Tujuan Manfaat Konsep Bersarang

diketahui karakter pohon sarang Orangutan yang ada di kawasan hutan Batang Toru. Studi mengenai karakteristik pohon sarang Orangutan ini dapat menjadi salah satu tindakan yang merupakan suatu upaya dalam konservasi Orangutan Sumatera di Indonesia.

B. Tujuan

Tujuan dari pelaksanaan penelitian adalah untuk mengetahui karakteristik pohon tempat bersarang Orangutan Sumatera P. abelii.

C. Manfaat

Manfaat penelitian adalah memberikan kontribusi data dan informasi mengenai karakteristik pohon tempat bersarang Orangutan Sumatera di kawasan Hutan Batang Toru. Penelitian dapat menjadi bahan pertimbangan dalam perencanaan pengelolaan kawasan Hutan Batang Toru sebagai kawasan konservasi. II . TINJAUAN PUSTAKA

A. Bio-ekologi Orangutan Sumatera

1. Taksonomi Orangutan Sumatera

Menurut Poirier 1964 dalam Groves 1972 klasifikasi dari Orangutan Sumatera adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Subkingdom : Metazoa Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Kelas : Mamalia Ordo : Primata Subordo : Anthropoidea Superfamili : Homoidea Famili : Pongoidea Genus : Pongo Spesies : Pongo abelii Lesson, 1827 Perbedaan genetik, geografi, morfologi muka, badan, dan perbedaan karakter rambut pada Orangutan Kalimantan dengan Orangutan Sumatera berdasarkan hal tersebut maka dibedakan menjadi dua spesies yang berbeda. Spesies Orangutan di Kalimantan terdiri dari 3 subspesies yaitu Pongo pygmaeus pygmaeus , Pongo pygmaeus warumbii dan Pongo pygmaeus morio sedangkan spesies Orangutan di Sumatera adalah Pongo abelii Suhartono et. al. 2007. Kedua subspesies ini memiliki perbedaan genetik yang cukup tinggi, menurut Reyder and Chemnick 1993, dalam Dolhinow and Fuetes 1999 kedua subspesies ini merupakan dua spesies yang terpisah.

2. Morfologi

Ciri fisik famili Pongoidea adalah lengannya 200 dari panjang tubuh, kaki pendek hanya 116 dari panjang tubuh. Jari telunjuk lebih kecil daripada ibu jari. Ukuran rata-rata kepala dan tubuh jantan 956 mm serta betina 776 mm. Tinggi saat berdiri tegak adalah 1.366 mm pada jantan dan 1.149 mm pada betina. Berat badan rata-rata adalah 75 kg pada jantan dan 37 kg pada betina Groves, 1971 dalam Maple, 1980. Menurut Supriatna dan Edy 2000, jika dibandingkan dengan Orangutan di Kalimantan, rambut Orangutan Sumatera lebih terang yaitu berwarna coklat kekuningan serta lebih tebal dan panjang. Ukuran tubuh rata-rata Orangutan jantan dewasa yaitu berkisar antara 125-150 cm, dua kali lebih besar daripada Orangutan betina. Berat badan rata-rata Orangutan jantan di alam yaitu berkisar antara 50-90 kg. Orangutan jantan memiliki kantung suara untuk mengeluarkan suara yang berupa seruan panjang. Menurut Rijksen 1978 perbedaan morfologi Orangutan berdasarkan kelas umur dan jenis kalamin adalah sebagai berikut : a. Bayi berumur 0-2,5 tahun dengan berat badan 2-6 kg memiliki rambut berwarna lebih terang pada bagian mulut dan lebih gelap pada bagian muka. b. Anak berumur 2,5-5 tahun dengan berat badan 6-15 kg memiliki warna rambut yang tidak jauh berbeda dengan bayi Orangutan, namun pada kelas umur anak, Orangutan sudah mampu mancari makan sendiri walaupun masih bergantung pada induknya. c. Remaja berumur 5-8 tahun dengan berat badan 15-30 kg memiliki rambut yang panjang disekitar muka. d. Jantan setengah dewasa berumur 8-1315 tahun dengan barat badan 30- 50 kg memiliki rambut berwarna lebih gelap dan rambut janggut sudah mulai tumbuh serta rambut di sekitar wajah sudah lebih pendek. e. Betina dewasa 8+ tahun dengan berat badan 30-50 kg sudah memiliki janggut dan sangat sulit dibedakan dengan betina setengah dewasa. f. Jantan dewasa berumur 1315+ tahun dengan berat badan 50-90 kg. Jantan dewasa memiliki kantung suara, bantalan pipi dan berjanggut serta berambut panjang.

3. Habitat dan Penyebaran

Hutan hujan tropis di Sumatera memiliki sejarah, iklim dan ekologi yang unik. Kekayaan spesies tertinggi adalah di hutan dataran rendah Dipterocarpaceae yang memang didominasi oleh pohon-pohon dari keluarga Dipterocarpaceae Ashton; Givinish; Appanah, 1998 dalam Dolhinow Fuentes, 1999. Pohon-pohon Dipterocarpaceae menyediakan buah yang secara bersamaan pada setiap dua atau lima tahun sekali. Hal tersebut mengakibatkan pada masa tertentu buah tersedia sangat banyak namun pada waktu yang lainnya buah tersebut sama sekali tidak tersedia. Hal yang berbeda terjadi pada hutan gambut Sumatera yang memiliki sedikit jenis tumbuhan endemik namun memiliki kepadatan yang tinggi, sehingga buah akan tersedia setiap tahun. Orangutan berperan penting dalam ekosistem, baik pada hutan dataran rendah Dipterocarpaceae ataupun di hutan gambut. Kebiasaan Orangutan dalam makan dan pola pergerakannya menyebabkan Orangutan merupakan penyebar bijibenih tumbuhan hutan yang sangat baik Nellemann et. al., 2007. Orangutan di Sumatera hidup di dalam hutan yang daunnya lebih rindang daripada Orangutan yang hidup di hutan Kalimantan van Schaik, 2006. Orangutan mampu beradaptasi pada berbagai tipe hutan primer, mulai dari hutan rawa, hutan dataran rendahhutan Dipterocarpaceae sampai pada tipe hutan pegunungan dengan batas ketinggian 1.800 m dpl. Rijksen, 1978. Namun ada pendapat lain yang menyatakan bahwa Orangutan Sumatera hidup di dataran rendah aluvial lowland aluvial plains, daerah rawa dan daerah lereng perbukitan Singleton et. al., 2006. Kepadatan Orangutan yang ada di daerah pada ketinggian 1.000 sampai 1.200 m dpl terus menurun. Rijksen 1978 mengungkapkan bahwa konsentrasi utama populasi Orangutan di Sumatera adalah pada habitat hutan dataran rendah dan hutan rawa yaitu terletak diantara Sungai Simpang Kiri sebelah selatan Sungai Atlas dan daerah pesisir Samudera Hindia memanjang sampai bagian utara daerah Benkung dan Kluet yang merupakan bagian selatan Gunung Leuser. Konsentrasi populasi Orangutan juga terdapat di habitat yang merupakan hutan pegunungan api Dataran Tinggi Kappi hingga bagian utara hutan Pegunungan Serbojadi dan hutan dataran rendah anak sungai Jambu Aye. Secara lebih jelas penyebaran Orangutan Sumaetra dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Peta penyebaran Orangutan di Sumatera Menurut Supriatna dan Edy 2000, Orangutan Sumatera tersebar di bagian utara Sumatera, Aceh, Sumatera Barat dan Riau. Daerah rawa menggambarkan habitat yang optimal bagi Orangutan, seperti di Kluet yang merupakan daerah rawa tercatat ada lebih dari 8 individu Orangutan setiap km 2 . Di Sungai Ketambe dan Atlas Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang merupakan hutan dataran yang kering bukan rawa kepadatan populasi Orangutan lebih rendah yaitu sekitar 4 atau 5 individukm 2 Singleton et al. 2005. Di bagian utara danau Toba telah dilaporkan oleh van Schaik et al. 2004 dalam Singelton et. al. 2005 terdapat habitat yang terpisah dari habitat utama Orangutan di bagian Barat dan Timur Leuser. Antara habitat utama di Barat dan Timur Leuser dengan habitat yang terpisah di selatan danau Toba tidak memiliki koridor penghubung. Daerah penyebaran Orangutan Sumatera

4. Aktifitas dan Prilaku Harian

Kera besar memiliki otak yang lebih besar daripada primata lain. Pada umumnya kera besar lebih banyak yang hidup secara terestrial namun pada Orangutan hidupnya arboreal Rowe, 1996. Kehidupan Orangutan dihabiskan diatas pohon dan jarang sekali turun ke lantai hutan, kecuali untuk memakan rayap. Orangutan berpindah dengan menggunakan keempat anggota tubuhnya, berpindah dari cabang ke cabang lain. Daerah jelajah Orangutan adalah berkisar antara 2-10 km dengan luas wilayah jelajah hariannya berkisar antara 800-1200 m 2 Supriatna Edy, 2000. Rijksen 1978 menyatakan bahwa ada 13 vokalisasi Orangutan sedangkan MacKinnon 1971 dalam Nowak 1999 vokalisasi Orangutan terdiri dari 15 suara. Orangutan relatif lebih pendiam dibandingkan dengan primata besar lainnya. Suara yang paling banyak tercatat adalah berupa panggilan panjang long call dari jantan dewasa yang mungkin terdengar dari jarak lebih dari 1 km, hal ini mungkin merupakan mekanisme dalam mengatur jarak bagi antar individunya Nowak, 1999. Aktifitas Orangutan dipengaruhi oleh faktor musim berbuah dan cuaca. MacKinnon 1974 telah menjumpai saat buah sedang sulit didapat di hutan, Orangutan akan menghabiskan waktu menjelajah lebih banyak daripada waktu untuk makan. Demikian pula saat hari sedang kering panas Orangutan akan lebih banyak beristirahat pada siang hari. Pembagian penggunaan waktu oleh Orangutan adalah pada pagi hari digunakan untuk makan, siang hari untuk menjelajah dengan diselingi waktu istirahat siang Rijksen, 1978. Orangutan akan mulai istirahat malam antara pukul 15.00- 18.00 dengan aktivitas malam hari yang sangat sedikit. Persentase aktivitas harian Orangutan menurut Rijksen 1978 adalah 47 untuk makan, 40 untuk istirahat, 12 untuk menjelajah dan sisa waktunya untuk aktivitas sosial. Penggunaan ruang bagi aktivitas Orangutan yaitu pada lapisan antara 15-25 m diatas permukaan tanah hampir 70 dari waktu aktivitas hariannya, Orangutan menggunakan 20 waktu aktivitas hariannya pada lapisan lebih dari 25 m dan pada lapisan dibawah 15 m Orangutan hanya menggunakan kurang dari 10 waktu aktivitas hariannya. Orangutan biasanya selalu membuat sarang tidur di tepi sungai pada ketinggian 20-40 m diatas tanah Pardede, 2000 dalam Ginting, 2006. Orangutan Sumatera sangat bervariasi dalam pemilihan jenis makanan. Secara alami Orangutan adalah pemakan buah, tetapi juga memakan berbagai jenis makanan lain seperti daun, tunas, bunga, epifit, liana, zat pati kayu, dan kulit kayu MacKinnon, 1974. Sebagai sumber protein Orangutan juga mengkonsumsi serangga dan telur burung Supriatna Edy, 2000. Orangutan memiliki kebiasaan mencoba memakan segala sesuatu yang ia temui untuk dirasakan dan kemudian menentukan benda tersebut dapat dijadikan makanan atau tidak Maple, 1980. Persentase jenis makanan Orangutan menurut Rodman 1977 dalam Maple 1980 adalah 53,8 berupa buah, 29 berupa daun, 14,2 kulit kayu, 2,2 bunga, dan 0,8 adalah serangga.

B. Konsep Bersarang

Sarang merupakan sesuatu yang sengaja atau tidak disengaja dibangun untuk digunakan sebagai tempat berkembang biak dan atau sebagai tempat istirahat atau tidur. Pada setiap sarang memiliki letak yang berbeda untuk setiap jenis satwa, misalnya 1 sarang yang letaknya di atas pohon pada bagian batang, ranting atau cabang pohon; 2 sarang juga ada yang terletak di pohon yang dibuat lubang-lubang; dan 3 sarang yang terletak pada tanah, baik yang dipermukaan tanah, lubang di dalam tanah ataupun di dalam gua Alikodra, 1990. Prilaku membangun sarang pada Orangutan diindikasikan sebagai suatu prilaku yang menunjukan kecerdasan kera besar Grzimerk, 1972. Orangutan membangun sarang harian untuk tempat tidur malam dan untuk waktu tidur tambahan di siang hari. Jumlah sarang dapat dijadikan dasar perhitungan untuk mengetahui jumlah Orangutan di habitatnya. Sekurang-kurangnya Orangutan membangun 1 sarang dalam satu hari. Menurut MacKinnon 1974, Orangutan membangun sarangnya akan memilih tempat yang berdekatan dengan pohon buah sumber pakannya, selain itu juga topografi daerah di sekitarnya. Menurut MacKinnon 1974, kegiatan pembutan sarang Orangutan terdiri dari beberapa tahap yaitu : 1. Rimming melingkarkan yaitu melekukkan dahan secara horizontal sampai membentuk lingkaran sarang kemudian ditahan dengan melekukkan dahan lainnya sehingga membentuk kuncian jalinan dahan. 2. Hanging menggantung yaitu melekukkan dahan ke dalam lingkaran sarang sehingga membentuk kantung sarang. 3. Pillaring menopang yaitu melekukkan dahan ke bawah sarang sebagai penopang sarang. 4. Loose melepaskan yaitu memutus beberapa dahan dari pohon dan diletakkan ke dalam sarang sebagai alas atau di bagaian atas sebagai atap. Keawetan sarang tergantung pada teknik konstruksi, berat dan ukuran Orangutan, suasana hati saat membangun sarang, lokasi dan karakteristik pohon, cuaca serta keberadaan satwa lain yang mungkin akan merusak sarang Orangutan tersebut, dalam waktu 2,5 bulan sarang Orangutan akan tetap terlihat sebelum pada akhirnya akan hancur dan tinggal ranting-rantingnya saja Rijksen, 1978. Sarang terdistribusi secara acak dan letaknya tergantung pada beberapa pertimbangan seperti jaraknya dengan sungai, dengan pohon buahfeeding tree, keterlindungan dari matahari siang hari, angin malam hari, dan keterjangkauan pandangannya terhadap areal hutan MacKinnon, 1974 dan Rijksen, 1978. Menurut Maple 1980, Orangutan muda akan membangun sarang untuk bermain lebih dari satu sarang setiap hari. Beberapa sarang dapat digunakan kembali dan dalam beberapa kasus ada sarang lama yang dibangun kembali oleh Orangutan yang berbeda. MacKinnon 1974 menungkapkan bahwa konsentrasi sarang Orangutan berada di lokasi yang banyak tersedia makanan, tempat mengasin dan pada pertemuan punggungan bukit atau pada lereng yang mungkin mendapat hangat sinar matahari, pandangan yang luas namun terlindung dari terpaan angin. Faktor lainnya yang mempengaruhi letak sarang Orangutan adalah keberadaan sarang lain di lokasi tersebut. Apabila terdapat pohon yang sedang berbuah terutama buah yang menarik dan disukai Orangutan maka Orangutan tersebut mungkin akan kembali pada sarangnya yang lama dan akan menggunakannya beberapa hari berturut-turut. Orangutan pada umumnya akan kembali ke lokasi sarang lamanya setiap 2-8 bulan berikutnya Maple, 1980. Saat sedang hujan deras Orangutan akan membangun sarang perlindungan dengan kualitas yang sama bagusnya seperti sarang tidur di malam hari Harrisson, 1969 dalam Maple, 1980. MacKinnon 1974 menyatakan bahwa atap pelindung seringkali dibuat oleh Orangutan, yang teridentifikasi berfungsi sebagai pelindung dari hujan, naungan sinar matahari dan alat penyamaran kamunflase. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Galdikas 1984 pernah ditemui dua buah sarang Orangutan yang berada di permukaan tanah. Sarang permukaan tanah yang pernah dilihat adalah sarang untuk istirahat siang yang disusun dari beberapa pohon tumbang dan pada sarang tersebut terlihat seekor jantan dewasa sedang tidur siang selama 3 4 jam.

C. Keterancaman Orangutan