2.4. Epidemiologi Tifus abdominalis 2.4.1. Distribusi dan Frekuensi
a. Orang
Tifus abdominalis menginfeksi semua orang dan tidak ada perbedaan yang nyata insidensi antara laki-laki dan perempuan. Berdasarkan umur, proporsi penderita
Tifus abdominalis lebih sering terjadi pada anak-anak. Pada sebagian besar orang dewasa mengalami infeksi ringan dan akan sembuh dengan sendirinya serta akan
kebal pada serangan berikutnya.
17,18
Menurut penelitian Simanjuntak, C.H 1989 di Paseh, Jawa Barat sebesar 77 penderita Tifus abdominalis terdapat pada usia 3-19
tahun dengan puncak tertinggi pada usia 10-15 tahun dengan insidens rate 687,9 per 100.000 penduduk, insidens rate pada umur 0-3 tahun sebesar 263 per 100.000
penduduk.
20
Menurut Noer, Syaifoellah 1996, kasus Tifus abdominalis tertinggi terjadi pada kelompok umur 12-30 tahun sebesar 70-80, pada umur 31-40 tahun
sebesar 10-20, dan lebih dari 40 tahun sebesar 5-10.
21
Menurut penelitian Rohman 2000 di Rumah Sakit Ibu Roemani Semarang, penderita Tifus abdominalis
terdapat kelompok umur 15-24 tahun 28, kelompok umur 5-14 tahun 27, kelompok umur 24-34 tahun 13 sedangkan kasus yang terendah terjadi pada
kelompok umur 55-64 tahun 1.
22
b. Tempat dan Waktu
Tifus abdominalis tersebar di seluruh dunia. Penyebarannya tidak dipengaruhi keadaan iklim, tetapi banyak dijumpai di negara-negara sedang berkembang di daerah
tropis.
3
Pada tahun 2000, insidens rate Tifus abdominalis di Amerika Latin 53 per 100.000 penduduk dan di Asia tenggara 110 per 100.000 penduduk. Di Indonesia,
Universitas Sumatera Utara
Tifus abdominalis ditemukan sepanjang tahun. Insidensi rate Tifus abdominalis di Jakarta Utara tahun 2001 sebesar 610 per 100.000 penduduk dan pada tahun 2002
meningkat menjadi 1.426 per 100.000 penduduk.
23
2.4.2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Determinan a. Faktor Host
Manusia merupakan sumber penularan Salmonella typhi. Terjadinya penularan karena kontak langsung maupun tidak langsung dengan seorang penderita
Tifus abdominalis atau carrier kronis. Transmisi bakteri Salmonella terutama masuk bersama makanan atau minuman yang tercemar kotoran manusia. Selain itu, transmisi
secara kongenital dapat terjadi secara transplasental dari seorang ibu yang mengalami bakterimia beredarnya bakteri dalam darah kepada bayi dalam kandungan atau
tertular saat dilahirkan dari seorang ibu yang merupakan carrier Tifus abdominalis dengan rute fekal oral. Seseorang yang telah terinfeksi Salmonella typhi dapat
menjadi carrier kronis dan mengekspresikan mikroorganisme selama beberapa tahun.
24
Kasus Mary Mallon merupakan salah satu kasus yang membuktikan bahwa bukan hanya formite yang dapat menjadi media penyebaran penyakit. Hasil
penyelidikan George Soper 1900 mengatakan bahwa perhatian khusus perlu diberikan pada carrier tifus kronik yang menyebabkan dan menyebarkan penyakit.
2
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Lubis, R 2000 di RSUD DR. Soetomo Surabaya dengan desain case control, menemukan bahwa kejadian Tifus
abdominalis beresiko 20,8 kali lebih besar OR pada orang dengan higiene perorangan yang kurang.
25
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Heru Laksono
2009 dengan desain case control mengatakan bahwa kebiasaan jajan diluar
Universitas Sumatera Utara
mempunyai resiko 3,65 lebih besar terkena penyakit Tifus abdominalis pada anak dan anak yang mempunyai kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan beresiko
lebih besar terkena penyakit Tifus abdominalis dengan Ods Ratio sebesar 2,7.
26
b. Faktor Agent
Tifus abdominalis disebabkan oleh Salmonella typhi. Bakteri ini hanya dapat menginfeksi tubuh manusia. Jumlah Salmonella typhi yang tertelan akan
mempengaruhi masa inkubasi, semakin banyak bakteri yang tertelan maka akan semakin singkat masa inkubasi Tifus abdominalis.
27
c. Faktor Environment
Tifus abdominalis merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara luas di daerah tropis terutama daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dengan
standar higiene dan sanitasi yang rendah. Penyebaran penyakit akan semakin meningkat apabila disertai dengan kondisi tepat tinggal yang tidak sehat, kepadatan
penduduk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah.
28
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Lubis, R 2000 di RSUD DR. Soetomo Surabaya dengan desain case control, menemukan bahwa kejadian Tifus abdominalis
beresiko 6,4 kali lebih besar OR pada kualitas air minum yang tercemar coliform
25
.
2.5. Sumber Penularan