HUBUNGAN KECERDASAN INTERPERSONAL DENGAN INTRAKSI TEMAN SEBAYA SISWA KELAS V SDN SE-KECAMATAN PENGASIH KABUPATEN KULON PROGO.

(1)

HUBUNGAN KECERDASAN INTERPERSONAL DENGAN INTERAKSI TEMAN SEBAYA SISWA KELAS V SD NEGERI SE-KECAMATAN

PENGASIH KABUPATEN KULON PROGO

TUGAS AKHIR SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana

Pendidikan

Oleh Qoniatuzzahroh NIM 13108241174

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2017


(2)

HUBUNGAN KECERDASAN INTERPERSONAL DENGAN INTRAKSI TEMAN SEBAYA SISWA KELAS V SDN SE-KECAMATAN

PENGASIH KABUPATEN KULON PROGO Oleh :

Qoniatuzzahroh NIM 13108241174

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pentingnya memiliki kecerdasan interpersonal dalam melakukan interaksi sosial khususnya dengan teman sebaya. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar hubungan antara kecerdasan interpersonal dengan interaksi teman sebaya siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Pengasih Kabupaten Kulon Progo.

Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode ex-post facto. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Pengasih Kabupaten Kulon Progo yang berjumlah 585 siswa dengan sampel penelitian berjumlah 237 siswa yang diambil secara acak dengan menggunakan rumus Slovin. Teknik pengumpulan data menggunakan sakla untuk mengumpulkan data kecerdasan interpersonal dan interaksi teman sebaya. Instrumen penelitian ini diujicobakan kepada 30 siswa. Uji validitas instrumen menggunakan validitas isi dan validasi konstruk dengan teknik expert judgement, sedangkan untuk mencari daya beda menggunakan rumus korelasi product moment. Reabilitas instrumen menggunakan rumus Alpha Cronbach. Uji prasyarat analisis yang dilakukan adalah uji linearitas dan uji normalitas. Analisis data menggunakan korelasi product moment.

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa besar nilai korelasi antara variabel kecerdasan interpersonal dengan variabel interaksi teman sebaya siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Pengasih Kabupaten Kulon Progo sebesar 0,710. Besarnya nilai korelasi tersebut menunjukkan bahwa tingkat hubungan antara variabel kecerdasan interpersonal dengan variabel interaksi teman sebaya termasuk dalam kategori kuat. Dari hasil penelitian, diperoleh R square sebesar 0,504. Sumbangan efektif variabel kecerdasan interpersonal terhadap interaski teman sebaya sebesar 50,4%, sisanya sebesar 49,6% ditentukan oleh variabel lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini.


(3)

CORELATION OF INTERPERSONAL INTELLIGENCE WITH PEER INTERACTIONS OF THE FIFTH GRADE STUDENTS ALL OF

STATE ELEMENTARY SCHOOL PENGASIH SUBDISTRICT KULON PROGO DISTRICT

By: Qoniatuzzahroh NIM 13108241174

ABSTRACT

This research is backrounded by the importance has Interpersonal intelligence in social interaction espescially with friends of the same age. therefore, the purpose of this research is to determine how much the correlation of interpersonal intelligence with peer interactions at the fifth grade of the elemantary school of Pengasih district, Kulon Progo.

This research used quantitative approach with ex-post facto research type. The population in this research is all fifth grade students in Pengasih District, Kulon Progo totaling 585 students with 237 samples who is taken randomly used Slovin formula. The technique for collected Interpersonal intelligence data and peer interactions is scale. Research instrumen was tried by 30 students. the validity test that had been used is content validity and construct validity with expertjudgement technique, used correlation product moment formula to search the power differences.Intrument reliability that had been used is alpha cronbach formula. The analysis techniques that had been used is the normality test and the linearity test. Data analysis had been used is product moment correlation

The result of the research shown that the value between intrerpersonaln intellegence with peer interactions at the fifth grade of the elementary school of Pengasih district Kulon Progo regency is 0.710. the correlation value shows that correlation level between peer interactions is in strong category. Based on the result of the research, R square is 0,504. Effective cotribution of Interpersonal intelligence variable to interaction friend of the same age is 50,4%, and the rest 49,6% is determined by the other variable which did not discussed in this research.


(4)

(5)

(6)

(7)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Tugas akhir skripsi ini peneliti persembahkan untuk:

1. Orang tua tercinta, bapak Zainuddin dan ibu Nurul Habibah 2. Almamater Universitas Negeri Yogyakarta


(8)

KATA PENGATAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan berkat, rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapat gelar Sarjana Pendidikan dengan judul “Hubungan Kecerdasan Interpersonal dengan Interaksi Teman Sebaya Siswa Kelas V SD Negeri se- Kecamatan Pengasih Kabupaten Kulon Progo”. Tugas akhir skripsi ini dapat selesai tidak lepas dari bantuan dan kerjasama dengan pihak lain. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak, yaitu sebagai berikut:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan pada peneliti untuk menyelesaikan studi pada program studi S1 PGSD FIP UNY.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta atas ijin bimbingan yang telah diberikan untuk melakukan bimbingan.

3. Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar beserta dosen dan staf yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama proses penyusunan pra proposal sampai dengan selesainya TAS ini. 4. Dr. Anwar Senen, M.Pd. selaku Dosesn Pembimbing TAS yang telah banyak

memberikan semangat, dorongan, dan bimbingan selama penyusunan Tugas Akhir Skripsi

5. Aprilia Tina Lidyasari, M.Pd. selaku validator instrumen penelitian TAS yang memberikan saran/masukan perbaikan sehingga penelitian TAS dapat terlaksana sesuai tujuan.

6. Keluarga besar SD Negeri se-Kecamatan Pengasih Kabupaten Kulon Progo yang telah memberikan izin, dukungan, kemudahanan kepada peneliti sehingga penelitian dapat terlaksana dengan baik.


(9)

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

SURAT PERNYATAAN... iv

LEMBAR PERSETUJUAN... v

LEMBAR PENGESAHAN ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Batasan Masalah ... 8

D. Rumusan Masalah ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Interaksi Teman Sebaya... 11

1. Pengertian Interaksi Teman Sebaya ... 11

2. Peran Teman Sebaya ... 14

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hubungan Teman Sebaya ... 17

4. Dampak Hubungan Teman Sebaya ... 19

B. Kecerdasan Interpersonal ... 24

1. Pengertian Kecerdasan Interpersonal ... 24

2. Karakteristik Kecerdasan Interpersonal ... 26

3. Aspek-aspek Kecerdasan Interpersonal ... 28

4. Strategi Pengembangan Kecerdasan Interpersonal ... 34

C. Hubungan Kecerdasan Interpersonal dengan Interaksi Teman Sebaya ... 38

D. Karakteristik Anak Sekolah Dasar Kelas V ... 40

1. Karakteristik Anak Sekolah Dasar ... 41

2. Sifat Khas Anak Sekolah Dasar Kelas V ... 44

E. Kajian Penelitian yang Relevan ... 45

F. Kerangka Pikir ... 46


(11)

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ... 50

B. Waktu dan tempat ... 50

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 51

1. Populasi ... 51

2. Sampel ... 51

D. Desain Penelitian ... 53

E. Metode Pengumpulan Data ... 54

F. Instrumen Penelitian ... 55

1. Skala Kecerdasan Interpersonal ... 55

2. Skala Interaksi Teman Sebaya ... 57

G. Uji Coba Instrumen ... 59

1. Uji Validitas Instrumen ... 59

2. Uji Reliabilitas Instrumen ... 62

H. Teknik Analisis Data ... 63

1. Uji Prasyarat Analisis ... 63

2. Uji Hipotesis ... 65

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 70

1. Variabel Kecerdasan Interpersonal ... 70

2. Variabel Interaksi Teman Sebaya ... 75

B. Teknik Analisis Data ... 80

1. Teknik Analisis Data ... 80

2. Uji Hipotesis ... 82

C. Pembahasan ... 84

1. Kecerdasan Interpersonal ... 84

2. Interaksi Teman Sebaya ... 86

3. Hubungan Kecerdasan Interpersonal dengan Interaksi Teman Sebaya ... 88

D. Keterbatasan Penelitian ... 90

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 91

B. Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 94


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kisi-kisi Skala Kecerdasan Interpersonal ... 56

Tabel 2. Skor Alternatif Positif ... 57

Tabel 3. Skor Alternatif Negatif... 57

Tabel 4. Kisi-kisi Skala Interaksi Teman Sebaya ... 58

Tabel 5. Skor Alternatif Positif ... 58

Tabel 6. Skor Alternatif Negatif... 58

Tabel 7. Distribusi Butir Layak dan Gugur Skala Kecerdasan Interpersonal 61

Tabel 8. Distribusi Butir Layak dan Gugur Skala Interaksi Teman Sebaya .. 62

Tabel 9. Tingkat Keandalan Cronbach‟s Alpha ... 63

Tabel 10. Hasil Pengujian realbilitas Variabel Penelitian ... 63

Tabel 11. Rumus Klasifikasi Kecenderungan Variabel Penelitian ... 64

Tabel 12. Pedoman Memberikan Interpretasi terhadap Koefisien Korelasi .... 67

Tabel 13. Deskripsi Data Ukuran Kecenderungan Memusat serta Ukuran Keragaman / Variabilitas Kecerdasan Interpersonal ... 71

Tabel 14. Distribusi Frekuensi kecerdasan Interpersonal ... 72

Tabel 15. Rumusan kategori Kecerdasan Interpersonal ... 73

Tabel 16. Kategori Variabel Kecerdasan Interpersonal ... 74

Tabel 17. Deskripsi Data Ukuran Kecenderungan Memusat serta Ukuran Keragaman / Variabilitas Interaksi Teman Sebaya ... 75

Tabel 18. Distribusi frekuensi Interaksi Teman Sebaya ... 77

Tabel 19. Rumusan Kategori Interaksi Teman Sebaya ... 78

Tabel 20. Kategori Variabel Interaksi teman Sebaya... 78

Tabel 21. Ringkasan perbandingan Normalitas ... 81

Tabel 22. Ringkasan Hasil uji Linearitas ... 81

Tabel 23. Pedoman untuk Memberikan Intepretasi terhadap Koefisien Korelasi ... 84


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kerangka Pikir... 49

Gambar 2. Histogram Kecerdasan Interpersonal ... 76

Gambar 3. Histogram Kategori Variabel Kecerdasan interpersonal ... 78

Gambar 4. Histogram Interaksi Teman Sebaya ... 81


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Populasi dan Sampel Penelitian ... 99

Lampiran 2. Instrumen Uji Coba ... 102

Lampiran 3. Data Skor Hasil Uji Coba Instrumen ... 116

Lampiran 4. Hasil Uji Daya Beda dan Reliabilitas ... 120

Lampiran 5. Contoh Hasil Isian Uji Coba Instrumen ... 123

Lampiran 6. Instrumen Penlitian ... 129

Lampiran 7. Data Mentah Hasil Penelitian ... 135

Lampiran 8. Teknik Analisis Data ... 153

Lampiran 9. Foto Penelitian ... 155

Lampiran 10. Surat Pengantar Validasi Expert Judgement ... 161

Lampiran 11. Surat Keterangan Validasi Expert Judgement ... 162

Lampiran 12. Surat Izin Uji Validasi Instrumen ... 163

Lampiran 13. Surat Keterangan Validasi dari Sekolah ... 164

Lampiran 14. Surat Izin Penelitian... 165


(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk Zoon Politicon. Zoon Politicon merupakan istilah yang digagas oleh Aristoteles untuk menyebut makhluk sosial. Hal ini mengandung arti bahwa manusia memiliki kebutuhan, kemampuan, dan kebiasaan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Yusuf (2009: 122) mengatakan ketika dilahirkan anak belum memiliki kemampuan untuk berhubungan sosial dengan orang lain. Anak perlu belajar tentang cara menyesuaikan diri dengan orang lain. Kemampuan ini anak peroleh melalui interaksi dengan orang-orang disekitarnya.

Interaksi merupakan hal yang penting dalam membina sebuah hubungan antar individu. Interaksi menurut Soekanto (2007: 100) adalah suatu hubungan antara individu atau lebih, di mana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya. Interaksi dapat dilakukan baik dengan keluarga, teman sebaya, maupun lingkungan sekitar. Inilah yang disebut agen sosialisasi.

Agen sosialisasi (agents of socialization) menurut Henslin (2007 : 77) adalah orang atau kelompok yang mempengaruhi orientasi ke kehidupan, konsep diri, emosi, sikap, dan perilaku. Salah satunya agen sosialisasi yang mempengaruhi keterampilan sosial siswa adalah teman sebaya. Menurutkamus besar Bahasa Indonesia (2005), teman sebaya diartikan sebagai kawan, sahabat atau orang yang sama-sama bekerja atau berbuat. Menurut Santrock (2007: 44)


(16)

mengatakan bahwa kawan-kawan sebaya adalah anak-anak atau remaja yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang kurang lebih sama. Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa interaksi teman sebaya adalah hubungan antara satu anak dengan anak yang lain dengan tingkat usia yang sama serta melibatkan keakraban yang besar untuk saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain.

Seorang anak akan mengembangkan kemampuan berkomunikasi melalui interaksi dengan teman sebaya. Hal ini sesuai dengan pendapat Rubin (Desmita, 2016: 227) kelompok teman sebaya memainkan peran penting dalam perkembangan psikososial anak. Teman sebaya memberi kesempatan kepada anak untuk mempelajari keterampilan mengenai bagaimana berkomunikasi satu sama lain. Keterampilan ini menjadi bekal anak untuk meningkatkan kecerdasan interpersonalnya.

Kecerdasan interpersonal merupakan salah satu dari delapan kecerdasan majemuk atau yang biasa dikenal dengan istilah multiple intellegences. Multiple intellegences dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai kecerdasan majemuk atau kecerdasan ganda. Teori ini dicetuskan oleh Howard Gardner, psikolog dari Harvard University. Gardner menemukan tujuh jenis kecerdasan tetapi kemudian mengembangkannya menjadi delapan, dan sekarang telah muncul kecerdasan yang ke sembilan. Gardner menunjukkan bahwa tipe-tipe kecerdasan memiliki ciri-ciri yang dapat dikategorikan ke dalam satu jenis kecerdasan tertentu. Gardner menemukan ada 8 bentuk kecerdasan yang menggambarkan keanekaragaman bentuk kecerdasan manusia, yaitu: 1) kecerdasan linguistik, 2) kecerdasan


(17)

matematika-logika, 3) kecerdasan spasial, 4) kecerdasan kinestetik, 5) kecerdasan musikal, 6) kecerdasan interpersonal, 7) kecerdasan intrapersonal, dan 8) kecerdasan naturalistik. Selain delapan kecerdasan tersebut, terdapat satu kecerdasan yang masuk ke dalam multiple intellegences yaitu kecerdasan eksistensial.

Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk memahami maksud dan perasaan orang lain sehingga tercipta hubungan yang harmonis dengan orang lain. Safaria (2005: 23) mengatakan bahwa kecerdasan interpersonal bisa dikatakan sebagai kecerdasan sosial, artinya kemampuan atau keterampilan seseorang untuk menciptakan relasi, membangun relasi dan mempertahankan relasi sosial sehingga kedua belah pihak dalam situasi menguntungkan. Kecerdasan interpersonal memungkinkan seseorang untuk berkomunikasi dan memahami orang lain, mengerti kondisi pikiran atau suasana hati yang berbeda, sikap atau tempramen, motivasi dan kepribadian (Gunawan, 2007: 118).

Kecerdasan interpersonal penting dalam kehidupan manusia karena pada dasarnya manusia tidak dapat menyendiri. Banyak kegiatan dalam hidup manusia terkait dengan orang lain, begitu juga seorang anak yang membutuhkan dukungan orang-orang disekitarnya. Seorang anak yang memiliki kecerdasan interpersonal mampu berkomunikasi maupun berinteraksi secara efektif dengan lingkungannya terutama dengan teman sebayanya. Hal ini sesuai dengan pendapat Gunawan (2007: 118) orang yang memiliki kecerdasan interpersonal yang baik mampu berinteraksi dengan orang lain, mampu bekerja sama dengan oran lain, dan


(18)

mampu berkomunikasi secara orang lain secara efektif baik verbal maupun non verbal.

Seorang anak yang memiliki kecerdasan interpersonal baik akan suka berinteraksi dengan anak-anak seusiannya. Setelah masuk sekolah, anak mulai bergaul dengan teman sebayanya dan menjadi anggota dari kelompoknya. Yusuf (2009: 129) mengatakan bahwa pada saat inilah anak mulai mengalihkan perhatiannya untuk mengembangkan sifat-sifat atau perilaku yang cocok atau dikagumi oleh teman sebayanya. Disinilah anak membutuhkan kecerdasan interpersonal untuk membangun hubungan sosial terhadap temannya di sekolah. Membangun sebuah hubungan sosial dapat membuat anak memiliki banyak teman dan menghindarkan anak dari kesendirian.

Peneliti melakukan observasi penelitian pada tanggal 26 September 2016 sampai 29 September 2016 di SD Negeri 3 Pengasih, SD Negeri 3 Kalipetir, SD Negeri Sendang, SD Negeri Serang, dan SD Negeri 2 Janturan. Berdasarkan hasil pengamatan, secara keseluruhan siswa memiliki kecerdasan interpersonal yang cukup baik. sebagian besar siswa nampak memperhatikan ketika guru menyampaikan materi pelajaran. Siswa juga ikut berpartisipasi dalam kegiatan kelompok. Selain itu, sebagian siswa terlihat sudah memahami etika dan sopan santun ketika di kelas. Namun peneliti melihat sebagian siswa masih memiliki kecerdasan interpersonal yang rendah. Hal ini ditunjukan dengan kemampuan siswa dalam menyatakan pendapat masih rendah, etika sopan santun masih rendah, dan sikap peduli siswa dengan lingkungan sekitarnya masih rendah.


(19)

Kemampuan siswa dalam menyatakan pendapat masih rendah. Hal ini dibuktikan dengan adanya : (1) siswa tidak berani atau malu berbicara di depan kelas, (2) siswa tidak berpartisipasi saat kegiatan diskusi kelompok, dan (3) siswa malu bertanya.Kemampuan ini sangat dibutuhkan siswa karena dapat menunjang untuk mengembangkan kecerdasan interpersonalnya.

Etika sopan santun masih rendah. Hal ini dibuktikan dengan adanya : (1) siswa yang suka mengejek temannya, (2) siswa sering kali melontarkan kata-kata kotor, dan (3) siswa yang sering berbicara kasar. Siswa perlu memahami etika dan sopan santun dalam situasi sosial agar siswa bisa menempatkan diri dengan baik, sehingga siswa akan lebih dihargai oleh lingkungan sekitarnya.

Sikap peduli siswa dengan lingkungan sekitarnya masih rendah. Hal ini dibuktikan dengan adanya : (1) siswa membiarkan temannya yang sedang menangis atau berkelahi, (2) siswa tidak meminjamkan barang yang dimilikinya kepada teman yang membutuhkan, (3) siswa asik berbicara sendiri saat ada orang yang sedang berbicara di depan kelas. Sikap peduli dengan lingkungannya sangat dibutuhkan siswa untuk menjalin hubungan sosial dengan teman sebayanya.

Hasil observasi menunjukkan bahwa keseluruhan siswa nampak menjalin hubungan sosial dengan teman sebayanya secara baik. Hal ini ditunjukan siswa mampu melakukan penyesuaian sosial yang baik. Siswa mengabiskan waktu istirahat dengan bermain atau jajan bersama dengan teman sebayanya. Ketika pembagian kelompok belajar, sebagian besar siswa mau bekerja sama dengan siapa saja. Namun tidak semua siswa mampu menjalin hubungan dengan baik. Sebagian siswa nampak masih memiliki tingkat interaksi teman sebaya yang


(20)

rendah. Interaksi sosial siswa dengan teman sebaya yang rendah dibuktikan dengan adanya : (1) siswa pilih-pilih dalam berteman, (2) siswa terisolir atau tidak memiliki teman di kelas, (3) siswa suka mengganggu temannya.

Interaksi teman sebaya mempunyai kontribusi terhadap perkembangan kepribadian siswa, baik itu positif atau negatif. Ketika siswa memiliki banyak teman dalam lingkungan sebayanya, mereka justru nampak memiliki kecerdasan interpersonal yang baik. Siswa mau terbuka dengan orang lain serta mau bersosialisasi. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi teman sebaya mampu meningkatkan kecerdasan interpersonalnya.

Kecerdasan interpersonal yang tinggi dapat terwujud apabila siswa memiliki kemampuan untuk merasakan dan mengamati reaksi-reaksi atau perubahan orang lain yang ditunjukkannya baik secara verbal maupun non-verbal (social sensitivity), kemampuan untuk memahami dan mencari pemecahan masalah yang efektif dalam suatu interaksi sosial, sehingga masalah-masalah tersebut tidak menghambat apalagi menghancurkan relasi sosial yang telah dibangun individu tersebut (social insight), serta kemampuan untuk menggunakan proses komunikasi dalam menjalin dan membangun hubungan dengan orang lain yang sehat (social communication).

Siswa yang memiliki kecerdasan interpersonal tinggi dapat dilihat dari beberapa indikator, antara lain memiliki sikap empati yang baik, dapat memahami situasi sosial dan etika sosial yang ada, memiliki pemecahan masalah yang efektif, memiliki kemampuan komunikasi yang santun, serta memiliki kemampuan mendengarkan yang efektif. Sebaliknya, siswa yang mempunyai kecerdasan


(21)

interpersonal yang rendah tidak dapat merasakan perasaan-perasaan yang dialaminya dan mengekspresikan dengan cara yang konstruktif, tidak memiliki kemampuan menghargai dan menerima diri sendiri yang pada dasarnya baik, tidak memiliki kemampuan menyadari, memahami, dan menghargai perasaan orang lain serta tidak memiliki kemampuan memecahkan masalah secara efektif.

Peneliti melakukan penelitian pada siswa kelas V karena anak-anak pada usia ini gemar membentuk kelompok sebaya. Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Yusuf (2009: 25) bahwa anak-anak pada masa kelas tinggi gemar membentuk kelompok sebaya untuk dapat bermain bersama-sama. Hal serupa juga dikatakan oleh Doll, Jew, & Green, 1998 (Eileen, 2010 : 209) anak usia 11 dan 12 tahun akan menghabiskan lebih banyak waktu dengan teman sebayanya daripada anggota keluarga. Mereka membutuhkan kecerdasan interpersonal untuk meningkatkan hubungan dengan teman sebayanya. Selain itu Vembriarto (1993: 60-62) mengatakan bahwa hubungan teman sebaya ternyata dapat mengembangkan kecerdasan siswa, khususnya kecerdasan interpersonal.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kecerdasan interpersonal siswa adalah interaksi teman sebaya. Sedangkan salah satu faktor yang mempengaruhi interaksi teman sebaya adalah kecerdasan interpersonal yang dimiliki oleh siswa. Peneliti mencoba mencari seberapa besar hubungan antara kecerdasan interpersonal dengan interaksi teman sebaya. Berangkat dari latar belakang yang telah diuraikan, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Kecerasan


(22)

Interpersonal dengan Interaksi Teman Sebaya pada Siswa Kelas V SD Negeri se-Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa permasalahan, diantaranya.

1. Kemampuan menyatakan pendapat sebagian siswa kelas V SD Negeri di Kecamatan Pengasih rendah

2. Etika sopan santun sebagian siswa kelas V SD Negeri diKecamatan Pengasih rendah

3. Interaksi teman sebaya sebagian siswa kelas V SD Negeri di Kecamatan Pengasih rendah

4. Sikap peduli sebagian siswa SD kelas V SD Negeri diKecamatan Pengasih dengan lingkungannya masih rendah

5. Belum diketahuinya besarnya hubungan kecerdasan interpersonal dengan interaksi teman sebaya siswa kelas V SD Negeri se- Kecamatan Pengasih Kabupaten Kulon progo

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, peneliti membatasi ruang lingkup penelitian padabesarnya hubungan kecerdasan interpersonal dengan interaksi teman sebaya pada siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo.


(23)

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang telah dikemukakan, rumusan masalah penelitian ini adalahseberapa besar hubungan antara kecerdasan interpersonal dan interaksi teman sebaya siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahuiseberapa besar hubungan kecerdasan interpersonal dan interaksi teman sebaya siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo.

F. Manfaat Penelitian

Apabila dalam penelitian ini terdapat hubungan yang tinggi antara kecerdasan interpersonal dengan interaksi teman sebaya, maka manfaat yang dapat diperoleh sebagai berikut.

1. Manfaat Praktis

a. Memberikan informasi kepada guru bahwa untuk meningkatkan interaksi teman sebaya siswa maka diperlukan kecerdasan interpersonal.

b. Memberikan informasi kepada guru bahwa untuk meningkatkan kecerdasan interpersonal maka perlu adanya interaksi teman sebaya.


(24)

2. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat memberi masukan, menambah pengetahuan dan keterampilan serta wawasan peneliti tentang hubungan kecerdasan interpersonal dengan interaksi teman sebaya.


(25)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Interaksi Teman Sebaya

1. Pengertian Interaksi Teman Sebaya

Menurut Soekanto (Bungin, 2006: 28) interaksi merupakan hubungan di mana terjadi proses saling pengaruh mempengaruhi antara individu, antara individu dengan kelompok, maupun antar kelompok. Interaksi adalah suatu hubungan antara individu atau lebih, di manakelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaikikelakuan individu yang lain atau sebaliknya. Mereka menciptakan suatu hasil satu sama lain atau berkomunikasi satu sama lain. Jadi dalam kasus interaksi, tindakan setiap orang bertujuan untuk mempengaruhi individu lain.

Sebaya menurut kamus besar Bahasa Indonesia berarti sama umurnya. Teman sebaya adalah anak-anak yang tingkat usia dan kematangannya kurang lebih sama. Hal ini sesuai dengan pendapat Santrock (2007: 205) yang mengatakan sebaya adalah orang dengan tingkat umur dan kedewasaan yang kira-kira sama.

Izzaty, et al (2013: 114)mengatakan bahwa teman sebaya pada umumnya adalah teman sekolah atau teman bermain anak di luar seolah. Pendapat lain dikemukakan oleh Horton dan Hunt (Damsar, 2011: 74) yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kelompok teman sebaya (peer group) adalah sekelompok orang yang seusia dan memiliki status yang sama. Kelompok teman sebaya akan terbentuk dengan sendirinya di lingkungan sekolah maupun di lingkungan


(26)

bermain anak. Di sekolah, anak bertemu teman seusianya kemudian melakukan interaksi sosial.

Teman sebaya adalah sebuah kelompok yang terbentuk secara alami. Pembentukan teman sebaya yang alami muncul dari naluri setiap anggota kelompok karena kebutuhan akan rasa nyaman. Menurut Desmita (2016: 224) aktivitas bersama seperti tinggal di lingkungan yang sama, kesamaan bersekolah, organisasi menjadi dasar terbentuknya kelompok teman sebaya. Kesamaan-kesamaan tersebut secara alami akan menciptakan sebuah interaksi dan komunikasi. Interaksi dan komunikasi yang terjalin secara terus-menerus akan menciptakan sebuah hubungan timbal balik dan rasa nyaman. Melalui hubungan timbal balik dan rasa nyaman akan terbentuk hubungan teman sebaya.

Idianto (2004: 119) menyebut bahwa teman bermain atau yang biasa dikenal dengan istilah „kelompok sebaya‟ yaitu kelompok yang bersifat rekreatif, namun sangat berpengaruh dalam proses sosialisasi setelah keluarga. Berbeda dengan proses sosialisasi dalam keluarga yang melibatkan hubungan tidak sederajat, sosialisasi dalam kelompok teman sebaya dilakukan dengan cara mempelajari pola interaksi dengan orang-orang yang sederajat dengan dirinya.

Berdasarkan dari beberapa pengertian diatas maka dapat dijelaskan bahwa teman sebaya adalah kelompok persahabatan yang mempunyai nilai- nilai dan pola hidup sendiri. Teman sebaya merupakan dasar primer mewujudkan nilai-nilai dalam suatu kontak sosial. Selain itu, teman sebaya juga mempraktekkan berbagai prinsip kerja sama, tanggungjawab bersama, dan persaingan yang sehat.


(27)

Pierre (Ahmad, 2009: 35) menjelaskan bahwa interaksi teman sebaya adalah hubungan individu pada suatu kelompok kecil dengan rata-rata usia yang hampir sama / sepadan. Masing-masing individu mempunyai tingkatan kemampuan yang berbeda-beda. Mereka menggunakan beberapa cara yang berbeda untuk memahami satu sama lainnya dengan bertukar pendapat.

David, Roger dan Spencer (Ahmad, 2009: 35) menyatakan bahwa interaksi teman sebaya sebagai suatu pengorganisasian individu pada kelompok kecil yang mempunyai kemampuan berbeda-beda dimana individu tersebut mempunyai tujuan yang sama.Charlesworth dan Hartup (Dagun, 2002 : 54) menyatakan bahwa remaja dalam melakukan interaksi teman sebayanya akan mempunyai unsur positif yaitu saling memberikan perhatian dan saling mufakat membagi perasaan, saling menerima diri, dan saling memberikan sesuatu kepada orang lain. Tim Abdi Guru (2007: 96-97) seiring dengan pertambahan usia, lingkungan berinteraksi seorang anak pun semakin luas. Ia mulai dapat bepergian dan mengenal teman-teman sepermaianan di luar lingkungan keluarga, seperti anak-anak seusianya di lingkungan sekitar tempat tinggalnya maupun teman-teman di sekolahnya. Pada agen sosialisasi ini, seorang anak dapat berinteraksi dengan lingkungan sebayanya, yang cenderung memiliki kesamaan minat atau kepentingan, sehingga teman bermain dapat berkembang menjadi suatu hubungan yang akrab atau bersahabat. Agen sosialisasi ini dapat membawa unsur pengaruh positif maupun negatif. Oleh karena itu, pada proses sosialisasi ini, andil dan peran orangtua ataupun guru sebenarnya masih diperlukan, seperti memberikan


(28)

bimbingan, arahan, atau nasihat kepada anak agar terhindar daripengaruh atas hal-hal yang kurang baik.

Hubungan teman sebaya harus dijaga dengan baik oleh masing-masing individu. Hubungan yang baik antarindividu akan menciptakan suasana yang nyaman. Dalam persahabatan seseorang juga harus mengembangkan sikap mudah dikoreksi atau mudah menerima saran dari para sahabat. Sopan, hormat, tidak sombong, dan mudah menerima saran akan membuat individu disukai oleh banyak teman.

Secara umum dapat disimpulkan bahwa interaksi teman sebaya (peer group) merupakan suatu hubungan sosial antar individu yang mempunyai tingkatatan usia yang hampir sama. Disana terdapat keterbukaan, tujuan yang sama, kerjasama serta frekuensi hubungan dan individu yang bersangkutan akan saling mempengaruhi satu sama lainnya.Peran orangtua ataupun guru masih diperlukan, seperti memberikan bimbingan, arahan, atau nasihat kepada anak agar terhindar daripengaruh atas hal-hal yang kurang baik.

2. Peran Teman Sebaya

Piaget dan Sullivan (Santrock, 2007:205) mengemukakan bahwa seorang anakakan belajar menerima hal-hal yang terdapat pada teman sebayanya. Anak belajar memformulasikan dan menyatakan pendapat mereka, mengargai pandangan teman, berusaha menawarkan solusi saat terjadi konflik secara kooperatif, yang nantinya akan mengubah standar perilaku yang diterima anggota kelompok. Anak juga mengembangkan pemahaman pada keadaan teman-temannya, sehingga logika moral mereka akan semakin tumbuh.


(29)

Menurut Rubin (Desmita, 2016: 227) mengatakan bahwa kelompok teman sebaya memainkan peran penting dalam perkembangan psikososial anak. Mereka memberi kesempatan kepada anak untuk mempelajari keterampilan mengenai bagaimana berkomunikasi satu sama lain. Keterampilan ini menjadi bekal untuk mereka agar bisa diterima di lingkungan sosialnya.

Kelly dan Hansen (Desmita, 2016: 230-231) menyebutkan 6 fungsi dari teman sebaya, yaitu:

1) Mengontrol implus-implus agresif. Melalui interaksi dengan teman sebaya, anak belajar bagaimana memecahkan pertentangan dengan cara lain selain dengan agresi langsung

2) Memperoleh dorongan emosional dan sosial serta lebih independen. Kelompok teman sebaya memberikan dorongan bagi remaja untuk mengambil peran dan tanggung jawab baru.

3) Meningkatkan keterampilan-keterampilan sosial, mengembangkan kemampuan penalaran, dan belajar untuk mengekspresikan perasaan-perasaan dengan cara-cara yang lebih matang. Melalui percakapan dan perdebatan dengan teman sebaya, anak belajar mengembangkan kemampuan mereka memecahkan masalah.

4) Mengembangkan sikap terhadap seksualitas dan tingkah laku peran jenis kelamin. Sikap-sikap seksual dan tingkah laku peran jenis kelamin terutama dibentuk melalui interaksi dengan teman sebaya.

5) Memperkuat penyesuaian moral dan nilai-nilai. Umumnya orang dewasa mengajarkan anak-anak tentang apa yang benar dan apa yang salah. Dalam


(30)

kelompok sebaya, anak mencoba mengambil keputusan atas diri mereka sendiri.

6) Meningkatkan harga diri (self-esteem). Menjadi orang yang disukai oleh teman-teman sebayanya.

Vembriarto (1993: 60-62) mengemukakan bahwa kelompok sebaya memiliki fungsi, diantaranya.

1) Anak belajar bergaul dengan sesamanya.

Mereka belajar memberi dan menerima. Bergaul dengan teman sebaya merupakan persiapan penting bagi kehidupan seseorang setelah dewasa.

2) Anak mempelajari kebudayaan masyarakatnya.

Anak belajar bagaimana menjadi manusia yang baik sesuai dengan gambaran dan cita-cita masyarakatnya; tentang kejujuran, keadilan, kerja sama, tanggung jawab; tentang peranan sosialnya sebagai pria atau wanita; memperoleh berbagai macam informasi,meskipun kadang-kadang informasi yang menyesatkan, serta mempelajari kebudayaan khusus masyarakatnya yang bersifat etnik, keagamaan, kelas sosial, dan kedaerahan.

3) Mengajarkan mobilitas sosial

Kerap kali terjadi pergaulan antara anak-anak yang berasal dari kelas sosial yang berbeda. Anak dari kelas sosial bawah bergaul akrab dengan anak-anak dari kelas sosial menengah dan atas. Melalui pergaulan sebaya, mereka menangkap nilai-nilai, cita-cita, dan pola-pola tingkah laku anak-anak dari golongan menengah ke atas. Dengan mengadopsi nilai, cita-cita, dan pola tingkah laku itu, anak-anak dari kelas sosial bawah mempunyai motivasi untuk mobilitas sosial.

4) Anak mempelajari peranan sosial yang baru

Anak yang berasal dari keluarga yang bersifat otoriter mengenal suasana kehidupan yang demokratik dalam kelompok sebaya, dan sebaliknya.

5) Anak belajar patuh pada aturan sosial impersonal dan kewajiban yang impersonal pula

6) Mengembangkan sikap sosial dalam diri anak

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa teman sebaya selain sebagai agen sosialisasi bagi anak tetapi juga memiliki peran vital. Anak akanbelajar menerima hal-hal yang terdapat pada teman sebayanya. Anak belajar memformulasikan dan menyatakan pendapat mereka, mengargai pandangan teman, berusaha menawarkan solusi saat terjadi konflik secara kooperatif, yang nantinya akan mengubah standar perilaku yang diterima anggota


(31)

kelompok. Anak juga mengembangkan pemahaman pada keadaan teman-temannya, sehingga logika moral mereka akan semakin tumbuh.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hubungan Teman Sebaya

Semiawan (1998: 165-166) mengatakan ada lima faktor yang mempengaruhi hubungan teman sebaya.

a. Kesamaan usia

Anak yang memiliki kesamaan usia dengan anak lain akan memiliki kesamaan pula dalam hal minat, topik pembicaraan, serta aktivitas-aktivitas yang mereka lakukan. Hal tersebut memungkinkan anak untuk menjalin hubungan yang lebih baik dan erat dengan teman yang memiliki tingkat usia yang hampir sama dengannya.

b. Situasi

Situasi atau keadaan mempunyai imbas dalam menentukan permainan yang hendak dilakukan bersama-sama. Sebagai contoh, jika mereka berada dalam lapangan terbuka, mereka akan terdorong menggunakan permainan yang bersifat kooperatif dan tak luput dari penggunaan simbol berupa benda atau orang. Saat anak berada bersama temannya dalam jumlah yang cukup banyak, anak akan lebih terdorong dalam melakukan permainan kompetitif, dibandingkan menggunakan permainan kooperatif.

c. Keakraban

Keakraban mampu menciptakan suasana yang kondusif dalam hubungan sosial, termasuk dalam hubungan dengan teman sebaya. Anak akan lebih merasa canggung jika diharuskan bekerjasama dengan teman sebaya yang kurang begitu


(32)

akrab, sehingga jika mereka diharuskan untuk melakukan kerjasama, masalah yang dihadapi akan kurang terselesaikan dengan baik dan efisien.

d. Ukuran kelompok

Jumlah anak yang saling berinteraksi juga dapat mempengaruhi hubungan teman sebaya. Semakin besar jumlah anak yang terlibat dalam suatu pergaulan dalam kelompok, interaksi yang terjadi akan semakin rendah, kurang akrab, kurang fokus, dan kurang memberikan pengaruh.

e. Perkembangan kognitif

Perkembangan kognitif dalam hal ini adalah keterampilan menyelesaikan masalah. Semakin baik kemampuan kognisi yang dimiliki anak, yang berarti semakin pandai seorang anak dalam membantu anak lain memecahkan permasalahan dalam kelompok teman sebaya, maka persepsi anak lain kepadanya akan semakin positif. Dengan demikian mereka cenderung menunjuk anak tersebut sebagai pemimpin dalam kelompoknya.

Gerungan (2004: 62) mengemukakan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi interasksi teman sebaya antara lain:

1) Faktor imitasi, menirukan perilaku orang lain kemudian melakukan tingkah laku yang sama dengan perilaku tersebut. Peranan dalam interaksi sosial biasanya terjadi pada awal-awal perkembangan anak.

2) Faktor sugesti, pengaruh yang bersifat psikis, baik yang datang dari diri sendiri maupun yang datang dari orang lain.


(33)

3) Faktor identifikasi, dorongan untuk menjadi identik dengan orang lain. Biasanya identifikasi individu mempelajarinya dari orang tua, oleh sebab itu peranan orangtua sangat penting bagi media identifikasi anak.

4) Faktor simpati, perasaan rasa tertarik kepada orang lain. Interaksi sosial dapat terjalin dengan adanya rasa ketertarikan secara emosi, seperti cinta, penerimaan diri dan kasih sayang.

Berdasarkan uraian diatas faktor yang mempengaruhi interaksi teman sebaya antara lainanak yang memiliki kesamaan usia, situasi atau keadaan, keakraban, ukuran kelompok, dan perkembangan kognitif anak. Dengan teman sebayanya anak belajar untuk menyatakan pendapat, saling menghargai, mengatasi masalah, dan beradaptasi dengan teman lainnya

4. Dampak Hubungan Teman Sebaya a. Dampak Positif Interaksu Teman Sebaya

Santrock (2007: 205) mengatakan bahwa hubungan teman sebaya memberikan informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga. Berdasarkan pendapat Papalia dan Feldman (2014: 366) dampak positif hubungan anak dengan teman sebayana yaitu:

1) Anak dapat mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk bersosialisasi dan menjalin keakraban

2) Anak mendapatkan rasa kebersamaan dengan teman sebayanya 3) Termotivasi untuk mencapai prestasi belajar


(34)

5) Anak memperoleh keterampilan kepemimpinandan keterampilan berkomunikasi, bekerja sama, beragamperanan, dan aturan

6) Anak belajar bagaimana menyesuaikan siri dengan lingkungan 7) Anak belajar bagaimana mengontrol emosi

Sedangkan Hadis (1996: 146) mengemukakan pendapat tentang dampak positif yang ditimbulkan dari hubungan anak dengan teman sebayanya yaitu: 1) Kelompok sebaya dapat berperan sebagai sumber informasi dan bahan

pembanding di luar lingkungan keluarga.

2) Anak memperoleh umpan balik tentang kemampuan yang dimilikinya

3) Anak dapat menilai apakah ia lebih baik, sama baik, atau kurang baik dari teman sebayanya.

Dari pendapat-pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dampak positif yang ditimbulkan dari pergaulan anak dengan kelompok sebayanya yaitu: 1) mengembangkan keterampilan sosialisasi dan keakraban, 2) mendapat motivasi untuk mencapai prestasi akademis, 3) belajar bagaimana menyesuaikan diri dengan lingkungan, 4) belajar keterampilan kepempinan, komunikasi, dan kerjasama, 5) belajar bagaimana menyesuaikan diri dengan kelompok, 6) belajar bagaimana mengontrol emosi, 7) mendapatkan sumber informasi di luar keluarga, 8) dapat menilai dirinya sendiri, dan 9) dapat membandingkan dirinya dengan teman sebayanya

b. Dampak Negatif Interaksi Teman Sebaya

Selain memberikan dampak positif, interaksi teman sebaya juga dapat memberikan pengaruh negatif bagi anak. Yusuf (2016: 61) mengatakan bahwa


(35)

tidak sedikit seseorang berperilaku menyimpang karena pengaruh teman sebayanya. Keadaan ini terungkap dari hasil penelitian Healy dan Browner yang menemukan bahwa 67% dari 3.000 anak nakal di Chicago, ternyata mendapat pengaruh dari teman sebayanya. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Glueck & Glueck yang menemukan bahwa 98,4% dari anak-anak nakal adalah akibat pengaruh anak nakal lainnya. Dampak negatif interaksi teman sebaya antara lain: 1) Lupa akan waktu

Ketika berkumpul atau bermain dengan teman sebaya terkadang membuat seorang anak akan lupa waktu karena terlalu asik dengan kegiatannya bersama. Hal ini berpengaruh pada kegiatan lainnya, misalnya membuat anak lupa beribadah atau lupa mengerjakan tugas hanya karena terlalu asik bermain dengan teman sebayanya.

2) Penggunaan bahasa kasar

Terkadang dalam kelompok sebaya saat bercanda atau mengungkapkan kemarahannya akan muncul bahasa kasar. Hal ini bisa diperparah apabila dalam kelompok tersebut tidak saling mengingatkan. Maka bahasa kasar tersebut akan menjadi hal yang lazim diucapkan.

Pergaulan yang tidak tepat akan menjerumuskan seseorang dalam jurang kehancuran. Memang tidaklah mudah memilih pergaulan yang tepat. Terkadang pergaulan yang negatif justru lebih menyenangkan. Pergaulan semacam ini sulit disadari bahwa apa yang dilakukan adalah tindakan yang menyimpang. Berikut dampak negatif yang terbentuk akibat pergaulan yang salah menurut Simanjuntak (1997):


(36)

1) Hilangnya semangat belajar dan cenderung malas dan menyukai hal-hal yang melanggar norma sosial

2) Suramnya masa depan akibat terjerumus dalam dunia kelam, misalnya: kecanduan narkoba dan tindakan kriminal.

3) Dijauhi masyarakat sekitar akibat perilaku tidak sesuai dengan nilai/norma sosial yang berlaku

4) Tumbuh menjadi sosok individu dengan kepribadian menyimpang.

Dari pendapat-pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dampak negatif yang ditimbulkan dari pergaulan anak dengan kelompok sebayanya yaitu: 1) membuat seorang anak lupa waktu dalam bermain, 2) penggunaan bahasa kasar, 3) hilangnya semangat belajar, 4) tumbuh menjadi pribadi yang menyimpang, 5) dapat dijauhi oleh masyarakat akibat prilaku tidak sesuai nilai dan norma yang berlaku.

c. Upaya untuk Menanggulangi Pergaulan Negatif

Ibarat orang yang terlanjur sakit atau terserang penyakit, tidaklah mudah mengembalikan situasi seperti semula. Tindakan pengobatan atau terapi yang terus menerus diperlukan untuk mengembalikan kondisi pribadi yang terlanjur menyimpang akibat pengaruh pergaulan negatif. Berikut adalah hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi pengaruh negatif yang terlanjur mencemari diri individu menurut Simanjuntak (1997):

1) Membakitkan kesadaran kepada yang bersangkutan bahwa apa yang telah ia lakukan adalah menyimpang. Kadangkala perilaku menyimpang tidak menyadari bahwa apa yang telah ia lakukan salah. Jika dari yang


(37)

bersangkutan belum ada kesadaran bahwa apa yang dilakukan selama ini keliru adalah sia-sia. Misalnya, anak yang tidak menyadari bahwa merokok itu tidak baik bagi kesehatannya akan sulit untuk diarahkan agar ia menjauhi rokok

2) Memutuskan rantai yang menghubungkan antara individu dengan lingkungan yang menyebabkan ia berperilaku menyimpang. Hal ini dapat dilakukan dengan memindahkan individu tersebut dari lingkungan pergaulannya dan membawa ke kancah pergaulan baru. Hal ini tidaklah mudah, sebab kadangkala yang bersangkutan tidak mampu menyesuaikan diri di tempat lingkungannya yang baru atau justru lingkungan baru yang tidak mampu menerimanya.

3) Melakukan pengawasan melakat sebagai control secara terus-menerus agar anak terhindar dari perilaku yang menyimpang. Pengawasan harus dilakukan oleh orang yang disegani, sehingga anak tidak berani mengulangi perbuatannya yang salah.

4) Melakukan kegiatan konseling atau pemberian nasihat secara persuasive, sehingga anak tidak merasa bahwa ia dibawah proses pembimbingan. Melibatkan anak dalam kegiatan keagamaan sesuai dengan keyakinan yang ia anut merupakan salah satu cara yag dapat dilakukan untuk membuka pikitan anak mengenai apa yang baik dan apa yang buruk.

Yusuf (2016: 61) mengatakan bahwa pengaruh kelompok teman sebaya terhadap seeorang itu ternyata berkaitan dengan iklim keluarga. Seseorang yang memiliki hubungan baik dengan orangtuanya (iklim keluarga sehat) cenderung


(38)

dapat menghindarkan diri dari pergaulan negatif teman sebayanya, dibandingkan dengan orang yang hubungan dengan orangtuanya kurang baik. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Judith Brook, bahwa hubungan orangtua dan anaknya yang sehat dapat melindungi anak tersebut dari pengaruh teman sebaya yang tidak sehat (negatif).

Walau bagaimanapun peer group atau teman sebaya tidak dapat dihindarkan, jika seorang anak dilarang bergaul dengan teman sebayannya atas dasar menjaga kebaikan anaknya maka yang terjadi hanya akan menyebabkan anak tersebut mengalami tekanan mental. Hal yang seharusnya dilakukan adalah menanamkan sejak dini nilai-nilai etika, moral, dan perilaku yang baik sehingga dapat menjadi bekal bagi anak untuk menghadapi dunia luar, serta adanya pengawasan dan kasih sayang dari orang tua sangat dibutuhkan oleh perkembangan anak agar tidak terjerumus dalam hal-hal yang tidak baik.

B. Kecerdasan Interpersonal

1. Pengertian Kecerdasan Interpersonal

Gardner (Sugihartono, dkk, 2013: 18), kecerdasan merupakan suatu kemampuan untuk memecahkan masalah dan menciptakan produk yang berharga dalam lingkungan budaya dan masyarakat. Berdasarkan konsep ini Gardner menemukan bahwa kecerdasan manusia tidak tunggal tapi ganda bahkan tak terbatas. Gardner menemukan 8 kecerdasan yang dimiliki manusia, yang disebutnya dengan kecerdasan majemuk (multiple intelligence). Kedelapan kecerdasan tersebut adalah kecerdasan linguistik, kecerdasan logis-matematis,


(39)

kecerdasan spasial, kecerdasan musikal, kecerdasan kinestetik, kecerdasan naturalis, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan interpersonal. Sedangkan Wechsler (Sugihartono, dkk, 2013: 16) menyatakan bahwa intelegensi atau kecerdasan yaitu kumpulan kemampuan seseorang untuk bertindak dengan bertujuan, berpikir secara rasional dan kemampuan mengahdapi lingkungan secara efektif. Kedua pendapat tersebut menekankan intelegensi sebagai kemampuan untuk memahami dan bertindak dengan tepat pada situasi yang dihadapi.

Kecerdasan interpersonal menurut Rubin, et a. (2002: 41) merupakan kecerdasan untuk mengenali dan merespon secara layak perasaan, sikap dan perilaku, motivasi serta keinginan orang lain. Kecerdasan interpersonal memungkinkan kita untuk berkomunikasi dan memahami orang lain. Bagaimana diri kita mampu membangun hubungan yang harmonis dengan memahami dan merespon manusia atau orang lain merupakan bagian dari kecerdasan interpersonal.

Kecerdasan interpersonal menurut Suparno (2008: 39) berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk menjalin relasi dan komunikasi dengan orang lain. Orang yang mempunyai kecerdasan interpersonal biasanya mempunyai kemampuan untuk memperhatikan perbedaan dan mencermati niat atau motif orang lain. Melalui kemampuannya tersebut, sangat memungkinkan bagi seseorang yang memiliki kecerdasan interpersonal untuk membangun kedekatan maupun memberikan pengaruh kepada orang lain. Ia selalu berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain dan meningkatkan kualitas hubungan tersebut melalui berbagai strategi. Seseorang yang berkemampuan interpersonal


(40)

baik ingin agar orang lain yang berada di sekitarnya menjadi lebih maju atau mendapatkan manfaat melalui hubungan yang terjalin.

Kecerdasan interpersonal bisa dikatakan sebagai kecerdasan sosial (Safaria, 2005: 23). Selain itu kecerdasan ini diartikan juga sebagai kemampuan seseorang dalam menciptakan, membangun, dan mempertahankan relasi. Lwin, et al (2008: 197) menjelaskan kecerdasan interpersonal sebagai kemampuan untuk memahami dan memperkirakan perasaan, tempramen, suasana hati, maksud, dan keinginan orang lain kemudian menanggapinya secara layak.

Berdasarkan beberapa pendapat, peneliti mengartikankecerdasan interpersonal sebagai kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengamati atau mengerti maksud, motivasi, dan perasaan orang lain, serta mampu memberikan respon secara efektif dalam berkomunikasi.Orang yang memiliki kecerdasan ini mudah bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya.

2. Karakteristik Kecerdasan Interpersonal

Menurut Musfiroh (2007: 5) dalam jurnal pendidikan tentang Multiple Intellegences, kecerdasan interpersonal ditandai dengan kemampuan mencerna dan merespon secara tepat suasana hati, tempramen, motivasi, dan keinginan orang lain. Seseorang yang cerdas dalam jenis ini cenderung menyukai dan efektif dalam hal: (1) mengasuh dan mendidik orang lain, (2) berkomunikasi, (3) berinteraksi, (4) berempati dan bersimpati, (5) memimpin dan mengorganisasikan kelompok, (6) berteman, (7) menyelesaikan dan menjadi mediator konflik, 8) menghormati pendapat dan hak orang lain, (9) kerjasama dalam tim, (10) melihat


(41)

sesuatu dari sudut pandang, dan (11) sensitif atau peka pada minat dan motif orang lain.

Secara umum, kecerdasan interpersonal dapat diamati dari perilaku seseorang. Orang yang memiliki kecerdasan interpersonal yang kuat cenderung mampu beradaptasi dengan lingkungan, senang bersama-sama dengan orang lain, dan mampu menghargai orang lain serta memilii banyak teman.

Gunawan (2007: 118) mengatakan bahwa orang yang memiliki kecerdasan interpersonal baik memiliki karakteristik sebagai berikut:

1) Mampu berinteraksi dengan orang lain

2) Mampu membentuk dan mempertahankan hubungan sosial

3) Mampu bekerjasama dengan orang yang memiliki latar belakang sama maupun berbeda

4) Peka terhadap perasaan, motivasi, dan keadaan mental orang lain

5) Tertarik menekuni bidang yang berorientasi interpersinal seperti pengajar, konselor, dan politik

6) Mengamati perasaan dan perilaku orang lain

7) Mampu berkomunikasi secara efektif baik verbal maupun non verbal 8) Menggunakan berbagai cara agar bisa berhubungan baik dengan orang lain.

Karakteristik orang yang memiliki kecerdasan interpersonal menurut Safaria (2005: 25) adalah.

1) Mampu mengembangkan dan menciptakan relasi sosial baru secara efektif. 2) Mampu berempati dengan orang lain atau memahami orang lain secara total. 3) Mampu mempertahankan relasi sosialnya secara efektif sehingga tidak musnah

diamakan waktu dan senantiasa berkembang semakin intim/ mendalam/ penuh makna


(42)

4) Mampu menyadari komunikasi verbal maupun nonverbal yang dimunculkan orang lain,atau dengan kata lain sensitifterhadap perubahan situasi sosial dan tuntutan-tuntutannya.

5) Mampu memecahkan masalah yang terjadi dalam relasi sosialnya dengan pendekatan win-win solution, serta yang paling penting adalah mencegah munculnya masalah dalam relasi sosialnya

6) Memiliki kemampuan komunikasi yang mencakup keterampilan mendengarkan efektif, berbicara efektif dan menulis secara efektif

Seorang anak yang memiliki kecardasan interpersonal baik akan suka berinteraksi dengan anak-anak sesusianya. Mereka memiliki kemampuan untuk mempengaruhi kawannya. Selain itu mereka akan nampak menonjol dalam melakukan kerja kelompok Orang yang memiliki keterampilan interpersonal akan menyukai dan menikmati bekerja secara berkelompok, belajar sambil berinteraksi dan bekerja sama, juga kerap merasa senang bertindak sebagai penengah atau mediator dalam perselisihan dan pertikaian baik di sekolah maupun di rumah. Sisi gelap kecerdasan interpersonal adalah tindak pencurangan atau penyelewengan; sedangkan sisi terangnya adalah empati. Inilah kecerdasan milik orang ekstrovert. 3. Aspek-aspek Kecerdasan Interpersonal

Anderson dalam Safaria (2005: 24) menyatakan bahwa kecerdasan interpersonal mempunyai tiga dimensi atau aspek utama yaitu social sensitivity, social insight, dan social communication. Ketiga dimensi ini merupakan satu kesatuan utuh dan ketiganya saling mengisi satu sama lain.

a. Social sensitivity

Sosial senitivity atau sensivitas sosial, adalah kemampuan anak untuk mampu merasakan dan mengamati reaksi-reaksi atau perubahan orang lain yang ditunjukkannya baik secara verbal maupun non verbal. Sosial sensitivity ini meliputi sikap empati dan sikap prososial.


(43)

1) Sikap Empati

Empati adalah sejenis pemahaman perspektif yang mengacu pada “respoon emosi yang dianut bersama dan diamati anak ketika ia mempersiapkan reaksi emosi orang lain”. Empati mempunyai dua komponen kognitif dan satu komponen afektif. Dua komponen kognitif itu adalah pertama, kemampuan individu mengidentifikasi dan melabelkan perasan orang lain, kedua adalah kemampuan individu dalam mengasumsikan perspektif orang lai. Satu komponen afektif adalah kemampuan dalam merespon emosi (Feshbach dalam Safaria, 2005: 104-105)

2) Sikap Prososial

Prilaku prososial adalah istilah yang digunakan oleh para ahli psikologi, yaitu sebuah tindakan moral yang harus dilakukan secara kultural seperti berbagi, membantu seseorang yang membutuhkan, bekerja sama dengan orang lain, dan mengungkapkan simpati (Safaria, 2005: 117)

b. Social insight

Sosial insight merupakan kemampuan dalam memahami dan mencari pemecahan masalah yang efektif dalam suatu interaksi sosial, sehingga masalah tersebut tidak menhambat apalagi menghancurkan relasi sosial yang telah dibangun individu tersebut. Social insight meliputi pemahaman situasi dan etika sosial, keterampilan pemecahan masalah dan kesadaran diri yang merupakan pondasi dasar dari social insight (Safaria, 2005: 24).


(44)

1) Pemahaman situasi sosial dan etika sosial

Safaria (2005: 65-67) menjelaskan untuk sukses dalam membina dan mempertahankan sebuah hubungan, individu perlu memahami norma-norma sosial yang berlaku. Dalam bersosialisasi individu harus memahami kaidah moral. Ada perbuatan yang harus dilakukan dan ada perbuatan yang tidak boleh dilakukan. Etiket adalah suatu kaidah sosial yang mengatur mana yang harus dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Aturan ini mencakup banyak hal seperti bagaimana etiket dalam berteman, bertamu, makan, minum, bermain, meminjam, meminta tolong, dan lain sebagainya.

2) Keterampilan memecahkan masalah

Setiap individu membutuhkan keterampilan dalam memecahkan masalah secara efektif, apalagi jika masalah tersebut berkaitan dengan konflik interpersonal. Semakin tinggi kemampuan anak dalam memecahkan masalah, maka akan semakin positif hasil yang akan didapatkan dalam penyelesaian konflik antar pribadi tersebut. Anak yang memiliki kecerdasn interpersonal yang tinggi memiliki keterampilan memecahkan konflik antar pribadi yang efektif dibandingkan dengan anak yang kecerdasan interpersonalnya rendah (Safaria, 2005: 77).

3) Berkembangnya kesadaran diri

Rogacion dalam Safaria (2005: 46) mendefinisikan kesadaran diri sebagai kemampuan seorang pribadi menginsafi keberadaannya sejauh mungkin.Maksudnya adalah individu mampu menyadari dan menghayati totalitas


(45)

keberadaannya di dunia seperti menyadari keinginan-keinginannya, cita-citanya, harapan-harapannya dan tujuan-tujuannya di masa depan.

Menurut Fenigstain dalam Safaria (2005: 46) mendefinisikan kesadaran diri sebagai kecenderungan individu untuk dapat menyadari dan memperhatikan aspek diri internal maupun aspek diri eksternalnya. Maksud dari pernyataan tersebut adalah individu memiliki dua aspek dalam kesadaran akan dirinya yaitu aspek diri internal (privat) yang berkaitan dengan kemampuan individu dalam menyadari kemampuan internalnya seperti pikiran, perasaan, emosi-emosi, pengalaman, dan tindakan-tindakan yang diambil . Sedangkan aspek diri eksternal (publik) adalah kemampuan individu untuk menyadari penampilan, pola interaksi dengan lingkungan sosial, dan menyadari situasi yang terjadi di sekeliling individu.

Menurut Kilhstorn dalam Safaria (2005: 46) kesadaran diri ini memiliki fungsi penting bagi individu. Fungsi kesadaran diri pada individu tersebut antara lain yaitu:

a) Fungsi Monitoring (self-monitoring), yaitu fungsi dari kesadaran diri individu untuk memonitor, mengawasi, menyadari, dan mengamati setiap proses yang terjadi secara keseluruhanbaik di dalam diri individu maupun di lingkungan sekitarnya. Fungsi memonitor ini akan membuat individu mampu menyadari dan memonitor setiap kejadian-kejadian yang dialami baik yang berkaitan dengan proses-proses internal seperti persepsi-persepsi, penilaian-penilaian, pemikiran-pemikiran, perasaan-perasaan atau keinginan-keinginan.

b) Fungsi kontrol (self-controlling), yaitu kemampuan anak untuk mengontrol dan mengendalikan keseluruhan aspek diri seperti kemampuan untuk


(46)

mengatur diri, kemampuan untuk membuat perencanaan, serta kemampuan untuk mengendalikan emosi dan tindakan-tindakan.

Kesadaran diri yang tinggi merupakan salah satu pondasi dari berkembangnya kecerdasan emosi pada individu. Menurut Goleman dalam Safaria (2005: 47) anak yang memiliki kesadaran diri tinggi akan lebih mampu mengenali perubahan emosi-emosinya, sehingga anak akan lebih mampu mengendalikan emosi-emosi tersebut dengan lebih dahulu mampu menyadarinya.

c. Social communication

Social communicationatau penguasaan keterampilan komunikasi sosial merupakan kemampuan individu untuk menggunakan proses komunikasi dalam menjalin dan membangun hubungan interpersonal yang sehat. Inti dari social communication adalah komunikasi yang efektif dan mendengarkan secara efektif. 1) Kemampuan komunikasi efektif

De Vito dalam Safaria (2005: 132) menjelaskan komunikasi dapat didefinisikan sebagai sebuah proses penyampaian informasi, pengertian dan pemahaman antara pengirim dan penerima. Pada intinya dari berbagai definisi yang dikemukakan oleh banyak ahli bersumber dari adanya informasi yang ingin disampaikan kepada komunikan dari komunikator melalui lambang-lambang yang mengandung arti untuk mencapai kesamaan pemahaman antara keduanya.

2) Kemampuan mendengarkan efektif

Safaria (2005: 165) menyatakan bahwa mendengarkan adalah proses aktif menerima rangsangann (stimulus) telinga (aural) dalam bentuk gelombang-gelombang suara.


(47)

Hatch dan Gardner dalam Goleman (2004: 166-167) menjelaskan bahwa aspek-aspek kecerdasan interpersonal atau kecerdasan sosial adalah :

a. Mengorganisir kelompok, keterampilan ini menyangkut keterampilan memprakarsai dan mengkoordinasi dalam upaya menggerakkan orang.

b. Merundingkan pemecahan, yakni kemampuan dalam mencegah konflik atau menyelesaikan konflik yang meletup-letup. Orang yang memiliki kemampuan ini hebat dalam mencapai kesepakatan, dalam mengatasi atau menegahi perbantahan.

c. Hubungan pribadi, kemampuan ini berhubungan dengan kemampuan berempati dan menjalin hubungan. kemampuan ini memudahkan untuk masuk ke dalam lingkup pergaulan atau untuk mengenali dan merespons dengan tepat akan perasaan dan keprihatinan orang lain.

d. Analisis sosial, yaitu kemampuan untuk mampu mendeteksi dan mempunyai pemahaman tentang perasaan, motif, dan keprihatinan orang lain. Pemahaman akan bagaimana perasaan orang lain ini dapat membawa ke suatu keintiman yang menyenangkan atau perasaan kebersamaan.

Dari beberapa pendapat di atas,peneliti menggunakan pendapat dari Anderson dalam Safaria (2005: 24) menyatakan bahwa kecerdasan interpersonal mempunyai tiga dimensi utama yaitu: (1) social sensitivity; (2) social insight; dan (3) social communication. Sosial sensitivity ini meliputi sikap empati dan sikap prososial. Social insight meliputi pemahaman situasi dan etika sosial, keterampilan pemecahan masalah dan kesadaran diri yang merupakan pondasi


(48)

dasar dari social insight. social communication adalah komunikasi yang efektif dan mendengarkan secara efektif.

4. Strategi Pengembangan Kecerdasan Interpersonal

Untuk mengembangkan keterampilan kecerdasan interpersonal, orang tua dan lingkungan berperan penting sebagai model yang akan ditiru oleh anak. Keterampilan-keterampilan kecerdasan interpersonal menurut Safaria (2005: 26) atara lain:

a. Mengembangkan sikap empati pada anak

Kemampuan memahami perasaan orang lain (empati) diungkapkan anak ketika mereka melihat orang lain terluka atau sedih. Metode disiplin dan pola asuh orang tua memberikan pengaruh penting dalam pembentukan kemampuan berempati anak.

b. Mengembangkan sikap prososial pada anak

Safaria (2005: 117), perilaku prososial adalah tindakan moral yang harus dilakukan secara kultural seperti berbagi, membantu seseorang yang membutuhkan, bekerjasama dengan orang lain, dan mengungkapkan simpati. Perilaku ini menuntut anak untuk mengontrol diri sendiri dalam menahan diri dari egoismenya. Perkembangan perilaku prososial dipengaruhi terutama oleh lingkungan keluaga karena orang tua menjadi model bagi anak dalam kehidupan sehari-hari.

c. Mengembangkan kesadaran diri anak

Weisinger (2006: 10), kesadaran diri merupakan kemampuan seseorang dalam menginsafi totalitas keberadaannya sejauh mungkin. Anak mampu


(49)

memproses kepekaan, perasaan, penilaian dan maksud dalam diri anak sehingga dapat menanggapi, bersikap, berkomunikasi dan bertindak dalam situasi yang berbeda. Bungin (2006 : 265) mengatakan seseorang yang memahami dirinya sendiri bagaikan kita berkacakan cermin.Beberapa cara untuk meningkatkan kesadaran diri menurut Weisinger (2006: 11) adalah: (1) menyelidiki cara membuat penilaian, (2) menyelaraskan diri dengan indra, (3) mengenali perasaan, (4) mempelajari segala intens, dan (5) memperhatikan tindakan.

d. Mengajarkan pemahaman situasi sosial dan etika sosial pada anak

Etiket menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 381) adalah adat sopan santun atau tata krama yang perlu selalu diperhatikan dalam pergaulan agar hubungan selalu baik. Aturan ini mencakup banyak hal seperti bagaimana etiket dalam bertamu, berteman, makan, minum, bermain, meminjam, meminta tolong, berbicara, mendengarkan, berpakaian dan sebagainya. Semua itu harus dipahami anak dengan baik agar anak mampu menyesuaikan perilakunya dalam setiap situasi sosial.

e. Mengajarkan pemecahan masalah efektif pada anak

Setiap anak membutuhkan keterampilan untuk memecahkan masalah secara efektif agar dapat menyelesaikan konflik-konflik yang terjadi. Anak yang memiliki kecerdasan interpersonal yang tinggi memiliki keterampilan memecahkan konflik antar pribadi yang efektif dibandingkan dengan anak yang kecerdasan interpersonalnya rendah.


(50)

f. Mengajarkan berkomunikasi dengan santun pada anak

Ada empat keterampilan komunikasi dasar yang perlu dilatih pada anak yaitu memberikan umpan balik, mengungkapkan perasaan, mendukung dan menanggapi orang lain, yang terakhir adalah menerima diri dan orang lain. Jika anak mampu menguasai keempatnya, anak akan berhasil mengembangkan kecerdasan interpersonal yang matang sehingga anak mampu membangun dan mampertahankan hubungan yang bermakna dengan orang lain.

g. Mengajarkan cara mendengarkan efektif pada anak

Keterampilan mendengarkan akan menunjang proses komunikasi anak dengan orang lain, sebab orang akan merasa dihargai dan diperhatikan ketika mereka merasa didengarkan. Sebuah hubungan komunikasi tidak akan berlangsung baik jika salah satu pihak tidak mengacuhkan apa yang diungkapkannya.

Lie (2003: 123) menjelaskan bahwa terdapat hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kecerdasan interpersonal anak, yaitu:

a. Ungkapkan perasaan kasih dan sayang secara eksplisit.

Anak membutuhkan kasih sayang baik dari keluarga, teman maupun orang-orang di sekitarnya. Rasa cinta dan kasih sayang yang selalu diperolehnya akan membuat anak tumbuh menjadi pribadi dengan kecerdasan interpersonal yang mantap.

b. Berikan penghargaan atas setiap pemberian atau ungkapan kasih sayang anak Anak-anak tidak segan untuk mengungkapkan kasih sayangnya kepada orang disekitarnya terutama orang tua. Pelukan, ciuman, gurauan, tingkah laku


(51)

manja adalah cerminan kebutuhan pengungkapan rasa kasih sayang anak. Respon yang positif terhadap ungkapan kasih sayang anak akan membuat anak merasadihargai, diperhatikan dan dicintai. Hal ini akan berpengaruh pada pengenalan diri anak dan peningkatan kecerdasan interpersonal.

c. Ajari anak untuk mengenali perasaan orang lain melalui sinyal-sinyal non verbal

Mengenali ekspresi dan gerakan tubuh orang lain sangat penting bagi anak. Anak akan belajar mengesampingkan keinginan-keinginannya dengan melihat kebutuhan orang lain.

d. Beri kesempatan anak untuk berhadapan dengan orang lain

Kemampuan berinteraksi dengan orang lain harus ditanamkan sejak dini dan secara bertahap. Orang tua maupun guru perlu membimbing dan menuntunnya antara lain dengan cara memberikan kesempatan untuk bertanya, berbicara, maupun melakukan interaksi dengan orang banyak.

e. Pahami kebutuhan anak akan persahabatan dengan teman sebaya dan dukung kegiatan-kegiatan positif bersama teman.

Anak membutuhkan persahabatan dengan teman sebayanya. Hal-hal yang mungkin tidak dapat dilakukan dengan orang tuanya, anak dapat melakukan dengan teman-temannya. Bersama teman-temannya anak dapat memenuhi kebutuhan untuk bermain, didukung, dipercaya dan diterima sebagai individu.

Dari beberapa pendapat ahlu di atas, dalam penelitian ini peneliti merujuk pendapat Safaria (2005: 26) yang menjelaskan strategi mengembangkan keterampilan kecerdasan interpersonal meliputi: (1) mengembangkan sikap empati


(52)

pada anak; (2) mengembangkan sikap prososial pada anak; (3) mengembangkan kesadaran diri anak; (4) mengajarkan pemahaman situasi sosial dan etika sosial pada anak; (5) mengajarkan pemecahan masalah efektif pada anak; (6) engajarkan berkomunikasi dengan santun pada anak; dan (7) mengajarkan cara mendengarkan efektif pada anak.

C. Hubungan Kecerdasan Interpersonal dengan Interaksi Teman Sebaya Kecerdasan interpersonal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengamati atau mengerti maksud, motivasi, dan perasaan orang lain, serta mampu memberikan respon secara efektif dalam berkomunikasi. Sedangkan, interaksi teman sebaya yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu hubungan sosial antar individu yang mempunyai tingkatatan usia yang hampir sama, serta di dalamnya terdapat keterbukaan, tujuan yang sama, kerjasama serta frekuensi hubungan dan individu yang bersangkutan akan saling mempengaruhi satu sama lainnya. Menurut Gunawan (2007: 118) orang yang memiliki kecerdasan interpersonal mampu membentuk dan mempertahankan sebuah hubungan sosial. Pendapat lain juga disampaikan oleh Safaria (2005: 25) bahwa orang yang memiliki kecerdasan interpersonal mampu menciptakan dan mempertahankan relasi sosialnya secara efektif. Kecerdasan ini digunakan untuk melakukan interaksi sosial dengan orang lain termasuk dengan teman sebayanya.

Teman sebaya adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia yang sama serta melibatkan keakraban yang relatif besar dalam kelompoknya. Teman sebaya


(53)

merupakan salah satu dar agen sosialisasi. Agen sosialisasi (agents of socialization) menurut Henslin (2007 : 77) adalah orang atau kelompok yang mempengaruhi orientasi kita ke kehidupan, konsep diri, emosi, sikap, dan perilaku.

Setelah masuk sekolah, anak mulai bergaul dengan teman sebayanya dan menjadi anggota dari kelompoknya. Yusuf (2009: 129) mengatakan bahwa pada saat inilah anak mulai mengalihkan perhatiannya untuk mengembangkan sifat-sifat atau perilaku yang cocok atau dikagumi oleh teman sebayanya. Disinilah anak membutuhkan kecerdasan interpersonal untuk membangun hubungan sosial terhadap temannya di sekolah. Membangun sebuah hubungan sosial dapat membuat anak memiliki banyak teman dan menghindarkan diri mereka dari kesendirian.

Melalui interaksi dengan teman sebaya anak dapat mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk bersosialisasi salah satunya keterampilan komunikasi. Hal ini didukung oleh pendapat Yusuf (2009: 122) yang mengatakan ketika dilahirkan anak belum memiliki kemampuan untuk berhubungan sosial dengan orang lain. Untuk itu mereka perlu belajar tentang cara menyesuaikan diri dengan orang lain. Kemampuan ini anak peroleh melalui interaksi dengan orang-orang disekitarnya, baik itu orang-orang tua, saudara, teman sebaya, atau orang-orang dewasa lainnya. Mereka inilah yang disebut agen sosialisasi.

Pendapat lain juga disampaikan oleh Rubin (Desmita, 2016: 227) mengatakan bahwa kelompok teman sebaya memainkan peran penting dalam perkembangan psikosisial anak. Mereka memberi kesempatan kepada anak untuk


(54)

mempelajari keterampilan mengenai bagaimana berkomunikasi satu sama lain. Keterampilan ini menjadi bekal untuk mereka agar bisa diterima di lingkungan sosialnya.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan antara kecerdasan interpersonal dengan interaksi teman sebaya. Seorang anak yang mampu berkomunikasi kepada orang lain dengan baik maka ia dapat berinteraksi dengan baik kepada teman sebayanya. Anak dengan sendirinya akan diterima dalam kelompok, disegani oleh temannya, dan memiliki banyak teman. Sama halnya apabila seorang anak mampu berinteraksi dengan baik kepada teman sebanyanya, maka disana ia juga belajar bagaimana berkomunikasi dengan baik kepada orang lain.

D. Karakteristik Anak Sekolah Dasar Kelas V

Masa usia sekolah dasar sebagai masa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia enam tahun hingga kira-kira usia sebelas tahun atau dua belas tahun. Pada masa ini anak sudah semakin luas lingkungan pergaulannya. Mereka mulai bergaul dengan orang-orang di luar rumah seperti dengan teman sebayanya di lingkungan rumah maupun di lingkungan sekolah.

Izzaty, et al (2013 : 102-103) menyatakan bahwa terdapat beberapa tugas perkembangan pada masa kanak-kanak akhir, yaitu sebagai berikut:

1. Belajar keterampilan fisik yang diperlukan untuk bermain

2. Sebagai makhluk hidup yang sedang tumbuh, mengembangkan sikap yang sehat menganai diri sendiri

3. Belajar bergaul dengan teman sebaya


(55)

5. Mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar untuk membaca, menulis, dan berhitung

6. Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari

7. Mengembangkan kata batin, moral, dan skala nilai

8. Mengembangkan sikap terhadap kelompok sosial dan lembaga 9. Mencapai kebebasan pribadi

Pada masa usia sekolah dasar, guru di sekolah memiliki peran besar dalam membantu sisiwa untuk menyelesaikan tugas perkembangan dengan baik. Hal ini berati lingkungan keluarga, sekolah bahkan lingkungan teman sebaya secara bersama mempengaruhi anak dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya. Tugas-tugas perkembangan tersebut harus dikuasi anak agar diterima dengan baik oleh lingkungannya.

1. Karakteristik Anak Sekolah Dasar

Karakteristik utama siswa sekolah dasar adalah mereka menampilkan perbedaan-perbedaan individual dalam banyak segi dan bidang, di antaranya perbedaan intelegensi, kemampuan dalam kognitif dan bahasa, perkembangan kepribadian dan perkembangan fisik anak. Guru atau pendidik perlu memahami bahwa semua siswa memiliki kemampuan dan kebutuhan yang bervariasi. Kebutuhan dan kemampuan siswa bervariasi sesuai dengan tahapan perkembangannya.

Izzaty, et al (2013 : 103-112), perkembangan pada masa kanak-kanak akhir yaitu sebagai berikut:

a. Perkembangan fisik

Pertumbuhan fisik cenderung stabil dan tenang. Pada masa ini anak akan menjadi lebih tinggi, lebih berat, lebih kuat serta belajar berbagai keterampilan.


(56)

Kegiatan fisik sangat diperlukan untuk mengembangkan kestabilan tubuh dan gerak serta melatih koordinasi untuk menyempurnakan berbagai keterampilan. Pada prinsipnya selalu aktif bergerak penting bagi anak. Peran kesehatan dan gizi sangan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak.

b. Perkembangan kognitif

Menurut Piaget, masa sekolah dasar berada dalam tahap operasional konkret. Anak mampu menggunakan kemampuan mentalnya untuk memcahkan masalah yang bersifat konkret. Kini anak mampu berpikir logis meski masih terbatas pada situasi skarang.Perkembangan kognitif menggambarkan bagaimana kemampuan berfikir anak berkembang dan berfungsi. Kemampuan berfikir anak berkembang dari tingkat sederhana dan konkret ketingkat yang lebih rumit dan abstrak. Guru diharapkan membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan berfikirnya. Kemampuan berfikir ditandai dengan adanya aktivitas mental seperti mengingat, memahami, dan memcahkan masalah. Pengalaman hidupnya memberikan andil dalam mempertajam konsep.

c. Perkembangan bahasa

Pada masa ini kemampuan bahasa anak terus tumbuh. Kemampuan anak dalam memahami dan menginterprestasikan komunikasi lisan dan tulisan. Perbendaharaan kata dan tata bahasa juga akan berkembang pada pasa sekolah. Mereka semakin banyak menggunakan kata kerja yang tepat untuk menjelaskan suatu tindakan seperti memukul, melempar, dan menendang.


(57)

d. Perkembangan bicara

Pada masa sekolah dasar, anak bicara lebih terkendali dan terseleksi. Anak menggunakan kemampuan bicara sebagai bentuk komunikasi. kemampuan berbicara ditunjang oleh perbendaharaan kosa katayang dimiliki.Pada usia 10 – 12 tahun perhatian membaca mencapai puncaknya. Materi bacaannya semakin luas. Dari kegiatan inilah anak memperkarya perbedaan kata dan tata bahasa sebagai bekal untuk berbicara dan berkomunikasi dengan orang lain.

e. Perkembangan moral

Perkembangan moral ditandai dengan kemampuan anak untuk memahami aturan, norma dan etika yang berlaku di masyarakat. Perilaku moral ini dipengaruhi oleh pola asuh orang tua serta perilaku moral dari orang-orang sekitarnya. Pengembangan moral termasuk nilai-nilai agama merupakan hal yang sangat penting dalam membentuk sikap dan kepribadian anak.

f. Perkembangan emosi

Pergaulan yang semakin luas dengan teman sebayanya mengembangkan emosinya. Anak mulai belajar mengendalikan ungkapan emosi yang kurang dapat diterima seperti anmarah, menyakiti perasaan orang lain dan menakut-nakuti. Hurlock (Izzaty, et al., 2013 : 110) menyatakan bahwa ungkapan emosi yang muncul pada masa diantaranya: amarah, takut, cemburu, rasa ingin tahu, iri hati, gembira, sedih, dan kasih sayang.

Ciri- ciri emosi pada masa kanak-kanak akhir adalah sebagai berikut : 1) Emosi anak berlangsung relatif lebih singkat


(58)

3) Emosi anak mudah berubah

4) Emosi anak nampak berulang-ulang 5) Respon emosi anak berbeda-beda

6) Emosi anak dapat diketahui melalui tingkah lakunya 7) Emosi anak mengalami perubahan dalam kekuatannya 8) Perubahan dalam ungkapan-ungkapan emosional g. Perkembangan sosial

Bermain sangat penting bagi perkembangan fisik, psikis, dan sosial anak. Dengan berinteraksi dengan temannya dapat memberikan berbagai pengalaman berharga. Bermain secara berkelompok memberikan peluang dan pelajaran kepada anak untuk berinteraksi, bertenggang rasa dengan sesama teman. Permainan yang disukai cenderung kegiatan bermain yang dilakukan secara berkelompok, kecuali bagi anak-anak yang kurang diterima dikelompoknya dan memilih bermain sendiri.

2. Sifat Khas Anak Sekolah Dasar Kelas V

Masa anak kelas V SD termasuk dalam masa kelas tinggi. Menurut Yusuf (2009: 25) ada beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini ialah:

a. Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang kongkrit, hal ini menimbulkan adanya kecenderungan untuk membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang praktis.

b. Amat realistik, ingin mengetahui, ingin belajar,

c. Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal dan mata pelajaran khusus yang oleh para ahli yang mengikuti teori faktor ditafsirkan sebagai mulai menonjolnya faktor-faktor, seperti bakat-bakat khusus.

d. Sampai kira-kira umur 11 tahun, anak membutuhkan guru atau orang-orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugas dan memenuhi


(59)

keinginannya. Selepas umur ini pada umumnya anak menghadapi tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha untuk menyelesaikannya.

e. Pada masa ini, anak memandang nilai raport sebagai ukuran yang tepat atau sebaik-baiknya mengenai prestasi sekolah.

f. Anak-anak pada usia ini gemar membentuk kelompok sebaya biasanya untuk dapat bermain bersama-sama. Dalam permainan itu biasanya anak tidak lagi terikat kepada peraturan permainan tradisional yang sudah ada, mereka membuat peraturan sendiri.

Izzaty, et al. (2013 : 115) juga mengatakan bahwa anak sekolah dasar di kelas tinggi memiliki karekteristik suka membentuk kelompok bermain atau peer group.Seperti halnya dengan masa awal anak-anak, berinteraksi dengan teman sebaya merupakan aktivitas yang banyak menyita anak. Barker dan Wright (Desmita, 2016 : 224) mengungkapkan bahwa anak usia 7 hingga 11 tahun meluangkan lebih 40 % waktunya untuk berinteraksi dengan teman sebaya.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa siswa kelas lima sekolah dasar memiliki karakteristik, diantarannya: 1) memiliki minat terhadap terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret; 2) memiliki rasa ingin tahu, realistik, dan ingin belajar; 3) timbul minat pada pelajaran-pelajaran khusus; 4) nilai dianggap sebagai ukuran paling tepat mengenai prestasi belajarnya di sekolah; 5)membutuhkan guru atau orang dewasa lainnya; dan 6) suka membentuk kelompok sebaya dengan peraturannya sendiri.

E. Kajian Penelitian yang Relevan

1. Penelitin dalam jurnal psikohumanika yang berjudul “Hubungan Interaksi Teman Sebaya dengan Penyesuaian Sosial Siswa Program Akselerasi” oleh Anang Fitoko dan Istiana Kuswardani. Penelitian tersebut menyimpulkan


(60)

bahwa terdapat hubungan positif antara hubungan interaksi teman sebaya dan penyesuaian sisiwa program akselerasi dengan koefisien korelasi sebesar 0,809.

2. Penelitian berjudul “Hubungan antara Kecerdasan Interpersonal dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas IV Gugus 1 Kecamatan Srandakan Kabupaten Bantul Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015” oleh Fitri Mares Efendi. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara kecerdasan interpersonal dengan prestasi belajar siswa kelas IV Sd se-Gugus 1 Kecamatan Srandakan tahun ajaran 2014/2015 tabel dengan N = 128 pada taraf signifikansi 5% sebesar 0,176 sehingga r hitung >r tabel (0,407 > 0,176).

Berdasarkan kajian dari dua penelitian di atas, dapat diketahuiperbedaan dengan penelitian yang berjudul “Hubungan Kecerdasan Interpersonal dengan Interaksi Teman Sebaya Siswa SD Negeri Kelas V se-Kecamatan Pengasih Kabupaten Kulon Progo”. Perbedaan dengan penelitian pertama terletak pada variabel penyesuaian sosial. Sedangkan pada penelitian kedua perbedaannya pada variabel prestasi belajar.

F. Kerangka Pikir

Dalam proses tumbuh kembang, anak harus memiliki kecakapan dalam berkomunikasi baik dalam bentuk verbal maupun non verbal. Hal ini sebagai tanda bahwa mereka dapat berinteraksi sosial dengan baik. Hal tersebut dapat dijelaskan karena penyesuaian sosial erat kaitannya dengan kebutuhan yang sering muncul dalam diri anak yaitu kebutuhan untuk berhubungan dengan teman dan


(61)

lingkungannya. Untuk berhubungan dengan lingkungannya, anak memerlukan keterampilan sosial. Keterampilan tersebut salah satunya adalah keterampilan komunikasi. Keterampilan komunikasi antar pribadi atau interpersonal yang dimiliki oleh seorang anak dapat menjadi modal mereka untuk berinteraksi dengan kelompok sebayanya.

Anak-anak pada usia kelas tinggi seperti kelas 5 gemar membentuk kelompok bermain. Kelompok tersebut mereka bentuk baik di lingkungan rumah maupun di lingkungan sekolah. Biasanya dengan kelompok sebayanya anak akan mengahbiskan banyak waktu untuk bermain bersama. Disana anak belajar keterampilan kepemimpinan, komunikasi, dan kerjasama. Selain itu anak juga belajar bagaimana menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Namun kenyataannya masih banyak anak yang belum bisa membangun hubungan yang baik dengan teman sebayanya. Banyak anak yang sulit bekerja sama dengan temannya ketika dalam pembelajaran. Sering kali ketika kegiatan diskusi mereka asyik bermain sendiri, enggan ikut berdiskusi, dan bahkan mengganggu temannya. Hal ini menyebabkan teman-temannya menolak atau tidak mau lagi jika bekerja kelompok dengannya. Selain itu juga masih ada beberapa anak yang cenderung diam dan enggan berbaur dengan teman sebayanya. Ada juga anak yang suka mengejek temannya bahkan gemar berkelahi di sekolah.

Kenyataan di atas menjelaskan bahwa masih terdapat anak yang kurang memiliki kecerdasan interpersonal. Padahal kecerdasan ini sangat dibutuhkan oleh mereka untuk menjalin hubungan yang baik dengan orang lain khususnya


(62)

dengan teman sebayanya. Seorang anak yang memiliki kecerdasan interpersonal yang baik ditandai dengan ciri-ciri diantaranya: 1) dapat membangun hubungan yang harmonis dengan orang lain, 2) mampu berempati dengan orang lain, 3) mampu menjaga dan mempertahankan persahabatan dengan teman sebayanya sehingga menjauhi permusuhan, 4) memahami norma-norma sosial yang berlaku sehingga dapat beradaptasi dengan lingkungan, 5) mampu mencari solusi atas permasalahan yang terjadi, 6) memiliki kemauan tinggi untuk berbagi dan membantu orang lain, dan 7) memiliki kemampuan komunikasi yang baik dengan orang lain.

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa adanya korelasi antara kecerdasan interpersonal dengan interaksi teman sebaya. Seorang anak yang mampu berkomunikasi kepada orang lain dengan baik, maka dapat berinteraksi dengan baik kepada teman sebayanya. Anak dengan sendirinya akan diterima dalam kelompok, disegani oleh temannya, dan memiliki banyak teman. Sama halnya apabila seorang anak mampu berinteraksi dengan baik kepada teman sebanyanya, maka disana ia juga belajar bagaimana berkomunikasi dengan baik kepada orang lain. Dapat digambarkanskema hubungan antara hubungan kecerdasan interpersonal dengan interaksi teman sebaya dalam gambar di bawah ini:


(63)

(Variabel X) (Variabel Y) Gambar 1. Kerangka Pikir

G. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian teori yang telah dipaparkan di atas, maka dapat diajukan dua macam hipotesis, yaitu.

1. Hipotesis Alternatif (Ha): ada hubungan positif dan signifikan kecerdasan interpersonal dengan interaksi teman sebaya siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Pengasih Kabupaten Kulon Progo.

2. Hipotesisi Nihil (Ho): tidak ada hubungan positif dan signifikan kecerdasan interpersonal dengan interaksi teman sebaya siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Pengasih Kabupaten Kulon Progo.

Kecerdasan Interpersonal 1. Sikap Empati 2. Sikap Prososial 3. Kesadaran Diri 4. Pemahaman Situasi

Sosial dan Etika Sosial

5. Kemampuan

Pemecahan Masalah 6. Komunikasi Efektif 7. Mendengarkan Efektif

Interaksi Teman Sebaya 1. Kesamaan Minat 2. Kesamaan Bahan

Pembicaraan 3. Membantu 4. Menerima

5. Mengatasi masalah pribadi

6. Mengatasi masalah sosial

7. Keterbukaan 8. Kerukunan


(1)

(2)

194


(3)

(4)

196 30.SD Negeri 1 Kalipetir


(5)

(6)

198 32.SD Negeri 3 Kalipetir