Karakteristik Individu Pembahasan .1 Karakteristik Lingkungan

Hal ini didukung juga dari penelitian case control lain yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara pembuangan tinja dan kejadian diare anak Rahmah, 2006. Dari suatu artikel meta analisis terhadap artikel RCT dan non-RCT didapatkan bahwa 11 dari 13 artikel mengatakan efek positif perbaikan terhadap pembuangan eksreta dan pencegahan kejadian diare, walaupun kualitas bukti yang dikemukakan kurang memuaskan karena heterogenisitas dari metodologi dan berbagai aspek lain dari semua penelitian tersebut Clasen et al, 2010.

5.3.2 Karakteristik Individu

Status gizi responden dalam penelitian ini didapatkan hanya 42,4 yang berada dalam status gizi normal sedangkan 57,6 persen berada di kategori gizi kurang dan gizi lebih. Setelah dianalisa dengan menggunakan chi-square ternyata didapatkan nilai p yang menunjukkan bahwa status gizi individu bukan termasuk faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada populasi. Memang terdapat berbagai sumber yang menyatakan hubungan antara penyakit infeksi dan status nutrisi orang tersebut tetapi hal ini tampaknya tak semudah itu diuraikan, seperti suatu penelitin yang dilakukan Schmidt et al , 2011, yang menyatakan bahwa asosiasi antara penyakit infeksi dan kejadian penyakit menular memerlukan study mendalam tentang partisipan selain bukti kejadian infeksi dan nutrisi saat ini. Dikatakan bahwa perbandingan anak dengan pertumbuhan tergolong Positive Deviant Pertumbuhan Positif vs Negative Deviants Pertumbuhan Negatifdengan kejadian diare adalah 26 : 83 Kanani Popat, 2012. Hal ini menunjukkan bahwa kejadian diare yang berulang memiliki kontribusi terhadap pertumbuhan anak. Namun dikatakan bahwa prevalensi diare merupakan prediktor yang signifikan akan pertumbuhan anak Iannotti et al, 2010. Universitas Sumatera Utara Kebiasaan cuci tangan merupakan salah satu program yang paling efektif , mudah diterapkan dan universal dalam lingkup pencegahan diare. Dan didapatkan bahwa dari seluruh subjek suatu penelitian, 74 memiliki tangan yang kurang bersih dalam hal ini terkontaminasi, dan 30 menderita diare Ahoyo et al, 2011. Dalam penelitian ini dari data yang dikumpulkan didapat bahwa kebiasaan cuci tangan setelah buang air besar lebih dipahami dan banyak diterapkan oleh anak-anak SD daripada mencuci tangan sebelum makan. Menurut responden yang diwawancara mengatakan bahwa mereka merasa tangan mereka masih bersih dan tidak kotor, karena itu masih aman untuk digunakan makan. Dari perhitungan dengan Fisher Exact Test didapat nilai p untuk kejadian diare dan mencuci tangan sebelum buang air 0,001 dan nilai p untuk mencuci tangan sebelum makan berada di angka 0,72 yang berati dalam populasi ini terlihat hubungan antara mencuci tangan setelah buang air dengan kejadian diare tetapi tidak terlihat hubungan antar mencuci tangan sebelum makan dengan kejadian diare. Seperti dikatakan dalam sebuah studi meta-analisis dari 46 bahan studi didapatkan bahwa secara umum air, sanitasi dan higien memiliki pengaruh terhadap kejadian diare meskipun dalam rentang yang berbeda- beda Fewtrell et al, 2005. Di katakan dalam penelitian di daerah yang rentan infeksi, dengan prevalence HIV tinggi, mendapatkan bahwa kurangnya mencuci tangan setelah dari kamar mandi memiliki kecendrungan untuk menderita diare Arvelo et al, 2010. Menurut Davila et al, 2009, mencuci tangan sebelum berurusan dengan makanan dan setelah keluar dari kamar mandi memiliki p value yang signifikan. Namun terdapat juga penelitian yang memiliki hasil sejalan dengan hasil penelitian ini dimana dikatakan bahwa implementasi higiene dan Universitas Sumatera Utara perlakuan air yang baik tidak menurunkan angka kejadian diare akut yang signifikan secara statistik Patel et al, 2012 Dari Guntur, 2008, yang mengatakan higiene dan sanitasi sama sekali tidak memiliki pengaruh signifikan bagi angka kejadian diare pada anak. Penelitian ini memiliki hasil yang berbeda dari suatu penelitian menurut Luby et al, 2011, dimana mencuci tangan sebelum berurusan dengan makanan, dalam hal anak SD sebelum makan merupakan kesempatan besar untuk menurunkan diare, bahkan dikatakan mencuci tangan dengan air saja sudah dapat menurunkan diare. Menurut suatu meta analisis dari Randomized-Controlled Trial mendapatkan bahwa mencuci tangan dapat menurunkan angka kejadian diare hingga 30 Ejemot et al, 2008, karena itu kebiasaan cuci tangan ini harus semakin disebarluaskan dan dibudayakan. Meskipun begitu terdapat artikel lain dari Arnold et al, 2009 yang mendukung atau memiliki hasil yang serupa dan menjelaskan bahwa kejadian diare antara kelompok setelah edukasi tentang kualitas air dan kebiasaan cuci tangan dengan kontrol tidak terlihat perbedaan yang signifikan secara statistik dibandingkan kelompok kontrol. Dalam artikel lain tentang suatu penelitian di daerah Brazil mengungkapkan bahwa air dan sanitasi memberikan pengaruh yang paling tidak signifikan dalam peningkatan resiko diare Stina et al, 2008. Dikatakan dari hasil penelitian di daerah dengan angka diare yang cukup tinggi, Kenya, menunjukkan intervensi dalam perubahan perilaku kebersihan tangan dan kualitas air memiliki prospek yang menjanjikan untuk diteliti dan diterapkan lebih lanjut di berbagai negara serupa Matthew et al, 2007. Kebiasaan cuci tangan dapat dikenalkan dengan mudah diluar lingkungan medis, dan lebih bersifat cost-effective dengan menurunkan angka ketidakhadiran bagi penderitanya Hübner et al, 2010. Universitas Sumatera Utara Hal diatas dikatakan dapat menurunkan kejadian diare dari 130 pada tahun 2002 menjadi 13 pada tahun 2004 Matthew et al, 2007. Tetapi seperti halnya berbagai rencana preventif lain yang menitik beratkan pada perubahan perilaku hal ini memerlukan waktu yang tidak sebentar untuk menunjukkan hasil, tetapi perubahan perilaku yang sudah terjadi dan membudaya akan menajmin perbaikan yang tidak sebentar dan bertahan jauh lebih lama. Karena alasan itulah kegiatan promosi kesehatan terutama mencuci tangan seharusnya dimulai sejak dini saat kebiasaan kesehatan baru terbentuk. Hal ini dibuktikan dengan suatu penelitian di 87 sekolah di China yang mendapatkan bahwa promosi cuci tangan dapat menurunkan angka kejadian diare dan angka kejadian dan angka kesakitan diare dan dapat ditingkatkan dengan program kerja yang lebih mendalam dan internsif Bowen et al, 2007. Di dalamnya mereka juga mengutip artikel lain yang mendukung hasil penelitiannnya yang menyebutkan bahwa program cuci tangan berbasis komunitas dapat menurunkan angka kejadian diare hingga 47. Selain edukasi, penyedian sarana dan prasarana memegang peranan penting seperti diungkapkan dari penelitian Greene et al, 2012, ditemukan bahwa promosi higien dan air tidak menurunkan kontaminasi E.coli di tangan murid sekolah. Dan dinyatakan bahwa hal ini akan lebih berpengaruh jika diikuti dengan perubahan prilaku, penyediaan sabun dan air serta alat dan bahan pembersih. Dari penelitian Blanton et al, 2010, didapatkan hasil bahwa edukasi yang diikuti perubahan perilaku tentang air dan sanitasi memang menurunkan angka kesakitan dan abstain dari murid dan memerlukan penyebaran dan mentenens untuk perubahan perilaku tersebut dapat bertahan. Kebiasaan potong kuku didapatkan cukup baik di kalangan anak- anak responden, 32 orang menyatakan memotong kuku setiap minggu. Sisanya menyatakan sering lupa untuk memotong membersihkan kuku. Universitas Sumatera Utara Dan dari hasil analitik dengan Chi-square didapati nilai p 0,013 yang berarti memotong kuku memiliki pengaruh yang signifikan secara statistik terhadap kejadian diare anak. Penelitian terkait masalah ini masih kurang dilakukan, dan memiliki prospek kedepannya untuk menjadi salah satu program pencegahan yang dapat menurunkan angka kejadian diare. Kesadaran penggunaan alas kaki saat bermain di tanah masih kurang pada responden, sebagaimana didapatkan 15 anak atau sekitar 22,7 tidak menggunakan alas kaki saat bermain diluar yang langsung bersentuhan dengan tanah padahal hal ini memungkinkan terpaparnya kulit secara langsung dengan organisme penyebab diare. Tetapi hal ini tidak terbukti secara statistik berpengaruh terhadap kejadian diare dengan nilai p Chi-square 0,25. Selanjutnya menurut Fisher, 2011, salah satu faktor yang memprediksi diare di tempat yang sudah mendapat program cuci tangan yang menjanjikan adalah kebiasaan anak mengkonsumsi air yang tidak bersih di dalam ataupun di luar rumah. Karenanya hal ini harus dimasukkan sebagai bahan pertimbangan dan diperlukan penekanan saat peluncuran program yang murah, mudah, tepat sasaran dan merangsang perilaku positif lain. Data responden penelitian ini menunjukkan terdapat hampir 20 atau 13 anak masih meminum air mentah, yakni air dari sumber ledeng atau lainnya tanpa dimasak terlebih dahulu. Dari data terlihat bahwa anak yang minum air mentah lebih banyak terkena diare dan ini signifikan secara statistik analisis chi-square dengan nilai p sebesar 0,073. Hal ini memperkuat hasil senelumnya dimana dikatakan terdapat perbedaan kejadaian diare terkait pengolahan air. Walaupun dengan memfokuskan diri hanya kepada air, sanitasi dan higiene dianggap memberikan pengaruh terbesar, kebersihan makanan sering diabaikan oleh berbagai pihak dalam pencegahan diare. Selain alat, Universitas Sumatera Utara penanganan, penyimpanan faktor lingkungan juga memegang peranan terhadap kontaminasi suatu makanan. Anak SD masih sulit dipisahkan dengan kebiasaan jajan terbukti hanya 3 orang dari 66 orang yang mengatakan jajan kurang dari lima hari seminggu. Dengan uang jajan kurang dari Rp 5.000,00 dimiliki oleh sekitar 56 anak dan sisanya sekitar 10 orang memiliki uang jajan lebih dari nominal tersebut. Dan pilihan pangan yang dibeli anak SD berurutan semakin berkurang adalah makanan berbungkus seperti permen dan makanan ringan, minuman yang dibuatkan, dan makanan yang terbuka sebanyak 22 orang. Dari analisis terhadap nominal uang jajan yang diterima anak didapatkan bahwa terdapat pengaruh antara besarnya nominal uang jajan dengan kejadian diare menggunakan Fisher Exact Test didapat nilai p 0,015 yang menunjukkan adanya hubungan antara keduanya. Hal ini mendukung pernyataan bahwa pengeluaran finansial personal dapat mempengaruhi pelaksanaan tindakan seseorang dari pengetahuannya Fisher et al, 2011 Sejalan dengan sebuah artikel oleh Touré et al, 2012, dikatakan dari studi-studi sebelumnya didapatkan kontaminasi fekal terbesar terdapat di makanan bukan di air minum penderita, karena itu makanan dari segala aspek juga harus mendapat perhatian dalam program pencegahan diare. Analisis terhadap jajanan anak dapat dilihat dalam tabel hasil penelitian karakteristik individu dengan menggunakan chi-square terhadap kelompok makanan jajanan anak dan didapat bahwa terdapat hubungan antar kelompok jajanan dan kejadian diare pada anak dengan nilai p 0,015. Peranan makanan dalam penyebaran diare jelas terlihat dari penemuan bahwa makanan yang baik dan penggunaaan paket higien yang sesuai bahkan pada anak dengan resiko tinggi ibu menderita HIV menunjukkan hasil yang memuaskan dalam menurunkan angka kejadian diare Xue et al, 2010. Universitas Sumatera Utara Dari penelitian Kotch, 2007, yang meneliti mencuci tangan dan penyiapan makanan yang baik didapatkan bahwa dari dua kelompok kontrol dan intervensi terdapat perbedaan signifikan antara angka kejadian dan kesakitan diare dan lamanya hari yang terpakai

5.3.2 Karaktristik Orang Tua