11
BAB II KAJIAN TEORI
A. Interaksi Teman Sebaya
1. Pengertian Interaksi Teman Sebaya Menurut Soekanto Bungin, 2006: 28 interaksi merupakan hubungan di
mana terjadi proses saling pengaruh mempengaruhi antara individu, antara individu dengan kelompok, maupun antar kelompok. Interaksi adalah suatu
hubungan antara individu atau lebih, di manakelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaikikelakuan individu yang lain atau
sebaliknya. Mereka menciptakan suatu hasil satu sama lain atau berkomunikasi satu sama lain. Jadi dalam kasus interaksi, tindakan setiap orang bertujuan untuk
mempengaruhi individu lain. Sebaya menurut kamus besar Bahasa Indonesia berarti sama umurnya.
Teman sebaya adalah anak-anak yang tingkat usia dan kematangannya kurang lebih sama. Hal ini sesuai dengan pendapat Santrock 2007: 205 yang
mengatakan sebaya adalah orang dengan tingkat umur dan kedewasaan yang kira- kira sama.
Izzaty, et al 2013: 114mengatakan bahwa teman sebaya pada umumnya adalah teman sekolah atau teman bermain anak di luar seolah. Pendapat lain
dikemukakan oleh Horton dan Hunt Damsar, 2011: 74 yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kelompok teman sebaya peer group adalah sekelompok
orang yang seusia dan memiliki status yang sama. Kelompok teman sebaya akan terbentuk dengan sendirinya di lingkungan sekolah maupun di lingkungan
12 bermain anak. Di sekolah, anak bertemu teman seusianya kemudian melakukan
interaksi sosial. Teman sebaya adalah sebuah kelompok yang terbentuk secara alami.
Pembentukan teman sebaya yang alami muncul dari naluri setiap anggota kelompok karena kebutuhan akan rasa nyaman. Menurut Desmita 2016: 224
aktivitas bersama seperti tinggal di lingkungan yang sama, kesamaan bersekolah, organisasi menjadi dasar terbentuknya kelompok teman sebaya. Kesamaan-
kesamaan tersebut secara alami akan menciptakan sebuah interaksi dan komunikasi. Interaksi dan komunikasi yang terjalin secara terus-menerus akan
menciptakan sebuah hubungan timbal balik dan rasa nyaman. Melalui hubungan timbal balik dan rasa nyaman akan terbentuk hubungan teman sebaya.
Idianto 2004: 119 menyebut bahwa teman bermain atau yang biasa dikenal dengan
istilah „kelompok sebaya‟ yaitu kelompok yang bersifat rekreatif, namun sangat berpengaruh dalam proses sosialisasi setelah keluarga. Berbeda dengan
proses sosialisasi dalam keluarga yang melibatkan hubungan tidak sederajat, sosialisasi dalam kelompok teman sebaya dilakukan dengan cara mempelajari
pola interaksi dengan orang-orang yang sederajat dengan dirinya. Berdasarkan dari beberapa pengertian diatas maka dapat dijelaskan bahwa
teman sebaya adalah kelompok persahabatan yang mempunyai nilai- nilai dan pola hidup sendiri. Teman sebaya merupakan dasar primer mewujudkan nilai-nilai
dalam suatu kontak sosial. Selain itu, teman sebaya juga mempraktekkan berbagai prinsip kerja sama, tanggungjawab bersama, dan persaingan yang sehat.
13 Pierre Ahmad, 2009: 35 menjelaskan bahwa interaksi teman sebaya adalah
hubungan individu pada suatu kelompok kecil dengan rata-rata usia yang hampir sama sepadan. Masing-masing individu mempunyai tingkatan kemampuan yang
berbeda-beda. Mereka menggunakan beberapa cara yang berbeda untuk memahami satu sama lainnya dengan bertukar pendapat.
David, Roger dan Spencer Ahmad, 2009: 35 menyatakan bahwa interaksi teman sebaya sebagai suatu pengorganisasian individu pada kelompok kecil yang
mempunyai kemampuan berbeda-beda dimana individu tersebut mempunyai tujuan yang sama.Charlesworth dan Hartup Dagun, 2002 : 54 menyatakan
bahwa remaja dalam melakukan interaksi teman sebayanya akan mempunyai unsur positif yaitu saling memberikan perhatian dan saling mufakat membagi
perasaan, saling menerima diri, dan saling memberikan sesuatu kepada orang lain. Tim Abdi Guru 2007: 96-97 seiring dengan pertambahan usia, lingkungan
berinteraksi seorang anak pun semakin luas. Ia mulai dapat bepergian dan mengenal teman-teman sepermaianan di luar lingkungan keluarga, seperti anak-
anak seusianya di lingkungan sekitar tempat tinggalnya maupun teman-teman di sekolahnya. Pada agen sosialisasi ini, seorang anak dapat berinteraksi dengan
lingkungan sebayanya, yang cenderung memiliki kesamaan minat atau kepentingan, sehingga teman bermain dapat berkembang menjadi suatu hubungan
yang akrab atau bersahabat. Agen sosialisasi ini dapat membawa unsur pengaruh positif maupun negatif. Oleh karena itu, pada proses sosialisasi ini, andil dan
peran orangtua ataupun guru sebenarnya masih diperlukan, seperti memberikan
14 bimbingan, arahan, atau nasihat kepada anak agar terhindar daripengaruh atas hal-
hal yang kurang baik. Hubungan teman sebaya harus dijaga dengan baik oleh masing-masing
individu. Hubungan yang baik antarindividu akan menciptakan suasana yang nyaman. Dalam persahabatan seseorang juga harus mengembangkan sikap mudah
dikoreksi atau mudah menerima saran dari para sahabat. Sopan, hormat, tidak sombong, dan mudah menerima saran akan membuat individu disukai oleh
banyak teman. Secara umum dapat disimpulkan bahwa interaksi teman sebaya peer group
merupakan suatu hubungan sosial antar individu yang mempunyai tingkatatan usia yang hampir sama. Disana terdapat keterbukaan, tujuan yang sama,
kerjasama serta frekuensi hubungan dan individu yang bersangkutan akan saling mempengaruhi satu sama lainnya.Peran orangtua ataupun guru masih diperlukan,
seperti memberikan bimbingan, arahan, atau nasihat kepada anak agar terhindar daripengaruh atas hal-hal yang kurang baik.
2. Peran Teman Sebaya Piaget dan Sullivan Santrock, 2007:205 mengemukakan bahwa seorang
anakakan belajar menerima hal-hal yang terdapat pada teman sebayanya. Anak belajar memformulasikan dan menyatakan pendapat mereka, mengargai
pandangan teman, berusaha menawarkan solusi saat terjadi konflik secara kooperatif, yang nantinya akan mengubah standar perilaku yang diterima anggota
kelompok. Anak juga mengembangkan pemahaman pada keadaan teman- temannya, sehingga logika moral mereka akan semakin tumbuh.
15 Menurut Rubin Desmita, 2016: 227 mengatakan bahwa kelompok teman
sebaya memainkan peran penting dalam perkembangan psikososial anak. Mereka memberi kesempatan kepada anak untuk mempelajari keterampilan mengenai
bagaimana berkomunikasi satu sama lain. Keterampilan ini menjadi bekal untuk mereka agar bisa diterima di lingkungan sosialnya.
Kelly dan Hansen Desmita, 2016: 230-231 menyebutkan 6 fungsi dari teman sebaya, yaitu:
1 Mengontrol implus-implus agresif. Melalui interaksi dengan teman sebaya, anak belajar bagaimana memecahkan pertentangan dengan cara lain selain
dengan agresi langsung 2 Memperoleh dorongan emosional dan sosial serta lebih independen.
Kelompok teman sebaya memberikan dorongan bagi remaja untuk mengambil peran dan tanggung jawab baru.
3 Meningkatkan keterampilan-keterampilan
sosial, mengembangkan
kemampuan penalaran, dan belajar untuk mengekspresikan perasaan-perasaan dengan cara-cara yang lebih matang. Melalui percakapan dan perdebatan
dengan teman sebaya, anak belajar mengembangkan kemampuan mereka memecahkan masalah.
4 Mengembangkan sikap terhadap seksualitas dan tingkah laku peran jenis kelamin. Sikap-sikap seksual dan tingkah laku peran jenis kelamin terutama
dibentuk melalui interaksi dengan teman sebaya. 5 Memperkuat penyesuaian moral dan nilai-nilai. Umumnya orang dewasa
mengajarkan anak-anak tentang apa yang benar dan apa yang salah. Dalam
16 kelompok sebaya, anak mencoba mengambil keputusan atas diri mereka
sendiri. 6 Meningkatkan harga diri self-esteem. Menjadi orang yang disukai oleh
teman-teman sebayanya. Vembriarto 1993: 60-62 mengemukakan bahwa kelompok sebaya
memiliki fungsi, diantaranya.
1 Anak belajar bergaul dengan sesamanya. Mereka belajar memberi dan menerima. Bergaul dengan teman sebaya
merupakan persiapan penting bagi kehidupan seseorang setelah dewasa. 2 Anak mempelajari kebudayaan masyarakatnya.
Anak belajar bagaimana menjadi manusia yang baik sesuai dengan gambaran dan cita-cita masyarakatnya; tentang kejujuran, keadilan, kerja sama, tanggung jawab;
tentang peranan sosialnya sebagai pria atau wanita; memperoleh berbagai macam informasi,meskipun kadang-kadang informasi yang menyesatkan, serta
mempelajari kebudayaan khusus masyarakatnya yang bersifat etnik, keagamaan, kelas sosial, dan kedaerahan.
3 Mengajarkan mobilitas sosial Kerap kali terjadi pergaulan antara anak-anak yang berasal dari kelas sosial yang
berbeda. Anak dari kelas sosial bawah bergaul akrab dengan anak-anak dari kelas sosial menengah dan atas. Melalui pergaulan sebaya, mereka menangkap nilai-
nilai, cita-cita, dan pola-pola tingkah laku anak-anak dari golongan menengah ke atas. Dengan mengadopsi nilai, cita-cita, dan pola tingkah laku itu, anak-anak dari
kelas sosial bawah mempunyai motivasi untuk mobilitas sosial.
4 Anak mempelajari peranan sosial yang baru Anak yang berasal dari keluarga yang bersifat otoriter mengenal suasana
kehidupan yang demokratik dalam kelompok sebaya, dan sebaliknya. 5 Anak belajar patuh pada aturan sosial impersonal dan kewajiban yang impersonal
pula 6 Mengembangkan sikap sosial dalam diri anak
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa teman sebaya selain sebagai agen sosialisasi bagi anak tetapi juga memiliki peran vital.
Anak akanbelajar menerima hal-hal yang terdapat pada teman sebayanya. Anak belajar memformulasikan dan menyatakan pendapat mereka, mengargai
pandangan teman, berusaha menawarkan solusi saat terjadi konflik secara kooperatif, yang nantinya akan mengubah standar perilaku yang diterima anggota
17 kelompok. Anak juga mengembangkan pemahaman pada keadaan teman-
temannya, sehingga logika moral mereka akan semakin tumbuh. 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hubungan Teman Sebaya
Semiawan 1998: 165-166 mengatakan ada lima faktor yang mempengaruhi hubungan teman sebaya.
a. Kesamaan usia Anak yang memiliki kesamaan usia dengan anak lain akan memiliki
kesamaan pula dalam hal minat, topik pembicaraan, serta aktivitas-aktivitas yang mereka lakukan. Hal tersebut memungkinkan anak untuk menjalin hubungan yang
lebih baik dan erat dengan teman yang memiliki tingkat usia yang hampir sama dengannya.
b. Situasi Situasi atau keadaan mempunyai imbas dalam menentukan permainan yang
hendak dilakukan bersama-sama. Sebagai contoh, jika mereka berada dalam lapangan terbuka, mereka akan terdorong menggunakan permainan yang bersifat
kooperatif dan tak luput dari penggunaan simbol berupa benda atau orang. Saat anak berada bersama temannya dalam jumlah yang cukup banyak, anak akan lebih
terdorong dalam melakukan permainan kompetitif, dibandingkan menggunakan permainan kooperatif.
c. Keakraban Keakraban mampu menciptakan suasana yang kondusif dalam hubungan
sosial, termasuk dalam hubungan dengan teman sebaya. Anak akan lebih merasa canggung jika diharuskan bekerjasama dengan teman sebaya yang kurang begitu
18 akrab, sehingga jika mereka diharuskan untuk melakukan kerjasama, masalah
yang dihadapi akan kurang terselesaikan dengan baik dan efisien. d. Ukuran kelompok
Jumlah anak yang saling berinteraksi juga dapat mempengaruhi hubungan teman sebaya. Semakin besar jumlah anak yang terlibat dalam suatu pergaulan
dalam kelompok, interaksi yang terjadi akan semakin rendah, kurang akrab, kurang fokus, dan kurang memberikan pengaruh.
e. Perkembangan kognitif Perkembangan kognitif dalam hal ini adalah keterampilan menyelesaikan
masalah. Semakin baik kemampuan kognisi yang dimiliki anak, yang berarti semakin pandai seorang anak dalam membantu anak lain memecahkan
permasalahan dalam kelompok teman sebaya, maka persepsi anak lain kepadanya akan semakin positif. Dengan demikian mereka cenderung menunjuk anak
tersebut sebagai pemimpin dalam kelompoknya. Gerungan 2004: 62 mengemukakan adanya faktor-faktor yang
mempengaruhi interasksi teman sebaya antara lain: 1 Faktor imitasi, menirukan perilaku orang lain kemudian melakukan tingkah
laku yang sama dengan perilaku tersebut. Peranan dalam interaksi sosial biasanya terjadi pada awal-awal perkembangan anak.
2 Faktor sugesti, pengaruh yang bersifat psikis, baik yang datang dari diri sendiri maupun yang datang dari orang lain.
19 3 Faktor identifikasi, dorongan untuk menjadi identik dengan orang lain.
Biasanya identifikasi individu mempelajarinya dari orang tua, oleh sebab itu peranan orangtua sangat penting bagi media identifikasi anak.
4 Faktor simpati, perasaan rasa tertarik kepada orang lain. Interaksi sosial dapat terjalin dengan adanya rasa ketertarikan secara emosi, seperti cinta,
penerimaan diri dan kasih sayang. Berdasarkan uraian diatas faktor yang mempengaruhi interaksi teman
sebaya antara lainanak yang memiliki kesamaan usia, situasi atau keadaan, keakraban, ukuran kelompok, dan perkembangan kognitif anak. Dengan teman
sebayanya anak belajar untuk menyatakan pendapat, saling menghargai, mengatasi masalah, dan beradaptasi dengan teman lainnya
4. Dampak Hubungan Teman Sebaya a. Dampak Positif Interaksu Teman Sebaya
Santrock 2007: 205 mengatakan bahwa hubungan teman sebaya memberikan informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga.
Berdasarkan pendapat Papalia dan Feldman 2014: 366 dampak positif hubungan
anak dengan teman sebayana yaitu:
1 Anak dapat
mengembangkan keterampilan
yang diperlukan
untuk bersosialisasi dan menjalin keakraban
2 Anak mendapatkan rasa kebersamaan dengan teman sebayanya 3 Termotivasi untuk mencapai prestasi belajar
4 Anak akan mendapatkan identitas diri
20 5 Anak
memperoleh keterampilan
kepemimpinandan keterampilan
berkomunikasi, bekerja sama, beragamperanan, dan aturan 6 Anak belajar bagaimana menyesuaikan siri dengan lingkungan
7 Anak belajar bagaimana mengontrol emosi Sedangkan Hadis 1996: 146 mengemukakan pendapat tentang dampak
positif yang ditimbulkan dari hubungan anak dengan teman sebayanya yaitu: 1 Kelompok sebaya dapat berperan sebagai sumber informasi dan bahan
pembanding di luar lingkungan keluarga. 2 Anak memperoleh umpan balik tentang kemampuan yang dimilikinya
3 Anak dapat menilai apakah ia lebih baik, sama baik, atau kurang baik dari teman sebayanya.
Dari pendapat-pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dampak positif yang ditimbulkan dari pergaulan anak dengan kelompok sebayanya yaitu:
1 mengembangkan keterampilan sosialisasi dan keakraban, 2 mendapat motivasi untuk mencapai prestasi akademis, 3 belajar bagaimana menyesuaikan diri
dengan lingkungan, 4 belajar keterampilan kepempinan, komunikasi, dan kerjasama, 5 belajar bagaimana menyesuaikan diri dengan kelompok, 6 belajar
bagaimana mengontrol emosi, 7 mendapatkan sumber informasi di luar keluarga, 8 dapat menilai dirinya sendiri, dan 9 dapat membandingkan dirinya dengan
teman sebayanya b. Dampak Negatif Interaksi Teman Sebaya
Selain memberikan dampak positif, interaksi teman sebaya juga dapat memberikan pengaruh negatif bagi anak. Yusuf 2016: 61 mengatakan bahwa
21 tidak sedikit seseorang berperilaku menyimpang karena pengaruh teman
sebayanya. Keadaan ini terungkap dari hasil penelitian Healy dan Browner yang menemukan bahwa 67 dari 3.000 anak nakal di Chicago, ternyata mendapat
pengaruh dari teman sebayanya. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Glueck Glueck yang menemukan bahwa 98,4 dari anak-anak nakal adalah akibat
pengaruh anak nakal lainnya. Dampak negatif interaksi teman sebaya antara lain: 1 Lupa akan waktu
Ketika berkumpul atau bermain dengan teman sebaya terkadang membuat seorang anak akan lupa waktu karena terlalu asik dengan kegiatannya bersama.
Hal ini berpengaruh pada kegiatan lainnya, misalnya membuat anak lupa beribadah atau lupa mengerjakan tugas hanya karena terlalu asik bermain dengan
teman sebayanya. 2 Penggunaan bahasa kasar
Terkadang dalam kelompok sebaya saat bercanda atau mengungkapkan kemarahannya akan muncul bahasa kasar. Hal ini bisa diperparah apabila dalam
kelompok tersebut tidak saling mengingatkan. Maka bahasa kasar tersebut akan menjadi hal yang lazim diucapkan.
Pergaulan yang tidak tepat akan menjerumuskan seseorang dalam jurang kehancuran. Memang tidaklah mudah memilih pergaulan yang tepat. Terkadang
pergaulan yang negatif justru lebih menyenangkan. Pergaulan semacam ini sulit disadari bahwa apa yang dilakukan adalah tindakan yang menyimpang. Berikut
dampak negatif yang terbentuk akibat pergaulan yang salah menurut Simanjuntak 1997:
22 1 Hilangnya semangat belajar dan cenderung malas dan menyukai hal-hal yang
melanggar norma sosial 2 Suramnya masa depan akibat terjerumus dalam dunia kelam, misalnya:
kecanduan narkoba dan tindakan kriminal. 3 Dijauhi masyarakat sekitar akibat perilaku tidak sesuai dengan nilainorma
sosial yang berlaku 4 Tumbuh menjadi sosok individu dengan kepribadian menyimpang.
Dari pendapat-pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dampak negatif yang ditimbulkan dari pergaulan anak dengan kelompok sebayanya yaitu:
1 membuat seorang anak lupa waktu dalam bermain, 2 penggunaan bahasa kasar, 3 hilangnya semangat belajar, 4 tumbuh menjadi pribadi yang
menyimpang, 5 dapat dijauhi oleh masyarakat akibat prilaku tidak sesuai nilai dan norma yang berlaku.
c. Upaya untuk Menanggulangi Pergaulan Negatif Ibarat orang yang terlanjur sakit atau terserang penyakit, tidaklah mudah
mengembalikan situasi seperti semula. Tindakan pengobatan atau terapi yang terus menerus diperlukan untuk mengembalikan kondisi pribadi yang terlanjur
menyimpang akibat pengaruh pergaulan negatif. Berikut adalah hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi pengaruh negatif yang terlanjur mencemari diri
individu menurut Simanjuntak 1997: 1 Membakitkan kesadaran kepada yang bersangkutan bahwa apa yang telah ia
lakukan adalah menyimpang. Kadangkala perilaku menyimpang tidak menyadari bahwa apa yang telah ia lakukan salah. Jika dari yang
23 bersangkutan belum ada kesadaran bahwa apa yang dilakukan selama ini
keliru adalah sia-sia. Misalnya, anak yang tidak menyadari bahwa merokok itu tidak baik bagi kesehatannya akan sulit untuk diarahkan agar ia menjauhi
rokok 2 Memutuskan rantai yang menghubungkan antara individu dengan lingkungan
yang menyebabkan ia berperilaku menyimpang. Hal ini dapat dilakukan dengan memindahkan individu tersebut dari lingkungan pergaulannya dan
membawa ke kancah pergaulan baru. Hal ini tidaklah mudah, sebab kadangkala yang bersangkutan tidak mampu menyesuaikan diri di tempat
lingkungannya yang baru atau justru lingkungan baru yang tidak mampu menerimanya.
3 Melakukan pengawasan melakat sebagai control secara terus-menerus agar anak terhindar dari perilaku yang menyimpang. Pengawasan harus dilakukan
oleh orang yang disegani, sehingga anak tidak berani mengulangi perbuatannya yang salah.
4 Melakukan kegiatan konseling atau pemberian nasihat secara persuasive, sehingga anak tidak merasa bahwa ia dibawah proses pembimbingan.
Melibatkan anak dalam kegiatan keagamaan sesuai dengan keyakinan yang ia anut merupakan salah satu cara yag dapat dilakukan untuk membuka pikitan
anak mengenai apa yang baik dan apa yang buruk. Yusuf 2016: 61 mengatakan bahwa pengaruh kelompok teman sebaya
terhadap seeorang itu ternyata berkaitan dengan iklim keluarga. Seseorang yang memiliki hubungan baik dengan orangtuanya iklim keluarga sehat cenderung
24 dapat menghindarkan diri dari pergaulan negatif teman sebayanya, dibandingkan
dengan orang yang hubungan dengan orangtuanya kurang baik. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Judith Brook, bahwa hubungan orangtua dan
anaknya yang sehat dapat melindungi anak tersebut dari pengaruh teman sebaya yang tidak sehat negatif.
Walau bagaimanapun peer group atau teman sebaya tidak dapat dihindarkan, jika seorang anak dilarang bergaul dengan teman sebayannya atas
dasar menjaga kebaikan anaknya maka yang terjadi hanya akan menyebabkan anak tersebut mengalami tekanan mental. Hal yang seharusnya dilakukan adalah
menanamkan sejak dini nilai-nilai etika, moral, dan perilaku yang baik sehingga dapat menjadi bekal bagi anak untuk menghadapi dunia luar, serta adanya
pengawasan dan kasih sayang dari orang tua sangat dibutuhkan oleh perkembangan anak agar tidak terjerumus dalam hal-hal yang tidak baik.
B. Kecerdasan Interpersonal