Sejarah karoushi Karoushi di Jepang

31 vascular disebabkan oleh beban kerja yang berlebihan dan stres kerja. Dr Tetsunojo Uehata, yang menciptakan kata karoushi, telah mendefinisikan sebagai sebuah cacat tetap atau kematian yang disebabkan oleh memburuknya tekanan darah tinggi atau arteriosklerosis menyebabkan penyakit pembuluh darah di otak, seperti pendarahanotak, perdarahan dan otak subarachnoidal miokard, dan gagal jantung akut dan mycardial miokard yang disebabkan oleh kondisi seperti penyakit jantung iskemik” Uehata, 1990:98. Jadi Karoushi merupakan budaya dalam masyarakat Jepang yang berarti kematian seseorang karena kelelahan yang disebabkan oleh penyakit fisik maupunmental yang dipicu oleh kerja berlebihan yang ditandai dengan frekuensi jam kerja yang terlalu tinggi. Dari pengertian di atas, muculnya permasalahan karoushi disebabkan oleh frekuensi jam kerja yang tinggi. Seperti dikatakan oleh Murphy, 2001:37, “Kematian yang dikategorikan ke dalam karoushi selalu berhubungan dengan frekuensi jam kerja yang tinggi, shift kerja, dan jadwal yang tidak teratur”.

2.2.2 Sejarah karoushi

Fenomena Karoushi di Jepang bukan sesuatu hal yang baru dan masih sering terjadi.Biasanya fenomena karoushiterjadi pada pekerja kantoran yang umumnya laki-laki yang berusia 25-45 tahun.Fenomena ini sangat jarang terjadi pada perempuan Jepang,karena jam kerja laki-laki lebih banyak daripada jam kerja perempuan. Pekerja perempuan di Jepang, untuk sebagian besarbekerja hanya paruh waktu. Wanita memiliki jam kerja yang lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah Universitas Sumatera Utara 32 pekerja laki-laki. Biasanya perempuan hanya mengambil jam kerja paruh waktu atau part time, karena mereka masih harus mengurus anak dan rumah. Sehingga korban karoushi lebih banyak laki-laki daripada perempuan. Sedangkan untuk pekerja pria kebanyakan mereka bekerja full time dan memiliki lebih banyak pekerjaan dan beban di dalam perusahaan karena ketika melihat jenis kelamin dan kelompok usia, persentase bekerja berjam-jam meningkat, terutama pada pria, hal ini terjadi karena adanya peningkatan variasi dalam jam kerja dan jenis pekerjaan. Jenis pekerjaan mereka sangat berpengaruh sekali terhadap jam kerja sehingga membuat para pekerja di Jepang harus bekerja melebihi batas jamkerja normal dan menimbulkan fenomena karoushi, hubungan kekerabatan dan kebersamaan diantara satu pekerja dengan pekerja lainnya juga sangat baik sehingga membuat mereka rela berlama-lama bekerja demi kemajuan perusahaannya. Dari tahun ke tahun jumlah korban karoushi terus mengalami peningkatan. Ini dikarenakan jumlah jam kerja yang terlalu tinggi, Perdebatan mengenai kematian akibat kerja berlebihan sudah mencuat di Jepang sejak tahun 1970-an. Kasus resmi pertama Karoushi dilaporkan tahun 1969, berupa kematian seorang pekerja laki-laki-laki berumur 29 tahun.Saat itu, kematian pekerja akibat kelebihan kerja, menjadi materi penelitian ilmiah yang menarik.Penelitian selama tiga dekade menunjukkan, kematian pekerja akibat kelebihan kerja, terutama disebabkan oleh serangan jantung atau stroke.Pemicunya, stress karena kerja yang berlebihan. Orang Jepang menghabiskan waktu sekitar 2.152 jam dalam setahun untuk bekerja. Angka itu lebih kecil bila dibandingkan dengan rata-rata jam kerja dari orang Amerika yang mencapai 1.898 jam setahun namun di atas dari jumlah rata- Universitas Sumatera Utara 33 rata jam kerja orang Jerman 1.613. Tapi angka statistik tersebut bisa salah terutama belum melibatkan jam lembur yang tidak dibayar, yang banyak dilakukan oleh oleh pekerja Jepang. Gambar 2.1 Tabel Frekwensi Jam Kerja di Jepang dengan Negara- Negara lain Negara 1988 1991 1992 1997 1999 Jepang 2,152 2,139 2,107 1,942 1,942 Amerika 1,898 1,847 1,957 2,005 1,991 Uk 1,938 1,835 1,911 1,934 1,942 French 1,657 1,619 1,682 1,677 Germany 1,613 1,499 1,567 1,517 Sumber: Kawanishi, 2005:72 Menurut analisis pada tahun 1988 perbedaan jam kerja antara Jepang dengan pekerja Amerika sekitar 200 jam dan 500 jam untuk Jerman dan Perancis. Perbedaan jam kerja selama beberapa jam dalam seminggu tidak terlalu terlihat perbedaannya, perbedaan antara Jepang dan Amerika Serikat sebesar 5,6 jam seminggu, berarti perbedaan tahunan 291 jam per pekerja. Ini berarti bahwa setiap tahun para pekerja Jepang bekerja empat sampai enam minggu lebih dari negara- negara lainnya.Para pekerja di Jepang secara tradisional maupun struktural memang bekerja lebih panjang, dibanding rekannya di Amerika Serikat, Perancis atau Jerman. Para pekerja Jepang selalu didorong untuk meningkatkan pendapatan dengan bekerjalembur.Hubungan kerja industrialnya juga terpusat pada perusahaan. Selain itu gaya manajemen kepegawaian di Jepang juga amat kaku. Sebagian perusahaan tidak memaksa pegawai bekerja lebih panjang, akan Universitas Sumatera Utara 34 tetapi pegawai secara sukarela melakukanya demi prestasi. Perusahaan menjadi lebih penting dari keluarga. Teknologi dan industrialisasi yang pesat juga menciptakan suatu perubahan penting dalam sifat ancaman dan stres itu sendiri.Dalam laporan Buruh Dunia ILO tahun 1993 mengatakan, bahwa para pekerja Jepang menderita stres berat yang terkait dengan jam kerja yang panjang, yang menyebabkan karoushi kematian karena terlalu banyak bekerja. Gambar 3.2 Grafik Jumlah Korban Karoushi Sumber : hotline karoushi, 2000 Dari grafik karoushi di atas, pada tahun 1949 sampai tahun 1953 untuk korban karoushi perempuan, mengalami peningkatan sebesar 1000 korban dari 5000 korban menjadi 6000 korban. Tahun berikutnya juga mengalami peningkatan yang cukup tinggi yaitu pada tahun 1957 mencapai 9000 korban.Lalu megalami penurunan sedikit demi sedikit sampai tahun 1969, setelah itu pada tahun 1973 mulai mengalami peningkatan tetapi tidak terlalu tinggi.Pada tahun Universitas Sumatera Utara 35 1973 sampai tahun 1977 tidak terlalu banyak mengalami peningkatan dan juga penurunan jumlah korban karoushi.Sampai pada tahun 1997 mengalami peningkatan hingga mencapai 10.000 ribu korban.Bila dibandingkan dengan pekerja laki-laki sangat jauh perbedaannya. Pada grafik pekerja laki-laki setiap tahunnya mengalami peningkatan, walaupun pada tahun 1957 sampai pada tahun 1969 mengalami penurunan yang cukup drastis. Jumlah korban karoushi yang mengalami peningkatan yang cukup drastis yaitu dari tahun1973 sampai tahun 1985 hingga mencapai 16.000 ribu jiwa. Kemudian mengalami penurunan lagi dari tahun 1989 sampai 1993 hingga 13.000 ribu jiwa, dan mengalami peningkatan hingga mencapai 23.000 ribu jiwa. Jumlah rata-rata jam lembur di Jepang bisa mencapai 30-40 jam per bulannya. Bahkan pada perusahaan-perusahaan yang persaingannya sangat ketat seperti perusahaan-perusahaan elektronik, jam lembur per bulannya bisa mencapai 100-150 jam. Higashii,1990:90. Lembur ini dapat mencapai hingga 100 jam per bulan untuk pejabat bank. Menurut survei resmi lain melalui wawancara pada para pekerja oleh Badan Koordinasi Pengelolaan dan Pemerintah, diketahui rata-rata jam kerja per tahun lebih dari 2.400 jam. Dari angka ini kita dapat memperkirakan bahwa jumlah jam rata-rata pekerja lembur adalah sekitar 350 jam per tahun. Apabila seseorangingin mempekerjakan karyawannya lebih dari jam kerja yang telah ditentukan oleh undang-undang mengenai lembur, maka perusahaan harus membuat kesepakatan terlebih dahulu dengan serikat buruh di dalam perusahaan itu, atau setidak-tidaknya perusahaan harus membuat kesepakatan jam kerja dengan orang yang dianggap dapat mewakili lebih dari separuh jumlah pekerja. Lalu kesepakatan ini harus dilaporkan dan disetujui oleh kepala Universitas Sumatera Utara 36 pengawas pelaksanaan Undang-Undang Standar Perburuhan. Peraturan mengenai jam kerja lembur harus disepakati melalui perjanjian sarikat buruh dengan perusahaan, tetapi para pekerja hampir tidak bisa berbuat apa-apa karena adanya pemutusan hubungan kerja dan tersisihkan dari kelompok. Mereka terpaksa atau secara sukarela harus bekerja lebih lama, baik untuk menunjukan prestasi atau meraih pendapatan lebih tinggi.Ironisnya, dalam masa resesi seperti saat ini, para pekerja yang berisiko tinggi terserang Karoushi, harus bekerja lebih keras lagi.Karyawan pabrik atau perusahaan yang terancam bangkrut, seringkali kerja lembur tanpa dibayar, demi menyelamatkan tempat kerjanya. Statistik resmi ini, belum menunjukkan tingginya frekuensi jam kerja yang berlaku di Jepang, hal-hal tersebut dikarenakan, statistik ini berasal dari rata-rata perusahaan dengan lebih dari lima karyawan, karena besar dan kecil mengenai kesenjangan antara perusahaan dan pekerja sangat signifikan. Di Jepang banyak perusahaan-perusahaan kecil dengan pekerja kurang dari tiga puluh karyawan.Bahkan orang-orang yang bekerja untuk perusahaan kecil terdiri dari 60 pekerja.Para pekerja ini sering bekerja lebih lama daripada pekerja di perusahaan besar yang memiliki banyak pekerja. Karena banyak perusahaan bisnis kecil tidak dapat beroperasi selama lima hari kerja dalam seminggu, perusahaan-perusahaan kecil harus buka bahkan pada hari libur. Diperkirakan, satu dari tiga pekerja laki-laki yang berusia 30-40 tahun telah menghabiskan waktu hingga 60 jam dalam seminggu. Separuh dari jumlah pekerja itu, tidak mendapatkan uang lembur alias tidak dibayar.Nasib pekerja pabrik lebih parah.Mereka datang ke tempat kerja lebih awal dan pulang paling akhir.Juga tanpa upah tambahan atau ganti rugi, termasuk ketika mereka harus Universitas Sumatera Utara 37 mengikuti pelatihan pada akhir pekan. Banyak perusahaan di Jepang selama dua puluh tahun terakhir telah menerapkan sebuah sistem kerja baru dengan menempatkan pekerja paruh waktu untuk menggantikan pekerja tetap.Para staf regular itu tetap dipertahankan dengan kewajiban bekerja lembur dan secara perlahan posisi mereka dibuat tidak tetap.Faktor budaya turut menguatkan kecenderungan ini.Kerja keras merupakan perilaku yang terhormat di Jepang dan pengorbanan untuk orang banyak dianggap lebih berharga daripada pengorbanan untuk pribadi Jepang Mathari, 2007. Para pekerja dituntut untuk bekerja keras agar mendapatkan penilaian prestasi kerja termasuk dengan bekerja di luar jam kantor. Tetapi mereka sama sekali tidak mendapatkan upah lembur. Jam kerja yang berlebihan mengakibatkan peningkatan stress yang akan berdampak pada penurunan daya tahan tubuh. Sehingga pekerja yang memiliki tingkat kesehatan yang lebih rendah yang dapat mengganggu kinerjanya. Walaupun beberapa peneliti mengatakan bahwa tingginya jumlah jam kerja di Jepang salah satunya dilatar belakangi oleh kondisi ekonomi Jepang pada saat itu, namun jam kerja Jepang dalam kondisi kapan pun cukup tinggi bahkan paling tinggi bila dibandingkan dengan Negara-negara maju lainnya di dunia.

2.2.3 Proses Terjadi dan Contoh Kasus Karoushi