Di Indonesia sendiri praktik korupsi sudah sedemikian parah dan akut. Telah banyak gambaran tentang praktik korupsi yang terekspos ke permukaan. Di
negeri ini sendiri, korupsi sudah seperti sebuah penyakit kanker ganas yang menjalar ke sel-sel organ publik, menjangkit ke lembaga-lembaga tinggi Negara
seperti legislatif, eksekutif dan yudikatif hingga ke BUMN. Apalagi mengingat di akhir masa orde baru, korupsi hampir kita temui dimana-mana. Mulai dari pejabat
kecil hingga pejabat tinggi.
27
1. Istilah Tindak Pidana Korupsi
Penggunaan istilah korupsi dalam peraturan tersebut terdapat pada bagian konsideransnya, yang antara lain enyebutkan, bahwa perbuatan-perbuatan yang
merugikan keuangan dan perekonomian Negara yang oleh khalayak ramai dinamakan korupsi.
28
Korupsi pertama kali dianggap sebagai tindak pidana di Indonesia berdasarkan Undang-Undang No. 24 Prp. Tahun 1960 tentang
Pengusutan, Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi. Selanjutnya, Undang-Undang ini dicabut dan diganti dengan Undang-Undang No. 3 Tahun
1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan terakhir sejak tanggal 16 Agustus 1999 diganti denga Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 sebagaimana
diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
29
Tujuan pemerintah dan pembuatan undang-undang melakukan revisi atau mengganti produk legislasi tersebut merupakan upaya untuk mendorong institusi
27
Rohim, SH, Modus Operandi Tindak Pidana Korupsi, Pena Multi Media, Jakarta, 2008, halaman 3
28
H. Elwi Danil. Opcit, halaman 5
29
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
yang berwenang dalam pemberantasan korupsi, agar dapat menjangkau berbagai modus operandi tindak pidana korupsi dan meminimalisir celah-celah hukum,
yang dapat dijadikan alasan untuk dapat melepaskan pelaku dari jeratan hukum.
30
Pemahaman atas hal tersebut sangat membantu mempermudah segala tindakan hukum dalam rangka pemberantasan korupsi, baik dalam bentuk pencegahan
preventif maupun tindakan represif. Pemberantasan korupsi tidak hanya memberikan efek jera bagi pelaku, tetapi juga berfungsi sebagai daya tangkal.
Pemahaman tentang korupsi perlu dijelaskan, karena korupsi merupakan bagian dari tindak pidana itu sendiri. Secara umum pertbuatan korupsi adalah
suatu perbuatan yang melanggar norma-norma kehidupan bermasyarakat dimana dampak yang ditimbulkan sangat merugikan masyarakat dalam arti luas dan jika
dibiarkan secara terus menerus, maka akan merugikan keuangan Negara perekonomian Negara yang mengakibatkan Negara tersebut gagal dalam
mencapai tujuan pembangunannya, yaitu menciptakan suatu masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera.
Black „s Law Dictionary mendefenisikan korupsi sebagai perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak resmi
dengan hak-hak dari pihak lain secara salah menggunakan jabatannya atau karakternya untuk mendapatkan suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau
orang lain, berlawanan dengan kewajibannya dan hal-hak dari pihak lain.
31
Syed Husein Alatas mengemukakan pengertian korupsi dengan menyebutkan benang merah yang menjekujuri dalam ativitas korupsi, yaitu
30
Ibid.
31
Rohim, SH, Opcit, halaman 7
Universitas Sumatera Utara
subordinasi kepentingan umum di bawah kepentingan tujuan-tujuan pribadi yang mencakup pelanggaran norma-norma, tugas, dan kesejahteraan umum, dibarengi
dengan kerahasiaan, penghianatan, penipuan dan kemasabodohan yang luar biasa akan akibat yang diderita oleh masyarakat.
32
Modus operandi dan pelaku dari tindak pidana korupsi, kejahatan korupsi bisa dikategorikan sebagai white collar crime dalam kategori kejahatan jabatan
occupational crime. Kejahatan jabatan dapat ditujukan terhadap berbagai kepentingan hukum, baik kepentingan hukum dari masyarakat maupun
kepentingan hukum dari individu-individu. Suatu cirri yang bersifat umum dari kejahatan jabatan tampak pada kenyataan bahwa semua kejahatan tersebut juga
ditujukan terhadap kepentingan hukum dari Negara.
33
Secara harfiah, menurut Sudarto, kata korupsi menunjuk pada perbuatan yang rusak, busuk, tidak jujur yang dikaitkan dengan keuangan. Di dalam
Konvensi PBB Menentang Korupsi, 2003 United Nation Convention Againts Corruption 2003 UNCAC, yang telah diratifikasi Pemerintah RI dengan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006, ada beberapa perbuatan yang dikategorikan korupsi, yaitu sebagai berikut.
34
1. Penyuapan, janji, tawaran, atau pemberian kepada pejabat public atau
swasta, permintaan atau penerimaan oleh pejabat public atau swasta atau internasional, secara langsung atau tidak langsung, manfaat yang tidak
semestinya untuk pejabat itu sendiri atau orang atau badan lain yang ditujukan agar pejabat itu bertindak atau berhenti bertindak dalam
32
http:definisipengertian.com2012pengertian-definisi-korupsi-menurut-para-ahli halaman 1
33
P.A.F. Lamintang Theo Lamintang, Delik-delik Khusus Kejahatan Jabatan dan Kejahatab Jabatan tertentu Sebagai Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, halaman
7
34
Aziz Syamsuddin, Opcit, halaman 137-138
Universitas Sumatera Utara
pelaksanaan tugas-tugas resmi mereka untuk memperoleh keuntungan dari tindakan tersebut.
2. Penggelapan, penyalahgunaan atau penyimpangan lain oleh pejabat
publicswastainternasional. 3.
Memperkaya diri sendiri dengan tidak sah. Pengertian korupsi secara hukum adalah “tindak pidana sebagaimana
yang dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi”.
35
Syed Hussein Alatas mengemukakan secara sosiologis ada tiga tipe fenomena yang tercakup dalam istilah korupsi, yakni
penyuapan briebery, pemerasan, dan nepotisme.
36
Rumusan-rumusan yang terkait dengan pengertian tindak pidana korupsi tersebut tentu saja akan memberi banyak masukan dalam Undang-Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sehingga sanksi hukuman yang diancamkan dan ditetapkan akan membantu memperlancar upaya penanggulangan
Tindak Pidana Korupsi. Syed Hussein Alatas menjelaskan ciri-ciri korupsi antara lain sebagai
berikut:
37
a. Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang;
b. Krupsi pada umumnya dilakukan secara rahasia, kecuali korupsi itu telah
merajalela dan begitu dalam sehingga individu yang berkuasa dan mereka yang berada dalam lingkungannya tidak tergoda untuk menyembunyikan
perbuatannya; c.
Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik. Kewajiban dan keuntungan yang dimaksud tidak selalu berupa uang;
35
Firman Wijaya, Opcit, halaman 7
36
Ibid.
37
Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, halaman 1
Universitas Sumatera Utara
d. Mereka yang mempraktikan cara-cara korupsi biasanya berusaha untuk
menyelubungi perbuatannya dengan berlindung dibalik pembenaran hukum; e.
Mereka yang terlibat korupsi menginginkan keputusan yang tegas dan mampu untuk mempengaruhi keputusan-keputusan itu;
f. Setiap perbuatan korupsi mengandung penipuan, biasanya dilakukan oleh
badan public atau umum masyarakat; g.
Setiap tindakan korupsi adalah suatu pengkhianatan kepercayaan. Selanjutnya ia mengembangkan 7 tujuh tipologi korupsi sebagai
berikut:
38
1. Korupsi Transaktif, yaitu korupsi yang terjadi atas kesepakatan di antara
seorang pendonor denga resipien untuk keuntungan kedua belah pihak; 2.
Korupsi Ekstortif, yaitu korupsi yang melibatkan penekanan dan pemaksaan untuk menghindari bahaya bagi mereka yang terlibat atau orang-orang yang
dekat dengan pelaku korupsi; 3.
Korupsi Investif, yaitu korupsi yang berawal dari tawaran yang merupakan investasi untuk mengantisipasi adanya keuntungan di masa datang;
4. Korupsi Nepotistik, yaitu korupsi yang terjadi karena perlakuan khusus baik
dalam pengangkatan kantor public maupun pemberian proyek-proyek bagi keluarga dekat;
5. Korupsi Otogenik, yaitu korupsi yang terjadi ketika seorang pejabat mendapat
keuntungan karena memiliki pengetahuan sebagai orang dalam insiders information tentang berbagai kebijakan public yang seharusnya dirahasiakan;
38
Chaerudin Dkk Editor Aep Gunarsa, Strategi Pencegahan dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi, PT Refika Aditama, 2008, halaman 2-3
Universitas Sumatera Utara
6. Korupsi Supportif, yaitu perlindungan atau penguatan korupsi yang menjadi
intrik kekuasaan dan bahkan kekerasan; dan 7.
Korupsi Defensif,
yaitu korupsi
yang dilakukan
dalam rangka
mempertahankan diri dari pemerasan.
Klitgaard mengemukakan bahwa korupsi ada apabila seseorang secara tidak sah meletakkan kepentingan pribadi diatas kepentingan masyarakat dan
sesuatu yang dipercayakan kepadanya untuk dilaksanakan. Korupsi muncul dalam berbagai bentuk dan dapat bervariasi dari yang kecil sampai monumental. Korupsi
dapat melibatkan penyalahgunaan perangkat kebijaksanaan, ketentuan tarip dan perkreditan, kebijakan sistem irigasi dan perumahan, penegakan hukum dan
peraturan berkaitan dengan keselamatan umum, pelaksanan kontrak dan pelunasan pinjaman atau melibatkan prosedur yang sederhana. Itu dapat terjadi pada sector
swasta atau sector public dan sering terjadi dalam kedua sector tersebut secara simultan. Hal itu dapat jarang atau meluas terjadinya; pada sejumlah Negara yang
sedang berkembang, korupsi telah menjadi sistemik. Korupsi dapat melibatkan janji, ancaman atau keduanya; dapat dimulai oleh seorang pegawai negeri atau
masyarakat yang berkepentingan, dapat mencakup perbuatan tidak melakukan atau melakukan; dapar melibatkan pekerjaan yang tidak sah maupun sah; dapat di
dalam atau di luar organisasi publik. Batas-batas korupsi sangat sulit didefenisikan dan tergantung pada hukum lokaldan adat kebiasaan. Tugas pertama
dari analisis kebijakan adalah untuk mengelompokkan tipe-tipe kebiasaan korupsi
Universitas Sumatera Utara
dan tidak sah dalam situasi yang nyata dan melihat pada contoh-contoh yang kongkrit.
39
Adawi Chazawi membagi tindak pidana korupsi kedalam beberapa criteriabagian, yaitu:
a Atas dasar substansi objek tindak pidana korupsi;
b Atas dasar subjek hukum tindak pidana korupsi;
c Atas dasar sumbernya;
d Atas dasar tingkah lakuperbuatan dalam perumusan tindak pidana;
e Atas dasar dapat tidaknya merugikan keuangan dan atau perekonomian
negara. 1.
Atas Dasar Substansi Objek Tindak Pidana Korupsi Atas dasar subtansi objeknya, tindak pidana korupsi dapat dibedakan
menjadi beberapa jenis, yaitu: a
Tindak Pidana Korupsi Murni Tindak pidana korupsi murni adalah tindak pidana korupsi yang
substansi objeknya mengenai hal yang berhubungan dengan perlindungan hukum terhadap kepentingan hukum yang menyangkut keuangan Negara,
perekonomian Negara dan kelancaran pelaksanaan tugaspekerjaan pegawai negeri atau pelaksana pekerjaan yang bersifat publik. Tindak pidana yang
masuk dalam kelompok ini dirumuskan dalam Pasal : 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10,
39
Chaerudin Dkk Editor Aep Gunarsa, Opcit, halaman 3-4
Universitas Sumatera Utara
11, 12, 12B, 13, 15, 16, dan 23 menarik Pasal 220, 231, 421, 422, 429, 430 KUHP.
40
b Tindak Pidana Korupsi Tidak Murni
Tindak pidana korupsi tidak murni adalah tindak pidana yang substansi objek mengenai perlindungan hukum terhadap kepentingan hukum
bagi kelancaran pelaksanaan tugas-tugas penegak hukum dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Tindak pidana yang dimaksudkan
disini hanya diatur dalam 3 Pasal, yakni Pasal 21, 22, dan 24 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi selanjutnya disebut dengan UU
PTPK.
41
2. Atas Dasar Subjek Hukum Tindak Pidana Korupsi
Atas dasar subjek hukum atau si pembuatnya, maka tindak pidana korupsi dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, yakni:
42
a Tindak Pidana Korupsi Umum
Tindak pidana korupsi umum adalah bentuk-bentuk tindak pidana korupsi yang ditujukan tidak terbatas kepada orang-orang yang berkualitas
sebagai pegawai negeri, akan tetapi ditujukan kepada setiap orang termasuk korporasi. Rumusan norma tindak pidana korupsi umum berlaku untuk semua
orang yang termasuk dalam keompok tindak pidana korupsi umum ini, ialah tindak pidana korupsi yang dirumuskan dalam Pasal-Pasal 2, 3, 5, 6, 7, 13,
15, 16, 21, 22, 24, dan Pasal 220 dan 231 KUHP Jo Pasal 23.
40
Adami Chazawi, hukum Pidana Materil dan Formil Korupsi di Indonesia, Bayumedia Publishing, Malang, 2005, halaman 20
41
Ibid, halaman 22
42
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
b Tindak Pidana Korupsi Pegawai Negeri dan atau Penyelenggaraan Negara
Tindak pidana korupsi pegawai negeri atau tindak pidana korupsi pejabat adalah tindak pidana korupsi yang hanya dapat dilakukan oleh orang
yang berkualitas sebagai pegawai negeri atau penyelenggara Negara. Artinya, tindak pidana yang dirumuskan itu semata-mata dibenntuk untuk pegawai
negeri atau penyelenggara Negara. Orang yang bukan pegawai negeri tida dapat melakukan tindak pidana korupsi pegawai negeri ini. Disini, kualitas
pegawai negeri meupakan unsure esensalia tindak pidana.
43
3. Atas Dasar Sumbernya
Atas dasar sumbernya tindak pidana korupsi dikelompokkan menjadi dua kelompok, yakni:
a Tindak pidana korupsi yang bersumber pada KUHP
Tindak pidana korupsi yang bersumber pada KUHP dibedakan lagi menjadi dua macam, yaitu:
44
1. Tindak pidana korupsi yang dirumuskan tersendiri dalam UU PTPK.
Rumusan tersebut berasal atau bersumber dari rumusan tindak pidana dalam KUHP. Formula rumusannya agak berbeda dengan rumusan
aslinya dalam pasal KUHP yang bersangkutan, tetapi substansinya sama. Yang termasuk dalam kelompok ini antara lain tindak pidana korupsi
sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12. 2.
Tindak pidana korupsi yang menunjuk pada Pasal-Pasal tertentu dalam KUHP yang ditarik menjadi tindak pidana korupsi dengan mengubah
43
Ibid, halaman 23
44
Ibid, halaman 24
Universitas Sumatera Utara
ancaman dan sistem pemidanaannya. Termamsuk dalam kelompok tindak pidana ini antara lain tindak pidana korupsi yang disebutkan
dalam pasal 23 yang merupakan hasil saduran dari pasal 220, 231, 421, 422, 429, dan 430 KUHP menjadi tindak pidana korupsi.
b Tindak pidana korupsi yang oleh Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 dirumuskan sendiri sebagai tindak pidana korupsi. Tindak pidana ini berupa tindak pidana asli
yang dibentuk oleh Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001. Termasuk dalam kelompok ini ialah tindak
pidana korupsi sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 2, 3, 12B, 13, 15, 16, 21, 22, dan 24.
45
4. Atas Dasar Tingkah LakuPerbuatan dalam Rumusan Tindak Pidana.
Dilihat dari sudut unsur tingkah laku dalam rumusan tindak pidana, maka tindak pidana korupsi dapat dibedakan antara lain:
a. Tindak pidana korupsi aktif
Tindak pidana korupsi aktif atau tindak pidana korupsi positif ialah tindak pidana korupsi yang dalam rumusannya mencantumkan unsur
perbuatan aktif. Perbuatan aktif atau perbuatan materil yang bisa disebut juga perbuatan jasmani adalah perbuatan yang untuk mewujudkannya
diperlukan gerakan tubuh atau bagian dari tubuh orang.
46
b. Tindak pidana korupsi pasif atau tindak pidana korupsi negative
45
Ibid, halaman 25
46
Ibid, halaman 25
Universitas Sumatera Utara
Tindak pidana korupsi pasif atau tindak pidana korupsi negatif adalah tindak pidana yang unsure tingkah lakunya dirumuskan secara pasif.
Sebagaimana diketahui bahwa tindak pidana pasif itu adalah tindak pidana yang melarang untuk tidak berbuat aktif disebut perbuatan pasif. Dalam
kehidupan sehari-hari ada kalanya seseorang berada dalam situasi tertentu dan orang itu diwajibkan disebutkan kewajiban hukum hukum
melakukan suatu perbuatan aktif tertentu. Apabila ia tidak menuruti kewajiban hukumnya untuk berbuat aktif tertentu tersebut artinya dia
melanggar kewajiban hukumnya untuk berbuat tadi, maka dia dipersalahkan melakukan sesuatu tindak pidana pasif tertentu.
47
Tindak pidana pasif dalam doktri hukum pidana dibedakan menjadi a tindak pidana pasif murni dan b tindak pidana pasif yang tidak murni.
Tindak pidana pasif murni ialah tindak pidana pasif yang dirumuskan secara formil atau yang pada dasarnya semata-mata unsur perbuatannya
adalah berupa perbuatan pasif. Tindak pidana korupsi pasif menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo UU No. 20 Tahun 2001
semuanya adalah berupa tindak pidana pasif murni. Sedangkan tindak pidana pasif yang murni adalah berupa tindak pidana yang pada dasarnya
berupa tindak pidana aktif, tetapi dapat dilakukan dengan cara tidak berbuat atau tidak melakukan perbuatan aktif.
48
5. Atas Dasar Dapat Tidaknya Merugikan Keuangan dan atau Perekonomian
Negara.
47
Ibid, halaman 28
48
Ibid, halaman 28-29
Universitas Sumatera Utara
Atas dasar seperti itu tindak pidana korupsi dapar dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu a tindak pidana korupsi yang dapat merugikan keuangan
negara atau perekonomian Negara dan b tindak pidana korupsi yang tidak mensyaratkan dapat menimbulkan kerugian keuangan Negara atau
prekonomian Negara. Haruslah dipahami bahwa tindak pidana korupsi yang dapat membawa kerugian Negara pada sub a tersebut bukanlah tindak
pidana materil, melainkan tindak pidana formil. Terjadinya tindak pidana korupsi secara sempurna tidakperlu menunggu timbulnya kerugian Negara.
Asalkan dapat ditafsirkan menurut akal sehat bahwa suatu perbuatan dapat menimbulkan kerugian Negara, maka perbuatan tersebut dapat dikategorikan
sebagai tindak pidana korupsi. Bentuk-bentuk tindak pidana korupsi baik sub a maupun sub b dirumuskan secara formil atau merupakan tindak pidana
formil dan tidak ada yang dirumuskan secara materil atau berupa tindak pidana materil.
49
2. Sejarah Perundang-undangan Korupsi di Indonesia