HUBUNGAN RASA PERCAYA DIRI DENGAN MOTIVASI BERPRESTASI PADA MATA PELAJARAN IPA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR SE-GUGUS 5 KECAMATAN PENGASIH KABUPATEN KULON PROGO.

(1)

i

HUBUNGAN RASA PERCAYA DIRI DENGAN MOTIVASI BERPRESTASI PADA MATA PELAJARAN IPA SISWA

KELAS V SEKOLAH DASAR SE-GUGUS 5 KECAMATAN PENGASIH KABUPATEN

KULON PROGO

TUGAS AKHIR SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Pendidikan

Oleh

Styfindina Pangestika NIM 13108241047

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2017


(2)

ii

HUBUNGAN RASA PERCAYA DIRI DENGAN MOTIVASI BERPRESTASI PADA MATA PELAJARAN IPA SISWA

KELAS V SEKOLAH DASAR SE-GUGUS 5 KECAMATAN PENGASIH KABUPATEN

KULON PROGO Oleh:

Styfindina Pangestika NIM 13108241047

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan rasa percaya diri dengan motivasi berprestasi pada mata pelajaran IPA siswa kelas V sekolah dasar se-gugus 5 Kecamatan Pengasih Kabupaten Kulon Progo.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode ex post facto. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas V sekolah dasar se-gugus 5 Kecamatan Pengasih Kabupaten Kulon Progo sebanyak 113 siswa dengan sampel 88 siswa yang dihitung dengan rumus slovin dan diambil dengan teknik

proportional random sampling. Instrumen penelitian berupa skala rasa percaya diri dan skala motivasi berprestasi IPA. Validitas instrumen menggunakan metode

corrected item total correlation dan reliabilitasnya menggunakan rumus Alpha Cronbach. Teknik analisis data terdiri dari uji prasyarat analisis yang berupa uji normalitas dan uji linieritas serta uji hipotesis yang menggunakan analisis korelasi

product moment pearson.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara rasa percaya diri dengan motivasi berprestasi, dengan harga koefisien korelasi 0,716 pada taraf signifikansi 5% yang berada pada kategori tinggi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin tinggi rasa percaya diri siswa maka semakin tinggi pula motivasi berprestasinya.


(3)

iii

THE CORRELATION BETWEEN SELF-CONFIDENCE WITH SCIENCE ACHIEVEMENT MOTIVATION OF THE 5TH GRADE STUDENTS

OF PRIMARY SCHOOL IN CLUSTER 5 PENGASIH DISTRICT, KULON PROGO REGENCY

By:

Styfindina Pangestika NIM 13108241047

ABSTRACT

This research aimed to know the correlation between self-confidence with science achievement motivation of 5th grade students in Cluster 5 Pengasih District.

This research used a quantitative approach with ex-post facto method. The population of research is 113 students and the sample is 88 students with proportional random sampling technique. The validity of the instruments used corrected item total correlation method and reliability used Cronbach Aplha formula. Prerequisite test analysis were linierity and normality. Data analysis technique is correlation product moment pearson.

The results showed that there is positive and significant relationship between self-confidence with student’s achievement motivation, with a correlation analysis coefficient of 0,761 on the significance level of 5%, which is at a high category. Thus one can say that the higher self-confidence of the student, the higher student’s achievement motivation.


(4)

(5)

(6)

(7)

vii MOTTO

“Orang-orang menjadi begitu luar biasa ketika mereka mulai berpikir bahwa mereka bisa melakukan sesuatu.

Saat mereka percaya pada diri mereka sendiri, mereka memiliki rahasia kesuksesan yang pertama.” (Norman Vincent Peale)


(8)

viii

PERSEMBAHAN

Tugas Akhir Skripsi ini penulis persembahkan untuk:

1. Ayahanda tercinta, almarhum Toto Sugiyarto dan ibunda tercinta, Sri Bandiati, yang tiada henti memberikan doa dan motivasi untuk ananda.

2. Kakak tersayang, Styfanda Pangestika, yang selalu mendukung dan memberikan semangat.

3. Almamaterku, Universitas Negeri Yogyakarta. 4. Agama, Nusa, dan Bangsa.


(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya, Tugas Akhir Skripsi dalam rangka unuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan dengan judul “Hubungan Rasa Percaya Diri dengan Motivasi Berprestasi Pada Mata Pelajaran IPA Siswa Kelas V Sekolah Dasar se-Gugus 5 Kecamatan Pengasih Kabupaten Kulon Progo” dapat disusun sesuai dengan harapan. Tugas akhir skripsi ini dapat diselesaikan tidak lepas dari bantuan dan kerjasama dengan pihak lain. Berkenaan dengan hal tersebut, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Rektor Universias Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kebijakan dalam penulisan Tugas Akhir Skripsi.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian Tugas Akhir Skripsi.

3. Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar beserta dosen dan staff yang telah memberikan bantuan dan fasilitas dalam penyusunan TAS.

4. Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan semangat, dorongan, dan bimbingan selama penyusunan TAS ini.

5. Validator instrumen penelitian TAS yang memberikan saran/masukan perbaikan sehingga penelitian TAS dapat terlaksana.

6. Kepala Sekolah, Guru, dan Siswa SD N 2 Pengasih, SD N 1 Kalipetir, SD N 2 Kalipetir, SD N 3 Kalipetir, SD N Margosari, SD Kanisius Milir, dan SD Bopkri Kalinongko yang telah membantu dan bekerjasama dalam pelaksanaan penelitian.

7. Kepala Sekolah, Guru, dan Siswa SD N 1 Janturan dan SD N 2 Janturan yang telah membantu dan bekerjasama dalam pelaksanaan uji coba instrumen penelitian.

8. Orang tua, keluarga, dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dan semangat dalam penulisan Tugas Akhir Skripsi.

9. Semua pihak, secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan di sini atas banuan dan perhatiannya selama penyusunan TAS ini.


(10)

(11)

xi DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

SURAT PERNYATAAN ... iv

LEMBAR PERSETUJUAN ... v

LEMBAR PENGESAHAN ... vi

HALAMAN MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Batasan Masalah ... 8

D. Rumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori ... 10

1. Rasa Percaya Diri ... 10

a. Pengertian Rasa Percaya Diri ... 10

b. Faktor yang Memengaruhi Rasa Percaya Diri ... 11

c. Ciri-ciri Individu yang Memeiliki Rasa Percaya Diri ... 14

d. Menumbuhkan Rasa Percaya Diri Siswa ... 16

2. Motivasi Berprestasi ... 19

a. Pengertian Motivasi Berprestasi ... 19

b. Faktor yang Memengaruhi Motivasi Berprestasi ... 20

c. Ciri-ciri Individu yang Memiliki Motivasi Berprestasi ... 24

d. Fungsi Motivasi Berprestasi ... 26

3. Ilmu Pengetahuan Alam ... 28

a. Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam ... 28


(12)

xii

4. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar ... 31

5. Hubungan Rasa Percaya Diri dengan Motivasi Berprestasi ... 35

B. Kajian Penelitian yang Relevan ... 36

C. Kerangka Pikir ... 37

D. Hipotesis Penelitian ... 39

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 41

B. Variabel Penelitian ... 41

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 42

D. Populasi dan Sampel ... 43

E. Definisi Operasional Variabel ... 45

F. Teknik Pengumpulan Data ... 45

G. Instrumen Penelitian ... 46

1. Perencanaan dan Penulisan Butir Soal ... 46

2. Penyusunan dan Penyuntingan Item ... 48

3. Penyekoran Instrumen ... 48

H. Uji Coba Instrumen ... 49

1. Uji Validitas Instrumen ... 49

2. Uji Reliabilitas Instrumen ... 51

I. Teknik Analisis Data ... 52

1. Uji Prasyarat Analisis ... 52

2. Uji Hipotesis ... 53

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 54

B. Deskripsi Data ... 54

1. Variabel Rasa Percaya Diri ... 54

2. Variabel Motivasi Berprestasi IPA ... 59

C. Teknik Analisis Data ... 63

1. Uji Prasyarat Analisis ... 63

2. Uji Hipotesis ... 65

D. Pembahasan ... 66

E. Keterbatasan Penelitian ... 69

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 70

B. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 72


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Daftar Nama dan Alamat Sekolah ... 42

Tabel 2. Daftar Jumlah Siswa Kelas V SD se-Gugus 5 Kecamatan Pengasih ... 43

Tabel 3. Daftar Nama SD yang Siswanya Menjadi Sampel ... 45

Tabel 4. Kisi-kisi Instrumen Rasa Percaya Diri ... 47

Tabel 5. Kisi-kisi Instrumen Motivasi Berprestasi Siswa ... 48

Tabel 6. Hasil Pengujian Reliabilitas Variabel Penenlitian ... 51

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Rasa Percaya Diri Siswa ... 55

Tabel 8. Rumus Penggolongan Skala Menurut Saifuddin Azwar ... 56

Tabel 9. Penggolongan Kategori Rasa Percaya Diri Siswa ... 57

Tabel 10. Skor Indikator Rasa Percaya Diri Siswa ... 58

Tabel 11. Distribusi Frekuensi Motivasi Berprestasi IPA ... 59

Tabel 12. Rumus Penggolongan Skala Menurut Saifuddin Azwar ... 61

Tabel 13. Penggolongan Kategori Motivasi Berprestasi IPA ... 61

Tabel 14. Skor Indikator Motivasi Berprestasi IPA ... 62

Tabel 15. Ringkasan Perbandingan Normalitas ... 64

Tabel 16. Ringkasan Hasil Uji Linieritas ... 64

Tabel 17. Hail Uji Korelasi Product Moment ... 65

Tabel 18. Pedoman Untuk Memberikan Interpretasi Terhadap Koefisien Korelasi ... 66


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Hubungan Antarvariabel ... 39

Gambar 2. Histogram Rasa Percaya Diri Siswa ... 55

Gambar 3. Diagram Penggolongan Kategori Rasa Percaya Diri Siswa ... 57

Gambar 4. Histogram Skor Indikator Rasa Percaya Diri ... 58

Gambar 5. Histogram Motivasi Berprestasi IPA ... 60

Gambar 6. Diagram Penggolongan Kategori Motivasi Berprestasi IPA ... 61


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Instrumen Uji Coba ... 75

Lampiran 2. Data Skor Hasil Uji Coba Instrumen ... 87

Lampiran 3. Hasil Uji Daya Beda dan Reliabilitas ... 89

Lampiran 4. Contoh Hasil Uji Coba Instrumen ... 93

Lampiran 5. Instrumen Penelitian ... 99

Lampiran 6. Contoh Hasil Isian Instrumen ... 104

Lampiran 7. Data Mentah Hasl Penelitian ... 109

Lampiran 8. Teknik Analisis Data ... 117

Lampiran 9. Dokumentasi Foto ... 119

Lampiran 10. Surat Keterangan Validasi dari Expert Judgement ... 121

Lampiran 11. Surat Keterangan Uji Validitas dari SD ... 122


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Hal mendasar yang sangat dibutuhkan manusia adalah pendidikan. Tanpa pendidikan, manusia tidak akan pernah mengetahui bagaimana mengembangkan hidupnya menjadi lebih baik. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Rohman, 2013: 10) menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Upaya pendidikan merupakan aktivitas kompleks, yang melibatkan sejumlah komponen pendidikan yang saling berinteraksi satu sama lain. Komponen-komponen tersebut menjalin hubungan yang mendukung berjalannya proses pendidikan. Menurut Rohman (2013: 82) dalam proses pendidikan, terdapat tiga komponen sentral yang saling berinteraksi, yaitu tujuan pendidikan, guru, dan siswa. Siswa merupakan salah satu dari tiga komponen utama dalam pembelajaran. Dengan kata lain, siswa berperan sebagai subjek yang menentukan keberhasilan proses pembelajaran.

Siswa merupakan individu dengan tingkah laku yang berbeda-beda. Hamalik (2008: 157) menyebutkan bahwa tingkah laku manusia didorong oleh motif-motif tertentu, dan perbuatan belajar akan berhasil apabila didasarkan pada motivasi yang ada pada siswa. Motivasi yang timbul dalam diri siswa akan memunculkan semangat siswa dalam belajar dan meraih prestasi. Dalam upaya


(17)

2

mencapai prestasi, siswa harus memiliki keinginan yang kuat demi mencapai tujuannya yang tergantung pada usaha, kemampuan, dan kemauan siswa. Dengan demikian, tugas seorang guru bukan hanya menyampaikan ilmu pengetahuan tapi guru juga harus bisa mendorong siswanya untuk berusaha dan memiliki keinginan yang kuat untuk meraih kesuksesan.

Adanya motivasi tersebut akan mendorong siswa untuk maju dan berprestasi. Terkait dengan motivasi untuk mencapai hasil yang terbaik pada proses pembelajaran, maka motivasi yang timbul adalah motivasi berprestasi. Mc Clelland dan Atkinson (Djiwandono, 2002: 354) menyebutkan bahwa motivasi yang paling penting untuk pendidikan adalah motivasi berprestasi. Siswa yang memiliki motivasi berprestasi pasti berusaha untuk sukses, dan jika gagal akan berusaha lebih keras hingga meraih sukses. Winkel (Agustin, 2011: 19) menegaskan bahwa motivasi berprestasi merupakan daya penggerak dalam diri siswa untuk mencapai taraf prestasi akademik yang setinggi mungkin demi penghargaan kepada diri sendiri. Seorang siswa yang tidak memiliki motivasi dalam dirinya akan berdampak pada prestasi akademiknya. Oleh karena itu, motivasi berprestasi diperlukan dalam proses pembelajaran.

Menurut Fernald & Fernald (Agustin, 2011: 20) banyak faktor yang dapat memengaruhi motivasi individu salah satunya adalah apabila dirinya percaya mampu melakukan sesuatu maka individu tersebut akan termotivasi untuk melakukan hal tersebut sehingga berpengaruh dalam bertingkah laku. Keyakinan sesorang akan kemampuan yang dimiliki unuk melakukan sesuatu atau menunjukkan penampilan tertentu disebut rasa percaya diri (Pudjiastuti, 2010: 40).


(18)

3

Rasa percaya diri sangat penting bagi kehidupan siswa. Rasa percaya diri dapat membuat siswa merasa dirinya berharga, mempunyai kemampuan menjalani kehidupan, mempertimbangkan berbagai pilihan dan membuat keputusan sendiri. Siswa yang memiliki rasa percaya diri dapat menyelesaikan tugas sesuai dengan tahapan perkembangannya.

Rasa percaya diri yang ada dalam diri siswa akan memunculkan keyakinan pada dirinya bahwa ia dapat menyelesaikan suatu masalah. Dalam mencapai sebuah prestasi pun siswa membutuhkan rasa percaya diri. Fasti Rola (Agustin, 2011: 22) menyatakan bahwa individu yang percaya dirinya mampu untuk melakukan sesuatu, maka akan timbul motivasi dalam diri individu untuk melakukan hal tersebut. Dalam hal ini, siswa yang percaya bahwa dirinya mampu untuk berprestasi, maka akan timbul motivasi berprestasi dalam diri siswa. Salirawati (2012: 219) menyebutkan bahwa siswa yang memiliki rasa percaya diri rendah akan dihantui dengan perasaan takut gagal, mudah putus asa, merasa diri tidak mampu, dan selalu bimbang dalam memutuskan persoalan. Hal ini membuktikan bahwa siswa yang percaya dirinya rendah tidak mampu memotivasi diri sendiri bahwa dia bisa berprestasi dan menyelesaikan suatu masalah.

Rasa percaya diri siswa dipengaruhi oleh perlakuan dari orang-orang di sekitarnya. Guru berperan dalam pembentukan rasa percaya diri siswa di sekolah. Menurut Salirawati (2012: 219), guru dapat membantu menanamkan rasa percaya diri siswa yang masih belum terlihat dengan cara meminta siswa menjawab pertanyaan atau mengerjakan soal ke depan. Dengan membiasakan siswa menunjukkan kemampuannya pada setiap proses pembelajaran maka akan


(19)

4

membantu meningkatkan rasa percaya diri siswa. Percaya diri berarti yakin akan kemampuannya untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dan masalah. Sikap percaya diri merupakan sikap yakin dengan kemampuan yang dimiliki, sehingga seseorang dapat bertindak tanpa rasa ragu. Lie (2003: 4) menegaskan bahwa seseorang yang percaya diri pasti berani mengemukakan pendapat, berani bertindak untuk mengambil keputusan, dan tidak selalu bergantung pada orang lain. Sikap tersebut mendorong seseorang dalam proses belajarnya.

Salah satu mata pelajaran yang harus dikuasai siswa adalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang materinya dekat dengan siswa. Trianto (2010: 136-137) menjelaskan bahwa IPA merupakan suatu kumpulan teori yang sisematis dan penerapannya pada gejala-gejala alam, melalui metode ilmiah, sehingga terbentuk sikap ilmiah. Proses pembelajaran dalam IPA memungkinkan siswa memiliki pengalaman melalui proses menemukan dan mempelajari tentang diri sendiri dan lingkungan sekitar serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Aktivitas yang dilakukan dan nilai-nilai yang dibentuk dalam pembelajaran IPA membuat siswa merasa berarti di kelas dan memicu terbentuknya rasa perya diri. Siswa menjadi lebih percaya diri dan termotivasi dalam belajar bila siswa berhasil menerapkan apa yang telah dipelajari (Trianto, 2010: 160). Dengan demikian, rasa percaya diri siswa dapat tumbuh dan dikembangkan melalui proses pembelajaran IPA yang dilaksanakan oleh guru di sekolah.

Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan di SD se-gugus 5 kecamatan Pengasih diperoleh informasi bahwa terdapat beberapa permasalahan


(20)

5

yang berkaitan dengan proses pembelajaran IPA. Permasalahan-permasalahan tersebut yaitu ada beberapa siswa yang memiliki rasa percaya diri yang masih kurang, penataan kelas yang hampir sama setiap hari, kurangnya variasi mengajar guru, dan beberapa siswa memiliki motivasi berprestasi rendah. Penjabaran dari berbagai masalah tersebut dijelaskan di bawah ini.

Pertama, beberapa siswa belum memiliki rasa percaya diri yang baik. Kurangnya rasa percaya diri siswa terlihat ketika siswa mengerjakan soal-soal latihan. Siswa merasa tidak yakin dengan jawabannya sehingga membuat siswa menyontek. Berdasarkan hasil observasi pun menunjukkan kurangnya rasa percaya diri siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung. Ketika guru memberi materi mengenai magnet dengan praktik di kelas, ada yang siswa tidak yakin dengan langkah kerja yang dikerjakan sehingga siswa menunggu guru datang ke kelompoknya.

Selain itu, kurangnya rasa percaya diri siswa dapat dilihat dari beberapa siswa yang belum berani maju ke depan kelas. Menurut hasil wawancara dengan guru, saat pembelajaran berlangsung masih ada beberapa siswa yang tidak berani maju ke depan kelas saat diminta guru mengerjakan soal. Hal ini dimungkinkan karena siswa merasa malu, tidak yakin dengan jawabannya, dan takut diejek temannya jika jawabannya salah. Padahal siswa mampu mengerjakan soal-soal tersebut.

Kedua, penataan kelas yang hampir sama setiap hari didasarkan pada wawancara dengan guru. Guru jarang merubah tata letak meja dan kursi siswa, meja dan kursi hanya di susun menjadi empat baris. Menurut guru, penataan meja


(21)

6

dan kursi yang hampir sama setiap hari dikarenakan sulitnya mengatur posisi meja dan kursi. Selain itu, siswa menempati tempat duduk yang hampir sama setiap hari. Hal ini menunjukkan kurangnya pengelolaan guru dalam menata kelas yang dapat menunjang proses pembelajaran. Ketiga, kurangnya variasi mengajar guru dibuktikan dengan metode yang digunakan guru dalam mengajar lebih sering menggunakan metode ceramah dan diskusi. Dalam satu semester guru melaksanakan praktik sekali atau dua kali untuk materi yang dapat diajarkan dengan cara praktikum. Guru belum memberikan kesempatan kepada siswa ikut serta secara aktif dalam proses pembelajaran. Selain itu, guru kurang mengoptimalkan penggunaan media pembelajaran. Media yang digunakan oleh guru biasanya berupa gambar yang tersedia di dalam buku paket siswa.

Keempat, motivasi berprestasi rendah dibuktikan dengan beberapa siswa yang tampak kurang aktif dalam kegiatan pembelajaran, siswa tidak berusaha menjawab pertanyaan atau pun mengungkapkan pendapat ketika guru memintanya. Saat pembelajaran berlangsung, beberapa siswa tampak mengobrol dengan teman dan bermain sendiri. Ada pula siswa yang sering tidak mengerjakan atau terlambat mengumpulkan PR. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tidak memiliki motivasi berprestasi yang tinggi. Apabila siswa memiliki motivasi berprestasi yang tinggi maka siswa akan bersemangat untuk mengikuti proses pembelajaran di kelas dan berusaha secara maksimal dalam meraih prestasi.

Berdasarkan deskripsi di atas, diketahui bahwa terdapat sejumlah masalah yang terjadi di SD se-gugus 5 kecamatan Pengasih. Salah satunya rasa percaya diri dan motivasi berprestasi siswa yang kurang. Meskipun ada beberapa siswa yang


(22)

7

memiliki rasa percaya diri dan motivasi berprestasi yang kurang tetapi ada pula siswa yang sudah memiliki rasa percaya diri dan motivasi berprestasi bagus. Adanya rasa percaya diri, siswa akan memiliki keyakinan bahwa dia mampu menyelesaikan tugas dan masalah yang ia hadapi, berani mengemukakan pendapatnya, yakin pada kemampuan yang ia miliki, dan selalu optimis dalam setiap pembelajaran. Motivasi berprestasi diduga erat kaitannya dengan rasa percaya diri siswa. Dimana siswa yang optimis dan yakin bahwa dirinya mampu mencetak prestasi akan memunculkan motivasi berprestasi dalam diri siswa tersebut. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti hubungan rasa percaya diri dengan motivasi berprestasi siswa.

B. Identifikasi Masalah

Dari uraian latar belakang masalah, dapat didefinisikan beberapa permasalahan, yaitu sebagai berikut:

1. Beberapa siswa di sekolah dasar se-gugus 5 Kecamatan Pengasih memiliki rasa percaya diri yang masih kurang

2. Penataan kelas di sekolah dasar se-gugus 5 Kecamatan Pengasih yang hampir sama setiap hari

3. Kurangnya variasi mengajar guru di sekolah dasar se-gugus 5 Kecamatan Pengasih

4. Beberapa siswa di sekolah dasar se-gugus 5 Kecamatan Pengasih memiliki motivasi berprestasi rendah


(23)

8 C. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, peneliti membatasi permasalahan pada rasa percaya diri siswa yang masih kurang dan motivasi berprestasi siswa yang rendah di sekolah dasar se-gugus 5 Kecamatan Pengasih.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah seberapa besar hubungan rasa percaya diri dengan motivasi berprestasi pada mata pelajaran IPA siswa kelas V sekolah dasar se-gugus 5 Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan rasa percaya diri dengan motivasi berprstasi pada mata pelajaran IPA siswa kelas V sekolah dasar se-gugus 5 Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini yaitu: 1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi ilmiah untuk menambah pengetahuan tentang rasa percaya diri dan motivasi berprestasi siswa.


(24)

9 2. Manfaat praktis

a. Bagi siswa

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kesadaran bagi siswa akan pentingnya menumbuhkan rasa percaya diri agar siswa memiliki motivasi dalam berprestasi.

b. Bagi guru

Penelitian ini diharapkan dapat memotivasi guru dalam mengembangkan suasana pembelajaran yang dapat meningkatkan rasa percaya diri siswa agar siswa lebih termotivasi dalam berprestasi

c. Bagi sekolah

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan pada sekolah pentingnya menumbuhkan rasa percaya diri siswa guna meningkatkan motivasi berpresasi siswa.


(25)

10 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori 1. Rasa Percaya Diri

a. Pengertian Rasa Percaya Diri

Rasa percaya diri adalah keyakinan individu akan kemampuan yang dimiliki untuk melakukan sesuatu atau menunjukkan penampilan tertentu (Pudjiastuti, 2010: 40). Dalam hal ini, setiap perilaku yang kita lakukan merupakan cerminan dari keyakinan atas kemampuan yang ada dalam diri kita. Mustari (2014: 51) mengemukakan bahwa rasa percaya diri adalah keyakinan bahwa seseorang mempunyai kemampuan untuk melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu. Definisi ini sejalan dengan pendapat Lie (2004: 4) yang menyatakan bahwa percaya diri berarti yakin akan kemampuannya untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dan masalah.

Percaya diri merupakan modal dasar seseorang dalam memenuhi berbagai kebutuhan. Menurut Hakim (2005: 6) rasa percaya diri merupakan suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuat seseorang mampu mencapai berbagai tujuan dalam hidupnya. Dengan adanya rasa percaya diri dalam diri sesorang, akan menciptakan keyakinan bahwa ia mampu menjalani kehidupan dan membuat keputusannya sendiri.

Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa rasa percaya diri adalah keyakinan yang ada dalam diri individu atas segala kemampuan dan kelebihan yang dimiliki guna mencapai tujuan atau memecahkan permasalahan


(26)

11

yang sedang dihadapi. Adanya rasa percaya diri membuat individu sadar akan kemampuannya dalam mencapai tujuan tertenu dan keyakinan diri bahwa ia mempunyai kemampuan untuk memutuskan suatu perilaku guna mengatasi masalah-masalah yang dihadapi.

b. Faktor yang Memengaruhi Rasa Percaya Diri

Rasa percaya diri dipengaruhi oleh beberapa faktor. Ghufron dan Rini (2014: 37-38), rasa percaya diri dipengaruh oleh faktor-fakor berikut:

1) Konsep diri

Terbentuknya rasa percaya diri pada individu diawali dari perkembangan konsep diri yang didapat dari pergaulannya dalam suatu kelompok. Siswa akan bergaul dengan teman-teman sebayanya yang akan membentuk persepsi tentang dirinya dan memicu munculnya rasa percaya diri.

2) Harga diri

Harga diri adalah penilaian individu yang dilakukan terhadap dirinya sendiri. Santoso berpendapat bahwa tingkat harga diri individu akan memengaruhi tingkat rasa percaya dirinya.

3) Pengalaman

Pengalaman masa lalu adalah hal terpenting untuk mengembangkan kepribadian sehat. Pengalaman dapat menjadi faktor munculnya rasa percaya diri dan sebaliknya, pengalaman juga dapat menjadi faktor yang menyebabkan menurunnya rasa percaya diri seseorang.


(27)

12 4) Pendidikan

Tingkat pendidikan akan memengaruhi rasa percaya diri seseorang. Tingkat pendidikan yang rendah akan menjadikan orang tersebut tergantung dan berada di bawah kekuasaan orang lain yang tingkat pendidikannya lebih tinggi. Sebaliknya, orang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan memiliki rasa percaya diri yang lebih dibandingkan dengan yang berpendidikan rendah.

Rasa percaya diri juga dipengaruhi oleh beberapa kondisi yang ada dalam diri seseorang. Kelemahan-kelemahan tertentu yang dialami atau dirasakan dapat memicu munculnya rasa tidak percaya diri. Menurut Hakim (2005: 12-24), terdapat beberapa kondisi yang memengaruhi rasa percaya diri seseorang, yaitu:

1) Kelainan fisik

Kelaian fisik dapat menjadikan seseorang menjadi tidak percaya diri bila disikapi dengan negaif. Ia akan merasakan kekeurangan yang ada dalam dirinya jika dibandingkan dengan orang lain. Apabila ia menyikapi kekurangannya tersebut dengan cara negatif maka akan muncul perasaan minder yang berkembang menjadi rasa tidak percaya diri.

2) Kondisi ekonomi

Seseorang dengan kondisi ekonomi yang kurang dapat menyebabkan munculnya rasa tidak percaya diri dalam dirinya terutama apabila orang tersebut berada di lingkungan sekitar dengan kondisi ekonomi menengah ke atas. Rasa tidak percaya diri ini biasanya disebabkan karena keakutannya apabila tidak diterima oleh lingkungannya tersebut.


(28)

13 3) Status Sosial

Status sosial berkaitan dengan tingkatan-tingkatan tertentu dalam masyarakat, seperti jabatan, pangkat, golongan, atau keningratan. Sama halnya dengan seseorang dengan kondisi ekonomi kurang, status sosial seseorang yang rendah dapat menyebabkan kurangnya rasa percaya diri. Rasa tidak percaya diri untuk bisa diterima di dalam interaksi sosial dengan golongan yang lebih tinggi bisa dialami oleh orang dengan status sosial yang lebih rendah.

4) Kecerdasan

Kecerdasan seseorang akan terlihat saat berinteraksi dengan orang lain melalui komunikasi lisan. Orang yang cerdas akan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat ia berada. Kurangnya wawasan akan menyulitkan seseorang beriteraksi dengan orang lain yang lebih cerdas. Kesulitan tersebut dapat menjadi salah satu sumber seseorang tidak percaya diri untuk bergabung di dalam suatu kelompok.

5) Pendidikan keluarga

Pendidikan keluarga merupakan pendidikan yang pertama dan utama di dalam membentuk perkembangan pribadi setiap orang. Apabila sejak kecil, anak sudah mendapatkan pemahaman tentang makhluk sosial yang kedudukannya sama dengan orang lain, maka ia akan memiliki rasa percaya diri. Sebaliknya, apabila ia memahami dirinya secara negatif dan memandang dirinya memiliki kekurangan dibandingkan orang lain, maka akan muncul rasa tidak percaya diri dalam dirinya. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa fakor-faktor yang memengaruhi rasa percaya diri seseorang adalah: (1) konsep diri; (2)


(29)

14

harga diri; (3) pengalaman; (4) pendidikan; (5) kelainan fisik; (6) kondisi ekonomi; (7) status sosial; (8) kecerdasan; (9) pendidikan keluarga.

c. Ciri-ciri Individu yang Memiliki Rasa Percaya Diri

Lauster (Ghufron dan Rini, 2014: 33-34) berpendapat bahwa rasa percaya diri yang berlebihan bukanlah sifat yang positif. Rasa percaya diri yang berlebihan menyebabkan individu menjadi seenaknya sendiri dan kurang berhati-hati dalam bertindak. Selanjutnya Lauster menyebutkan ciri-ciri orang yang memiliki rasa percaya diri positif ditunjukkan melalui sikap berikut:

1) Keyakinan kemampuan diri

Keyakinan kemampuan diri adalah sikap positif seseorang tentang dirinya bahwa ia mampu secara sungguh-sungguh mengenai apa yang dilakukannya sehingga tidak bergantung pada orang lain.

2) Optimis

Optimis adalah sikap positif yang dimiliki seseorang yang selalu berpandangan baik dalam menghadapi segala hal tentang diri dan kemampuannya.

3) Objektif

Orang yang memandang permasalahan atau sesuatu sesuai dengan kebenaran yang semesinya, bukan menurut kebenaran pribadi atau menurut dirinya sendiri. 4) Betanggung jawab

Bertanggung jawab adalah kesediaan orang untuk menanggung segala sesuatu yang telah menjadi konsekuensinya.


(30)

15 5) Rasional dan Realistis

Rasional dan realistis adalah analisis terhadap suatu masalah, sesuatu hal, dan suatu kejadian dengan menggunakan pemikiran yang dapat diterima oleh akal dan sesuai dengan kenyataan.

Menurut Lie (2004: 4) ciri-ciri perilaku yang mencerminkan rasa percaya diri adalah: (1) yakin pada diri sendiri; (2) tidak bergantung pada orang lain; (3) tidak ragu-ragu; (4) merasa diri berharga; (5) tidak menyombongkan diri; (6) memiliki keberanian untuk bertindak. Sejalan dengan pendapat tersebut, Inge Pudjiastuti (2010: 40) menyebutkan bahwa anak yang penuh percaya diri akan memiliki sifat-sifat antara lain: (1) lebih independen; (2) tidak terlalu bergantung pada orang lain; (3) mampu memikul tanggung jawab yang diberikan; (4) menghargai diri dan usahanya sendiri; (5) tidak mudah mengalami rasa frustasi; (6) mampu menerima tantangan atau tugas baru; (7) mudah berkomunikasi dan membantu orang lain.

Sedangkan, ciri-ciri orang yang memiliki rasa percaya diri tinggi menurut Hakim (2005: 5), yaitu: (1) selalu bersikap tenang di dalam mengerjakan segala sesuatu, (2) mempunyai kemampuan yang memadai, (3) mampu menetralisasi ketegangan yang muncul di dalam berbagai situasi, (4) mampu menyesuaikan diri dan berkomunikasi di berbagai situasi, (5) memiliki kondisi mental dan fisik yang cukup menunjang penampilannya, (6) memiliki kecerdasan yang cukup, (7) memiliki tingkat pendidikan formal yang cukup, (8) memiliki keahlian atau keterampilan lain yang menunjang kehidupannya, misalnya keterampilan berbahasa asing, (9) memiliki kemampuan bersosialisasi, (10) memiliki latar


(31)

16

belakang pendidikan keluarga yang baik, (11) memiliki pengalaman hidup yang menempa mentalnya menjadi kuat dan tahan menghadapi cobaan hidup, (12) selalu bereaksi positif di dalam menghadapi berbagai masalah.

Dari pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa beberapa ciri individu yang memiliki rasa percaya diri yang baik adalah: (1) yakin pada diri sendiri, (2) tidak bergantung pada orang lain, (3) bertanggung jawab, (4) optimis, (5) bereaksi positif terhadap situasi yang dihadapi.

d. Menumbuhkan Rasa Percaya Diri Siswa

Percaya diri merupakan modal dasar seorang anak dalam memenuhi berbagai kebutuhannya sendiri. Rasa percaya diri merupakan pencapaian yang dihasilkan dari proses pendidikan atau pemberdayaan (Pudjiastuti, 2010: 40). Artinya, rasa percaya diri bukanlah suatu hal yang dapat dipaksakan melainkan ditumbuhkan. Banyak hal yang dapat dilakukan dalam menumbuhkan rasa percaya diri pada siswa. Menurut Lie (2004: 70-99) berikut ini beberapa hal yang dapat menumbuhkan rasa percaya diri pada siswa:

1) Memberi semangat dan dorongan bagi kemajuan siswa

Anak usia sekolah dasar mempunyai kebutuhan untuk membuktikan kemampuan dan prestasinya. Ia mengharapkan orang-orang yang dekat dengannya bisa mengenali dan mengakui prestasi-prestasinya. Guru bisa memberikan pujian atau hadiah bagi siswa sebagai pendorong semangat. Namun, jangan sampai diberikan secara berlebihan karena akan melemahkan motivasi anak.


(32)

17

2) Memahami beban dan kesulitannya serta beri ruang untuk kegagalan

Tidak semua siswa bisa mengukir prestasi terus menerus. Adakalanya siswa mengalami kegagalan, mungkin ulangannya mendapat nilai jelek atau kalah dalam perlombaan. Ketika siswa mengalami kegagalan, jangan mencemooh atau menjatuhkannya agar siswa tidak patah semangat. guru bisa memberi penghiburan dan mengajak siswa untuk memikirkan sebab-sebab kegagalannya sehingga ia tidak melakukannya di kemudian hari.

3) Memberikan siswa tanggung jawab untuk mlakukan pekerjaan rutin

Sebenarnya sejak dini, secara alamiah anak anak mempunyai dorongan untuk beranggung jawab atas diri mereka sendiri. Sayangnya, orang tua sering terlalu memanjakan anak. Di sekolah, guru dapat mengajarkan siswa unuk bertanggung jawab pada tugas-tugas yang diberikan kepada mereka,seperti menjalankan tugas piket, memberikan tugas secara mandiri, dan lain-lain.

4) Melibatkan siswa dalam perencanaan sebuah kegiatan

Melibatkan siswa dalam perencanaan di sekolah, misalnya karya wisata atau pelaksanaan pembelajaran di luar sekolah. Siswa akan merasa dirinya berharga dan berguna. Dengan keterlibatan semua siswa dan guru akan membuat kegiatan lebih berkesan. Selain itu, kegiatan di luar sekolah ini merupakan kesempatan untuk membuat siswa bisa melihat relevansi dari semua pengetahuan yang ia dapatkan di sekolah dengan kehidupan sehari-hari.

5) Mengajarkan pada siswa untuk mengatur keuangannya sendiri

Kemampuan mengatur keuangan dapat diajarkan sejak dini. Siswa perlu diajarkan sesuai dengan tahap perkembangan mereka. Pada usia 6-12 tahun, siswa sudah


(33)

18

bisa secara bertahap mengelola keuangannya sendiri agar mampu belajar bertanggung jawab.

6) Memberi ruang untuk perbedaan pendapat dan keinginan

Guru maupun orang tua perlu memahami bahwa setiap siswa merupakan pribadi yang bebas. Yang dimaksud bebas disini adalah siswa memiliki kebebasan berpikir dan berperasaan. Siswa yang memiliki kebebasan berpikir dan berperasaan akan tumbuh menjadi manusia dengan rasa percaya diri. Oleh karenanya, biasakan unuk menghargai siswa dan memberikan kebebasan sesuai dengan tahapan perkembangannya.

7) Menjadi teman yang baik bagi siswa

Guru perlu menjadi teman yang baik dalam situasi tertentu. Kadangkala siswa membutuhkan orang lain yang bisa diajak bicara dan mau mengerti permasalahannya.

8) Mengajarkan pada siswa unuk selalu berusaha dengan sungguh-sungguh Guru perlu memotivasi dan mengajarkan siswa untuk berusaha dan berjuang agar bisa mendapatkan sesuatu yang berharga. Pengalaman perjuangan ini meningkatkan proses pendewasaan siswa. Siswa akan merasakan kebanggaan pada dirinya sendiri ketika ia berhasil mendapatkan sesuatu melalui sebuah perjuangan.

Sekolah merupakan bagian dari lingkungan yang dapat menumbuhkan rasa percaya diri anak. Anak lebih sering berinteraksi dengan orang lain di lingkungan sekolah dari pada lingkungan keluarga. Thursan Hakim (2005: 136-148) mengemukakan bahwa rasa percaya diri siswa dapat dibangun melalui berbagai


(34)

19

macam bentuk kegiatan sebagai berikut: (2) memupuk keberanian untuk bertanya, (2) peran guru yang aktif bertanya pada siswa, (3) mengerjakan soal di depan kelas, (4) bersaing dalam mencapai prestasi belajar, (5) akif dalam kegiatan pertandingan olahraga, (6) penerapan disiplin yang konsisten, (7) menjadi ketua kelas, (8) menjadi pemimpin upacara, (9) memperluas pergaulan yang sehat.

2. Motivasi Berprestasi

a. Pengertian Motivasi Berprestasi

Istilah motivasi berasal dari kata motif. Menurut Uno (2011: 3) kata motif dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut bertindak atau berbuat. Individu yang memiliki motivasi akan memiliki kekuatan untuk berbuat dalam usaha mencapai tujuan tertentu. Wlodkowsky (Sugihartono, 2013: 78) menyebutkan bahwa motivasi merupakan suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu dan yang memberi arah dan ketahanan pada tingkah laku tersebut. Motivasi yang dimaksud sebagai alasan atas adanya perilaku dari individu. Motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku (Santrock, 2013: 510). Artinya, perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah, dan bertahan lama.

Syamsuddin (2009: 37) mengatakan bahwa motivasi adalah suatu kekuatan atau tenaga atau daya dalam diri individu unuk bergerak ke arah tujuan terentu, baik disadari maupun tidak disadari. Motivasi menumbuhkan kekuatan atau energi dalam diri individu unuk bergerak atau berbuat demi suatu tujuan tertentu. Pendapat tersebut sejalan dengan McDonald (Hamalik, 2008: 158) yang mengatakan bahwa


(35)

20

motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi unuk mencapai tujuan.

Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan daya yang ada dalam diri individu yang mendorong individu tersebut melakukan suatu perbuatan guna mencapai tujuan tertentu. Dengan moivasi, seseorang dapat terdorong untuk melakukan sesuatu dengan tekun dan ulet.

Motivasi berprestasi atau kebutuhan untuk berprestasi (needs for achievement) pertama kali diperkenalkan oleh David McCelland. McCelland (Agustin, 2011: 19) menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Kebutuhan seseorang dalam berprestasi tersebut sebagai keinginan melaksanakan atau menguasai suatu hal. Sugihartono (2013: 78) mengatakan bahwa motivasi berpresasi berarti bahwa siswa belajar untuk meraih prestasi atau keberhasilan yang telah ditetapkannya. Dalam hal ini, siswa telah memiliki target seberapa besar prestasi yang ingin ia capai dari kegiatan belajar yang telah dilakukannya. Sedangkan menurut Hawadi (2006: 87) motivasi berprestasi adalah daya penggerak dalam diri siswa untuk mencapai taraf prestasi setinggi mungkin, sesuai dengan yang ditetapkan oleh siswa itu sendiri.

Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi berprestasi adalah dorongan dalam diri siswa untuk melakukan suatu perbuatan guna mencapai prestasi yang telah ditetapkan oleh dirinya sendiri. Oleh sebab itu, siswa hendaknya memiliki harapan dan tujuan pencapaian prestasi dan bertanggung jawab dengan cara bersungguh-sungguh dalam mencapai tujuannya tersebut.


(36)

21

b. Faktor yang Memengaruhi Motivasi Berprestasi

Ada siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi dan ada pula siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah. Perbedaan tingakat motivasi berprestasi tersebut dikarenakan adanya beberapa faktor yang memengaruhi motivasi berprestasi. Menurut Hawadi (2006: 45), ada dua faktor yang memengaruhi motivasi berprestasi siswa, yaitu:

1) Faktor Individual

Berdasarkan penilitian Harter pada siswa dengan dimensi intrinsik dan ekstrinsik menunjukkan bahwa hanya siswa yang mempersepsikan diri untuk berkompetensi dalam bidang akademis yang mampu mengembangkan motivasi intrinsik. Artinya, siswa yang memiliki persepsi diri yang tinggi dan lebih menyukai tugas-tugas yang menantang serta selalu berusaha memuaskan rasa ingin tahunya akan mampu mengembangkan motivasinya dalam berkompetensi dibandingkan siswa yang memiliki persepsi diri rendah.

2) Faktor Situasional

Keadaan kelas cenderung berpengaruh terhadap motivasi siswa. Kelas dengan jumlah siswa yang banyak cenderung bersifat formal, penuh persaingan, dan kontrol dari guru. Siswa cenderung menekankan pentingnya kemampuan bukan pada penguasaan bahan pelajaran. Selain itu, peraturan yang keat di sekolah yang mengarah pada pembentukan kedisiplinan siswa, lingkungan belajar yang mendukung, sikap guru pada siswa yang mampu berperan sebagai motivator, cara guru mengajar, dan dukungan dari orang tua merupakan hal-hal yang dapat mendorong siswa untuk berprestasi.


(37)

22

Surya (2003: 42) mengungkapkan beberapa hal yang dapat memunculkan dorongan berprestasi pada anak, yaitu:

1) Tanamkan cara bernalar aktif sedini mungkin

Melatih anak berpikir aktif sedini mungkin dapat memunculkan sikap dan perasaan anak ingin mengetahui segala sesuatu secara mendalam. Berpikir pun terpola secara sistematis. Keinginan-keinginan terpendam yang ada dalam diri anak perlahan akan muncul, seperti keinginan menjadi yang terhebat, keinginan unuk memperoleh pujian, keinginan untuk menjadi pusat perhatian, dan keinginan lain yang akan menjadi ambisi anak dalam berprestasi.

2) Biasakan anak belajar mandiri

Anak perlu dilatih dan dibiasakan agar dirinya mampu mengurus dan memenuhi keinginan serta kebutuhan diri sendiri tanpa dibantu oleh orang lain. Membangkitkan kebiasaan belajar mandiri bisa dilalui dengan cara meneladani suatu tokoh yang membawa hasil gemilang atau merangsang kemandirian anak. Selain itu, perlu juga dikemukakan keuntungan dan kesenangan yang diperoleh dari suatu hasil atau prestasi tertentu pada anak.

3) Ciptakan lingkungan yang kodusif

Tumbuh atau tidaknya semangat berprestasi pada anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan, terutama lingkungan keluarga. Dorongan berprestasi pada anak tergantung pada persepsi anak terhadap hubungan orang tua dengan anak. Anak mengalami dan menafsirkan motivasi yang diberikan oleh orang tuanya. Sehingga orang tua hendaknya menciptakan suasana gembira pada anak agar anak dapat belajar dengan baik dan mencapai prestasi yang gemilang.


(38)

23 4) Kembangkan jiwa kompetitif pada anak

Untuk memacu dorongan berpresasi pada anak perlu dikembangkan suasana kompetitif yang sehat pada anak. Kemauan atau hasrat anak harus dibangkitkan, agar dirinya senantiasa merasa tertantang untuk ingin tahu segala hal dan ingin selalu menonjol dari yang lainnya.

5) Kembangkan rasa percaya diri anak

Sumber energi yang membangkitkan dorongan berprestasi dari dalam diri anak adalah rasa percaya diri. Oleh karena itu, sangat perlu ditumbuhkan atau dibangkitkan keyakinan anak terhadap kemampuan dirinya untuk dapat mempelajari berbuat atau melakukan sesuatu. Keyakinan dalam hati akan membuat anak berusaha dengan maksimal mewujudkan keyakinan itu.

6) Kembangkan mutu pergaulan anak

Kualitas pergaulan anak sangat berpengaruh pada pembentukan dorongan berprestasi pada anak. Proses ineraksi yang terbangun dengan teman sepergaulan adalah adanya dorongan untuk menjadi sama dengan teman lainnya. Sehingga, apabila dalam lingkungan pergaulan anak terdorong untuk mencapai sebuah presasi maka anak akan terbawa arus pergaulan tersebut.

Menurut Morgan (Agustin, 2011: 22), terdapat beberapa faktor yang memengaruhi motivasi berprestasi. Faktor faktor tersebut antara lain: (1) tingkah laku dan karakteristik model yang ditiru oleh anak; (2) harapan orang tua; (3) lingkungan; (4) penekanan kemandirian; (5) praktik pengasuhan anak.

Dengan memperhatikan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi berprestasi individu dapat dipengaruhi oleh dua macam faktor,


(39)

24

yaitu faktor dari dalam diri (internal) dan dari luar diri individu (eksternal). Faktor internal berupa persepsi diri untuk berkompetensi, keinginan dan kemandirian, dan rasa percaya diri. Faktor eksternal yaitu keluarga, dukungan dan harapan orang tua, dan lingkungan sekitar.

c. Ciri-ciri Individu yang Memiliki Motivasi Beprestasi

Tingkat motivasi berprestasi setiap siswa berbeda-beda. Siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi tentu berbeda dengan siswa yang motivasi berprestasinya rendah. McClelland (Hawadi, 2006: 87) menyebutkan empat hal yang membedakan tingkat motivasi berprestasi individu, yaitu:

1) Tanggung jawab

Individu dengan motivasi berprestasi tinggi merasa dirinya bertanggung jawab terhadap tugas yang dikerjakannya. Ia akan berusaha untuk menyelesaikan setiap tugas tersebut dengan sebaik-baiknya.

2) Mempertimbangkan Resiko

Individu dengan motivasi berprestasi cenderung mempertimbangkan resiko yang akan dihadapinya. Ia akan memilih tugas dengan derajat kesukaran sedang yang menantang kemampuannya, tetapi masih memungkinkan unuk berhasil menyelesaikannya dengan baik.

3) Memperhatikan Umpan Balik

Pada individu yang motivasi berprestasinya inggi, pemberian umpan balik atas hasil kerja dan usaha yang telah dilakukannya adalah hal yang disukai. Ia akan berusaha melakukan perbaikan hasil kerja yang akan datang.


(40)

25

Individu dengan motivasi berprestasi tinggi cenderung bertindak kreatif, dengan mencari cara baru untuk menyelesaikan tugas dengan seefektif dan seefisien mungkin.

Sardiman (2007: 83) mengemukakan bahwa motivasi yang ada dalam diri individu memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) tekun mengerjakan tugas; (2) ulet menghadapi kesulitan; (3) menunjukkan minat terhadap masalah-masalah yang ada di sekitarnya; (4) lebih senang bekerja mandiri; (5) cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin; (6) dapat mempertahankan pendapatnya; (7) senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.

Sedangkan Djaali dan Pudji (2008: 115) menyatakan bahwa ada enam indikator siswa yang memiliki motivasi berprestasi, yaitu: (1) berusaha unggul; (2) menyelesaikan tugas dengan baik; (3) rasional dalam meraih keberhasilan; (4) menyukai tanangan; (5) menyukai situasi pekerjaan dengan tanggung jawab pribadi, umpan balik, dan resiko tingkat menengah.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, peneliti menggunakan enam karakeristik motivasi berprestasi menurut Sardiman sebagai indikator instrumen penelitian. Indikator, indikator tersebut adalah sebagai berikut.

1) Tekun menghadapi tugas, artinya siswa akan bekerja keras terus menerus dalam waku yang lama dan sungguh-sungguh dalam melakukan aktivitas belajar.

2) Ulet menghadapi kesulitan, artinya siswwa tidak mudah putus asa dan tidak cepat puas dengan prestasi yang telah dicapainya. Siswa akan tetap berusaha mempertahankan dan meningkatkan pretasi yang telah diraihnya.


(41)

26

3) Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah, artinya siswa menunjukkan adanya rasa suka dan senang berpartisipasi dalam memecahkan masalah.

4) Lebih senang bekerja mandiri, artinya siswa akan lebih senang mengerjakan suatu aktivitas tanpa bantuan orang lain.

5) Cepat bosan pada tugas yang rutin, artinya siswa cenderung meyukai tantangan dan cenderung menolak tugas yang rutin.

6) Dapat mempertahankan pendapatnya, artinya siswa cenderung teguh pendirian dan tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu.

d. Fungsi Motivasi Berprestasi

Unuk dapat meraih prestasi diperlukan adanya motivasi berprestasi. Usaha siswa untuk meraih prestasi akan semakin kuat bila terdapat motivasi yang kuat dalam diri siswa. siswa yang berkeinginan untuk mendapatkan nilai yang baik maka akan berusaha belajar dengan sungguh-sungguh unuk mewujudkan keinginannya tersebut. Jadi bisa dikatakan bahwa motivasi mendorong siswa untuk berbuat.

Sehubungan dengan hal tersebut, motivasi memiliki beberapa fungsi, diantaranya seperti yang dikemukakan oleh Hamalik (2008: 161) sebagai berikut:

1) Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan. Tanpa moivasi tidak akan timbul perbuatan seperi belajar. Dalam hal ini, belajar sebagi kegiatan yang berasal dari kesadaran diri sendiri.

2) Sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan kepada pencapaian tujuan yang diinginkan.


(42)

27

3) Sebagai penggerak, arinya besar kecilnya moivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.

Sejalan dengan pendapat Hamalik, Prawira (2013: 321) juga mengemukakan bahwa ada tiga fungsi motivasi, yaitu:

1) Mengarahkan dan mengatur tingkah laku individu

Individu dikatakan memiliki motivasi apabila tingkah lakunya bergerak menuju ke arah tertentu. Dengan adanya motivasi, tingkah laku individu menjadi terarah dan teratur sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Tingkah laku siswa akan lebih terarah dan teratur jika siswa memiliki motivasi dalam dirinya.

2) Menyeleksi tingkah laku individu

Dengan adanya moivasi, individu dapat memilih tingkah laku yang akan dilakukan agar semakin dekat dengan tujuan yang telah ditetapkannya. Siswa dapat memilih tingkah laku atau perbuatan yang akan mengantarkannya pada tujuan yang hendak dicapai.

3) Memberi energi dan menahan tingkah laku individu

Motivasi sebagai daya dorong bagi individu untuk melakukan akivitas terentu. Dengan motivasi individu dapat mempertahankan agar perbuatannya dapat berlangsung terus menerus dalam jangka waktu lama. Maka siswa yang memiliki motivasi dapat terdorong untuk melakukan perbuatan tertentu dan mempertahankannya dalam jangka waktu yang lama.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pada intinya fungsi motivasi berprestasi adalah sebagai pendorong, sebagai penggerak, dan sebagai penyeleksi perbuatan atau tingkah laku siswa dalam mencapai prestasi yang ingin


(43)

28

dicapai oleh siswa. Dengan motivasi, siswa akan terdorong untuk berusaha mewujudkan presatasi. Adanya motivasi berprestasi akan mengantarkan siswa untuk meraih prestasi. Dengan demikian diperlukan upaya secara sinergis antara guru dengan siswa untuk menumbuhkan dan meningkatkan motivasi berprestasi siswa salah satunya pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).

3. Ilmu Pengetahuan Alam

a. Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam

Ilmu Pengetahuan Alam merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan atau Sains yang semula berasal dari bahasa Inggris science. Kata science dalam bahasa Latin berasal dari kata scientia yang berarti saya tahu (Jujun Suriasumantri dalam Trianto, 2010: 136). Sedangkan Ilmu Pengetahuan Alam sendiri merupakan terjemahan kata-kata dalam bahasa Inggris natural science. Science yang berarti ilmu pengetahuan dan natural yang berarti alam. Sehingga Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dapat disebut sebagai ilmu tentang alam atau ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam.

Nash dalam bukunya The Nature of Natural Science (Samatowa, 2011: 3) menyatakan bahwa IPA adalah suatu cara atau metode untuk mengamati alam. Selain itu bahwa cara IPA mengamati dunia ini bersifat analitis, lengkap, cermat, serta menghubungkan antara satu fenomena dengan fenomena yang lain sehingga keseluruhan membentuk suatu prespektif yang baru tentang objek yang diamatinya itu.

IPA sangat berkaitan erat dengan kehidupan dan lingkungan sekitar manusia. IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis


(44)

29

yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia (Samatowa, 2011: 3). Sejalan dengan pendapat tersebut, Trianto (2010: 136) mendefinisikan IPA sebagai suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya. Bundu (2006: 9-10) secara umum mengartikan sains menjadi tiga, yaitu:

1) IPA sebagai produk, berisi kumpulan hasil kegiatan empirik dan analitik yang dilakukan para ilmuwan dalam bentuk fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan teori-teori sains.

2) IPA sebagai proses, yaitu sejumlah keterampilan untuk mengkaji fenomena alam dengan cara-cara tertentu untuk memperoleh ilmu dan pengembangan ilmu itu selanjutnya, melalui pengamatan (observasi), klasifikasi, inferensi, merumuskan hipotesis, melakukan eksperimen, dan sebagainya.

3) IPA sebagai sikap ilmiah, yaitu sikap yang dimiliki para ilmuwan dalam mencari dan mengembangkan pengetahuan baru, misalnya objektif terhadap fakta, hati-hati, beranggung jawab, berhati terbuka, selalu ingin meneliti, dan sebagainya.

Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan suatu mata pelajaran yang membahas tentang alam beserta dengan gejala-gejala alam, yang disusun secara sistemais melalui hasil pengamatan dan percobaan. IPA bukan sekedar kumpulan pengetahuan alam yang dapat dihafal tetapi sebuah proses aktif dalam menggunakan pikiran untuk mempelajari gejala-gejala alam.


(45)

30

b. Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

Berdasarkan Depdiknas (Trianto, 2010: 138) menyebutkan secara khusus fungsi dan tujuan IPA adalah: (1) menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; (2) mengembangkan keterampilan, sikap, dan sikap ilmiah; (3) mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang melek sains dan teknologi; (4) menguasai konsep sains untuk bekal hidup di masyarakat dan melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Dari fungsi dan tujuan tersebut jelas bahwa IPA bukan semata-mata ilmu pengetahuan yang dapat dihafal tetapi mempelajari IPA berarti menggunakan proses berpikir aktif dan mengembangkan nilai-nilai positif dalam diri siswa. Selain itu, pembelajaran IPA senantiasa mengajarkan siswa atas keyakinan bahwa di dunia ini terdapat kekuatan Tuhan yang Mahadahsyat.

Pendapat tersebut didukung oleh tujuan pendidikan IPA di seolah dasar dalam Badan Nasional Standar Pendidikan (Susanto, 2013: 171-172) yaitu: (1) agar siswa memiliki kemampuan memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa; (2) mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari; (3) mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tenang adanya hubungan yang saling memengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat; (4) Mengembangkan keterampilan proses; (5) meningkatkan kesadaran untuk berperan serta melestarikan lingkungan alam; (6) meningkatkan kesadaran untuk mengharagai alam sebagai ciptaan Tuhan; (7) memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar unuk melanjutkan pendidikan ke SMP.


(46)

31

Usaha untuk mencapai tujuan pembelajaran IPA tersebut harus dilakukan dngan cara yang tepat. Dalam hal ini, guru dituntut agar dapat menciptakan suatu kondisi atau lingkungan belajar yang mendukung siswa dalam menemukan pengalaman-pengalaman nyata yang dapat langsung dirasakan oleh siswa. Pembelajaran IPA bukan semata-mata memindahkan pengetahuan guru kepada siswa, tetapi pembentukan pengetahuan siswa dengan bekal pengetahuan awal yang menanti untuk diperkaya dan diberdayakan.

Pembelajaran IPA juga memegang peran penting dalam menanamkan sikap positif pada siswa. Pembentukan sikap, watak, dan cara berpikir siswa akan menjadi sasaran uama dalam membentuk pribadi siswa. Berdasarkan penjelasan tersebut, guru sebagai fasilator sebaiknya mampu bukan hanya mentransfer ilmu pengetahuan kepada siswa tetapi juga menanamkan karakteristik baik dalam diri siswa. Salah satu karakter tersebut adalah rasa percaya diri. Guru juga perlu membimbing serta memotivasi siswa agar mereka mampu berprestasi di sekolah terkait mata pelajara IPA.

4. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar

Proses pembelajaran sebaiknya disesuaikan dengan tahap perkembagan siswa. Siswa sekolah dasar pada umumnya berusia 6 sampai 12 tahun. Dilihat dari perkembangannya, karakteristik siswa sekolah dasar berada pada masa kanak-kanak akhir. Izzaty (2013:103) menyebutkan bahwa masa kanak-kanak-kanak-kanak akhir sering disebut sebagai masa usia sekolah atau masa sekolah dasar. Lebih lanjut Izzaty (2013: 103-112) membagi masa kanak-kanak akhir sebagai berikut.


(47)

32 a. Perkembangan fisik

Pertumbuhan fisik cenderung lebih sabil atau tenang sebelum memasuki masa remaja yang perumbuhannya begitu cepat. Masa yang tenang ini diperlukan oleh anak unuk belajar berbagai kemampuan akademik. Anak menjadi lebih tinggi, lebih berat, lebih kuat serta belajar berbagai keterampilan. Perumbuhan fisik tersebut bervariasi anara anak yang satu dengan yang lain. Peran kesehatan dan gizi sangat penting dalam perumbuhan dan perkembangan anak.

b. Perkembangan kognitif

Anak mulai memasuki tahap operasi konkret, dimana anak dapat melakukan banyak pekerjaan pada tingkat yang lebih tinggi. Pemahamannya tentang konsep ruangan, kausalitas, kategorisasi, konversi, dan penjumlahan lebih baik. Pada masa ini anak sudah dapat memecahkan masalah-masalah yang bersifat konkret. Anak sudah lebih mampu berfikir, belajar mengingat, dan berkomunikasi, karena proses kognitifnya tidak lagi egoisentris, dan lebih logis.

c. Perkembangan bahasa

Perkembangan bahasa anak terus meningkat pada masa ini. Pada masa ini, perkembangan bahasa nampak pada perubahan perbendaharaan kata dan tata bahasa. Mereka belajar untuk dapat memilih kata yang tepat untuk penggunaan tertentu. Anak juga mulai belajar menggunakan bahasa yang baik untuk berkomunikasi.

d. Perkembangan bicara

Anak belajar bagaimana berbicara dengan baik dalam berkomunikasi dengan orang lain. Anak mulai menyadari bahwa komunikasi yang bermakna tidak dapat


(48)

33

dicapai bila anak tidak mengerti apa yang dikatakan. Pada masa ini anak bicara lebih terkendali dan terseleksi. Anak menggunakan kemampuan bicara sebagai bentuk komunikasi, bukan semata-mata sebagai benuk latihan verbal.

e. Perkembangan moral

Perkembangan moral ditandai dengan kemampuan anak memahami aturan, norma, dan etika yang berlaku di masyarakat. Perkembangan moral terlihat dari perilaku moralnya di masyarakat yang menunjukkan kesesuaian dengan nilai dan norma masyarakat. Perkembangan moral ini dipengaruhi oleh pola asuh orang tua dan perilaku orang-orang disekitarnya.

f. Perkembangan emosi

Emosi anak berkembang seiring dengan berkembangnya interaksi dengan teman sebaya dan juga teman sekolah. Anak mulai belajar bahwa ungkapan emosi yang kurang baik tidak diterima oleh teman-temannya. Anak belajar mengendalikan ungkapan-ungkapan emosi yang kurang dapat diterima seperti amarah, menyakii perasaan teman, manakut-nakuti, dan sebagainya.

g. Perkembangan sosial

Perkembangan emosi tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan sosial, yang disebut sebagai perkembangan tingkah laku sosial. Dunia sosio-emosional anak menjadi semakin kompleks dan berada pada masa ini. Interaksi dengan keluarga dan teman sebaya memiliki peran penting. Sekolah dan hubungan dengan guru menjadi hal yang penting dalam hidup anak.


(49)

34

Senada dengan pendapat di atas, Lie (2004: 65-66) juga menyatakan bahwa karakteristik siswa sekolah dasar yang berada pada usia sekitar 6 sampai 12 tahun dilihat dari perkembangannya, yaitu sebagai berikut.

a. Perkembangan kognitif

Daya konsentrasi anak usia sekolah dasar sudah meningkat. Anak bisa berpikir dan berimajinasi dengan lebih baik serta membentuk sistem logika. Selain itu, anak mampu membedakan sudut paandangnya dengan anak lain dan mengkoordinasi perbedaan tersebut dengan melihat persamaannya.

b. Perkembangan sosial

Dilihat dari segi sosial, anak mulai menyadari bahwa hidup bukan hanya untuk bermain, ia belajar untuk bekerja sama dengan anak lain. Ia ingin memiliki apa yang dimiliki anak lain atau ingin melakukan apa yang anak lain bisa lakukan jika tidak dia akan merasa rendah diri.

c. Perkembanagan moral

Anak menilai moral yang baik adalah yang dapat menyenangkan atau membanu orang lain. Anak berusaha melakukan hal yang disukai orang di sekitarnya dengan maksud untuk mencari persetujuan tentang apa yang baik atau tidak baik untuk dilakukan. Pada masa ini, anak akan menghormati orang tua dan gurunya serta cenderung untuk tidak menentang terhadap apa yang dinilainya wajar.

Berdasarkan pendapat di atas, tampak bahwa siswa sekolah dasar yang berada pada kisaran usia 6 sampai 12 tahun memiliki karakteristik yang terbagi dalam berbagai dimensi perkembangan. Dengan memperhatikan hal tersebut, guru tidak hanya bertugas untuk mengajarkan ilmu pengetahuan tetapi berkewajiban


(50)

35

juga untuk melayani kebutuhan siswa secara menyeluruh, mengembangkan minat dan bakat, meningkatkan kemampuan yang ada dalam diri siswa, dan menumbuhkan motivasi berprestasinya. Siswa membutuhkan bantuan orang-orang terdekat seperti orang tua dan guru dalam membimbing dan memberikan motivasi pada mereka. Selain itu siswa juga perlu dibiasakan untuk selalu percaya diri akan kemampuan yang dimilikinya sehingga memotivasi siswa dalam setiap proses pembelajaran serta pencapaian prestasinya.

5. Hubungan Rasa Percaya Diri dengan Motivasi Berprestasi Siswa

Rasa percaya diri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keyakinan yang dimiliki oleh individu akan kemampuan diri sendiri terhadap setiap keinginan atau tujuan yang hendak dicapai. Rasa percaya diri penting dimiliki oleh setiap siswa, karena tanpa rasa percaya diri mereka akan sulit mencapai prestasi belajar. Hal tersebut didukung oleh pendapat Salirawati (2012: 218) yang menyatakan bahwa rasa percaya diri dibutuhkan siswa untuk mencapai prestasi belajar yang optimal, hal ini dikarenakan dalam setiap tahapan proses pembelajaran, siswa seringkali harus mengeluarkan pendapat, menjawab pertanyaan guru, tampil presentasi ke depan, mengerjakan tugas atau soal secara mandiri, dan sebagainya. Semua aktivitas tersebut tidak dapat dilakukan jika siswa tidak memeiliki keyakinan akan kemampuannya sendiri.

Pendapat lain, Surya (2003: 49) meyatakan bahwa sumber energi yang membangkitkan dorongan berprestasi dari dalam diri anak adalah rasa percaya diri. Dorongan atau motivasi yang ada dalam diri siswa akan berkembang beriringan dengan rasa percaya diri yang tumbuh dalam diri siswa itu sendiri. Menurut Apollo


(51)

36

(Hamdan, 2009) bahwa siswa yang mempunyai motivasi berpresasi tinggi menunjukkan rasa percaya diri yang tinggi di sekolah. Sebaliknya, siswa yang mempunyai motivasi berprestasi yang rendah akan kesulitan dalam mengatur diri, hubungan interpersonal dengan teman sebaya di sekolah, kurang suka bergaul, tertekan, kecemasan dan pesimisme terhadap masa depan.

Dari beberapa pendapat tersebut dapat diketahui bahwa rasa percaya diri terkait erat dengan motivasi berprestasi. Rasa percaya diri berperan sebagai kyakinan dalam diri siswa akan kemampuan-kemampuan yang dimiliki. Siswa yang memiliki rasa percaya diri yang kuat dengan yakin bahwa ia mampu meraih tujuan yang telah ia tetapkan akan membangkitkan moivasi siswa untuk mencapai tujuannya tersebut.

B. Kajian Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat hubungan rasa percaya diri dengan motivasi berprestasi. Hamdan melalui penelitiannya pada tahun 2009 dengan judul Hubungan Antara Kepercayaan Diri dengan Motivasi Berprestasi Pada Siswa SMUN 1 Setu Bekasi mengatakan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara kepercayaan diri dengan motivasi berprestasi. Hal ini dibuktikan dengan koefisien korelasi Pearson (r) yang diperoleh sebesar 0,525 dengan nilai sig. (1-tailed) sebesar 0,000, dimana apabila kepercayaan diri semakin tinggi maka akan semakin tinggi pula motivasi berprestasi dari siswa SMUN 1 Setu Bekasi dan sebaliknya, semakin rendah kepercayaan diri maka akan semakin rendah pula motivasi berprestasi dari siswa.


(52)

37

Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Mita Ch. Tatuh pada tahun 2012 dengan judul Hubungan Antara Kepercayaan Diri dengan Motivasi Berprestasi pada Siswa di SMA Negeri 1 Salatiga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara kepercayaan diri dan motivasi berprestasi yang dibuktikan dengan perolehan koefisiensi korelasi (r) 0,278 dengan P < 0,05. Hal ini berarti bahwa kepercayaan diri siswa yang tinggi akan diikuti dengan motivasi berprestasi yang tinggi pula.

Berdasarkan dua penelitian sebelumnya mengenai hubungan antara rasa percaya diri dengan motivasi berprestasi siswa didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antar dua variabel tersebut. Namun, kedua penelitian tersebut dilaksanakan pada siswa yang berada di bangku SMA. Karakteristik siswa SMA tentu saja berbeda dengan karaktersitik siswa sekolah dasar, sehingga peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana hubungan rasa percaya diri dengan motivasi berprestasi siswa yang duduk di bangku sekolah dasar.

C. Kerangka Pikir

Motivasi berprestasi merupakan dorongan pada diri seseorang untuk melakukan aktivitas dengan semaksimal mungkin untuk mencapai hasil dengan predikat unggul. Motivasi berprestasi dapat menggerakkan, mengarahkan, dan memperkuat tingkah laku siswa dalam mencapai tujuan yaitu prestasi yang bagus dalam setiap pembelajaran. Namun, seringkali guru mengabaikan hal tersebut. Motivasi berprestasi siswa kurang ditumbuhkan dalam proses pembelajaran. Hal tersebut ditandai dengan keterlibatan siswa yang kurang aktif dalam proses


(53)

38

pembelajaran. Siswa masih sulit mengemukakan pendapat, bertanya kepada guru, atau pun mengerjakan soal di depan kelas atas kesadaran sendiri. Guru sebagai fasilitator dan pembimbing hendaknya bisa menumbuhkan motivasi berprestasi siswa yaitu dengan melatih siswa untuk percaya diri, mengembangkan kemampuan yang dimiliki, membiasakan siswa berpikir kritis, dan melibatkan siswa secara aktif dalam setiap proses pembelajaran.

Salah satu mata pelajaran yang harus dikuasai siswa adalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang materinya dekat dengan siswa. Proses pembelajaran dalam IPA memungkinkan siswa memiliki pengalaman melalui proses menemukan dan mempelajari tentang diri sendiri dan lingkungan sekitar serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Siswa selaku subjek pembelajaran sangat memengaruhi kualitas proses pembelajaran. Apabila siswa merasa senang dan termotivasi untuk belajar, maka proses pembelajaran yang dilakukan akan mendapat hasil yang optimal. Aktivitas yang dilakukan dan nilai-nilai yang dibentuk dalam pembelajaran IPA membuat siswa merasa berarti di kelas dan memicu terbentuknya rasa percya diri. Siswa selaku subjek pembelajaran sangat memengaruhi kualitas proses pembelajaran.

Rasa percaya diri merupakan keyakinan yang ada dalam diri seseorang atas segala kemampuan dan kelebihan yang dimiliki guna mencapai tujuan atau memecahkan permasalahan yang sedang dihadapi. Dalam hal ini, rasa percaya diri dapat mendorong siswa mencapai tujuan pembelajaran. Siswa yang yakin atas kemampuan dan kelebihan yang dimiliki berusaha meraih apa yang menjadi tujuannya sehingga timbullah motivasi siswa dalam mencapai tujuannya tersebut.


(54)

39

Apabila siswa memiliki tujuan untuk mendapatkan prestasi yang bagus dalam pembelajaran dan ia yakin akan kemampuan yang dimiliki untuk meraih tujuan tersebut maka akan tumbuh motivasinya dalam berprestasi.

Berdasarkan paparan tersebut, dapat dinyatakan bahwa semakin tinggi rasa percaya diri siswa, maka akan semakin tinggi motivasi berprestasi yang akan dicapai. Dengan kata lain, terdapat hubungan yang positif antara rasa percaya diri dengan motivasi berprestasi siswa terutama pada mata pelajaran IPA kelas V di sekolah dasar. Berikut hubungan antarvariabel yang tunjukkan pada gambar 1.

Gambar 1. Hubungan antarvariabel

D. Hipotesis Penelitian

Sugiyono (2012: 96), mengatakan bahwa hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Berdasarkan deskripsi teori dan

Rasa Percaya Diri (X) 1. Keyakinan

kemampuan diri 2. Optimis

3. Objektif 4. Bertanggung

jawab

5. Rasional dan realistis

Motivasi Berprestasi IPA (Y)

1. Tekun mengerjakan tugas 2. Ulet menghadapi

kesulitan

3. Menunjukkan minat terhadap masalah-masalah 4. Lebih senang bekerja

mandiri

5. Cepat bosan pada tugas yang rutin

6. Dapat mempertahankan pendapatnya


(55)

40

kerangka berpikir di atas, maka dirumuskan hipotesis dalam penelitian sebagai berikut:

1. Hipotesis alternatif (Ha): terdapat hubungan positif dan signifikan antara rasa percaya diri dengan motivasi berprestasi siswa pada mata pelajaran IPA kelas V sekolah dasar gugus 5 kecamatan Pengasih, kabupaten Kulon Progo.

2. Hipotesis nihil (Ho): tidak ada hubungan positif dan signifikan antara rasa percaya diri dengan motivasi berprestasi siswa pada mata pelajaran IPA kelas V sekolah dasar gugus 5 kecamatan Pengasih, kabupaten Kulon Progo.


(56)

41 BAB III

METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui hubungan rasa percaya diri dengan motivasi berprestasi siswa pada mata pelajaran IPA kelas V sekolah dasar se-gugus 5 Kecamatan Pengasih Kabupaten Kulon Progo. Penelitian ini merupakan penelitian ex post facto dengan pendekatan kuantitatif. Menurut Sugiyono (2012: 14) penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

B. Variabel Penelitian

Sugiyono (2012: 61) mendefinisikan variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Kerlinger (Sugiyono 2012: 61) menyatakan bahwa variabel adalah konstrak (constructs) atau sifat yang akan dipelajari. Kerlinger juga menjelaskan bahwa variabel dapat dikatakan sebagai suatu sifat yang diambil dari suatu nilai yang berbeda (different values).

Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa variabel adalah atribut atau sifat yang bervariasi antara satu unsur dan unsur yang lainnya yang


(57)

42

menjadi pokok perhatian dalam penelitian. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Variabel bebas, yaitu variabel yang mempengaruhi variabel lain (variabel terikat). Sebagai variabel bebas dalam penelitian ini adalah rasa percaya diri. 2. Variabel terikat, yaitu variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat dari variabel bebas. Sebagai variabel terikat dalam penelitian ini adalah motivasi berprestasi siswa pada mata pelajaran IPA.

C. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di sekolah dasar se-gugus 5 kecamatan Pengasih, kabupaten Kulon Progo. Terdapat tujuh sekolah dasar yang termasuk gugus 5 kecamatan Pengasih. Adapun rincian tujuh sekolah dasar tersebut dapat dilihat pada tabel 1 berikut.

Tabel 1. Daftar Nama dan Alamat Sekolah No. Nama Sekolah Alamat Sekolah

1. SD N 2 Pengasih Jl. KRT Kertodiningrat, Margosari, Pengasih 2. SD N 1 Kalipetir Kalisoka, Margosari, Pengasih

3. SD N 2 Kalipetir Cumetuk, Kedungsari, Pengasih 4. SD N 3 Kalipetir Kedungsongo, Kedungsari, Pengasih 5. SD N Margosari Kembang, Margosari, Pengasih

6. SD Kanisius Milir Jl. Milir-Panjatan, Kedungsari, Pengasih 7. SD Bopkri Kalinongko Kalinongko, Kedungsari, Pengasih

2. Waktu Penelitian


(58)

43 D. Populasi dan Sampel

1. Populasi Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/ subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2012: 117). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V di sekolah dasar gugus 5 kecamatan Pengasih, kabupaten Kulon Progo yaitu sebanyak 113 siswa. Berikut ini daftar nama sekolah dan jumlah siswa yang dijadikan populasi yang disajikan pada tabel 2.

Tabel 2. Daftar Jumlah Siswa Kelas V SD se-Gugus 5 Kecamatan Pengasih

No. Nama Sekolah Jumlah Siswa

1. SD N 2 Pengasih 28

2. SD N 1 Kalipetir 13

3. SD N 2 Kalipetir 26

4. SD N 3 Kalipetir 14

5. SD N Margosari 25

6. SD Kanisius Milir 5

7. SD Bopkri Kalinongko 2

Jumlah Total 113

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiiki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2012: 118). Teknik pengumpulan sampel yang digunakan adalah proportional random sampling karena anggota sampel dari setiap wilayah populasi diambil secara acak sebanding dengan jumlah subjek dari setiap wilayah. Arikunto (2010: 116) mengatakan bahwa untuk memperoleh sampel yang representatif, pengambilan sampel dari setiap wilayah ditentukan seimbang atau sebanding dengan banyaknya subjek dalam masing-masing wilayah.


(59)

44

Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD gugus 5 kecamatan Pengasih yang masing-masing SD diambil sampelnya. Perhitungan jumlah sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus slovin dengan eror sampling sebesar 5% yaitu sebagai berikut.

Rumus Slovin :

Keterangan : n = jumlah sampel N = jumlah populasi e = eror sampling

Jumlah sampel untuk penelitian ini adalah : � =1 + � �

� = 113

1+113(0,05)2 � =1+113(0,0025)113 � =1+0,282113

� =1,282113 = 88,1 ≈ 88

Dengan demikian didapatkan sampel sebanyak 88 siswa dengan populasi sebanyak 113. Adapun rincian sekolah dan jumlah siswa yang dijadikan sampel dapat dilihat pada tabel 3 berikut.


(60)

45

Tabel 3. Daftar Nama SD yang Siswanya Menjadi Sampel.

No. Nama Sekolah Sampel Jumlah

1. SD N 2 Pengasih 28

113× 88 =21,8 ≈ 22

22

2. SD N 1 Kalipetir 13

113× 88 =10,1 ≈ 10

10

3. SD N 2 Kalipetir 26

113× 88 =20,2 ≈ 20

20

4. SD N 3 Kalipetir 1

113× 88 = 10,9 ≈ 11

11

5. SD N Margosari 25

113× 88 = 19,4 ≈ 19

19 6. SD Kanisius Milir

113× 88 = 3,9 ≈ 4

4 7. SD Bopkri Kalinongko 2

113× 88 = 1,6 ≈ 2

2

Jumlah Sampel 88

E. Definisi Operasional Variabel

1. Rasa percaya diri merupakan keyakinan dalam diri individu atas segala kemampuan dan kelebihan yang dimiliki untuk mencapai tujuan. Individu yang memiliki rasa percaya diri akan yakin pada kemampuan diri, optimis, objektif, bertanggung jawab, serta rasinonal dan realistis.

2. Motivasi berprestasi merupakan dorongan dalam diri individu untuk tekun mengerjakan tugas, ulet menghadapi kesulitan, menunjukkan minat terhadap masalah-masalah yang ada disekitarnya, lebih senang bekerja mandiri, cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin, dan dapat mempertahankan pendapatnya sehingga dapat mencapai prestasi yang telah ditetapkan oleh dirinya.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam melaksanakan penelitian agar data yang diperoleh objekif dan


(61)

46

dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Teknik yang digunakan untuk pengambilan data pada penelitian ini adalah skala psikologi. Menurut Azwar (2015: 6), skala psikologi adalah alat ukur untuk mengungkapkan aribut non-kognitif, khususnya yang disajikan dalam format tulis. Peneliti menggunakan skala psikologi untuk memperoleh data tentang rasa percaya diri dan motivasi berprestasi siswa pada mata pelajaran IPA.

G. Instrumen Penelitian

Sugiyono (2012: 148) menyebutkan bahwa intrumen penelitian adalah alat ukur yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala psikologi. Skala psikologi dalam penelitian ini meliputi skala rasa percaya diri siswa dan skala motivasi berprestasi siswa pada mata pelajaran IPA. Adapun langkah-langkah penyusunan insrumen penelitian adalah sebagai berikut.

1. Perencanaan dan Penulisan Butir Soal a. Instrumen rasa percaya diri

1) Tujuan

Insrumen ini bertujuan unuk mengetahui dan memperoleh data tentang rasa percaya diri yang ada dalam diri siswa.

2) Indikator

Berdasarkan definisi operasional variabel rasa percaya diri, diperoleh indikator: (a) keyakinan kemampuan diri, (b) optimis, (c) objektif, (d) bertanggung jawab, (e) rasinonal dan realistis.


(62)

47 3) Kisi-kisi

Tabel 4. Kisi-kisi Instrumen Rasa Percaya Diri

Indikator Sub Indikator Nomor Butir Jumlah Favorable Unfavorable

Keyakinan kemampuan diri

Yakin terhadap kemampuan sendiri

1, 2 5, 6 4

Bersungguh-sungguh terhadap pekerjaan

3, 4 7, 8 4

Tidak bergantung pada orang lain

9, 10 11, 12 4

Optimis Berpandangan positif terhadap segala sesuatu

13, 14 17 3

Berpandangan baik pada kemampuannya

15, 16 18, 19 4

Objektif Memandang permasalahan sesuai kebenarannya

20, 21 22 3

Bertanggung jawab

Bersedia menanggung resiko dari perbuatannya

23, 24 26, 27 4

Berani

mempertanggungjawabkan perbuatannya

25 28, 29 3

Rasional dan Realistis

Memandang permasalahan sesuai dengan akal sehat

30 33 2

Memandang suatu masalah sesuai dengan kenyataan

31, 32 34 3

Jumlah Soal 18 16 34

b. Instrumen motivasi berprestasi IPA 1) Tujuan

Instrumen ini berujuan untuk mengetahui dan memperoleh data tentang motivasi berprestasi siswa.

2) Indikator

Berdasarkan definisi operasional variabel motivasi berprestasi, diperoleh indikator: (a) tekun mengerjakan tugas, (b) ulet menghadapi kesulitan, (c) menunjukkan minat terhadap masalah-masalah yang ada disekitarnya, (d) lebih senang bekerja mandiri,


(63)

48

(e) cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin, (f) dapat mempertahankan pendapatnya.

3) Kisi-kisi

Tabel 5. Kisi-kisi Instrumen Motivasi Berprestasi IPA

Indikator Sub Indikator Nomor Butir Jumlah Favorable Unfavorable

Tekun mengerjakan tugas

Bekerja keras dalam waktu yang lama

1, 2 3, 4 4

Bersungguh-sungguh dalam belajar

5, 6 7 3

Ulet menghadapi kesulitan

Tidak mudah putus asa 8, 9 10, 11 4 Tidak cepat puas

dengan prestasi yang telah dicapai

12, 13 14 3

Menunjukkan minat terhadap masalah-masalah

Suka dengan aktivitas atau masalah tertentu

15, 16 17, 18 4

Berpartisipasi dalam memecahkan masalah

19, 20 21 3

Lebih senang bekerja mandiri

Senang mengerjakan suatu aktivitas tanpa bantuan orang lain

22, 23 24 3

Cepat bosan pada tugas yang rutin

Menyukai tantangan 25, 26 27, 28 4 Menolak tugas yang

rutin

29, 30 31 3

Dapat

mempertahankan pendapatnya

Teguh pendirian dan tidak mudah melepas hal yang diyakini itu

32, 33 34, 25 4

Jumlah Soal 20 15 35

2. Penyusunan dan Penyuntingan Item

Setelah merumuskan kisi-kisi butir, selanjutnya menyusun item-item butir. Penulisan butir menggunakan bahasa sederhana yang mudah dipahami siswa. setelah itu, penyusunan butir dilengkapi dengan petunjuk pengisian.

3. Penyekoran Instrumen

Pemberian skor dalam penelitian ini menggunkan skala Likert, yaitu dengan memberikan skor secara bertingkat sesuai dengan jawaban yang diberikan


(64)

49

responden. Responden dianjurkan memilih satu jawaban dari beberapa pilihan jawaban dengan memberi tanda centang. Pemberian skor setiap pilihan jawaban menggunakan pedoman sebagai berikut.

a. Pernyataan favorable

Pernyataan favorable mengandung makna bahwa pernyataan yang mendukung variabel. Dalam pernyataan favorable pilihan selalu bernilai 4, pilihan sering bernilai 3, pilihan kadang-kadang bernilai 2, dan pilihan tidak pernah bernilai 1. b. Pernyataan unfavorable

Pernyataan unfavorable mengandung makna bahwa pernyataan yang menentang variabel. Dalam pernyataan unfavorable pilihan selalu bernilai 1, pilihan sering bernilai 2, pilihan kadang-kadang bernilai 3, dan pilihan tidak pernah bernilai 4.

H. Uji Coba Instrumen

Sebelum instrumen digunakan, perlu dilaksanakan uji coba dengan maksud untuk mengetahui tingkat validitas dan reliabilitas instrumen. Instrumen yang valid dan reliabel merupakan syarat untuk mendapatkan hasil penelitian yang valid dan reliabel.

1. Uji Validitas Instrumen

Uji validitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah instrumen yang digunakan dapat mengukur apa yang seharusnya diukur dengan akurat dan teliti (Azwar, 2015: 10). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pengujian validitas isi yaitu pendapat dari ahli (experts judgement). Instrumen yang telah disusun dengan indikator dari teori tertentu yang menghasilkan butir-butir soal perlu


(65)

50

dikonsultasikan dengan ahli. Sehingga dapat diketahui apakah instrumen tersebut dapat digunakan tanpa perbaikan, ada perbaikan, atau mungkin diperbaiki total.

Langkah selanjutnya menguji kualitas butir secara empiris. Uji Coba dilakukan pada 30 siswa kelas V dari SD Negeri 1 Janturan dan SD Negeri 2 Janturan, Pengasih, Kulon Progo dengan cara analisis daya beda butir. Cara untuk menenukan validitas butir soal dengan mencari daya beda yaitu menggunakan korelasi product moment pearson. Perhitungan dilakukan dengan bantuan program

SPSSfor windows versi 23. Setiap butir dinyatakan valid apabila nilai r ≥0,3. Jadi jika nilai r kurang dari 0,3 maka butir dalam instrumen tersebut dinyatakan tidak valid.

a. Uji coba instrumen skala rasa percaya diri

Skala rasa percaya diri memiliki total pernyataan sebanyak 34 butir. Setelah dilakukan uji coba instrumen, terdapat 23 butir yang layak digunakan sebagai instrumen penelitian dan 11 butir pernyataan yang gugur. Hasil pengujian serta tabel distribusi butir layak dan gugur pada instrumen rasa percaya diri dapat dilihat pada lampiran.

b. Uji coba instrumen skala motivasi berprestasi siswa

Skala motivasi berprestasi siswa memiliki total pernyataan sebanyak 35 butir. Setelah dilakukan uji coba instrumen, terdapat 29 butir yang layak digunakan sebagai instrumen penelitian dan 6 butir pernyataan yang gugur. Hasil pengujian serta tabel distribusi butir layak dan gugur pada instrumen motivasi berprestasi siswa dapat dilihat pada lampiran.


(1)

127


(2)

128


(3)

129


(4)

130


(5)

131


(6)

132