uang beredar, maka Bank Indonesia menarik SBI yang berada


(29)

ditangan masyarakat, dengan cara membelinya. Agar semakin banya SBI yang dijual, maka Bank Indonesia menurunkan tingkat suku bunga SBI. Penurunan suku bunga SBi akan mempengaruhi bank-bank umum untuk menurunkan tingkat suku bunga pinjaman. Suku bunga yang rendah akan meningkatkan permintaan pinjaman. Meningkatnya permintaan pinjaman akan meningkatkan investasi, yang selanjutnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

2.3 Nilai Tukar Mata Uang

Nilai tukar merupakan jumlah unit suatu mata uang yang dapat diperoleh dari atas pertukaran dengan satu unit mata uang lainnya. Dornbusch dan fisher dalam agung (2005) mengatakan bahwa pergerakan nilai tukar mempengaruhi daya saing internasional dan posisi neraca perdagangan, dan konsekuensinya juga akan berdampak pada real output dari Negara tersebut yang pada gilirannya akan mempengaruhi cash flow saat ini dan masa yang akan datang.

2.3.1 Teori nilai tukar

Berikut ini adalah beberapa teori yang berkaitan dengan nilai tukar valuta asing (Berlianta , 2004).

a. Balance of payment approach

Pendekatan ini didasarkan pada pendapat bahwa nilai tukar valuta ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan terhadap valuta tersebut . adapun alat yang mengukur kekuatan penawaran dan permintaan tersebut adalah balance of payment.


(30)

Apabila balance of payment suatu Negara mengalami deficit dapat diartikan bahwa penghasilan (arus uang masuk)lebih kecil dari pengeluaran (arus uang keluar), maka permintaan akan valuta asing akan bertambah guna membayar deficit tersebut, nilai tukar akan mengalami penurunan dan sebaliknya.

b. Teori purchasing power parity

Teori ini agak berbeda dengan teori sebelumnya. Teori ini berusaha untuk menghubungkan nilai tukar dengan daya beli valuta tersebut terhadap barang dan jasa. Pendekatan ini menggunakan apa yang disebut law of one price sebagai dasar. Dalam law of one price disebutkan bahwa dengan asumsi tertentu, dua barang yang identik (sama dalam segala hal) harusnya mempunyai harga yang sama.

c. Fisher effect

Teori ini diperkenalkan oleh irving fisher. Fisher effect menyatakan bahwa tingkat suku bunga di satu Negara akan sama dengan tingkat suku bunga rill ditambah tingkat inflasi di Negara itu. Persamaan tersebut dapat digambarkan dengan persamaan berikut:

Suku bunga nominal = suku bunga riil + tingkat inflasi

Dengan kata lain, tingkat suku bunga nominal di dua Negara dapat berbeda karena tingkat inflasi mereka berbeda.


(31)

d. Internasional fisher effect

Pendapat ini didasari oleh fisher effect, bahwa pergerakan nilai mata uang suatu Negara dibanding Negara lain (pergerakan kurs) disebabkan oleh perbedaan suku bunga nominal yang ada di kedua Negara tersebut.

Implikasi dari internasional fisher effect adalah bahwa orang tidak bias menikmati keuntungan yang lebih tinggi hanya dengan menanamkan dana mereka ke Negara yang mempunyai suku bunga nominal tinggi karena nilai mata uang Negara yang suku bunga tinggi tersebut akan terdepresiasi (turun nilainya) sebesar selisih bunga nominal dengan Negara yang mempunyai suku bunga nominal yang lebih rendah.

2.3.2 Sistem Nilai Tukar

System nilai tukar dapat dikaregorikan dalam beberapa jenis berdasarkan seberapa kuat tingkat pengawasan pemerintah pada nilai tukar (Madura,2006:220-225). Secara umum, sistem nilai tukar dapat dibagi menjadi:

1. Sistem Tetap (Fixed Exchange Rate)

Pada sistem nilai tukar tetap, nilai tukar mata uang dibuat konstan ataupun hanya diperbolehkan berfluktuasi dalam kisaran yang sempit. Bila pada suatu saat nilai tukar mulai berfluktuasi terlalu besar, maka pemerintah akan melakukan intervensi untuk menjaga agar fluktuasi tetap berada dalam kisaran yang di inginkan.


(32)

Pada sistem nilai tukar mengambang bebas, nilai tukar ditentukan sepenuhnya oleh pasar tanpa itervensi dari pemerintah. Pada sistem mengambang bebas memperbolehkan adanya fleksibilitas secara penuh, nilai tukar akan disesuaikan terus-menerus sesuai dengan kondisi penawaran dan permintaan dari mata uang tersebut.

3. Sistem mengambang terkendali (managed floating exchange rate)

Sistem nilai tukar ini berada diantara sistem tetep dan mengambang bebas. Nilai tukar dibiarkan mengambang dari hari ke hari dan tidak ada batasan - batasan resmi, tetapi pemerintah sewaktu-waktu dapat melakukan intervensi untuk menghindarkan fluktuasi yang terlalu jauh dari mata uangnya.

4. Sistem terikat (pegged exchange rate)

Sistem nilai tukar terikat, di mana mata uang local diikatkan nilainya pada sebuah mata valuta asing atau pada sebuah mata uang asing tertentu. Nilai mata uang local akan mengikuti fluktuasi dari nilai mata uang yang dijadikan ikatan tersebut.

2.3.3 Faktor – faktor yang mempengaruhi nilai tukar

Kurs nilai tukar akan berubah sepanjang waktu karena perubahan kurva penawaran dan permintaaan. Faktor–faktor yang menyebabkan perubahan kurva permintaan dan penawaran tersebut (Madura, 2006: 128-135) adalah :

a. Perubahan tingkat inflasi relative dapat mempengaruhi aktivitas perdagangan internasional yang akan mempengaruhi permintaan dan penawaran suatu mata uang dan karenanya mempengaruhi nilai tukar.


(33)

b. Perubahan pada suku bunga relative mempengaruhi investasi pada sekuritas asing, yang akhirnya akan mempengaruhi permintaan dan penawaran mata uang dan karenanya juga akan mempengaruhi kurs nilai tukar.

c. Tingkat pendapatan relative juga mempengaruhi kurs mata uang. Hal ini dikarenakan pendapatan mempengaruhi jumlah permintaan barang impor, maka pendapatan dapat mempengaruhi kurs mata uang.

d. Pengendalian pemerintah. Pemerintah Negara asing dapat mempengaruhi kurs keseimbangan dengan berbagai cara, termasuk mengenakan batasan atas pertukaran mata uang asing, mengenakan batasan atas pertukaran mata uang asing, mengenakan batasan atas perdagangan asing (dengan membeli atau menjual), dan memengaruhi variabel makro seperti inflasi, suku bunga, dan tingkat pendapatan.

e. Faktor kelima yang mempengaruhi kurs mata uang adalah prediksi pasar mengenai kurs mata uang di masa depan. Seperti pasar keuangan lain, pasar mata uang asing juga bereaksi terhadap berita yang memiliki dampak masa depan yang akan memberikan tekanan menurunkan atau meningkatkan nilai tukar mata uang.

f. Faktor yang juga mempengaruhi kurs nilai tukar adalah interaksi faktor. Transaksi dalam pasar mata uang asing memfasilitasi baik arus perdagangan maupun arus keuangan. Seringkali faktor – faktor yang terkait perdagangan maupun keuanan berinteraksi dan mempengaruhi pergerakan mata uang secara simultan.


(34)

2.3.4 Hubungan Nilai Tukar dan Pertumbuhan Ekonomi

Penentuan sistem nilai tukar merupakan suatu hal penting bagi perekonomian suatu Negara karena hal tersebut merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk mendorong perekonomian di suatu Negara dari gejolak perekonomian global. Penentuan system nilai tukar didasarkan atas beberapa pertimbangan yakni keterbukaan perekonomian suatu Negara terhadap perekonomian internasional, tingkat kemandirian suatu Negara dalam mengatur kebijakan ekonomi nasionalnya dan aktivitas perekonomian suatu Negara. Selain itu nilai tukar (kurs) memegang peranan dalam memperlancar transaksi ekonomi antar Negara. Sejalan dengan fungsinya tersebut, kebijakan nilai tukar juga digunakan oleh suatu Negara sebagai salah satu kebijakan ekonominya. Pertumbuhan nilai mata uang yang stabil menunjukkan bahwa Negara tersebut memiliki kondisi ekonomi yang relatif baik atau stabil (Salvatore, 1997: 10)

2.4 Mekanisme Transmisi Kebijaksanaan Moneter

Di antara para pemikir ekonomi, terdapat beberapa perbedaan berkenaan dengan besarnya pengaruh uang terhadap perekonomian (yakni besarnya angka pelipat uang) serta bagaimana jalur pengaruh (mekanisme transmisi) perubahan jumlah uang mempengaruhi kegiatan ekonomi (biasanya kegiatan ekonomi diukur degan pengeluaran total masyarakat) diantaranya :

a. Jalur Biaya Modal (The Cost Of Capital Channel)

Dalam ekonomi Keynes, tingkat bunga merupakan penghubung utama antara sektor moneter dengan sector rill. Perubahan jumlah uang misalnya, akan mempengaruhi tingkat bunga. Perubahan tingkat bunga akan mempengaruhi


(35)

investasi atah bahkan mungkin juga konsumsi. Investasi ini merupakan bagian dari pengeluaran total (aggregate expenditure). Perubahan dalam pengeluaran total pada gilirannya akan mempunyai efek ganda terhadap keseimbangan pendapatan nasional. Dengan demikian, tingkat bunga yang merupakan biaya modal dapat dipandang sebagai indikator pengaruh kebijakan sektor moneter terhadap keseimbangan pendapatan ( sector rill).

Sumber : Ekonomi moneter, Nopirin

Gambar: 2.2

Skematis Jalur Biaya Modal

b. Jalur Kekayaan (Wealth Channel)

Pengaruh perubahan jumlah uang terhadap pendapatan nasional dapat juga melalui jalur kekayaan. Pengertian kekayaan biasanya meliputi :

 Kekayaan yang berupa barang fisik (rumah, tanah, dan sebagainya)

 Surat berharga

 Uang tunai

Hubungan antara kekayaan dengan pengeluaran total (dalam hal ini konsumsi) telah dijelaskan oleh Pigou ( yang sering disebut dengan Pigou effect atau realbalance effect). Real balance effect dapat dijelaskan sebagai berikut :

Kebijaksanaan Moneter (membeli  surat berharga) 

Investasi naik Tingkat bunga

turun 

Jumlah uang  beredar naik  Cadangan bank 

umum naik 

GNP naik 


(36)

Perubahan nilai uang kas rill (real cash balance) baik disebabkan oleh karena turunnya harga ( dengan jumlah uang tetap) ataupun naiknya jumlah uang (dengan harga tetap) akan mempengaruhi tingkat konsumsi. Konsumsi merupakan bagian dari pengeluaran total. Dengan perubahan pengeluaran total maka keseimbangan pendapatan akan berubah.

Dengan demikian kebijaksanaan moneter akan mempengaruhi jumlah uang (dimana uang merupakan bagian dari kekayaan). Perubahan salah satu komponen kekayaaan ini ( dalam hal ini uang kas rill) akan mempengaruhi konsumsi (melalui real balance / Pigou effect). Konsumsi merupakan bagian dari pengeluaran total. Perubahan pengeluaran total akan mengakibatkan perubahan pendapatan.

Sumber : Ekonomi moneter, Nopirin

Gambar : 2.3

Skematis Mekanisme Jalur Kekayaan

c. Jalur Harga Relatip (Teori Portofolio)

Teori portofolio merupakan dasar yang rasional mengapa seseorang memegang sesuatu (beberapa) kekayaan tertentu, termasuk dalam bentuk uang. Beberapa anggapan teori ini antara lain:

Kebijaksanaan  moneter  ekspansif 

Konsumsi naik  (pigou effect) 

Jumlah uang beredar naik 

Pengeluaran total naik 

Kekayaan naik 

GNP naik 


(37)

1. Setiap orang kan selalu berusaha untuk menyamakan pendapatan marginal (marginal return) dari masing-masing bentuk kekayaan dalam portofolionya.

2. Bertambahnya salah satu bentuk kekayaan akan menurunkan harga bentuk kekayaan tersebut relatip terhadap bentuk kekayaan lain.

3. Individu tersebut akan menukarkan bentuk kekayaan yang harganya turun tersebut dengan bentuk kekayaan yang lain yang harganya lebih tinggi. 4. Proses pertukaran tersebut (dengan demikian juga berarti proses perubahan

susunan bentuk kekayaan akan berjalan terus) akan dilakukannya sampai pendapatanya marginal dari masing-masing bentuk kekayaanya sama besar.

Perubahan harga relatip sebenarnya merupakan konsekuensi dari proses penyesuaian susunan portofolio seseorang. Misalnya, penambahan jumlah uang sebagai akibat akibat darikebijaksanaan moneter yaitu membeli surat berharga oleh bank sentral, akan menyebabkan individu kelebihan uang kas dalam portofolionya.

Individu akan menukarkan kelebihan uang kas ini dengan bentuk kekayaan yang lain. Harga kekayaan lain akan naik (atau returnnya turun). Produksi (dengan demikian investasi) pada bentuk kekayaan lain akan naik. Investasi naik akan mengakibatkan pendapatan juga bertambah. Dari contoh ini jelas bahwa kenaikan jumlah uang akan menaikkan pendapatan.


(38)

d. Jalur Langsung (Teori Monetarist)

Menurut teori ini pengaruh kebijaksanaan moneter terhadap GNP secara langsung. Jalur mekanisme langsung, ini sifatnya lebih sederhana. Menurut pendapatnya, karena sebenarnya mekanisme transmisi itu begitu kompleks sehingga sukar untuk digambarkan, maka tidak bias dinyatakan secara spesifik. Oleh karena itu tidak bisa digambarkan secara terperinci.

Sumber : Ekonomi moneter, Nopirin

Gambar : 2.4

Skematis Mekanisme Transmisi Versi Monetaris

2.4.1 Tenggang Waktu (lag) Efek Dari Kebijaksanaan Moneter

Kebijaksanaan moneter untuk tujuan stabilitas ekonomi tergantung pada , pertama kuat / tidaknya hubungan antara perubahan kebijaksanaan moneter dengan kegiatan ekonomi dan kedua jangka waktu antara perubahan kebijaksanaan moneter dengan efeknya terhadap kegiatan ekonomi.

Kebijaksanaan dengan perubahan kegiatan ekonomi sering disebut tenggang waktu (lag). Ada beberapa komponen (unsur) dalam lag efek kebijaksanaan moneter ini

Kebijaksanaan  monetaris (membeli 

surat berharga 

GNP naik 

Pengeluaran  total naik  Jumlah uang 


(39)

Sumber : Ekonomi moneter, Nopirin

Gambar 2.5 Skematis Total Lag 2.4.2 Implementasi Kebijaksanaan Moneter a. Masalah dalam Implementasi

Penentuan kebijaksanaan moneter seperti pertumbuhan inflasi serta neraca pembayaranyang sehat hanyalah merupakan salah satu bagian dari kebijaksanaan moneter. Masih banyak masalah yang harus dipecahkan, terutama dalam hal implementasinya. Masalah ini mencakup, pertama bahwa penguasa moneter harus menentukan arah yang hendak dituju untuk mencapai sasaran kebijaksanaan, seperti misalnya output, employment serta harga. Kedua, mereka harus menentukan bagaimana cara mengatur / mengubah instrument kebijaksanaan moneter (seperti cadangan minimum, politik diskonto serta jual beli surat berharga) agar supaya tujuan/ sasaran kebijaksanaan moneter tercapai.

Bagi Bank Sentral akan mengalami kesuitan didalam mengatur kebijaksanaan moneter dikarenakan kurangnyainformasi atau kurangnya kepastian mengenai proses implementasi kebijaksanaan moneter. Oleh karena

Total Lag

Inside Lag Outside / Impact 

Administrative Lag Recognition Lag 

Need for action Changein Economic 

Activity Recognition of 

Need for Action

Change in Policy  instrument waktu


(40)

itu untuk mengatasi masalah ini beberapa penelitian telah memberikan dasar teori dan empirik tentang indikator serta target operasional dari implementasi kebijaksanaan moneter.

Penguasa moneter biasanya tertarik pada dua pertanyaan yang berkitan dengan masalah implementasi, yakni pertama bagaimana efek kebijaksanaan terhadap tujuan yang ingin dicapai, apakah sudah mengarah pada sasaran atau belum. Suatu indikator diperlukan untuk mengetahui hal ini. Kedua ingin mengetahui hal ini. Kedua ingin mengetahui bagaimana mereka harus mengubah/memanipulasi instrument kebijaksanaan moneter supaya tujuan/sasaranya tercapai.

b. Indikator Dalam Implementasi Kebijaksanaan Moneter

Indikator kebijaksanaan moneter adalah variabel ekonomi yang memberikan informasi tentang gerakan / perubahan dalam sektor rill apakah sudah bergerak ke arah sasaran yang diinginkan atau belum.

Pemilihan indikator sebenarnya merupakan pemilihan fariabel moneter yang secara konsisten memberi informasi tentang pengaruh kebijaksanaan moneter terhadap perekonomian. Ini memerlukan adanya hubungan yang pasti (dapat diperkirakan) antara indikator tersebut dengan tujuan / sasaran kebijaksanaan moneter. Perubahan sektor rill dapat diperkirakan dari adanya perubahan dalam indikator.

Dengan melihat indikator ini dapat diperkirakan apakah arah kebijaksanaan moneter itu sejalan / menuju ke sasaran yang ingin dicapai atau tidak. Kalau tidak, penguasa moneter dapat mengubah instrument


(41)

kebijaksanaan moneter. Dengan demikian indikator ini memberikan informasi apakah sasaranya akan trcapai atau tidak. Biasanya variabel moneter yang dipakai sebagai indikator adalah tingkat bunga dan jumlah uang yang beredar. c. Target Operasional

Target operasional adalah variabel ekonomi / moneter yang selalu diawasi tiap hari oleh penguasa moneter (Bank Sentral) dalam menjalankankebijaksanaan jual-beli surat berharga (open market operasional). Beberapa syarat harus dipenuhi agar supaya sesuatu variabel dapat dipakai sebagai target operasional, antara lain :

Bank Sentral harus dapat mengukur target operasional ini dalam jangka yang relatif pendek.

Bank Sentral harus dapat mengatur volume targer operasional ini dengan cara merubah insterumen kebijaksanaan moneter.

Perubahan volume target operasional dari waktu ke waktu mempuanyai pengaruh yang besar terhadap perubahan dalam variabel indikator.Target ini diperlukan oleh penguasa moneter dikarenakan adanya informasi yang kurang lengkap. Informasi mengenai pengaruh politik pasar terbuka terhadap output, harga serta employment misalnya, sangat tidak pasti, dan penguasa moneter sering tidak mempunyai informasi yang lengkap.

Kurangnya informasi tentang jalur pengaruh (mekanisme transmisi) kebijaksanaan moneter terhadap kegiatan ekonomi (yang tercermin dengan output, harga dan employment) menyebabkan timbunya beberapa dugaan / hipotesa yang mencoba menjelaskan jalur pengaruh ini.


(42)

Dua hipotesa yang utama adalah jalur tingkat bunga dan jalur jumlah uang yang beredar.

1. Jalur Tingkat Bunga

Menurut hipotesa ini variabel indikatornya adalah tingkat bunga sedangkan dana perbankan sebagai target operasionalnya. Pada prinsipnya hipotesa ini mengatakan bahwa pengaruh kebijaksanaan moneter ditransfer melalui perubahan dana perbankan, yang kemudian akan mempengaruhi tingkat bunga. Perubahan tingkat bunga pada gilirannya akan mempengaruhi permintaan agregat (melalui pengeluaran investasi dan atau konsumsi)

2. Jalur Jumlah Uang Beredar

Menurut hipotesa ini variabel indikatornya adalah pertumbuhan jumlah uang beredar, sedangkan uang inti (monetari base) sebagai target operasionalnya. Pengaruh kebijaksanaan moneter pertama mempengarui uang inti, kemudian jumlah uang beredar. Perubahan jumlah uang beredar langsung mempengarui permintaan agregat.


(43)

Sumber : Ekonomi Moneter,Nopirin

Gambar : 2.6

Skematis Kedua Hipotesa Tersebut Target

operasional

Tingkat bunga Hipotesa

tingkat bunga 

Hipotesa Jumlah

uang 

Instrumen kebijaksanaan moneter - Politik pasar terbuka

-politik cadangan minimum

-politik diskonto 

Uang inti (monetary

base) 

Dana Perbankan

Jumlah uang beredar

Sasaran kebijaksanaan moneter - kestabilan harga - full employment - pertumbuhan - neraca pembaayaran

Variabel indikator Target operasional


(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian.

3.1 Ruang lingkup penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dilakukan di sumut, yaitu dengan mengamati dampak shock moneter terhadap perekonomian sumatera utara. Variable yang dijadikan sebagai shock moneter adalah suku bunga SBI, inflasi, dan nilai tukar. 3.2 Jenis dan sumber data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersifat kuantitatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini kurun waktu per kwartal periode tahun 2005-2012.

Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari Perpustakaan Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik (BPS), dan beberapa sumber bacaan lainnya seperti media internet.

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan melakukan pencatatan langsung dari sumber informasi yang berkaitan dengan penelitian ini. 3.4 Pengolahan Data


(45)

3.5 Proses Pembentukan Model VAR

Proses pembentukan model VAR diawali dengan uji stsionaritas, apabila data stasioner pada tingkat level maka model VAR yang akan dibangun adalah model VAR biasa (unrestricted VAR), sedangkan apabila data stasioner pada proses diferensi maka selanjutnya pengujian dilakukan dengan menguji apakah data yang kita punya mempunyai hubungan dalam jangka panjang atau tidak. Apabila data yang kita gunakan mempunyai hubungan jangka panjang maka model Var yang kita bangun selanjutnya menjadi model Vektor Error Corection Model (VECM), namun apabila data yang digunakan tidak mempunyai hubungan jangka panjang, maka model VAR tersebut disebut VAR in difference. Widarjono (2007) menggambarkan proses pembentukan VAR sebagai berikut.

Data Times Series

Stasioner 

Uji stasionaritasData

VAR bentuk level 

Tidak Stasioner

Terjadi Kointegrasi

Stasioner di 

Deferensi Data


(46)

Gambar 3.1

Proses Pembentukan Model VAR 3.5.1 Uji stasionaritas

Untuk menguji stasionaritas data, maka kita akan melakukan uji akar unit. Dalam penelitian ini kita akan menggunakan uji akar unit Augmenented Dickey Fuller, formulasinya dapat dituliskan sebagai berikut :

Δ

Δ

Δ

Dimana:

Y = variable yang diamati = Yt – Yt-1

T = tren waktu

Untuk melihat apakah data stasiner atau tidak kita dapat membandingkan antara nilai stasistik ADF dengan nilai kritis statistic Mackinnon. Nilai statistic ADF dapat kita lihat dari nilai t koefisien dari ketiga persamaan diatas. Jika nilai absolute statistic ADF lebih besar dari nilai kritis diatas. Jika nilai absolute statistic ADF lebih besar dari nilai kritis statistic MacKinon maka data yang kita punya stasioner dan begitulah sebaliknya.


(47)

3.5.2 Uji Kointegrasi

Kointegrasi merupakan kombinasi hubungan linear dari variabel-variabel yang nonstasioner dan semua variabel tersebut harus terintegraksi pada orde atau derajat yang sama. Variabel-variabel yang terintegrasi akan menunjukkan bahwa variabel tersebut mempunyai trend stokhastik yang sama dan selanjutnya mempunyai arah pergerakan yang sama dalam jangka panjang.

Uji kointegrasi merupakan kelanjutan dari uji akar-akar unit dan uji drajat integrasi. Untuk melakukan uji kointegrasi, pertama-tama peneliti perlu mengamati perilaku data ekonomi runtun waktu yang akan digunakan. Ini berarti pengamat harus yakin terlebih dahulu apakah data yang akan digunakan stasioner atau tidak, yang antara lain dapat dilakukan dengan uji akar-akar unit dan uji integrasi. Apabila terjadi satu atau lebih variabel mempunyai derajat integrasi yang berbeda, maka variabel tersebut tidak dapat berkointegrasi (Engle dan Granger dalam Tim BPPM dan LK, 2008).

Menurut Widarjono (2007), data yang tidak stasioner memunculkan adanya kemungkinan hubungan jangka panjang didalam system persamaan VAR. untuk melihat hubungan jangka panjang ini kita bias melakukan Uji Johansen dengan formula sebagai berikut:


(48)

Yt adalah vector k dari variable I(1) non stasioner, Xt adalah vector d

dari variable deterministic dan et merupakan vector inovasi. Persamaan diatas

dapat ditulis kembali :

ΔYt = ΣГiΔ Yt-1+ΠYt-k + BXt + εt

Dimana:

I an Г Aj

Hubungan jangka panjang (kointegrasi) dijelaskan dalam matrik dari sejumlah p variable. Ketika 0 < rank = r < p maka Π terdiri dari matrik Q dan R dengan dimensi p x r sehingga Π = QR. Matrik R terdiri dari r, 0 < r < p vector kointegrasi sedangkan Q merupakan matrik vector parameter error correction. Johansen menyarankanestimator maksimum likelihood untuk Q dan R dan uji statistika untuk menentukan vector kointegrasi r. ada tidaknya kointegrasi r. Ada tidaknya kointegrasi didasarkan pada uji likelihood ratio (LR). Jika nilai hitung LR lebih besar dari nilai kritisnya maka tidak ada kointegrasi.

Nilai kritis diperoleh dari table yang dikembangkan oleh johansen dan juselius. Nilai hitung LR diperoleh berdasarkan formula sebagai berikut:

Q log λ

Untuk r = 0, 1,… K-1 dimana λ adalah nilai I eigenvalue yang paling besar. Johansen juga menyediakan uji LR alternative yang dikenal maximum eigenvalue


(49)

statistic. Maximum eigenvalue statistic dapat dihitung dari trace statistic sebagai berikut:

Qmax = - T (1- i+1) = Qt-Qt+1

3.5.3 Model Analisis Data

Model analisis data yabg digunakan dalam penelitian ini adalah model ekonometrika Vector Auto Regression (VAR). Model VAR merupakan model non-struktural, hal ini disebabkan dalam model VAR persamaan yang dibangun tidak berdasarkan teori ekonomi yang ada, sedangkan model yang dibangun berdasarkan teori disebut model structural. Model VAR sebenarnya merupakan hasil kritik atas model persamaan simultan yang terlalu kompleks. Model VAR pertama kali diperkenalkan oleh Sims pada awal 1980-an dalam tulisannya yang berjudul macroeconomics and Reality. Didalam model VAR semua variable yang dipercaya memiliki saling ketergantungan akan dimasukkan kedalam model sebagai variable endogen, hal ini berbeda dengan model simultan, dimana kita harus mengidentifikasi setiapa variable kedalam dua kategori, yaitu variable endogen dan variable eksogen.

Model analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan persamaan sebagai berikut :

Dengan spesifikasi model sebagai berikut:.


(50)

dimana :

RERt : Nilai tukar rill pada periode t

It : Inflasi pada periode t

Rt : Bi rate pada periode t

PDRBt : Pertumbuhan ekonomi (PDRB) pada periode t

αo, o,θo, o : Intersep

αk. k,θk, o : Koefisien parameter,

U1,U2,U3,U4 : Error term

n & I : Panjang lag

Sebagai model dinamis pada data time series, model VAR memuat beberapa perangkat analisis, yaitu Impulse Response Function (IFR), Forecast Error Varience Decomposition (FEVD) dan uji kausalitas.

3.5.4 Impulse Response

Didalam model VAR terdapat kesulitan dalam hal interpretasi koefisien, maka dikembangkanlah analisis impuls respons. Analisis impuls respons

berfungsi untuk menunjukkan efek inovasi pada variable, dengan kata lain analisis

impulse resonse bias melacak respon dari variable endogen akibat adanya

...(2) 

…(3)


(51)

guncangan (shock) didalam variabel gangguan. Perangkat analisis Impulse Response inilah yang menjadi bagian penting dalam analisis VAR sebagai alat untuk mendeteksi pengaruh kejutan dari setiap variabel yang juga digunakan dalam penelitian ini. Nilai peramalan VAR dapat ditulis sebagai berikut:

= E(Y) + Σθi

= E(Z) + Σθi

Dimana:

E(Y) dan E(Z) masing-masing nilai rata-rata dari Y dan Z

3.5.5 Forecast Error Varience Decomposition (FEVD)

Varience Decomposition merupakan analisis yang digunakan untuk melihat seberapa besar kontribusi setiap variabel karena adanya perubahan variabel tertentu didalam system VAR. Darmanto (2007 : 55) menerangkan bahwa “dekompososisi varian ini menjelaskan proporsi pergerakan suatu series akibat kejutan variabel itu sendiri dibandingkan dan kejutan variabel lain.” Rusiadi (2009) menuliskan persamaan FEDV dapat digambarkan dengan persamaan berikut:

ZtXt+1 = A0 + A1X1

Nilai A0 dan A1 digunakan mengestimasi nilai masa depan Xt+1


(52)

Artinya nilai FEDW selalu 100 persen, nilai FEDV lebih tinggi menjelaskan kontribusi varians satu variabel transmit lainnya lebih tinggi.

3.5.6 Uji Kausalitas Granger

Granger causality merupakan pendekatan yang lazim digunakan untuk mendeteksi hubungan atau arah pemegaruhan antara dua variabel. Adapun metode regresi dari Granger causality sama dengan metode VAR, yaitu meregres dengan lag dari masing-masing variabel. Karena Granger Causality hanya melibatkan dua variabel, maka pendekatan ini juga dikenal dengan bivariate VAR. Secara garis besar, persamaan dari Granger Causality test dapat dinotasikan sebagai berikut:

⋯ ⋯

⋯ ⋯ ѵ

Dimana:

x, y : variabel yang dites hubungannya

n: : banyaknya lag yang diikutsertakan dalam regresi

εν : error term

Dengan menggunakan lag dari variabel itu sendiri dan lag dari variabel yang lainnya, model tersebut mencoba mengestimasi seberapa besar variabilitas dari variabel tersebut dapat dijelaskan yang kemudian diartikan dengan ‘dipengaruhi’. Terdapat empat kemungkinan hubungan pemengaruhan yang mungkin diperoleh dari hasil estimasi Granger causality tersebut, yaitu (i) variabel x mempengaruhi y; atau (ii) variabel y mempengaruhi x; (iii) variabel x


(53)

dan y saling mempengaruhi, atau (iv) variabel x dan y tidak berhubungan sama sekali.

Pendekatan ini akan digunakan untuk mengkonfirmasi hasil estimasi VAR sehingga dapat diyakini mengenai validitas arah hubungan dan siknifikan dari variabel kebijakan moneter dan PDRB, pendekatan Granger Causality ini juga digunakan untuk mengkonfirmasi hubungan kuantitas antar variabel moneter. (Prastowo, 2007)

3.6Defensi Operasional

1. Pertumbuhan ekonomi merupakan persentase peningkatan PDRB (Product Domestic Regional Bruto) dari tahun ke tahun dalam satu persen.

2. Suku bunga SBI merupakan surat berharga atas unjuk dalam rupiah yang diterbitkan oleh BI sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek sistem diskonto dan lelang SBI dilakukan setiap awal bulan.

3. Inflasi adalah kecendrungan naiknya harga-harga barang secara umum dan terus menerus dan diukur dalam persen

4. Nilai tukar rill dalam penghitungan ini menggunakan nilai tukar nominal yang sudah dikoreksi dengan harga relative, yaitu harga di dalam negeri dibanding harga di luar negeri dalam satuan rupiah.


(54)

BAB IV

PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Kondisi Ekonomi Sumut

Adanya Master Plan Pengembangan Percepatan dan Perluasan Ekonomi (MP3I) menjadi tonggak sejarah yang sangat penting bagi perekonomian sumut. Hal ini menandakan dimulainya era pembangunan yang lebih berkelanjutan, dengan mempertimbangkan aspek potensi dari tiap daerah, dan tidak berhenti sampai disitu pembangunan wilayah yang terjadi diharapkan akan menciptakan sinergi dan integrasi bagi kawasan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan yang selama ini terpusat diwilayah Jawa dan Sumatera diharapkan akan menyebar juga ke wilayah lain di Indonesia, sehingga tercipta pemerataan pembangunan.

Berdasarkan data BPS pada 2013 struktur perekonomian Indonesia secara spasial pada triwulan II-2013 masih didominasi oleh kelompok provinsi di Pulau Jawa yang memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar 58,15 persen, kemudian diikuti oleh Pulau Sumatera sebesar 23,90 persen, Pulau Kalimantan 8,73 persen, Pulau Sulawesi 4,81 persen, dan sisanya 4,41 persen di pulau-pulau lainnya (www.bps.go.id)

Sebenarnya konsep pembangunan yang berkelanjutan dan terintegrasi antar pusat-pusat pertumbuhan bukanlah konsep yang baru bagi perekonomian Indonesia, kita mengenal konsep RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang) pada era Orde Baru, hanya saja instabilitas politik dan kurangnya political will


(55)

Karena itu MP3I sangat diharapkan menjadi sebuah sejarah awal baru bagi perekonomian Indonesia, tidak berhenti hanya sebatas konsep, namun juga unggul dalam pengimplementasiannya.

Sebagai akibat dari adanya MP3I, hal ini juga tentu akan berdampak pagi perekonomian Sumatera Utara. Dalam MP3I Sumatera Utara menjadi bagian dari koridor Sumatera, dimana Sumatera Utara akan fokus pada pengembangan Klaster Industri Hilir Kelapa Sawit di Sei Mangkei dan Klaster Industri Hilir Karet di Sei Bamban. Selain itu sebagai infrastruktur penunjang akan dibangun juga Bandara Kualanamu (sudah mulai beroperasi sejak 2013), pembangunan Jalan Tol Medan-Kualanamu, Kualanamu-Tebingtinggi dan Medan-Binjai serta pembangunan Seaport Kuala Tanjung di Kabupaten Batubara yang akan menjadi international seaport.

Secara umum gambaran perkonomian Sumut selama semester I 2013 menunjukkan hasil yang cukup baik, PDRB selama Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000 pada Semester I tahun 2013 meningkat 6,17 persen. Pertumbuhan tersebut terjadi pada semua sektor ekonomi, dengan pertumbuhan tertinggi pada sektor pengangkutan dan komunikasi 8,66 persen, disusul oleh sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan 8,49 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran 7,93 persen, sektor bangunan 7,10 persen dan sektor pertambangan dan penggalian 6,65 persen. Pertumbuhan terendah terjadi pada sektor industri, yaitu sebesar 3,34 persen. Sektor pertanian sampai dengan semester I tahun 2013 memberi kontribusi terbesar terhadap PDRB Sumatera Utara yaitu sekitar 21,70 persen, diikuti oleh sektor industri pengolahan


(56)

sebesar 21,35 persen, serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran 19,48 persen. Sektor listrik, gas dan air bersih member kontribusi terendah terhadap perekonomian yaitu sebesar 0,88 persen. Berdasarkan pendekatan penggunaan (expenditure), pertumbuhan tertinggi terjadi pada komponen pembentukan modal tetap bruto (PMTB) sebesar 9,51 persen, disusul oleh konsumsi rumah tangga 7,83 persen, impor barang dan jasa 7,57 persen, konsumsi pemerintah 4,14 persen, ekspor barang dan jasa 3,65 persen dan konsumsi lembaga swasta nirlaba 2,92 persen. Konsumsi rumah tangga sampai dengan semester I tahun 2013 memberi kontribusi terbesar, yaitu sekitar 59,66 persen, disusul oleh pembentukan modal tetap bruto 21,68 persen, dan pengeluaran konsumsi pemerintah 9,90 persen serta ekspor barang dan jasa neto 8,02 persen (ekspor barang dan jasa sebesar 42,47 persen dan impor barang dan jasa 34,45 persen). Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara pada Semester I tahun 2013 yang mencapai 6,17 persen, dari sisi sektoral bersumber dari sektor perdagangan, restoran dan hotel sebesar 1,51 persen, menyusul dari sektor pertanian 1,16 persen, sektor pengangkutan dan komunikasi 0,89 persen, sektor keuangan, persewaan danjasa perusahaan sebesar 0,69 persen, sektor industri pengolahan sebesar 0,68 persen, dan jasa-jasa sebesar 0,63 persen. Sedangkan sektor lainnya masing-masing di bawah 0,5 persen. Sedangkan menurut penggunaan, sumber pertumbuhan tertinggi berasal dari konsumsi rumah tangga sebesar 4,85 persen, dan terendah bersumber dari konsumsi lembaga swasta nirlaba sebesar 0,01 persen. Bila dilihat secara triwulanan, pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara pada Triwulan II tahun 2013 dibandingkan dengan Triwulan I tahun 2013 (q-to-q) mengalami penurunan sebesar 0,09 persen.


(57)

Sedangkan bila dibandingkan PDRB triwulan II tahun 2013 dengan Triwulan II tahun 2012 (y-on-y) pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara meningkat 6,18 persen (www.bps.go.id)

Tabel 4.1

Nilai PDRB Sumatera Utara menurut Lapangan Usaha/Sektor (miliar rupiah)

Lapangan Usaha/Sektor

Atas Dasar Harga berlaku

Atas Dasar Harga Konstan 2000 Semester I Semester I Semester I Semester I

2012 2013** 2012 2013**

(1) (2) (3) (4) (5)

1. Pertanian 37467,89 42128,31 15217,41 15984,93

2. Pertambangan 2219,59 2529,19 743,28 792,74

3. Industri 37423,58 41440,45 13482,06 13932,94

4. Listrik,Gas &Air 1539,22 1709,95 481,29 504,04

5. Bangunan 11066,82 13275,57 4546,62 4869,53

6. Perdagangan 32601,60 37817,15 12572,64 13570,25

7. Pengangkutan 15622,76 18507,19 6760,26 7345.63

8. Keuangan 12539,79 14700,59 5379,80 5836,34

9. Jasa-jasa 18702,56 22023,70 6804,37 7221,54

PDRB 169183,80 194132,09 65987,74 70057,93

Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara

Kondisi perekonomian Sumatera Utara ini sedikit dipengaruhi oleh kondisi ekonomi makro ekonomi Indonesia sendiri (vice versa). Maka menjaga momentum perekonomian yang stabil menjadi bagian yang sangat penting dalam kebijakan makroprudensial. Kebijakan makroprudensial dan didukung oleh kebijakan moneter diharapkan tidak hanya mendukung perekonomian secara nasional, namun juga tercermin melalui stabilitas perekonomian antar wilayah.


(58)

4.2 Deskripsi Perkembangan Variabel yang Diteliti 4.2.1 BI Rate

BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau

stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia dan diumumkan kepada publik.

BI Rate diumumkan oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap Rapat Dewan Gubernur bulanan dan diimplementasikan pada operasi moneter yang dilakukan Bank Indonesia melalui pengelolaan likuiditas (liquidity management) di pasar uang untuk mencapai sasaran operasional kebijakan moneter.

Sasaran operasional kebijakan moneter dicerminkan pada perkembangan suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N). Pergerakan di suku bunga PUAB ini diharapkan akan diikuti oleh perkembangan di suku bunga deposito, dan pada gilirannya suku bunga kredit perbankan.

Dengan mempertimbangkan pula faktor-faktor lain dalam perekonomian, Bank Indonesia pada umumnya akan menaikkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan melampaui sasaran yang telah ditetapkan, sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan berada di bawah sasaran yang telah ditetapkan.

Sebagai acuan dalam operasi moneter, BI Rate disusun dengan strategi forward looking, hal ini untuk mengarahkan respon kebijakan moneter untuk pencapaian inflasi ke depan. Sedangakn asas perubahan BI Rate didasarkan pada deviasi yang terjadi pada proyeksi inflasi terhadap targetnya (inflation gap), jika deviasi telah bersifat permanen dan konsisten dengan informasi dan indikator


(59)

lainnya maka BI Rate akan berubah sesuai ketetapan rapat dewan gubernur BI. Perubahan BI Rate dilakukan secara konsisten dan bertahap dengan kelipatan 25 basis poin. Berikut perkembangan BI Rate pada interval 2005-2012 per kwartal :

Gambar 4.1 Perkembangan BI Rate

Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat BI Rate terus berfluktuatif tiap tahunnya sebagai respon atas setiap kondisi perekonomian yang terjadi. Sepanjang 2005-2006 BI Rate terlihat begitu tinggi diakibatkan kebijakan kenaikan harga BBM yang dilakukan oleh pemerintah. Kebijakan ini diambil sebagai respon atas meningkatnya harga minyak dunia.

Setelah pertengahan 2006, BI secara bertahap mulai menurunkan BI Rate karena membaiknya kondisi perekonomian Indonesia, penurunannya cukup besar yang mencapai 300 poin pada awal 2007. Hingga pada paruh ke dua 2007 terjadi

0 2 4 6 8 10 12 14 20 05 I 20 05 II 20 05 III 20 05 IV 20 06 I 20 06 II 20 06 III 20 06 IV 20 07 I 20 07 II 20 07 III 20 07 IV 20 08 I 20 08 II 20 08 III 20 08 IV 20 09 I 20 09 II 20 09 III 20 09 IV 20 10 I 20 10 II 20 10 III 20 10 IV 20 11 I 20 11 II 20 11 III 20 11 IV 20 12 I 20 12 II 20 12 III 20 12 IV


(60)

gejolak eksternal perekonomian dunia, hal ini disebabkan oleh kredit macet sector perumahan di Amerika Serikat, dan naiknya harga minyak dunia yang mencapai 100 US$ per barel. Hal ini menyebabkan tekanan perekonomian nasional yang cukup kuat yang mencapai puncak pada 2008.

Tahun 2009-2012 BI rate terlihat cukup stabil didorong oleh membaiknya kondisi perekonomian nasional. Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa perubahan BI Rate terjadi atas respon kondisi perkonomian dan sebagai langkah antsipatif ke depan dalam kerangka kebijakan moneter.

4.2.2 Perkembangan Inflasi

Selama periode inflasi terjadi, tingkat harga dan upah tidak bergerak dalam tingkatan yang sama, maka inflasi akan memberikan dampak redistribusi pendapatan dan kekayaan diantara golonag ekonomi dalam masyarakat. Serta menimbulkan terjadinya distorsi dalam harga relatif, output, dan kesempatan kerja, dan ekonomi secara keseluruhan (Samuelson,1989).

Dampak inflasi terhadap kegiatan ekonomi masyarakat terbagi menjadi dua yakni dampak psitif dan dampak negatif. Dampak positif dari inflasi menyebabkan peredaran dan perputaran barang lebih cepat di masyarakat sehingga produksi barang-barang bertambah, dan keuntungan pengusaha bertambah. Kesempatan kerja bertambah, karena terjadi tambahan investasi yang tercipta berarti membuka banyak lapangan kerja baru sehingga masalah pengangguran dapat berkurang.

Ketika inflasinya terkendali dan diikuti dengan pendapatan nominal yang bertambah, maka pendapatan rill masyarakat meningkat. Inflasi pun memberikan


(61)

dampak yang negatif terhadap perekonomian seperti kenaikan harga kebutuhan hidup, nilai dan kepercayaan terhadap uang akan berkurang. Menimbulkan tindakan spekulasi terhadap investasi portofolio terutama portofolio asing yang paling diminati sehingga berdampak terhadap melemahnya nilai tukar mata uang domestik.

Banyak proyek pembangunan macet atau terlantar karena tidak sanggup membayar input dalam proyek yang harganya mengalami peningkatan. Dengan terjadinya inflasi menjadikan minat menabung masyarakat berkurang sebagai akibat dari turunnya nilai mata uang jika hal ini terjadi secara terus-menerus maka akan mematikan industri perbankan nasional, berikut gambar grafik perkembangan inflasi di Indonesia 2005-2012 per kwartal :

Gambar 4.2 Perkembangan Inflasi 0 2 4 6 8 10 12 20 05 I 20 05 II 20 05 III 20 05 IV 20 06 I 20 06 II 20 06 III 20 06 IV 20 07 I 20 07 II 20 07 III 20 07 IV 20 08 I 20 08 II 20 08 III 20 08 IV 20 09 I 20 09 II 20 09 III 20 09 IV 20 10 I 20 10 II 20 10 III 20 10 IV 20 11 I 20 11 II 20 11 III 20 11 IV 20 12 I 20 12 II 20 12 III 20 12 IV


(62)

Berdasarkan gambar di atas, pada 2005 terjadi inflasi yang sangat besar yang juga merupakan inflasi terbesar sejak 1997. Hal ini diakibatkan oleh tingginya ekspektasi inflasi dan depresiasi nilai tukar rupiah yang diakibatkan oleh defisit neraca anggaran. Selain itu pada 2005 juga terjadi kenaikan harga minyak dunia yang cukup tinggi, hal ini menyebabkan pemerintah harus menaikkan harga BBM. Setelah itu selama tahun 2006 sampai pertengahan 2007, inflasi dapat ditekan pada tingkat moderat, sebelum naik kembali pada 2008. Hal ini diakibatkan oleh imbas krisis global yang terjadi. Namun dampak yang diterima Indonesia tidak terlalu besar dan cenderung aman dibanding negara-negara lain.

4.2.3 Perkembangan Nilai Tukar

Nilai tukar Rupiah sebagai mata uang resmi Negara Republik Indonesia sudah cukup panjang perjalanannya, sejarah mencatat perkembangan dan eksistensinya di Indonesia bersamaan dengan perkembangan perjalanan bangsa Indonesia. Peristiwa-peristiwa ekonomi menjadi factor penentu pertahanan Rupiah sebaga nilai tukar yang sah. Adakalanya Rupiah mengalami fluktuasi yang diakibatkan oleh kondisi ekonomi tertentu dan akan berdampak terhadap kondisi ekonomi yang sedang berjalan.

Sejak Oktober 1997 Rupiah dibiarkan mengambang bebas sesuai dengan pasar. 1 USD yang semula sama dengan Rp 2.300,- menjadi Rp 5.500,- dan seterusnya nilai Rupiah terjun bebas. Depresi Rupiah dalam puluhan persen dan ratusan persen tidak lagi terjadi dalam jangka waktu tahunan atau bulanan tapi harian, April 1998 1 USD sama dengan Rp 17.200,- diman pada peristiwa ini


(63)

merupakan peristiwa penting bagi Indonesia, sejak Indonesia merajut perekonomian pada tahun tersebut perekonomian nasional dilanda yang namanya krisis ekonomi yang berdampak terhadap krisis multidimensi dan pada peristiwa tersebut presiden Soeharto dilengserkan dari posisi jabatannya. Sejak April 1998 Nilai Rupiah tak kunjung stabil dan saat itu berada di kisaran 1 USD (US $) kurang lebih Rp 10.000. Tahun 1999 Terbit Undang Undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang devisa bebas keluar masuk mata uang asing tidak dapat lagi dikontrol. Berikut gambar grafik pergerakan nilai tukar rupiah mulai 2005-20012 per kwartal :

Gambar 4.3

Perkembangan Nilai Tukar

Dari grafik yang terlihat di atas, posisi nilai tukar yang paling rendah terjadi pada 2008, dimana nilai tukar rupiah mencapai 12.000 per USD. Tekanan krisis global yang bermula dari kredit macet perumahan Amerika Serikat telah menimbulakan larinya modal ke luar negeri. Hal ini menyebabkan likuiditas

0 2 4 6 8 10 12 20 05 I 20 05 II 20 05 III 20 05 IV 20 06 I 20 06 II 20 06 III 20 06 IV 20 07 I 20 07 II 20 07 III 20 07 IV 20 08 I 20 08 II 20 08 III 20 08 IV 20 09 I 20 09 II 20 09 III 20 09 IV 20 10 I 20 10 II 20 10 III 20 10 IV 20 11 I 20 11 II 20 11 III 20 11 IV 20 12 I 20 12 II 20 12 III 20 12 IV


(1)

Lampiran 6 Uji Kointegrasi

Date: 10/07/13 Time: 15:30

Sample (adjusted): 2006Q2 2012Q4

Included observations: 27 after adjustments Trend assumption: Linear deterministic trend Series: BIRATE ER INFLASI PDRB Lags interval (in first differences): 1 to 2 Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace)

Hypothesized Trace 0.05

No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.969999 129.6092 47.85613 0.0000 At most 1 * 0.624599 34.93266 29.79707 0.0117 At most 2 0.215829 8.479135 15.49471 0.4157 At most 3 0.068458 1.914678 3.841466 0.1664 Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level

* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values

Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized Max-Eigen 0.05

No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.969999 94.67653 27.58434 0.0000 At most 1 * 0.624599 26.45352 21.13162 0.0081 At most 2 0.215829 6.564457 14.26460 0.5419 At most 3 0.068458 1.914678 3.841466 0.1664 Max-eigenvalue test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level

**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values

Unrestricted Cointegrating Coefficients (normalized by b'*S11*b=I):

BIRATE ER INFLASI PDRB

-0.133752 0.001270 -0.020269 1.320377 2.022100 -0.000604 -1.090467 -0.200311 -0.055420 0.000364 0.377409 0.615991


(2)

1.034543 0.002361 -0.563636 0.215895

Unrestricted Adjustment Coefficients (alpha):

D(BIRATE) 0.111942 -0.042250 -0.166032 -0.037519 D(ER) 229.5888 111.3011 83.53713 -43.42986 D(INFLASI) 0.348102 0.676678 -0.502546 -0.036771

D(PDRB) -0.990393 -0.112272 0.007915 -0.025822

1 Cointegrating Equation(s): Log likelihood -231.6140

Normalized cointegrating coefficients (standard error in parentheses)

BIRATE ER INFLASI PDRB

1.000000 -0.009497 0.151542 -9.871862 (0.00087) (0.11468) (0.47083) Adjustment coefficients (standard error in parentheses)

D(BIRATE) -0.014972

(0.01263)

D(ER) -30.70785

(9.25231)

D(INFLASI) -0.046559

(0.04503)

D(PDRB) 0.132467

(0.00798)

2 Cointegrating Equation(s): Log likelihood -218.3872

Normalized cointegrating coefficients (standard error in parentheses)

BIRATE ER INFLASI PDRB

1.000000 0.000000 -0.561704 0.218244 (0.03472) (0.10877) 0.000000 1.000000 -75.10164 1062.444 (12.9861) (40.6792) Adjustment coefficients (standard error in parentheses)

D(BIRATE) -0.100407 0.000168 (0.19020) (0.00013) D(ER) 194.3540 0.224419 (129.071) (0.08958) D(INFLASI) 1.321751 3.35E-05 (0.59568) (0.00041)


(3)

3 Cointegrating Equation(s): Log likelihood -215.1050

Normalized cointegrating coefficients (standard error in parentheses)

BIRATE ER INFLASI PDRB

1.000000 0.000000 0.000000 0.581420

(0.77081)

0.000000 1.000000 0.000000 1111.002

(108.611)

0.000000 0.000000 1.000000 0.646561

(1.35910)

Adjustment coefficients (standard error in parentheses)

D(BIRATE) -0.091205 0.000107 -0.018858 (0.17187) (0.00012) (0.09784) D(ER) 189.7244 0.254810 -94.49595 (122.412) (0.08772) (69.6878) D(INFLASI) 1.349602 -0.000149 -0.934616

(0.54226) (0.00039) (0.30870) D(PDRB) -0.094997 -0.001187 0.145491


(4)

Lampiran 7

Estimasi VECM pada Leg ke-3

Variance Decompo

sition of

BIRATE:

Period S.E. BIRATE ER INFLASI PDRB

1 0.404449 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000 2 0.740599 82.48163 2.356059 3.646339 11.51597 3 1.018504 64.35546 3.367536 11.28993 20.98707 4 1.223719 48.78466 2.337722 17.80964 31.06797 5 1.354817 42.37680 2.607882 19.18212 35.83319 6 1.431725 40.26848 3.569108 18.94192 37.22049 7 1.486801 40.95001 4.071533 17.83247 37.14599 8 1.520942 42.07630 4.169152 17.15319 36.60136 9 1.553045 43.30846 4.205006 16.59552 35.89102 10 1.597955 44.72831 4.029562 16.12945 35.11267 11 1.662095 45.54000 3.748189 15.95689 34.75492 12 1.741150 45.46639 3.430949 16.00440 35.09826 13 1.816359 44.55889 3.200801 16.31923 35.92108 14 1.879314 43.70349 3.138235 16.44219 36.71608 15 1.927704 43.33902 3.195776 16.35415 37.11106 16 1.967137 43.46769 3.290272 16.11160 37.13043 17 2.003780 43.93917 3.319420 15.81744 36.92397 18 2.041268 44.45566 3.289330 15.57745 36.67756 19 2.083298 44.85419 3.215871 15.41653 36.51341 20 2.130267 44.99979 3.119338 15.37185 36.50902 Variance

Decompo sition of

ER:

Period S.E. BIRATE ER INFLASI PDRB

1 327.6456 26.89549 73.10451 0.000000 0.000000 2 662.6300 6.658728 82.75838 6.005983 4.576909 3 826.3016 9.960551 80.54300 4.319667 5.176783 4 953.1279 12.39875 77.83667 3.343994 6.420593 5 1063.210 10.18127 79.92185 2.786065 7.110812 6 1207.544 8.498719 83.61500 2.194380 5.691901 7 1332.851 6.978677 86.24640 2.043871 4.731050


(5)

10 1633.302 4.831656 87.81480 3.418145 3.935394 11 1713.709 4.462389 88.44122 3.395559 3.700832 12 1786.101 4.282182 89.06163 3.246004 3.410185 13 1853.072 4.101362 89.66871 3.033357 3.196574 14 1919.340 3.902823 90.18961 2.843513 3.064050 15 1986.389 3.655389 90.76485 2.695698 2.884060 16 2058.058 3.409422 91.25351 2.647550 2.689516 17 2128.847 3.204386 91.52659 2.710375 2.558646 18 2196.138 3.045903 91.68856 2.793517 2.472023 19 2257.478 2.939688 91.84738 2.832719 2.380209 20 2313.404 2.851372 92.07588 2.796826 2.275919 Variance

Decompo sition of

INFLASI:

Period S.E. BIRATE ER INFLASI PDRB

1 0.757894 16.63995 0.414993 82.94506 0.000000 2 2.102670 24.85887 0.139455 40.14844 34.85324 3 3.219558 16.39356 0.282475 39.55857 43.76539 4 3.989493 10.74054 1.003773 40.41393 47.84176 5 4.439640 8.677508 2.330369 39.32629 49.66583 6 4.667419 8.022146 4.326407 38.38748 49.26396 7 4.759487 7.765310 6.050519 37.42198 48.76219 8 4.805419 7.820620 6.674083 37.20305 48.30225 9 4.874441 8.071335 6.911482 37.14233 47.87486 10 5.008206 8.317822 6.708592 37.45549 47.51809 11 5.234077 8.136097 6.325438 38.06081 47.47765 12 5.516552 7.773298 5.904935 38.28328 48.03848 13 5.776629 7.224498 5.725033 38.45377 48.59670 14 5.969661 6.811269 5.937301 38.31866 48.93277 15 6.097397 6.559180 6.335572 38.16553 48.93972 16 6.190054 6.429272 6.764808 38.01022 48.79570 17 6.274134 6.422150 7.007587 37.92378 48.64648 18 6.374282 6.441109 7.062080 37.96808 48.52873 19 6.504976 6.430905 6.979172 38.07232 48.51761 20 6.661374 6.327527 6.842084 38.22820 48.60219 Variance

Decompo sition of

PDRB:

Period S.E. BIRATE ER INFLASI PDRB


(6)

2 0.748139 22.07023 33.45633 20.71625 23.75720 3 0.885669 16.44103 50.58844 14.81970 18.15083 4 1.019734 13.92501 59.76070 12.11492 14.19937 5 1.164831 11.77473 66.60102 9.342578 12.28167 6 1.343723 10.72363 72.93941 7.084920 9.252036 7 1.494449 8.897984 77.69331 5.727973 7.680736 8 1.578831 7.986960 79.30251 5.211531 7.498996 9 1.660594 7.274877 80.89110 4.729845 7.104180 10 1.731712 6.706687 82.38931 4.352179 6.551828 11 1.818338 6.216436 83.86664 3.950644 5.966277 12 1.913367 5.615484 85.33138 3.641079 5.412062 13 1.996373 5.158431 86.51954 3.349652 4.972373 14 2.070595 4.797096 87.31822 3.128752 4.755933 15 2.136047 4.516184 87.67134 3.023950 4.788525 16 2.203838 4.318087 88.00288 2.924338 4.754690 17 2.271219 4.113821 88.55146 2.763686 4.571030 18 2.340000 3.912303 89.17096 2.606341 4.310397 19 2.409496 3.699858 89.74593 2.486263 4.067947 20 2.473840 3.514524 90.25183 2.373311 3.860337 Cholesky

Ordering: BIRATE

ER INFLASI