15
epidermis dan kutikula yang terdapat di permukaan tubuh cacing tanah Edward Lofty, 1972.
Pernapasan cacing tanah sangat dipengaruhi oleh kandungan hemoglobin dan tekanan cairan di dalam tubuh. Hemoglobin mampu
menyerap dan mengalirkan oksigen melalui plasma darah ke seluruh tubuh. Proses bernafas dapat berlangsung dengan baik apabila kelembaban
lingkungan cukup tinggi Rukmana, 2008: 19. Kelembaban tubuh diatur oleh kutikula melalui proses sekresi kelenjar mucus pada jaringan
epidermis, sehingga menurunkan tekanan cairan di dalam tubuh.
6. Sistem Reproduksi
Cacing tanah bersifat hermaprodit artinya pada tubuhnya terdapat dua alat kelamin, yaitu jantan dan betina. Namun, untuk pembuahan
cacing tanah tidak dapat melakukannya sendiri, tetapi harus dilakukan oleh sepasang cacing tanah karena kematangan sel kelamin atau gamet dari
kedua jenis alat kelamin itu berbeda waktunya. Waktu kematangan sel sperma pada testis berbeda dengan waktu kematangan sel telur atau ovum
pada ovarium. Waktu lematangan sel gamet ini tidak pernah terjadi secara bersamaan dalam satu individu. Jadi, walaupun salah satu alat kelamin
cacing telah siap melakukan proses pembuahan, alat kelamin yang lainnya masih dalam proses pematangan sel gamet yang artinya belum siap
melakukan pembuahan. Dari perkawinan tersebut, masing-masing cacing tanah dapat menghasilkan satu kokon yang didalamnya terdapat beberapa
16
butir telur. Proses pertukaran spermatozoid cacing tanah dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Proses Reproduksi Cacing Tanah Ilyas, 2009: 28
Cacing menjadi dewasa dan siap kawin setelah berumur 2 sampai 3 bulan terhitung semenjak menetas dari kokon. Masa produktif cacing
dewasa terjadi pada umur 4 sampai 11 bulan, yaitu ketika cacing sudah mempunyai alat perkembangbiakan yang disebut dengan klitelum
Rukmana, 2008: 20. Menurut Edwards Lofty 1972, metode kopulasi ketika akan
melakukan perkawinan dua spesies cacing tanah saling berdekatan dengan mendeteksi mukus yang dikeluarkan oleh bagian ventral tubuhnya secara
bersama-sama. Ujung kepala cacing tanah terletak pada arah yang berlawanan. Keduanya saling mendekatkan diri pada daerah pembukaan
spermateka dimana daerah klitelum salah satu cacing tanah menyentuh permukaan spermateka yang lainnya. Pada saat kopulasi, kedua cacing
tanah tidak sensitif dalam merespon rangsangan luar seperti sentuhan dan
17
cahaya. Banyak mukus yang disekresikan sehingga masing-masing cacing tanah diselubungi oleh mukus.
Sebuah celah semen terbentang dari gonofor jantan sampai klitelum dan Nampak seperti benang. Tiap-tiap celah semen merupakan
bagian dari dinding luar tubuh yang melekuk ke dalam akibat dari terbentuknya rangkaian pori-pori oleh kontraksi otot yang terbentang pada
lapisan otot longitudinal. Kontraksi otot membawa cairan sperma dari gonofor jantan menuju daerah klitelum. Cairan sperma berkumpul di
daerah klitelum, dan akhirnya memasuki spermateka cacing tanah lainnya Edwards Lofty, 1972.
Menurut Palungkun 2010: 16-17, saat melakukan perkawinan sepasang cacing tanah akan saling melekat di bagian depannya dengan
posisi saling berlawanan dan dibantu oleh seta, sehingga akan semakin kuat melekat. Cacing tanah akan mengeluarkan lendir melalui klitelum
untuk melindungi sel-sel sperma yang dikeluarkan alat kelamin jantan masing-masing cacing tanah, kemudian sel sperma akan bergerak ke ke
arah belakang dan masuk ke kantong penerima sperma ovarium yang banyak mengandung sel telur. Proses perkawinan dapat berlangsung
beberapa jam dan akan memisahkan diri apabila keduanya telah menerima sperma. Setelah itu, klitelum akan membentuk selubung kokon dan
bergerak ke arah mulut. Saat bergerak itulah selubung kokon akan bertemu sel telur yang telah dibuahi sel sperma pada lubang saluran sel telur,
sehingga sel telur akan terselubungi menjadi kokon. Selanjutnya kokon
18
yang berisi sel telur bergerak ke arah mulut dan keluar dari tubuh cacing tanah.
Setelah kopulasi berlangsung, cacing tanah terpisah dan masing- masing klitelum mengeluarkan getah mukus yang akhirnya mengeras di
sekeliling permukaan luarnya. Ketika getah mukus mengeras, cacing tanah bergerak ke arah belakang kemudian membuat selubung di sekeliling
kepalanya dan ketika cacing tanah terpisah sempurna, ujung selubung menutup untuk membentuk kokon. Kokon mengandung cairan albumin
yang diproduksi oleh kelenjar klitelum, ovum dan spermatozoa yang disalurkan ke dalamnya ketika melewati pembukaan spermateka. Kokon
akan terus diproduksi sampai cairan sperma yang tersedia habis. Fertilisasi terjadi secara eksternal tubuh cacing tanah, yaitu di dalam kokon. Warna
kokon berubah sesuai dengan perkembangannya. Pada saat terbentuk kokon berwarna keputihan, kemudian berubah menjadi kuning, kehijauan
dan kecoklat-coklatan. Kokon yang berwarna kecoklatan mengindikasikan perkembangan yang matang dan siap untuk menetas.
Setiap perkawinan,
masing-masing cacing
tanah dapat
menghasilkan satu kokon dengan ukuran rata-rata 6 x 3 mm. Setiap kokon rata-rata dapat menghasilkan 1-8 anak cacing. Perbedaan jumlah juvenil
disebabkan karena perubahan suhu, terbatasnya sumber cadangan makanan di dalam kokon Chaudhari Bhattacharjee, 2002.
Cacing tanah akan mencapai kelamin dewasa setelah berumur 80 sampai 100 hari. Sedangkan menurut Sugiantoro 2012: 20, cacing
19
dewasa yang berumur 3 bulan dapat menghasilkan kokon sebanyak 3 kokon perminggu. Telur tersebut akan menetas menjadi juvenil atau bayi
cacing setelah 2 sampai 5 minggu. Rata-rata persentase hidup bibit cacing tanah adalah 2 ekor perkokon. Proses pembentukan dan pelepasan
selubung kokon dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Proses Pembentukan dan Pelepasan Selubung Kokon Rukmana, 2008: 21
Keterangan: B = selubung kokon yang berisi kokon bergerak ke depan menuju arah
mulut C = selubung kokon bersama dengan kokonnya terlepas
D = kokon dan kapsul 7.
Siklus Hidup dan Habitat
Palungkun 2010: 18, menjelaskan siklus hidup cacing tanah dimulai dari kokon, cacing muda juvenil, cacing produktif dan cacing
tua. Lama siklus hidup cacing tanah antara 1-5 tahun tergantung pada kesesuaian kondisi lingkungan, cadangan makanan, dan jenis cacing tanah.
Kokon Eudrilus eugeniae menetas hanya dalam 12 hari pada suhu 25ºC Jorge Dominguez., dkk., 2001: 341. Setelah menetas, cacing tanah
berukuran kecil dan terlihat seperti potongan benang putih dengan panjang seperenambelas-seperempat inci. Viljoen dan Reinecke 1989 melaporkan
20
bahwa kokon yang dihasilkan oleh cacing dewasa antara usia 70-100 hari dalam kotoran ternak pada suhu 25ºC menetas selama 17 hari dengan
memproduksi 2-7 cacing. Cacing tanah muda ini dapat mencapai dewasa dalam waktu 35-50 hari. Masa produktif cacing dewasa terjadi pada umur
4 sampai 11 bulan, yaitu ketika cacing sudah mempunyai alat perkembangbiakan yang disebut dengan klitelum. Pertumbuhan cacing
tanah dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, antara lain: kelembaban, suhu, pH, bahan organik, serta kecukupan suplai makanan.
Kelembaban sangat berpengaruh terhadap aktivitas pergerakan cacing tanah karena sebagian tubuhnya terdiri atas air berkisar 75-90
dari berat tubuhnya. Meskipun demikian cacing tanah masih mampu hidup dalam kondisi kelembaban yang kurang menguntungkan dengan cara
berpindah ke tempat yang lebih sesuai atau pun diam. Kelembaban media yang terlalu tinggi kurang baik bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan
cacing tanah, karena semakin lembab kandungan oksigen pada media akan semakin berkurang dan menyebabkan cacing tanah berwarna pucat dan
kemudian mati. Sebaliknya jika kelembaban media rendah maka udara akan kering dan akan merusak kulit cacing tanah, yang akhirnya dapat
mengganggu sistem pernafasannya. Menurut Rukmana 2008: 28, kelembaban yang ideal untuk cacing tanah adalah antara 15-50 dengan
cara menyemprotkan air pada bagian permukaan media dengan menggunakan penyemprot air selain itu, hindarkan berbagai faktor yang
21
bisa mengganggu tingkat kelembaban media seperti sinar matahari langsung, dan tiupan angin yang terlalu kencang.
Pertumbuhan cacing tanah juga sangat dipengaruhi oleh suhu. Perubahan suhu dapat mempengaruhi semua aktivitas cacing tanah
termasuk metabolisme, pertumbuhan, respirasi, dan perkembangbiakan. Di daerah tropika, suhu yang ideal untuk pertumbuhan cacing tanah dan
penetasan kokon berkisar antara 15-25
o
C, tetapi suhu yang lebih sedikit dari 25
o
C masih cocok untuk pertumbuhan cacing tanah namun harus diimbangi dengan naungan dan kelembaban yang memadai Rukmana,
2008: 28. Cacing tanah dapat berkembang dengan baik pada pH netral, atau
agak sedikit basa, pH yang ideal adalah antara 6,5-7,2. Cacing tanah sangat sensitif terhadap kadar keasaman tanah. Tanah dengan pH asam
dapat mengganggu pertumbuhan dan daya berkembang biak cacing tanah, karena tersediaan bahan organik dan unsur hara pakan cacing tanah
relatif terbatas Sugiantoro, 2012: 61.
22
8. Kandungan dan Manfaat Cacing Tanah