Penelitian Terhadap Tingkat Tenaga Kerja di Pemerintah DKI

(1)

Halaman

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR... xvi

DAFTAR LAMPIRAN. ... xvii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 9

1.5. Kegunaan Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Peranan Sektor Tersier Dalam Perekonomian Indonesia ... 10

2.2. Peranan Sektor Tersier Dalam Perekonomian DKI Jakarta ... 11

2.3. Kebijakan Pemerintah di Pasar Tenaga Kerja ... 13

2.4. Kebijakan Upah Minimum Regional Sektoral ... 14

2.5. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 16

2.5.1. Angkatan Kerja ... 16

2.5.2. Penyerapan Tenaga Kerja ... 17

2.5.3. Upah Sektor Tersier ... 18

2.5.4. Produktifitas Kerja ... 19

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 22

3.1. Dasar Pemikiran ... 22

3.2. Kerangka Teori ... 24

3.2.1. Penawaran Tenaga Kerja... 24

3.2.2. Permintaan Tenaga Kerja... 28

3.2.3. Keseimbangan di Pasar Tenaga Kerja... 34

3.3. Angkatan Kerja dan Pengangguran... 36


(2)

IV. PERUMUSAN MODEL DAN PROSEDUR ANALISIS... 41

4.1. Sepesifikasi Model ... 41

4.1.1. Angkatan Kerja di Provinsi DKI Jakarta ... 45

4.1.2. Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Tersier ... 46

4.1.3. Upah Sektor Tersier ... 46

4.1.4. Upah Minimum Regional Jakarta ... 47

4.1.5. Pengangguran ... 48

4.1.6. Investasi Sektor Tersier ... 48

4.1.7. Pendapatan Daerah ... 50

4.2. Identifikasi Model ... 51

4.3. Metode Pendugaan Model ... 52

4.4. Penerapan Model ... 55

4.4.1. Sumber dan Jenis Data ... 55

4.4.2. Validasi Model ... 55

4.4.3. Simulasi Model... 57

V. GAMBARAN UMUM DAERAH DKI JAKARTA ... 58

5.1. Keadaan Geografi ... 58

5.2. Keadaan Perekonomian ... 60

5.2.1. Pertumbuhan Ekonomi Sub sektor Perdagangan ... 61

5.2.2. Pertumbuhan Ekonomi Sub sektor Pengangkutan dan Komunikasi ... 62

5.2.3. Pertumbuhan Ekonomi Sub sektor Perbankkan, Keuangan Persewaan dan Jasa ... 63

5.2.4. Pertumbuhan Ekonomi Sub sektor Jasa ... 64

5.3. Keadaan Penduduk ... 64

5.4. Ketenagakerjaan ... 66

5.4.1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja ... 67

5.4.2. Lapangan Pekerjaan ... 68

VI. KERAGAAN MODEL PASAR KERJA, INVESTASI DAN PENDAPATAN SEKTOR TERSIER DI PROVINSI DKI JAKARTA ... 70

6.1. Gambaran Umum Model Dugaan ... 70

6.2. Pembahasan Model dugaan ... 71

6.2.1. Angkatan Kerja Jakarta ... 71


(3)

6.2.2.1. Penyerapan Tenaga Kerja Sub sektor Perdagangan 73

6.2.2.2. Penyerapan Tenaga Kerja Sub sektor Angkutan ... 75

6.2.2.3. Penyerapan Tenaga Kerja Sub sektor Perbankkan . 77

6.2.2.4. Penyerapan Tenaga Kerja Sub sektor Jasa ... 78

6.2.3. Upah Sektor Tersier ... 80

6.2.3.1. Upah Sub sektor Perdagangan ... 80

6.2.3.2. Upah Sub sektor Angkutan ... 82

6.2.3.3. Upah Sub sektor Perbankkan ... 84

6.2.3.4. Upah Sub sektor Jasa ... 86

6.2.4. Upah Minimum Regional Jakarta ... 88

6.2.5. Investasi Sektor Tersier ... 89

6.2.5.1. Investasi Sub sektor Perdagangan ... 90

6.2.5.2. Investasi Sub sektor Angkutan ... 91

6.2.5.3. Investasi Sub sektor Perbankkan ... 92

6.2.5.4. Investasi Sub sektor Jasa ... 94

6.2.6. Produk Domestik Regional Bruto Sektor Tersier... 95

6.2.6.1. Produk Domestik Rregional Bruto Sub sektor Perdagangan ... 96

6.2.6.2. Produk Domestik Regional Bruto Sub sektor Angkutan ... 98

6.2.6.3. Produk Domestik Regional Bruto Sub sektor Perbankkan ... 100

6.2.6.4. Produk Domestik Regional Bruto Sub sektor Jasa .. 102

6.3. Hasil Peramalan Dampak Kebijakan Ekonomi terhadap Pasar Kerja, Investasi dan Pendapatan Sektor Tersier di Provinsi DKI Jakarta, Tahun, 2007 – 2010 ... 104

6.3.1. Peramalan Validasi Mode Pasar Kerja, Investasi dan Pendapatan Sektor Tersier di Provinsi DKI Jakarta, Tahun 2007-2010 ... 104

6.3.2. Hasil dan Pembahasan Peramalan Simulasi Model Dampak Kebijakan Ekonomi terhadap Pasar Kerja, Investasi dan Pendapatan Sektor Tersier di Provinsi DKI Jakarta, Tahun 2007-2010 ... 106

6.3.3. Hasil Peramalan Dampak Kenaikan Kebijakan Upah Minimum Regional Jakarta sebesar 20 persen, Tahun 2007-2010 ... 108


(4)

6.3.4. Hasil Peramalan Dampak Penurunan Tingkat Suku Bunga

Kredit Perbankkan sebesar 5 persen,Tahun 2007-2010 .... 110

6.3.5. Hasil Peramalan Dampak Peningkatan Penerimaan Pajak Daerah Jakarta sebesar 10 persen,Tahun 2007-2010 ... 111

6.3.6. Hasil Peramalan Dampak Peningkatan Pengeluaran Pembanggunan sebesar 10 persen,Tahun 2007-2010 ... 112

6.4. Hasil Peramalan Simulasi Kebijakan Gabungan Upah, Pajak Daerah, Pengeluaran Pembangunan Pemerintah, Suku Bunga . 114 6.4.1. Hasil Peramalan Peningkatan Upah Minimum Regional Jakarta sebesar 20 persen dan Penurunan Suku Bunga Kredit Perbankkan sebesar 5 persen, Tahun 2007-2010 .. 114

6.4.2. Peramalan Dampak Kenaikan Pajak daerah dan Pengeluaran Pembangunan Pemerintah 10 persen, Tahun 2007-2010 ... 116

6.4.3. Hasil Peramalan Kenaikan Upah Minimum Regional Jakarta sebesar 20 persen, Pajak daerah, Pengeluaran Pembangunan sebesar 10 persen dan Penurunan Suku Bunga Kredit Perbankkan Sebesar 5 persen, Tahun 2007-2010 ... 117

6.4.3. Hasil Peramalan Kenaikan Pajak Daerah sebesar 10 persen dan Penurunan Tingkat Suku Bunga Kredit Perbankkan sebesar 5 persen, Tahun 2007-2010 ... 118

6.4.5. Hasil Peramalan Kenaikan Upah Minimum Regional Jakarta sebesar 20 persen dan Peningkatan Pengeluaran Pembangunan sebesar 10 persen, Tahun 2007-2010 ... 120

6.5. Ringkasan Peramalan dan Prioritas Skenario Kebijakan Ekonomi terhadap Pasar Kerja, Investasi dan Pendapatan Sektor Tersier di Provinsi DKI Jakarta,Tahun 2007 – 2010 ... 121

VII KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN KEBIJAKAN ... 125

7.1. Kesimpulan ... 125

7.2. Implikasi Kebijakan ... 128

7.3. Saran Penelitian Lanjutan ... 128

DAFTAR PUSTAKA ... 130


(5)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kontribusi Sektor Primer, Sekunder dan Tersier terhadap PDRB DKI Jakarta,Tahun 1985-2004... 5 2. Komposisi Penduduk Propinsi DKI Jakarta Yang Bekerja Menurut

Sektor Utama, Tahun 1985-2004 ... 6 3. Tingkat Upah Sektor Primer,Sekunder, dan Tersier Provinsi DKI

Jakarta,Tahun 1985-2004 ... 7 4. Distribusi Produk Domestik Bruto atas Dasar Harga Konstan,

Menurut Lapangan Usaha, Tahun 1985-2004 ... 11 5. Struktur Ekonomi DKI Jakarta dengan Harga Konstan Menurut

Lapangan Usaha,Tahun 1985-2004 ... 13

6. Distribusi Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran menurut

Sub sektor, Tahun 1999-2004 ... 64 7. Distribusi Sektor Perbankkan,Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perusahaan Menurut Sub sektor, Tahun 1999-2004 ... 64

8. Perkembangan Jumlah Penduduk DKI Jakarta,Tahun 1961-2002 .... 65 9. Laju Pertumbuhan Penduduk menurut Kotamadya DKI Jakarta,

Tahun 1961-2000 ... 66 10. Penduduk Usia 15 Tahun keatas Menurut Jenis Kegiatan di DKI

Jakarta, Tahun 1997-2004 ... 67 11. Komposisi Penduduk DKI Jakarta yang Bekerja Menurut Sektor

Utama, Tahun 1987-2004 ... 68 12. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Angkatan Kerja Jakarta,

Tahun 1985-2004 ... 71 13. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penyerapan Tenaga Kerja

Sub sektor Perdagangan, Tahun 1985-2004 ... 73 14. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penyerapan Tenaga Kerja

Sub sektor Angkutan, Tahun 1985-2004 ... 75 15. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penyerapan Tenaga Kerja

Sub sektor Perbankkan, Tahun 1985-2004 ... 77 16. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penyerapan Tenaga Kerja


(6)

17. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Tingkat Upahl sub sektor

Perdagangan, Tahun 1985-2004 ... 81 18. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Tingkat Upah sub sektor

Angkutan, Tahun 1985-2004 ... 83 19. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Tingkat Upah sub sektor

Perbankkan, Tahun 1985-2004 ... 85 20. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Tingkat Upah sub sektor

Jasa, Tahun 1985-2004 ... 87 21. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Upah Minimum Regional

Jakarta, Tahun 1985-2004... 88 22. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Investasi sub sektor

Perdagangan, Tahun 1985-2004 ... 90 23. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Investasi sub sektor

Angkutan, Tahun 1985-2004 ... 91 24. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Investasi sub sektor

Perbankkan, Tahun 1985-2004 ... 93 25. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Investasi sub sektor

Jasa, Tahun 1985-2004 ... 94 26. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Produk Domestik Regional

Bruto Sub sektor Perdagangan, Tahun 1985-2004 ... 96 27. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Produk Domestik Regional

Bruto Sub sektor Angkutan, Tahun 1985-2004 ... 99 28. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Produk Domestik Regional

Bruto Sub sektor Perbankkan, Tahun 1985-2004 ... 101 29. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Produk Domestik Regional

Bruto Sub sektor Jasa, Tahun 1985-2004 ... 103 30. Hasil Peramalan Validasi Model Kebijakan Ekonomi terhadap Pasar Kerja, Investasi dan Pendapatan Sektor Tersier Provinsi DKI Jakarta,

Tahun 2007-2010 ... 105 31. Hasil Peramalan Dampak Kebijakan Ekonomi terhadap Pasar

Kerja, Investasi dan Pendapatan Sektor tersier di Provinsi DKI Jakarta, Tahun 2007-2010 ... 108 32. Hasil Peramalan Dampak Kebijakan Peningkatan Upah Minimum

Regional Jakarta sebesar 20 persen, tahun 2007-2010 ... 109 33. Hasil Peramalan Dampak Kebijakan Penurunan Tingkat Suku Bunga

Kredit Perbankkan dan Sertifikat Bank Indonesia sebesar 5 persen, Tahun 2007-2010. ... 111


(7)

34. Hasil Peramalan Dampak Kebijakan Peningkatan Pajak Daerah

sebesar 10 persen, tahun 2007-2010... 112 35. Hasil Peramalan Dampak Kebijakan Peningkatan Pengeluaran

Pembangunan sebesar 10 persen, tahun 2007-2010 ... 114 36. Hasil Peramalan Dampak Kebijakan Penurunan Suku Bunga Kredit

Perbankkan dan Sertifikat Bank Indonesia sebesar 5 persen, dan Peningkatan Upah Minimum Regional Jakarta sebesar 20 persen,

Tahun 2007-2010 ... 115 37. Hasil Peramalan Dampak Kebijakan Peningkatan Pajak Daerah dan

Pengeluaran Pembangunan sebesar 10 persen, tahun 2007-2010 ... 116 38. Hasil Peramalan Dampak Kebijakan Peningkatan UMRJR sebesar 20

persen dan Peningkatan Pajak Daerah, Pengeluaran Pembangunan sebesar 10 persen dan Penurunan Suku Bunga Kredit Perbankkan sebesar 5 persen,Tahun 2007-2010 ... 118 39. Hasil Peramalan Dampak Kebijakan Peningkatan Pajak Daerah

sebesar 10 persen dan Penurunan Suku Bunga Kredit Perbankkan sebesar 5 persen,Tahun 2007-2010 ... 119 40. Hasil Peramalan Dampak Kebijakan Peningkatan UMRJR sebesar 20

persen dan Peningkatan Pengeluaran Pembangunan sebesar

10 persen,Tahun 2007-2010 ... 121 41. Ringkasan Peramalan dan Prioritas Skenario Kebijakan Ekonomi

terhadap Pasar Kerja, Investasi dan Pendapatan Sektor Tersier


(8)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kerangka Model Pasar Kerja, Investasi dan Pendapatan Sektor

Tersier di Provinsi DKI Jakarta ... 23

2. Menentukan Kurva Penawaran Tenaga Kerja ... 26

3. Hubungan antara Produksi Total, Produksi rata-rata dan Produksi Marginal dari Penggunaan Tenaga Kerja ... 31

4. Menentukan Kurva Permintaan Tenaga Kerja ... 33

5. Keseimbangan di Pasar Tenaga Kerja ... 34

6. Diagram Ketenagakerjaan ... 36

7. Diagram Keterkaitan Peubah-peubah dalam Model Pasar Kerja, Investasi dan Pendapatan Sektor Tersier Provinsi DKI Jakarta ... 42


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Data Pasar Kerja, Investasi dan Pendapatan Sektor Tersier di

Provinsi DKI Jakarta, Tahun 1985-2004... 134 2. Program Pendugaan Dampak Kebijakan Ekonomi terhadap

Pasar Kerja, Investasi dan Pendapatan Sektor Tersier di Provinsi DKI Jakarta, Tahun 1985-2004... 137 3. Hasil Pendugaan Dampak Kebijakan Ekonomi terhadap

Pasar Kerja, Investasi dan Pendapatan Sektor Tersier di Provinsi DKI Jakarta, Tahun 1985-2004... 139 4. Program Validasi Peramalan Dampak Kebijakan Ekonomi terhadap Pasar Kerja, Investasi dan Pendapatan Sektor Tersier di Provinsi DKI Jakarta, Tahun 2007-2010... 144 5. Hasil Peramalan Validasi Dampak Kebijakan Ekonomi terhadap Pasar Kerja, Investasi dan Pendapatan Sektor Tersier di Provinsi DKI Jakarta, Tahun 2007-2010... 146 6. Program Peramalan Peningkatan Upah Minimum Regional Jakarta sebesar 20 persen, Tahun 2007-2010... 148

7. Hasil Peramalan Peningkatan Upah Minimum Regional Jakarta sebesar 20 persen, Tahun 2007-2010... 150

8. Program Peramalan Penurunan Suku Bunga Kredit Perbankkan sebesar 5 persen, Tahun 2007-2010... 152

9. Hasil Peramalan Penurunan Suku Bunga Kredit Perbankkan

sebesar 5 persen, Tahun 2007-2010...154 10. Program Peramalan Kenaikan Pajak Daerah sebesar 10 persen,

Tahun 2007-2010... 156 11. Hasil Peramalan Kenaikan Pajak Daerah sebesar 10 persen,

Tahun 2007-2010... 158 12. Program Peramalan Kenaikan Pengeluaran Pembangunan sebesar 10 persen, Tahun 2007-2010... 160 13. Hasil Peramalan Kenaikan Pengeluaran Pembangunan sebesar 10 persen, Tahun 2007-2010... 162


(10)

sebesar 20 persen dan Penurunan Suku Bunga Kredit Perbankkan sebesar 5 persen, Tahun 2007-2010... 164

15. Hasil Peramalan Kenaikan Upah Minimum Regional Jakarta sebesar 20 persen dan Penurunan Suku Bunga Kredit Perbankkan sebesar 5 persen, Tahun 2007-2010... 166

16. Program Peramalan Peningkatan Pajak Daerah dan Pengeluaran Pembangunan sebesar 10 persen , Tahun 2007-2010... 168 17. Hasil Peramalan Peningkatan Pajak Daerah dan Pengeluara

Pembangunan sebesar 10 persen , Tahun 2007-2010... 170 18. Program Peramalan Kenaikan Upah Minimum Regional Jakarta sebesar 20 persen dan Peningkatan Pajak Daerah, Pengeluaran Pembangunan sebesar 10 persen serta Penurunan Suku Bunga Kredit Perbankkan sebesar 5 persen, Tahun 2007-2010...172

19. Hasil Peramalan Kenaikan Upah Minimum Regional Jakarta sebesar 20 persen dan Peningkatan Pajak Daerah, Pengeluaran Pembangunan sebesar 10 persen serta Penurunan Suku Bunga Kredit Perbankkan sebesar 5 persen, Tahun 2007-2010...174

20. Program Peramalan Penurunan Suku Bunga Kredit Perbankkan sebesar 5 persen dan Peningkatan Pajak Daerah sebesar 10 persen, Tahun 2007-2010... 176 21. Hasil Peramalan Penurunan Suku Bunga Kredit Perbankkan sebesar 5 persen dan Peningkatan Pajak Daerah sebesar 10 persen,

Tahun 2007-2010... 178 22. Program Peramalan Kenaikan Upah Minimum Regional Jakarta sebesar 20 persen dan Peningkatan Pengeluaran Pembangunan sebesar 10 persen , Tahun 2007-2010... 180

21. Hasil Peramalan Kenaikan Upah Minimum Regional Jakarta sebesar 20 persen dan Peningkatan Pengeluaran Pembangunan sebesar 10 persen , Tahun 2007-2010... 182


(11)

I.PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu modal pembangunan yang dominan dimiliki oleh negara sedang berkembang adalah jumlah penduduk dan angkatan kerja yang cukup besar jumlahnya. Hal ini juga yang terjadi di Indonesia selama masa orde baru laju pertumbuhan penduduk dan tenaga kerja di Indonesia masih cukup tinggi. Selama periode 1961-1971, laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 2.1 persen per tahun, kemudian pada tahun 1972-1994 mengalami peningkatan menjadi 2.3 persen per tahun. Untuk tahun 1995-2000, seperti yang digariskan oleh GBHN selama pelaksanaan Repelita VI, laju pertumbuhan penduduk akan ditekan sampai mencapai 1.5 persen per tahun.

Jumlah penduduk dan tenaga kerja dapat menjadi masalah apabila tidak dibarengi dengan ketersediaan kesempatan kerja yang memadai sehingga tidak memperbesar angka pengangguran. Oleh sebab itu untuk menghidari permasalahan tersebut dibutuhkan perencanaan tenaga kerja yang matang. Perencanaan tenaga kerja dapat dikatakan sebagai posisi sentral dalam pembangunan ekonomi.

Dalam Program Pembangunan Nasional (PROPENAS, 2000) telah diisyaratkan tentang perencanaan tenaga kerja, telah ditetapkan bahwa perluasan dan pemerataan kesempatan kerja serta peningkatan perlindungan terhadap tenaga kerja merupakan kebijakaan pokok yang sifatnya menyeluruh pada semua sektor. Sejalan dengan perkembanggan pembangunan terdapat perubahan-perubahan pada pendapatan dan kesempatan kerja diantara sektor atau kegiatan ekonomi penduduk (Widarti,1984).

Menurut Hasibuan (1987), ketenagakerjaan di Indonesia dihadapkan kepada dua masalah pokok yaitu:


(12)

1. Tidak seimbangnya penyerapan tenaga kerja antara sektor pertanian dan non pertanian.

2. Adanya kepincangan penyerapan tenaga kerja produktif di sektor non pertanian yaitu antara sektor pengolahan dibandingkan dengan sektor jasa.

Tidak seimbangnya jumlah penduduk dan kemampuan negara berkembang untuk menciptakan kesempatan kerja bagi penduduk telah menimbulkan berbagai implikasi yang buruk terhadap berbagai aspek pembangunan ekonomi, diantaranya adalah tingginya angka pengangguran yang secara tidak langsung berdampak negatif terhadap kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat.

Menurut Badwil (1986), sebuah negara harus mampu melakukan transformasi, dari pembangunan industri setelah modernisasi pada sektor pertanian serta penyedian model saranan sosialnya meningkat. Pertubuhan ekonomi suatu negara pada tahap awal paling tinggi terjadi pada sektor pertanian yang kemudian berubah dengan pembagunan industri, sehingga pergeseran kesempatan kerja terjadi dari sektor manufaktur ke sektor jasa (tersier).

Akibat pergeseran-pergeseran yang terjadi, maka kesempatan kerja di sektor tersier mangkin meningkat. Menurut Sukirno (1985), sektor-sektor yang masuk dalam sektor tersier adalah angkutan dan perhubungan, pemerintah, perdagangan dan jasa perorangan. Sedangkan menurut Widarti (1984), kegiatan yang dikelompokan pada sektor tersier ini meliputi perdagangan, trasformasi, keuangan dan jasa.

Proses pembangunan Indonesia yang berkesinambungan diarahkan kepada perubahan struktur, dari struktur yang berlandaskan pertanian menjadi struktur yang berlandaskan industri modern. Dengan kata lain perubahan dari sektor primer ke sektor sekunder dan kemudian dari sektor sekunder ke sektor tersier. Perubahan struktur, mempunyai tiga dimensi, yaitu pertama sumbangan sektor pertanian relatif menurun sedangkan sektor non pertanian meningkat.


(13)

Kedua, persentase tenaga kerja yang bekerja pada sektor pertanian akan semakin kecil, dan ketiga peningkatan produksi disemua bidang akan menjadi lebih bersifat industri.

Hal ini juga terjadi di provinsi DKI Jakarta, jumlah penduduk DKI Jakarta bertambah dari 8 256 165 orang pada tahun 1995 menjadi 8 566 300 orang pada tahun 2003, maka laju pertumbuhan penduduk Jakarta sebesar 1.68 persen pertahun. Sejalan dengan pertumbuhan penduduk, tenaga kerja dan angkatan kerja juga mengalami peningkatan. Tenaga kerja bertambah dari 4 857 861 orang pada tahun 1995 menjadi 5 052 847 orang pada tahun 2002. Angkatan kerja juga mengalami peningkatan dari 3 663 731 orang pada tahun 1995 menjadi 4 070 736 orang pada tahun 1997. dengan demikian jelas bahwa semakin besar jumlah penduduk maka semakin besar pula tenaga kerja dan angkatan kerja. Oleh karena itu penelitian, di rasa perlu untuk melihat seberapa besar dampak kebijakan ekonomi terhadap pasar kerja, investasi dan pendapatan sektor tersier di Provinsi DKI Jakarta.

1.2 Perumusan Masalah

Lahirnya UU No 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, dan PP No.25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan provinsi sebagai daerah otonomi, membawa implikasi kepada perubahan struktur pembangunan. Bila sebelum pembangunan sangat bersifat sentralistik (top down), dengan peraturan baru ini pembangunan dilaksanakan secara terdesentralisasi (bottom up) yang mengandalkan sumberdaya lokal. Hal tersebut berarti bahwa pembangunan ekonomi nasional akan terjadi pada setiap daerah dan perekonomian daerah. Menurut Rasyid (2000), dengan lahirnya UU tentang otonomi daerah, menjadi modal bagi pemerintah untuk melakukan upaya pembangunan daerah yang berorintasi untuk kepentingan daerah. Dengan demikian akan memberi peluang


(14)

bagi pemerintah daerah untuk mendorong investasi di berbagai sektor, yang akan berimplikasi pada peningkatan pertumbuhan sektor tersebut.

DKI Jakarta memiliki potensi sumberdaya yang cukup memadai, baik potensi sumberdaya di sektor sekunder maupun di sektor tersier, yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan produktifitas tenaga kerja pada sektor tersebut. Pada tahap awal pertumbuhan tenaga kerja di DKI Jakarta lebih banyak terserap di sektor primer, namun dengan proses industrialisasi terlihat terjadi perpindahan tenaga kerja dari sektor primer ke sektor sekunder dan kemudian dari sektor sekunder ke sektor tersier. Ketidakseimbangan penyerapan tenaga kerja antar sektor ini, mengakibatkan tingkat pendapatan masyarakat masih tetap rendah.

Masalah ketenagakerjaan di provinsi DKI Jakarta cukup serius dan penting untuk dicari penyelesaianya, mengingat jumlah angkatan kerja di provinsi DKI Jakarta dari tahun ketahun mengalami peningkatan, sebagai akibat pertambah penduduk sementara kesempatan kerja yang tersediah terbatas. Pertumbuhan penduduk yang tinggi mengharuskan pemerintah DKI Jakarta untuk menyediakan dan memperluas lapangan kerja yang diperuntukkan bagi angkatan kerja tersebut. Sumbangan sektor tersier terhadap produk domestik regional bruto DKI Jakarta. Pada tahun 1997 sumbangan sektor tersier terhadap produk domestik regional bruto propinsi DKI Jakarta sebesar 61.43 persen, dan terus mengalami peningkatan hingga tahun 2004 menjadi 68.75 persen (Tabel 1).

Dari Tabel 1 dijelaskan bahwa kontribusi sektor tersier selalu diatas 60 persen. Ini menunjukkan bahwa sektor tersier menjadi sektor yang memberikan pengaruh terhadap pertubuhan perekonomian di Provinsi DKI Jakarta. Tingginya kontribusi sektor tersier terhadap Produk Domestik Regional Bruto di Jakarta sejalan dengan tingginya tingkat penyerapan tenaga kerja disektor ini.


(15)

Persentasenya tingkat penyerapan tenaga kerja lebih besar dari persentase produk domestik regional bruto sektor primer dan sekunder.

Tabel 1. Kontribusi Sektor Primer, Sekunder dan Tersier terhadap Produk Domestik Regional Bruto Provinsi DKI Jakarta, Tahun 1985 – 2004

(persen)

Tahun Sektor Jumlah

Primer Sekunder Tersier

1985 0.18 35.23 59.45 100 1986 0.17 34.55 60.12 100

1987 0.19 34.87 61.43 100 1988 0.19 35.21 61.54 100 1989 0.17 35.34 61.11 100 1990 0.18 35.88 62.11 100 1991 0.19 36.23 62.11 100 1992 0.19 36.45 62.44 100 1993 0.20 36.78 61.56 100 1994 0.20 37.22 62.45 100 1995 0.20 37.35 62.43 100 1996 0.18 37.98 61.84 100 1997 0.18 38.25 61.57 100 1998 0.18 34.44 65.37 100 1999 0.20 34.88 64.91 100 2000 0.19 34.58 65.23 100 2001 0.23 34.82 65.92 100 2002 0.44 35.53 67.20 100 2003 0.45 35.66 66.30 100 2004 0.55 35.90 68.75 100 Sumber : BPS (2005)

Pada tahun 1985 hingga tahun 2004, tingkat penyerapan tenaga kerja sektor tersier lebih dari 60 persen dari angkatan kerja di Provinsi DKI Jakarta (Tabel 2).

Dari Tabel 2 diatas terlihat bahwa tenaga kerja yang bekerja di Jakarta di dominasi oleh sektor tersier. Jumlah yang bekerja dari sektor tersier di Provinsi DKI Jakarta selalu bertambah, sala satu faktor yang mempengaruhi tingginya tingkat yang bekerja di sub sektor tersier adalah tingkat penyerapan tenaga kerja di dominasi oleh sektor tersier. Hal ini terlihat dari tingkat yang bekerja di sektor tersier sekita di atas 70 persen, karena di samping lapangan kerja formal di


(16)

ketiga kegiatan tersebut cukup banyak. Angkatan kerja baru yang terserap sebagian besar di serap di sektor tersier.

Tabel 2. Komposisi Penduduk Provinsi DKI Jakarta yang Bekerja Menurut Sektor Utama, Tahun 1985 – 2004

(persen)

Tahun Sektor Jumlah

Primer Sekunder Tersier

1985 0.18 35.23 53.14 100

1986 0.17 34.55 54.14 100

1987 0.19 34.87 55.15 100

1988 0.19 35.21 56.78 100

1989 0.17 35.34 56.45 100

1990 1.60 27.50 70.80 100

1991 0.19 35.25 68.52 100

1992 0.19 36.45 58.89 100

1993 1.83 24.30 73.42 100

1994 2.32 23.94 73.21 100

1995 2.09 23.54 73.31 100

1996 1.98 23.60 73.42 100

1997 0.20 24.20 75.60 100

1998 0.90 21.60 77.00 100

1999 0.70 21.50 77.80 100

2000 0.20 24.80 75.00 100

2001 0.80 25.00 74.40 100

2002 0.62 24.21 75.17 100

2003 0.81 12.15 75.04 100

2004 0.55 35.90 68.75 100

Sumber : BPS (2005)

Salah satu faktor yang mempengaruhi permintaan tenaga kerja sektor tersier tinggi adalah tingkat upah, walapun secara rata-rata tingkat upah disektor tersier lebih rendah dari sektor sekunder maupun primer (Tabel 3).

Dari Tabel 3 dijelaskan bahwa upah sektor tersier lebih rendah dari sektor sekunder. Hal ini akan menjadi insentif bagi para investor untuk berinvestasi di sektor tersier. Upah disektor tersier tahun 1985 sebesar Rp 82 790 dan tahun 2004 sebesar Rp 1 240 557. Relatif rendahnya upah disektor tersier tidak terlepas dari produktivitas kerja sektor tersier. Produktivitas yang dicerminkan dari peran sektor tersier terhadap PDRB Provinsi DKI menunjukkan bahwa produktivitas sektor tersier lebih rendah dari sektor sekunder. Dengan 53.14


(17)

persen penduduk yang bekerja di sektor tersier pada tahun 1985, akan tetapi hanya menyumbang sebesar 63.45 persen terhadap total PDRB. Sedangkan sektor sekunder, dengan 35.23 persen pekerja dari total pekerja di DKI Jakarta tahun 1985 mampu menyumbang PDRB DKI Jakarta tahun 1985 sebesar 37.35 persen terhadap total PDRB DKI. Jakarta

Tabel 3. Tingkat Upah Sektor Primer, Sekunder, dan Tersier di Provinsi DKI Jakarta, Tahun 1985 -2004

( Rupiah) Tahun Sektor

Primer Sekunder Tersier

1985 204 555 93 454 82 790

1986 215 454 95 545 84 936

1987 223 545 98 545 94 611

1988 235 488 134 554 123 564

1989 248 791 184 556 151 725

1990 252 164 198 899 169 916

1991 317 767 204 545 220 742

1992 354 369 220 878 243 118

1993 367 865 258 445 344 907

1994 374 562 307 651 302 217

1995 567 646 345 662 348 180

1996 695 500 364 782 372 860

1997 658 750 421 941 415 925

1998 643 136 460 781 508 210

1999 601 958 475 998 531 573

2000 608 466 498 655 612 470

2001 608 769 645 845 821 769

2002 615 401 891 442 987 417

2003 665 467 924 556 1 118 449

2004 787 908 1 025 484 1 240 557

Sumber : BPS (2005)

Dengan semakin banyaknya permasalahan ketenagakerjaan di DKI Jakarta, baik dari pihak pengusaha maupun karyawan, maka dirasa perlu bagi pemerintah untuk membuat kebijakan upah minimum regional Jakarta. Dengan kebijakan ini, diharapkan pertumbuhan dan stabilitas ekonomi DKI Jakarta dapat terjaga. Dari perumusan masalah diatas, maka dalam penelitian ini akan di identifikasi, dianalisis dan dicari jawabannya terkait dengan:


(18)

1. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi pasar kerja, investasi dan pendapatan sektor tersier di Provinsi DKI Jakarta?

2. Bagaimana peramalan dampak kebijakan pemerintah terhadap pasar kerja, investasi dan pendapatan sektor tersier di Provinsi DKI Jakarta?

1.3 Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak kebijakan ekonomi terhadap pasar kerja, investasi dan pendapatan sektor tersier di Provinsi DKI Jakarta. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi pasar kerja, investasi dan pendapatan sektor tersier

2. Meramal dampak kebijakan ekonomi terhadap pasar kerja, investasi dan pendapatan sektor tersier di Provinsi DKI Jakarta tahun 2007 – 2010.

1.4 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang, perumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah diuraikan, maka ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis dampak kebijakan ekonomi terhadap pasar kerja, investasi dan pendapatan sektor tersier di Provinsi DKI Jakarta. Secara khusus penelitian ini menganalisis angkatan kerja Jakarta, penyerapan tenaga kerja, upah sektor tersier, upah minimal regional Jakarta, investasi dan pendapatan sektor tersier, yang merupakan perbedaan utama dari penelitian-penelitian sebelumnya. Adapun keterbatasan dari penelitian ini adalah masalah tenaga kerja yang dianalisis hanya mencakup sektor tersier yang terdiri dari sektor perdagangan, angkutan, perbankkan serta jasa. Penelitian dilakukan di Provinsi DKI Jakarta karena Jakarta memiliki daya serap yang tinggi terhadap pasar kerja disektor tersier serta memiliki tingkat migrasi yang tinggi.


(19)

1.5. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pemerintah DKI Jakarta mengenai keadaan pasar kerja, tingkat investasi dan Produk Domestik Regional Bruto Provinsi DKI Jakarta pada sektor tersier. Sehingga dapat menjadi acuan dalam pengambilan keputusan untuk menyusun kebijakan-kebijakan di bidang ketenagakerjaan.


(20)

II.TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Peranan Sektor Tersier dalam Perekonomian Indonesia.

Pembangunan perekonomian sangat erat kaitannya dengan pembangunan sektor tersier yang andal. Sektor tersier terdiri dari empat sektor, yaitu sektor perdagangan, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, dan sektor persewaan, jasa perusahan dan lainnya. Keempat sektor ini memegang peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Sub sektor perdagangan merupakan jembatan penghubung antara produsen dan konsumen sedangkan pendistribusian hasil produksi tidak lepas dari peranan sektor pengangkutan. Sub sektor keuangan sangat dibutuhkan dalam pemodalan dunia usaha sementara sub sektor jasa lainya juga tidak dapat diabaikan peranannya dalam menciptakan perekonomian yang sehat.

Peranan sektor tersier terhadap Produk Domestik Regional Bruto pada tahun 2004 sebesar 41.25 persen. Ini berarti lebih tinggi dari tahun 2003 yang hanya sebesar 41.97 terhadap Produk Domestik Bruto. Hal ini terlihat pada tahun 1995 hampir 35.61 persen PDRB disumbang oleh sektor tersier, kontribusi sektor tersier terus meningkat menjadi 42.65 persen pada tahun 2002 (Tabel 4).

Dari Tabel 4 ditunjukan bahwa selama periode tahun 1985-2004 diantara sektor-sektor tersier tersebut, kontribusi sub sektor perdagangan mendominasi nilai tambah, yaitu sekitar 16.12 persen. Sub sektor perdagangan berperan sebagai penunjang kegiatan ekonomi untuk menghasilkan produk barang dan jasa. Akibat dari krisis ekonomi sub sektor perdagangan juga mengalami dampak yang sama dengan sektor-sektor yang lain. Hal ini terlihat pada tahun 1998 sektor ini mengalami penurunan menjadi 13.98 persen, akan tetapi hal ini tidak berlangsung lama pada tahun 2004 sektor ini mengalami peningkatan menjadi 16.21 persen.


(21)

Tabel 4. Distribusi Produk Domestik Bruto atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha,Tahun 1985-2004

(persen) Tahu n Lapangan usaha Pertani an Pertam bangan

Industri Listri gas dan air Baguna na Perdagan agan Pengangkut an Keuang an Jasa PDB 1985 11.26 5.66 21.45 1.45 3.56 12.45 5.89 4.12 6.53 100 1986 11.24 5.12 21.86 1.02 2.89 12.56 5.78 4.13 6.48 100 1987 11.78 6.23 21.70 1.42 2.98 12.69 5.89 4.23 6.55 100 1988 11.45 6.54 21.45 1.11 3.21 12.89 6.00 4.33 6.12 100 1990 11.23 7.33 22.69 1.20 3.42 13.00 6.12 4.89 7.12 100 1991 11.89 7.21 22.78 1.22 3.58 13.45 6.23 5.12 7.56 100 1992 12.56 7.45 22.45 1.35 3.69 13.50 6.45 5.23 7.99 100 1993 12.45 7.89 22.56 1.45 4.90 13.56 6.58 5.23 7.45 100 1994 13.12 8.95 23.55 1.45 4.89 13.58 6.89 5.78 8.92 100 1995 14.02 9.25 23.88 1.45 4.89 14.52 6.78 5.76 8.55 100 1996 14.08 9.12 24.71 1.45 4.96 14.15 7.11 5.89 8.45 100 1997 14.88 8.90 24.84 1.50 5.45 14.15 7.12 6.45 8.09 100 1998 16.90 9.96 25.30 1.50 5.97 13.98 7.17 7.51 9.09 100 1999 17.21 9.04 26.07 1.01 5.87 15.86 7.05 6.89 9.85 100 2000 16.71 9.41 26.43 1.07 5.98 16.00 7.36 6.88 9.56 100 2001 16.97 9.05 26.87 1.77 6.23 16.34 7.23 7.00 10.2 100 2002 17.31 10.21 27.12 1.78 6.76 16.89 7.09 7.78 10.8 100 2003 17.31 10.33 27.14 1.79 6.23 16.10 7.09 7.88 10.9 100 2004 18.21 10.47 27.14 1.69 6.12 16.21 7.06 7.88 11.1 100 Sumber: BPS (2004)

Sub sektor jasa merupakan penyumbang kedua terbesar setelah sub sektor perdagangan dengan konstribusi sebesar 9.53 persen pada tahun 1985. Pada tahun 1996 dan 1997 sektor ini mengalami penurunan sebesar 8.05 persen. Badai krisis moneter yang kemudian menjadi krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997, masih terlihat dampaknya pada saat ini. Hampir semua sektor ekonomi masih belum dapat berjalan seperti sedia kala, termasuk sub sektor jasa. Fenomena ini terlihat dari pertumbuhan sektor jasa pada tahun 1998 yang menunjukan pertumbuhan yang membaik yaitu sebesar 9.69 persen. Secara makro sektor tersier mengalami peningkatan. Ini menandakan bahwa sektor tersier tidak begitu berpengaruh terhadap krisis ekonomi.

2.2. Peranan Sektor Tersier dalam Perekonomian DKI Jakarta

Dalam mendukung terwujudnya struktur ekonomi yang semakin seimbang dan kokoh antara sektor sekunder dan sektor primer yang tangguh diperlukan peran sektor tersier (Andriani 2000). Setelah krisis ekonomi yang menimpa


(22)

Indonesia terlihat bahwa peran serta sektor tersier sangat membantu dalam pertumbuhan produk domestik regional bruto DKI Jakarta dibanding dengan sektor-sektor lainya. Sumbangannya sektor tersier dapat meningkatkan pendapatan nasional maupun regional dan sekaligus dapat menamba penerimaan masyarakat yang bergerak dalam proses produksi pada masing-masing sektor (Prihawantoro, 2002).

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS DKI Jakarta, 2004) peran sektor perdagangan sedikit mengalami penurunan, namun masih cukup tinggi dibanding dengan sektor-sektor lainnya. Anggka penurunan yang besar pada sub sektor perdagangan inilah yang memberikan kontribusi terbesar bagi turunnya produk

domestik regional bruto sektor perdagangan, hotel dan restoran. Turunnya sub sektor perdangangan disebabkan karena krisis ekonomi yang terjadi telah

memberikan pengaruh terhadap turunnya volume kegiatan perdagangan. Turunnya volume kegiatan perdagangan antara lain ditunjukkan oleh turunnya nilai perdagangan Internasional DKI Jakarta, terutama nilai import DKI Jakarta yang turun drastis sekitar 46.7 persen (BPS DKI Jakarta,2002).

Menurut Badan Pusat Statistik, (1999) bahwa selama delapan tahun terakhir struktur perekonomian Provinsi DKI Jakarta didominasi oleh dua sektor yang terdiri dari sektor sekunder pengolah dan sektor tersier. Sedangkan sektor yang memiliki kontribusi yang kecil terhadap produk domestik regional bruto provinsi DKI Jakarta adalah sektor listrik gas dan air bersih dan sektor primer. Khusus untuk sektor primer selain sumbangannya kecil, persentase sumbangannya pun cendrung menurun sedangkan sektor tersier sumbangannya cendrung menaik dan memberikan kontribusi yang besar terhadap produk domestik regional bruto Jakarta (Tabel 5 ).

Dari Tabel 5 diatas menunjukkan bahwa selama delapan tahun terakhir struktur perekonomian DKI Jakarta didominasi oleh dua sektor, yaitu: (1) sektor


(23)

sekunder, (2) Sektor tersier. Sedangkan sektor yang kecil sumbanganya terhadap PDRB adalah sektor primer. Khusus sektor primer, selain sumbanganya kecil, persentase sumbangannya pun cendrung menurun. Di antara sektor-sektor yang besar sumbangannya terhadap produk domestik regional bruto, sumbangan sektor industri pengolahan mengalami penurunan setelah terjadinya krisis ekonomi. Hal ini disebabkan oleh besarnya penurunan produk domestik regional bruto sektor tersebut, jauh lebih besar dari penurunan produk domestik regional bruto DKI Jakarta. Sedangkan sektor tersier mengalami kenaikan karena penurunan PDRB kedua sektor tersebut masih lebih kecil dari penurunan PDRB DKI Jakarta.

Tabel 5. Struktur Ekonomi DKI Jakarta dengan Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha, Tahun 1985-2004

(persen)

Tahun Lapangan usaha

Perta nian Industr i Listri gas dan air Baguna n Perdaganag a Pengangk utan Keuang an Jasa PDB

1985 0.16 18.12 0.23 12.54 19.34 7.12 19.23 7.12 100

1986 0.17 18.33 0.56 12.43 18.34 7.23 20.57 7.23 100

1987 0.18 19.45 0.57 12.54 20.13 7.34 20.32 7.86 100

1988 0.18 19.86 0.56 12.34 20.32 7.54 20.56 8.45 100

1990 0.20 19.45 1.34 13.43 21.12 7.98 20.45 7.34 100

1991 0.17 20.45 0.89 13.87 21.21 8.90 20.68 9.56 100

1992 0.19 19.12 1.23 13.89 21.87 7.90 20.98 8.34 100

1993 0.18 20.57 1.04 13.34 21.65 8.98 21.12 8.56 100

1994 0.19 20.89 1.23 14.23 21.53 7.89 21.43 8.86 100

1995 0.20 21.21 1.66 14.48 22.53 8.41 21.97 9.52 100

1996 0.18 21.04 1.62 15.32 22.74 8.49 21.68 8.94 100

1997 0.18 21.16 1.74 15.35 22.90 8.64 21.50 8.53 100

1998 0.18 21.04 1.92 11.48 23.47 9.22 23.55 9.13 100

1999 0.20 21.66 2.03 11.19 23.68 9.81 22.17 9.25 100

2000 0.19 21.64 2.06 10.88 23.81 10.16 22.13 9.13 100

2001 0.23 21.68 2.15 10.99 24.12 10.23 22.23 9.34 100

2002 0.44 21.89 2.30 11.34 24.65 10.65 22.45 9.45 100

2003 0.45 22.12 2.35 11.56 24.65 10.34 22.60 9.65 100

2004 0.55 22.89 3.12 11.60 24.75 10.23 22.78 9.85 100

Sumber: BPS (2005)

2.3. Kebijakan Pemerintah di Pasar Tenaga kerja

Kebijakan pembangunan pada hakekatnya bertujuan untuk melindungi kehidupan pekerja yang memiliki posisi lemah di pasar kerja. Hal ini juga berkaitan dengan pasar kerja yang cendrung bersifat labor surplus. Kebijakan


(24)

ketenaga kerjaan khususnya bidang pengupahan diarahkan pada sistem pembayaran upah secara keseluruhan, tetapi tidak termasuk uang lembur. Upah tidak dibayar bila pekerja tidak melakukan pekerjaan. Ketentuan ini merupakan azas yang mendasar yang berlaku pada semua golongan pekerja, kecuali bila pekerja yang bersangkutan tidak dapat bekerja disebabkan bukan karena kesalahan pekerja (Safrida,1999).

Pada umumnya kebijakan pengupahan dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:

a. Kebijakan umum

1. Dalam melaksanakan kebijakaan, pemerintah memandang upah pekerja bukan hanya sekedar sebagai bagian dari biaya produksi, akan tetapi merupakan biaya untuk memenuhi kebutuhan dasar agar dapat hidup layak bersama keluarganya.

2. Upah yang rendah secara bertahap akan ditingkatkan sehingga nominal sama dengan nilai kebutuhan dasar hidup minimum.

3. Peningkatan kesejahteraan tidak saja diberikan melalui peningkatan upah akan tetapi dengan penyelengaran jaminan sosial yang lain misalnya pengobatan, perumahan dan pensiun.

b. Kebijakan Khusus

1. Upah minimum mencakup upah pokok ditambah tunjangan tetap

2. Kebijakan upah minimum wajib untuk dilaksanakan oleh setiap perusahaan 3. Kebijakan upah minimum harus ditinjau sekurang kurangnya sekali dalam

dua tahun.

2.4. Kebijakan Upah Minimum Regional

Upah adalah kata atau terminologi yang sangat populer di masyarakat kita secara keseluruhan, secara awam, upah dapat diartikan sebagai salah satu


(25)

imbalan yang diterima oleh seseorang yang telah melakukan kegiatan. Pengertian pengupahan adalah imbalan yang diterima pekerja atas jasa kerja yang diberikannya dalam proses produksi barang dan jasa diperusahan.

Upah sesunguhnya mempunyai korelasi yang positif dengan produktifitas kerja, karena upah yang diterima akan digunakan oleh pekerja untuk memenuhi kebutuhan konsumsi giji dan biaya kesehatan. Selain itu upah tersebut juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang lebi baik yang sifatnya fisik maupun non fisik. Apabilah pekerja memperoleh upah yang terlalu rendah maka pekerja tersebut tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan giji dan kesehatan yang memadai.

Selain pemberi upah dan penerima upah, pihak lain yang sangat terkait adalah pemerintah sebagai institusi yang mewakili negara dan masyarakat dalam menjaga dan memelihara kondisi kehidupan sosial, ekonomi dan politik yang sehat. Pemerintah mempunyai kepentingan untuk menetapkan kebijakan pengupahan guna menjamin kelangsungan kehidupan yang layak bagi pekerja dan keluarganya dan meningkatkan daya belik masyarakat sekaligus menjamin peningkatan produktifitas kerja. Salah satu instrumen kebijakan pemerintah untuk melindungi kelompok pekerja lapisan paling bawah di setiap perusahan agar memperoleh upah dengan menetapkan upah minimum regional (UMR).

Menurut Menteri Tenaga Kerja RI No:Per-01/Men/1999, upah minimum regional adalah upah pokok terendah termasuk tunjangan tetap yang diterima oleh pekerja wilayah tertentu dalam satu provinsi. Upah minimum regional bukan merupakan upah standar, tetapi merupakan jaring pengaman agar tidak terjadi pembayaran upah yang semakin menurun karena labor surplus.

Indonesia pada umumnya menghadapi masalah dalam penentapan upah minimum regional (UMR). Hal ini disebabkan karena adanya kesenjangan pendapatan yang sangat mencolok dalam berbagai dimensi seperti antara


(26)

pekerja level bawah dengan level atas, pekerja disektor primer dengan sektor tersier. Kondisi ini mengakibatkan timbulnya kesulitan untuk menetapkan upah minimum yang seragam .

2.5. Tinjauan Penelitian Terdahulu 2.5.1. Angkatan Kerja

Pengamatan mengenai keragaan tenaga kerja dapat dilihat dari beberapa sisi, antara lain: angkatan kerja, penyerapan tenaga kerja, tingkat upah, produktifitas kerja, migrasi dan pendapatan. Hal tersebut telah banyak dikaji dalam penelitian terdahulu terutama penelitian berskala nasional. Adriani (2000), melakukan analisis dengan melihat bagaimana dampak kebijakan pemerintah terhadap keragaan pasar kerja dan migrasi pada periode krisis di Indonesia. Hasil analisis menunjukan bahwa peningkatan angkatan kerja dipengaruhi oleh pertambahan penduduk usia produktif dan jumlah angkatan kerja tersebut sebelumnya baik di wilayah perkotaan maupun pedesaan. Upah bukan merupahkan faktor utama yang mendorong peningkatan jumlah angkatan kerja. Perilaku tersebut disebabkan karena peningkatan jumlah angkatan kerja yang tidak seimbang antara wilayah pedesaan dan perkotaan serta tidak tersediahnya kesempatan kerja yang memadai.

Wulandari (2002), menganalisis mengenai bagaimana peranan sektor tersier dalam perekonomian Provinsi Jawa Barat. Dari hasil penelitianya, diperoleh hasil bahwa sebanyak 39.35 persen distribusi produk domestik regional bruto berasal dari sektor tersier. Sektor perdagangan masih menjadi motor pengerak dari sektor tersier. Ini terlihat dalam andilnya terhadap produk domestik regional bruto, dari 39.35 persen peranan sektor tersier dalam Produk Domestik Regional Bruto tersebut 18.83 persen berasal dari sektor perdagangan sedangkan sektor angkutan dan komunikasi memberikan andil sebesar 5.89


(27)

persen, sektor bank dan lembaga keuangan lain menyumbang sebesar 1.67 persen serta sektor pemerintah dan keamanan serta jasa-jasa lainya masing-masing mempunyai peran sebanyak 5.91 persen dan 4.62 persen.

Sulistyaningsih (1997), melakukan analisis mengenai hubungan antara perubahan struktur ekonomi dan struktur tenaga kerja di Indonesia. Hasil analisis menunjukkan bahwa perubahan struktur ekonomi Indonesia terjadi dari ekonomi yang bertumpu pada sektor pertanian kepada ekonomi yang bertumpu pada sektor manufaktur dan jasa. Diketahui bahwa perubahan struktur ekonomi mempengaruhi struktur penyerapan tenaga kerja. Berdasarkan analisis diketahui bahwa meskipun belum terdapat pergeseran dominasi penyerapan tenaga kerja dalam ekonomi, tetapi terjadi perubahan peranan penyerapan tenaga kerja di masing-masing sektor. Peranan sektor pertanian menurun dalam penyerapan tenaga kerja dari 57.7 persen pada tahun 1980 menjadi 44.8 persen pada tahun 1998, walapun penyerapan tenaga kerja di sektor manufaktur dan jasa pada periode 1980 sampai 1993 rata-rata meningkat.

2.5.2. Penyerapan Tenaga Kerja

Andriani (2000), melakukan analisis bahwa peningkatan penyerapan tenaga kerja sektoral dipengaruhi secara nyata oleh pendapatan nasional sektoral, program padat karya diperkotaan dan pembangunan prasarana pendukung desa tertingal dari pada pendapatan nasional sektoral. Hal tersebut menunjukkan adanya indikasi pendapatan nasional sektoral, walapun berpengaruh positif tetapi lebih banyak digunakan untuk kegiatan penciptaan kapital dari pada untuk penciptaan kesempatan kerja.

Benu (1990), menganalisis bagaimana peranan sektor tersier dalam penyerapan tenaga kerja di Sulawesi Utara, menghasilkan bahwa sektor primer merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja paling besar, namun proporsinya


(28)

terhadap total kesempatan kerja menurun yaitu dari 68.28 persen pada tahun 1971 menjadi 58.28 persen pada tahun 1986. Sebaliknya sektor sekunder mengalami kenaikan yaitu dari 6.84 persen pada tahun 1971 menjadi 11.13 persen pada tahun 1985. Kenaikan kesempatan kerja disektor ini sejalan dengan kebijakan pemerintah yang mengharapkan pengembangan sektor ini sebagai penunjang sektor pertanian. Seperti halnya sektor sekunder maka sektor tersier juga mengalami kenaikan yaitu dari 24.90 persen pada tahun 1971 menjadi 30.58 persen pada tahun 1985. Hal tersebut menunjukkan bahwa di Sulawesi Utara terjadi pergeseran kesempatan kerja dari sektor primer kesektor sekunder dan kemudian kesektor tersier.

2.5.3. Upah Sektor Tersier

Demikian pula untuk tingkat upah, hasil analisis dari Adriani (2000) menunjukan jika upah sektoral dihubungkan dengan daya beli pekerja, maka penurunan upah tersebut akan mengarah pada turunya daya belik masyarakat. Dari hasil analisis tersebut dapat dilihat bahwa upah di luar Jawa lebih tinggi dari pada di pulau Jawa. Karena upah merupahkan suatu faktor yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan migrasi maka perbedaan upah tersebut diperkirakan akan mendorong terjadinya arus berpindah penduduk dari Jawa ke luar Jawa.

Safrida (1999), menganalisis mengenai dampak kebijakan upah minimum dan makroekonomi terhadap laju inflasi, kesempatan kerja serta keragaan permintaan dan penawaran agregat di Indonesia. Hasil analisis menunjukkan bahwa pengaruh peningkatan upah minimum terhadap penawaran tenaga kerja dan peningkatan permintaan tenaga kerja sektor pertanian dan jasa cukup besar dan berpengaruh nyata. Sedangkan terhadap permintaan tenaga kerja sektor industri pengaruhnya kecil dan tidak berpengaruh nyata. Melihat keadaan ini, pemerintah harus lebih berhati-hati dalam menetapkan kebijakan peningkatan


(29)

upah minimum sektor pertanian dan jasa dibandingkan dengan peningkatan upah minimum sektor industri. Karena jika upah minimum sektor pertanian dan jasa meningkat maka kemungkinan terjadi pengangguran.

Selanjutnya, kebijakan peningkatan upah minimum regional memberikan dampak negatif pada peningkatan laju inflasi. Sedangkan dampak yang ditimbulkan terhadap pendapatan nasional, investasi, tabungan, permintaan dan penawaran tenaga kerja berdampak positif karena meningkatnya harga output. Ini mengakibatkan setiap rumah tangga harus mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk mengkonsumsi output dalam jumlah yang sama.

2.5.4. Produktifitas Kerja

Rofiqoh (1994), juga melakukan penelitian mengenai produktifitas pekerja di Kalimatan Timur dan hasil analisisnya menunjukkan sebagai berikut:

1. Upah mempunyai hubungan positif dengan produktifitas pekerja di Kalimatan Timur. Karena semakin tinggi upah, pada taraf tertentu dapat memotifasi seseorang untuk lebih giat bekerja yang akhirnya akan meningkatkan produktifitas pekerja.

2. Pendapatan perkapita berpengaruh positif terhadap produktifitas pekerja, karena pendapatan perkapita dapat mencerminkan pendapatan penduduk makro.

3. Tenaga kerja tidak sekolah, tidak tamat SD dan tamat SD mempunyai hubungan negatif dengan produktifitas pekerja di Kalimatan Timur dan baru mempunyai hubungan yang positif setelah menamatkan tingkat pendidikan SMP, SMA dan Perguruan Tinggi.

Pasay dan Salman (1990), dalam penelitiannya mengenai produktifitas di industri pengolahan menunjukkan bahwa upah mempunyai hubungan positif


(30)

dengan produktifitas pekerja, dimana kenaikan upah sebesar satu persen akan meningkatkan produktifitas pekerja sebesar 21 persen.

Upah sektor industri memberikan pengaruh terbesar bagi peningkatan produktifitas pekerja dibandingkan dengan sektor lainya. Penerapan program Jaring Pengaman Sosial (JPS) bidang kesehatan menunjukkan hasil yang positif bagi peningkatan produktifitas pekerja. Untuk tingkat migrasi desa–kota juga lebih responsif terhadap perubahan tingkat pengangguran diperkotaan daripada di daerah pedesaan. Apalagi faktor upah relatif sektor industri dan tingkat pengangguran di perkotaan dikatagorikan sebagai penarik untuk bermigrasi dan faktor upah sektor pertanian serta tingkat pengangguran di pedesaan sebagai faktor pendorong. Hal ini menunjukkan bahwa migrasi dari desa-kota lebih disebabkan oleh adanya faktor penarik dari perkotaan daripada faktor pendorong yang ada dipedesaan.

Wulandari (2002), menganalisis bagaimana peranan tenaga kerja sektor tersier di Jawa Barat, menghasilkan bahwa sektor tersier merupakan sektor tenaga kerja yang menyerap tenaga kerja yang paling besar dibanding dengan sektor lainnya. Hal ini terlihat dari hasil PDRB Jawa Barat yang sebahagian besar berasal dari sektor tersier dan memberikan kontribusi yang besar dalam perekonomian Jawa Barat secara umum didalam penelitian tersebut membahas masalah peranan sektor tersier dalam pembangunan di kota Jawa Barat sedangkan yang ditelitih adalah mengenai bagaimana peranan sektor perdagangan, sektor pengangkutan dan komunikasi, keuangan serta jasa.

Wirakartakusumah (1999), yaitu krisis moneter di Indonesia, dampak sosial yang ditimbulkan dan strategi penanggulanggannya. dalam penelitian itu diharapkan semakin beratnya tantangan bagi perekonomian Indonesia, maka yang sangat diperlukan adalah reformasi total dari lembaga-lembaga utama yang sangat diperlukan dan pengembangan untuk memperbaiki keadaan


(31)

perekonomian Indonesia dalam jangka panjang. Swasono (1999), menganalisis mengenai masalah ketenagakerjaan pada masa krisis dan eraglobalisasi. Kondisi ketenagakerjaan di Indonesia pada saat ini membutuhkan strategi yang tepat dalam menghadapi dampak globalisasi, juga membutuhkan strategi dan reformasi kebijakan sebagai akibat dari krisis ekonomi, sehingga strategi yang dibutuhkan dapat meminimalisasi mobilitas global sumber daya manusia serta menurunnya kesempatan kerja.

Dari tinjauan pustaka dari berbagai hasil penelitian mengenai pasar kerja sektor tersier dapat dihimpun berbagai pendapat, dan mengenai peubah yang mempunyai pengaruh terhadap persamaan angkatan kerja, penyerapan kerja, tingkat upah, investasi serta pendapatan dari sektor tersier, dan dijumpai perbedaan dalam model yang dipakai, metode pendugaan dan perbedaan waktu yang dianalisis serta daerah penelitian. Dari studi tenaga kerja sektor tersier yang terdahulu belum ada menganalisis Dampak Kebijakan Ekonomi terhadap Pasar Kerja, Investasi dan Pendapatan Sektor Tersier di Provinsi DKI Jakarta.


(32)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Dasar Pemikiran

Kontribusi sektor primer dan sekunder terhadap penerimaan pendapatan Provinsi DKI Jakarta mengalami penurunan. Ini terlihat dari kontribusi sektor tersier yang memiliki kontribusi pendapatan diatas 60 persen, sedangkan sektor primer dan sekunder dibawah 30 persen. Krisis ekonomi yang menimpah Indonesia mengakibatkan sektor primer dan sekunder mengalami penurunan yang sangat berarti. Sehingga perlu dicari sala satu alternatif, sala satu alternatif yang menjanjikan adalah sektor tersier. Diketahui bahwa sektor tersier memberikan kontribusi yang besar terhadap Produk Domestik Regional Bruto Provinsi DKI Jakarta. Ini terlihat dari kontribusi sektor tersier pada tahun 1985 sebesar 53.76 persen dari total produk domestik regional bruto Jakarta. Kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2004 sebesar 65.23 persen. Dari sektor tersier ini sub sektor perbankan yang menyumbang terbesar yaitu sekitar 21.97 persen, sedangkan penyumbang paling rendah sebesar 7.79 persen terjadi pada sub sektor pengangkutan. Akan tetapi krisis ekonomi yang menimpa Indonesia tidak mempengaruhi sub sektor pengangkutan, ini terlihat dari sumbangan sub sektor pengangkutan yang mengalami peningkatan sebasar 9.10 persen dibanding dengan sub sektor lainya.

Oleh karena sektor tersier merupakan penyumbang terbesar terhadap produk domestik regional bruto Provinsi DKI Jakarta, maka perlu dikaji bagaimana dampak kebijakan ekonomi terhadap pasar kerja, investasi dan pendapatan sektor tersier di Provinsi DKI Jakarta sehinga kerangka model pasar kerja, investasi dan pendapatan sektor tersier di Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat pada (Gambar 1).


(33)

Migrasi Jumlah Penduduk Jumlah tidak produktif Penduduk

Produktif

Angkatan Kerja Jakarta

Inflasi Pengeluaran Pembangunan Upah Minimum

Regional Jakarta

Upah Sektor Tersier

Penyerapan Tenaga Kerja Sektor tersier

Suku Bunga Pajak Daerah

Investasi Sektor

Tersier

Produk Domestik Regional Bruto Sektor Tersier DKI Jakarta

= Variabel endogen = Variabel eksogen

Gambar 1. Kerangka Model Pasar Kerja, Investasi dan Pendapatan Sektor Tersier di Provinsi DKI Jakarta


(34)

3.2. Kerangka Teori

3.2.1. Penawaran Tenaga Kerja

Penawaran tenaga kerja adalah suatu hubungan antara tingkat upah dengan jumlah tenaga kerja yang siap disediakan oleh para pemilik tenaga kerja. Seorang pekerja dalam menawarkan tenaganya akan bertindak rasional dengan membuat pilihan diantara bekerja dan menikmati masa istirahatnya. Pekerja mempunyai 2 pilihan dalam membagi waktu untuk memaksimumkan kepuasanya, yaitu (1) kepuasan dari pekerja dan memperoleh upah, dan (2) kepuasan dari menikmati masa istirahat. Kurva penawaran tenaga kerja dapat menjelaskan; (1) jumlah tenaga kerja maksimum yang dapat disediakan oleh pemilik tenaga kerja pada berbagai kemungkinan tingkat upah untuk tiap periode waktu, dan (2) tingkat upah minimum yang bersediah diterima para pemilik tenaga kerja pada setiap kemungkinan jumlah tenaga kerja (Sukirno,2006).

Tenaga kerja dapat memutuskan apakah dia akan masuk ke pasar kerja atau mengunakan waktunya untuk istirahat. Individu akan mendapatakan kepuasan dengan menkonsumsi barang dan mengunakan waktu luang. Yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

U = f ( C,L)... (1) dimana:

U = tingkat kepuasan

C = konsumsi atas barang dan jasa L = menggunakan waktu luang (leisure)

Dalam mengkonsumsi barang dan jasa serta menggunakan waktu luangnya, tenaga kerja dibatasai oleh waktu dan pendapatan.

Misalkan H adalah jumlah waktu yang digunakan untuk bekerja. Maka kendala waktu dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:


(35)

dimana:

T = total jam kerja

Pekerja juga dihadapkan kepada kendala pendapatan (budget constraint). Bagian dari pendapatan tenaga kerja seperti pendapatan rumah tanga, bagi hasil dan lotere. Pendapatan yang tidak tergantung pada berapa jam kerja dia bekerja atau dapat dikatakan sebagai non labor income (V). Pekerja dapat menambah pendapatan dengan bekerja.

Misalkan w adalah upah rata-rata per jam, sehingga budget constraint dapat dinyatakan sebagai berikut:

C = w×H + V... (3) Nilai dari barang dan jasa harus sama dengan jumlah penghasilan tenaga kerja dan jumlah non labor income. Maka persamaan (3) dapat dinyatakan bahwa penawaran tenaga kerja dipengaruhi oleh tingkat upah. Bagaimana tenaga kerja memanfaatka waktu luang, maka persamaan (3) di kombinasikan dengan time constraint. Sehingga persamaan penggunaan waktu luang dapat dituliskan sebagai berikut:

w

×

T + V = C + w

×

L... (4) sisi kiri disebut sebagai full income, yang didapatkan dari penggunaan waktu tenaga kerja yang digunakan secara keseluruhan untuk bekerja.

Jumlah tenaga kerja keseluruhan yang disediakan bagi suatu perekonomian tergantung pada jumlah penduduk, persentase jumlah penduduk yang memiliki masuk dalam angkatan kerja dan jumlah jam kerja yang ditawarkan oleh angkatan kerja.

Ahli ekonomi klasik melihat pekerja sebagai seseorang yang rasional yang membuat pilihan diantara bekerja dan menikmati masa istirahatnya (leisure).

Utilitas yang diterima pekerja dapat diterangkan dengan mengunakan kurva indiferen, seperti terlihat pada Gambar 2. Pada Gambar 2, terlihat bahwa


(1)

Lampiran 21. Hasil Peramalan Penurunan Tingkat Suku Bunga Kredit

Perbangkan sebesar 5 persen dan Peningkatan Pajak Daerah

sebesar 10 persen, Tahun 2007-2010

Model Var i abl es 23

Endogenous 23

Par amet er s 91

Equat i ons 23

Number of St at ement s 51

Pr ogr am Lag Lengt h 1

Sol ut i on Summar y Dat as et Opt i on Dat as et DATA= OLAH OUT= OUTDAS Var i abl es Sol ved 23

Si mul at i on Lag Lengt h 1

Sol ut i on Met hod NEWTON CONVERGE= 1E- 8 Max i mum CC 5. 9714E- 15 Max i mum I t er at i ons 1

Tot al I t er at i ons 3

Aver age I t er at i ons 1

Obs er vat i ons Pr oc es s ed Read 4

Lagged 1

Sol v ed 3

Fi r s t 2

Las t 4

Var i abl es Sol v ed For : AKJ PTP PTA PTB PTJ PTT TPTJ PNG UPPR UPAR UPBR UPJR UMRJR I P I A I B I J I TT PDBPR PDBAR PDBBR PDBJ R PDBRT Dy nami c Si mul t aneous Si mul at i on Des c r i pt i v e St at i st i c s Ac t ual Pr edi c t ed Var i abl e Nobs N Mean St d Mean St d Label AKJ 3 3 4420 39. 5264 4516 118. 2838 AKJ PTP 3 3 1543 55. 0030 1527 67. 4991 PTP PTA 3 3 405. 0000 17. 0000 407. 9060 18. 9381 PTA PTB 3 3 287. 6667 9. 5044 2867 91. 1705 PTB PTJ 3 3 1373 42. 5480 1723 198. 1237 PTJ PTT 3 3 902. 1667 31. 0054 6525 366. 0856 TPTJ 3 3 3767 48. 0000 7186 354. 6210 TPTJ PNG 3 3 150. 6667 73. 0091 - 2669 240. 7976 PNG UPPR 3 3 332. 6667 9. 5044 368. 7186 4. 9156 UPPR UPAR 3 3 422. 6667 15. 5027 481. 0357 14. 7593 UPAR UPBR 3 3 551. 6667 14. 5029 694. 0526 90. 5414 UPBR UPJ R 3 3 914. 0000 7. 5498 825. 6648 23. 3076 UPJ R UMRJ R 3 3 388. 0000 9. 0000 439. 5562 9. 7721 UMRJ R I P 3 3 2784 36. 0000 5049 4563 I P I A 3 3 5221 185. 5110 24053 542. 5315 I A I B 3 3 1455 45. 0925 14880 8016 I B I J 3 3 2007 61. 0983 10174 1524 I J I TT 3 3 11467 327. 5103 54157 10431 I TT PDBPR 3 3 29783 1804 29956 1928 PDBPR PDBAR 3 3 8872 292. 6198 9096 279. 2245 PDBAR PDBBR 3 3 27931 1180 31064 688. 4952 PDBBR PDBJ R 3 3 11699 331. 1712 13375 273. 2943 PDBJ R PDBRT 3 3 19571 901. 5375 83491 1899

Dy nami c Si mul t aneous Si mul at i on St at i s t i c s of Fi t

Mean Mean % Mean Abs Mean Abs % RMS RMS %

Var i abl e N Er r or Er r or Er r or Er r or Er r or Er r or R- Squar e Label AKJ 3 96. 4771 2. 1735 96. 4771 2. 17346 117. 7592 2. 6527 - 12. 3140 AKJ PTP 3 - 15. 3328 - 1. 0140 15. 3328 1. 01403 18. 4173 1. 2271 0. 8318 PTP PTA 3 2. 9060 0. 7049 2. 9060 0. 70493 3. 3245 0. 8005 0. 9426 PTA PTB 3 2579 896. 5383 2579 896. 53826 2580 896. 5657 - 110509 PTB PTJ 3 350. 1508 25. 2958 350. 1508 25. 29579 373. 4185 26. 8474 - 114. 538 PTJ PTT 3 5623 622. 9341 5623 622. 93413 5630 623. 0782 - 49452. 7 TPTJ 3 3419 90. 6926 3419 90. 69259 3428 90. 8735 - 7648. 55 TPTJ PNG 3 - 2820 - 2308 2820 2308 2823 2576 - 2242. 36 PNG UPPR 3 36. 0519 10. 8706 36. 0519 10. 87061 36. 2844 10. 9694 - 20. 8617 UPPR UPAR 3 58. 3691 13. 9976 58. 3691 13. 99761 63. 3797 15. 3423 - 24. 0713 UPAR UPBR 3 142. 3859 26. 1406 142. 3859 26. 14062 165. 9087 30. 7128 - 195. 300 UPBR UPJ R 3 - 88. 3352 - 9. 6738 88. 3352 9. 67375 89. 3509 9. 7946 - 209. 094 UPJ R UMRJ R 3 51. 5562 13. 3661 51. 5562 13. 36608 53. 7481 14. 0050 - 52. 4974 UMRJ R I P 3 2265 82. 6007 2781 101. 02098 4382 159. 4293 - 22218. 6 I P I A 3 18832 360. 8207 18832 360. 82072 18834 360. 8587 - 15460. 5 I A I B 3 13426 934. 9404 13426 934. 94043 14952 1051 - 164925 I B I J 3 8167 405. 7806 8167 405. 78059 8255 408. 9224 - 27379. 3 I J I TT 3 42690 374. 1687 42690 374. 16871 43581 383. 8172 - 26559. 5 I TT PDBPR 3 173. 4725 0. 5669 173. 4725 0. 56692 201. 1596 0. 6489 0. 9813 PDBPR PDBAR 3 223. 9985 2. 5301 223. 9985 2. 53009 224. 3552 2. 5385 0. 1182 PDBAR PDBBR 3 3133 11. 4104 3133 11. 41043 3467 12. 7800 - 11. 9576 PDBBR PDBJ R 3 1676 14. 3422 1676 14. 34217 1677 14. 3622 - 37. 4530 PDBJ R PDBRT 3 63920 326. 9114 63920 326. 91143 63925 327. 0198 - 7540. 67


(2)

Lampiran 21. Lanjutan

Dy nami c Si mul t aneous Si mul at i on Thei l For ec as t Er r or St at i s t i c s

MSE Dec ompos i t i on Pr opor t i ons I nequal i t y Coef Var i abl e N MSE Cor r Bi as Reg Di s t Var Cov ar U1 U Label

( R) ( UM) ( UR) ( UD) ( US) ( UC)

AKJ 3 13867 0. 932 0. 671 0. 319 0. 010 0. 298 0. 031 0. 0266 0. 0132 AKJ PTP 3 339. 19812 1. 000 0. 693 0. 307 0. 000 0. 307 0. 000 0. 0119 0. 0060 PTP PTA 3 11. 05248 1. 000 0. 764 0. 228 0. 008 0. 227 0. 009 0. 0082 0. 0041 PTA PTB 3 6655135 0. 966 0. 999 0. 001 0. 000 0. 001 0. 000 8. 9646 0. 8176 PTB PTJ 3 139441 0. 938 0. 879 0. 120 0. 001 0. 116 0. 005 0. 2718 0. 1203 PTJ PTT 3 31694329 0. 992 0. 998 0. 002 0. 000 0. 002 0. 000 6. 2378 0. 7572 TPTJ 3 11749702 0. 994 0. 995 0. 005 0. 000 0. 005 0. 000 0. 9099 0. 3128 TPTJ PNG 3 7971917 1. 000 0. 998 0. 002 0. 000 0. 002 0. 000 17. 4254 0. 9946 PNG UPPR 3 1317 0. 955 0. 987 0. 009 0. 004 0. 011 0. 002 0. 1090 0. 0517 UPPR UPAR 3 4017 - . 998 0. 848 0. 152 0. 000 0. 000 0. 152 0. 1499 0. 0701 UPAR UPBR 3 27526 - . 940 0. 737 0. 263 0. 001 0. 140 0. 123 0. 3007 0. 1328 UPBR UPJ R 3 7984 0. 936 0. 977 0. 022 0. 001 0. 021 0. 002 0. 0978 0. 0514 UPJ R UMRJ R 3 2889 - . 965 0. 920 0. 079 0. 001 0. 000 0. 080 0. 1385 0. 0649UMRJR I P 3 19197709 - . 858 0. 267 0. 733 0. 000 0. 712 0. 021 1. 5737 0. 4837 I P I A 3 354732575 0. 987 1. 000 0. 000 0. 000 0. 000 0. 000 3. 6057 0. 6432 I A I B 3 223566677 - . 990 0. 806 0. 194 0. 000 0. 189 0. 004 10. 2755 0. 8442 I B I J 3 68140481 0. 958 0. 979 0. 021 0. 000 0. 021 0. 000 4. 1117 0. 6734 I J I TT 3 1899308875 - . 931 0. 960 0. 040 0. 000 0. 036 0. 005 3. 7995 0. 6574 I TT PDBPR 3 40465 1. 000 0. 744 0. 256 0. 001 0. 256 0. 001 0. 0067 0. 0034PDBPR PDBAR 3 50335 1. 000 0. 997 0. 002 0. 001 0. 002 0. 001 0. 0253 0. 0125PDBAR PDBBR 3 12018213 - . 888 0. 817 0. 167 0. 016 0. 013 0. 170 0. 1240 0. 0587PDBBR PDBJ R 3 2811538 0. 996 0. 999 0. 001 0. 000 0. 001 0. 000 0. 1433 0. 0669PDBJ R PDBRT 3 4086425996 0. 986 1. 000 0. 000 0. 000 0. 000 0. 000 3. 2640 0. 6201

Dy nami c Si mul t aneous Si mul at i on

Thei l Rel at i v e Change For ec as t Er r or St at i st i c s

Rel at i v e Change MSE Dec ompos i t i on Pr opor t i ons I nequal i t y Coef Var i abl e N MSE Cor r Bi as Reg Di s t Var Cov ar U1 U Label

( R) ( UM) ( UR) ( UD) ( US) ( UC)

AKJ 3 0. 0007164 0. 941 0. 671 0. 328 0. 000 0. 326 0. 003 3. 2291 0. 6280 AKJ PTP 3 0. 0001624 - . 811 0. 682 0. 314 0. 004 0. 139 0. 179 0. 3420 0. 1971 PTP PTA 3 0. 0000697 - . 158 0. 776 0. 216 0. 008 0. 130 0. 094 0. 1944 0. 0894 PTA PTB 3 86. 08269 0. 295 1. 000 0. 000 0. 000 0. 000 0. 000 265. 5296 0. 9925 PTB PTJ 3 0. 07648 0. 996 0. 884 0. 116 0. 000 0. 115 0. 000 10. 4209 0. 8390 PTJ PTT 3 41. 42563 0. 998 0. 999 0. 001 0. 000 0. 001 0. 000 195. 1227 0. 9899 TPTJ 3 0. 84723 - . 989 0. 996 0. 004 0. 000 0. 004 0. 000 71. 3038 0. 9728 TPTJ PNG 3 212. 00920 0. 996 0. 915 0. 085 0. 000 0. 085 0. 000 40. 5779 0. 9531 PNG UPPR 3 0. 01271 0. 082 0. 982 0. 017 0. 000 0. 013 0. 005 4. 0417 0. 6701 UPPR UPAR 3 0. 02529 0. 003 0. 833 0. 167 0. 000 0. 158 0. 009 4. 3166 0. 6913 UPAR UPBR 3 0. 09883 - . 736 0. 726 0. 274 0. 000 0. 263 0. 012 12. 3438 0. 8709 UPBR UPJ R 3 0. 00988 - . 886 0. 973 0. 026 0. 001 0. 002 0. 025 7. 0242 0. 9920 UPJR UMRJ R 3 0. 02050 - . 802 0. 911 0. 089 0. 000 0. 082 0. 007 6. 2650 0. 7625UMRJR I P 3 2. 60778 - . 626 0. 268 0. 732 0. 000 0. 731 0. 000 124. 4332 0. 9880 I P I A 3 13. 97138 - . 983 1. 000 0. 000 0. 000 0. 000 0. 000 104. 3133 0. 9812 I A I B 3 122. 35970 0. 999 0. 784 0. 216 0. 000 0. 216 0. 000 259. 4514 0. 9924 I B I J 3 17. 71762 0. 942 0. 984 0. 016 0. 000 0. 016 0. 000 146. 5398 0. 9865 I J I TT 3 15. 62191 0. 985 0. 950 0. 050 0. 000 0. 050 0. 000 134. 1251 0. 9855 I TT PDBPR 3 0. 0000475 - . 378 0. 764 0. 212 0. 024 0. 052 0. 184 0. 1099 0. 0524PDBPR PDBAR 3 0. 0006855 0. 828 0. 994 0. 003 0. 003 0. 005 0. 001 0. 8205 0. 2915PDBAR PDBBR 3 0. 01790 0. 994 0. 796 0. 204 0. 000 0. 204 0. 000 2. 9835 0. 6064PDBBR PDBJ R 3 0. 02164 - . 165 0. 998 0. 001 0. 002 0. 000 0. 002 5. 7612 0. 7453PDBJR PDBRT 3 11. 72152 - . 447 0. 999 0. 001 0. 000 0. 001 0. 000 72. 9327 0. 9733


(3)

Lampiran 22. Program Peramalan Peningkatan Upah Minimum Regional Jakarta

sebesar 20 persen dan Peningkatan Pengeluaran Pembangunan

sebesar 10 persen, Tahun 2007-2010

DATA OLAH;

SET TESI S;

PDBRT = ( PDBPR + PDBAR + PDBBR + PDBJ R) * 0. 25;

EXTT = ( EXPR + EXAR + EXBR + EXJ R) * 0. 25;

I TT = I P + I A + I B + I J ;

PTT = ( PTP + PTA + PTB + PTJ ) * 0. 25;

J PTP1 = LAG( J PTP) ;

PDBPR1 = LAG( PDBPR) ;

PDBAR1 = LAG( PDBAR) ;

PDBBR1 = LAG( PDBBR) ;

PDBJ R1 = LAG( PDBJ R) ;

UMRSR1 = LAG( UMRSR) ;

UPPR1 = LAG( UPPR) ;

UPAR1 = LAG( UPAR) ;

UPBR1 = LAG( UPBR) ;

UPJ R1 = LAG( UPJ R) ;

UMRJ R1 = LAG ( UMRJ R) ;

AKJ 1 = LAG( AKJ ) ;

SBI R1 = LAG( SBI R) ;

I TT1 = LAG( I TT) ;

TPTJ 1 = LAG( TPTJ ) ;

PTP1 = LAG( PTP) ;

PTA1 = LAG( PTA) ;

PTB1 = LAG( PTB) ;

PTJ 1 = LAG( PTJ ) ;

I P1 = LAG( I P) ;

I A1 = LAG( I A) ;

I B1 = LAG( I B) ;

I J 1 = LAG( I J ) ;

PDBRT1 = LAG( PDBRT) ;

SBKR1 = LAG( SBKR) ;

I NF1 = LAG( I NF) ;

EXPR1 = LAG( EXPR) ;

EXAR1 = LAG( EXAR) ;

EXBR1 = LAG( EXBR) ;

EXJ R1 = LAG( EXJ R) ;

J PP1 = LAG( J PP) ;

PDR1 = LAG( PDR) ;

PDBTJ 1 = LAG( PDBTJ ) ;

EXTT1 = LAG( EXTT) ;

PTT1 = LAG( PTT) ;

PDR1 = LAG( PDR) ;

I NFR = I NF – I NF1;

PDBBRR = PDBBR - PDBBR1;

PDBJ RR = PDBJ R / PDBJ R1;

SBKRR = SBKR - SBKR1;

SBI RR = SBI R / SBI R1;

I PR = I P - I P1;

I AR = I A - I A1;

I BR = I B * T;

I J R = I J - I J 1;

I J S = I J * DM;

UPPRR = UPPR - UPPR1;

UPARR = UPAR - UPAR1;

UPBRR = UPBR – UPBR1;

UPJ RR = UPJ R – UPJ R1;

PDRR = PDR - PDR1;

PDRS = PDR – PDR1;

PTBR = PTB - PTB1;

AKJ R = AKJ - AKJ 1;

PTJ R = PTJ - PTJ 1;

PTAR = PTA – PTA1;

PDBRTR = PDBRT - PDBRT1;

UMRJ RR = UMRJ R / UMRJ R1;

TPTJ R = TPTJ - TPTJ 1;

Umr j r = umr j r * 1. 20;

Ex pr

= ex pr * 1. 10;

Ex ar

= ex ar * 1. 10;

Ex br

= ex br * 1. 10;

Ex j r

= ex j r * 1. 10;

RUN;

PROC SI MNLI N OUT=OUTDAS STAT SI MULATE OUTPREDI CT THEI L;

ENDO


(4)

Lampiran 22. Lanjutan

A0 - 1349. 308113 A1 1. 991278 A2 0. 481730 A3 0. 214962 A4 457. 743565 A5 0. 342734

B0 231. 309356 B1 - 0. 686497 B2 0. 009700 B3 3. 714740 B4 0. 640707

C0 10. 244024 C1 - 0. 034640 C2 0. 014838 C3 - 10. 300525 C4 0. 702722

D0 99. 142957 D1 - 0. 114889 D2 0. 001385 D3 110. 443696 D4 0. 011631

E0 290. 785799 E1 - 1. 542373 E2 0. 059236 E3 0. 432409

F0 20. 718406 F1 0. 560311 F2 - 0. 017323 F3 0. 045127 F4 0. 317594

G0 41. 486697 G1 1. 286362 G2 - 0. 033532 G3 0. 590925 G4 0. 478731

H0 0. 839569 H1 1. 245644 H2 - 0. 008431 H3 0. 069979 H4 0. 182042

I 0 132. 950391 I 1 0. 385092 I 2 - 0. 029107 I 3 0. 044062 I 4 51. 073515

J 0 52. 195267 J 1 0. 300905 J 2 - 0. 077357 J 3 0. 025984 J 4 0. 860113

K0 2194. 196873 K1 - 17. 721395 K2 - 0. 254549 K3 0. 127249

L0 134. 654866 L1 - 44. 601210 L2 - 1. 127474 L3 0. 285712

M0 609. 909703 M1 - 95. 363738 M2 - 0. 954035 M3 0. 351060 M4 0. 506413

N0 - 165. 801886 N1 - 10. 199450 N2 - 0. 142161 N3 0. 102505 N4 0. 299444

O0 - 3267. 509963 O1 3. 493783 O2 0. 006468 O3 93. 441773 O4 - 661. 681504 O5 0. 961110

P0 302. 619756 P1 6. 362698 P2 0. 011025 P3 0. 913010 P4 0. 628134

Q0 751. 687084 Q1 2. 101714 Q2 0. 006309 Q3 29. 971894 Q4 318. 721627 Q5 0. 597356

R0 - 168. 201246 R1 0. 772022 R2 0. 246452 R3 1. 399587 R4 131. 563734 R5 0. 564812

;

UMRJ R1 = LAG( UMRJ R) ;

AKJ 1 = LAG( AKJ ) ;

UPPR1 = LAG( UPPR) ;

PDBPR1 = LAG( PDBPR) ;

UPAR1 = LAG( UPAR) ;

PTP1 = LAG( PTP) ;

PTB1 = LAG( PTB) ;

UPAR1 = LAG( UPAR) ;

PTA1 = LAG( PTA) ;

I J 1 = LAG( I J ) ;

EXJ R1 = LAG( EXJ R) ;

PTJ 1 = LAG( PTJ ) ;

UPBR1 = LAG( UPBR) ;

I NF1 = LAG( I NF) ;

SBKR1 = LAG( SBKR) ;

PDR1 = LAG( PDR) ;

PDBBR1 = LAG( PDBBR) ;

PDBJ R1 = LAG( PDBJ R) ;

PDBAR1 = LAG( PDBAR) ;

EXPR1 = LAG( EXPR) ;

EXBR1 = LAG( EXBR) ;

I P1 = LAG( I P) ;

I A1 = LAG( I A) ;

I B1 = LAG( I B) ;

TPTJ 1 = LAG( TPTJ ) ;

PDBRT1 = LAG( PDBRT) ;

SBI R1 = LAG( SBI R) ;

UPJ R1 = LAG( UPJ R) ;

AKJ = A0 + A1* UMRJ R1 + A2* J PP + A3* J PTP + A4* DM + A5* AKJ 1;

PTP = B0 + B1* ( UPPR - UPPR1) + B2* PDBPR1 + B3* T + B4* PTP1;

PTA = C0 + C1* ( UPAR - UPAR1) + C2* PDBAR + C3* DM + C4* PTA1;

PTB = D0 + D1* ( UPBR – UPBR1) + D2* ( PDBBR - PDBBR1) + D3* T;

PTJ = E0 + E1* ( UPJ R – UPJ R1) + E2* PDBJ R + E3* PTJ 1;

UPPR = F0 + F1* UMRJ R + F2* AKJ + F3* PTP + F4* UPPR1;

UPAR = G0 + G1* UMRJ R + G2* AKJ 1 + G3* ( PTA- PTA1) + G4* T;

UPBR = H0 + H1* UMRJ R + H2* AKJ 1 + H3* ( PTB- PTB1) + H4* UPBR1;

UPJ R = I 0 + I 1* UMRJ R1 + I 2* ( AKJ - AKJ 1) + I 3* PTJ + A4* DM;

/ * UMRJ R = J 0 + J 1* ( I NF – I NF1) + J 2* ( AKJ - AKJ 1) + J 3* ( TPTJ - TPTJ 1) + J 4* UMRJ R1; * /

I P = K0 + K1* ( SBI R - SBI R1) + K2* ( PDR - PDR1) + K3* ( PDBRT - PDBRT1) ;

I A = L0 + L1* ( SBI R - SBI R1) + L2* ( PDR - PDR1) + L3* PDBRT ;

I B = M0 + M1* ( SBI R - SBI R1) + M2* ( PDR - PDR1) + M3* ( PDBRT- PDBRT1) + M4* I B1;

I J = N0 + N1* ( SBI R - SBI R1) + N2* PDR + N3* PDBRT + N4* I J 1;

PDBPR = O0 + O1* PTP + O2* I P1 + O3* EXPR1 + O4* DM + O5* PDBPR1;

PDBAR = P0 + P1* PTA + P2* ( I A - I A1) + P3* EXAR + P4* PDBAR1;

PDBBR = Q0 + Q1* ( PTB - PTB1) + Q2* ( I B - I B1) + Q3* EXBR1 + Q4* T + Q5* PDBBR1;

PDBJ R = R0 + R1* PTJ 1 + R2* ( I J - I J 1) + R3* EXJ R + R4* T + R5* PDBJ R1;

PTT = PTP + PTA + PTB + PTJ ;

TPTJ = PTT + PTPRI + PTSEK;

PNG = AKJ - TPTJ ;

I TT = I P + I A + I B + I J ;

PDBRT = PDBPR + PDBAR + PDBBR + PDBJ R;

RUN;

PROC PRI NT DATA=OUTDAS;

RUN;


(5)

Lampiran 23. Hasil Peramalan Peningkatan Upah Minimum Regional Jakarta

sebesar 20 persen dan Peningkatan Pengeluaran Pembangunan

sebesar 10 persen, Tahun 2007-2010

Model Var i abl es 22

Endogenous 22

Par amet er s 91

Equat i ons 22

Number of St at ement s 50

Pr ogr am Lag Lengt h 1

Dat as et Opt i on Dat as et DATA= OLAH OUT= OUTDAS Var i abl es Sol ved 22

Si mul at i on Lag Lengt h 1

Sol ut i on Met hod NEWTON CONVERGE= 1E- 8 Max i mum CC 3. 8814E- 16 Max i mum I t er at i ons 1

Tot al I t er at i ons 3

Aver age I t er at i ons 1

Obs er vat i ons Pr oc es s ed Read 4

Lagged 1

Sol v ed 3

Fi r s t 2

Las t 4

Var i abl es Sol v ed For : AKJ PTP PTA PTB PTJ PTT TPTJ PNG UPPR UPAR UPBR UPJR I P I A I B I J I TT PDBPR PDBAR PDBBR PDBJ R PDBRT Des c r i pt i v e St at i st i c s Ac t ual Pr edi c t ed Var i abl e Nobs N Mean St d Mean St d Label AKJ 3 3 4420 39. 5264 4611 77. 2871 AKJ PTP 3 3 1543 55. 0030 1519 59. 6105 PTP PTA 3 3 405. 0000 17. 0000 406. 8061 18. 0882 PTA PTB 3 3 287. 6667 9. 5044 2869 92. 0808 PTB PTJ 3 3 1373 42. 5480 1734 175. 3478 PTJ PTT 3 3 902. 1667 31. 0054 6528 339. 1397 TPTJ 3 3 3767 48. 0000 7189 327. 6394 TPTJ PNG 3 3 150. 6667 73. 0091 - 2577 250. 4903 PNG UPPR 3 3 332. 6667 9. 5044 382. 8224 18. 6917 UPPR UPAR 3 3 422. 6667 15. 5027 511. 8480 10. 1636 UPAR UPBR 3 3 551. 6667 14. 5029 728. 5003 64. 3227 UPBR UPJ R 3 3 914. 0000 7. 5498 839. 1662 13. 2946 UPJ R I P 3 3 2784 36. 0000 5046 4567 I P I A 3 3 5221 185. 5110 24039 526. 7718 I A I B 3 3 1455 45. 0925 14877 8031 I B I J 3 3 2007 61. 0983 10206 1526 I J I TT 3 3 11467 327. 5103 54168 10457 I TT PDBPR 3 3 29783 1804 29915 1884 PDBPR PDBAR 3 3 8872 292. 6198 9086 271. 0281 PDBAR PDBBR 3 3 27931 1180 31067 686. 5984 PDBBR PDBJ R 3 3 11699 331. 1712 13393 274. 8825 PDBJ R PDBRT 3 3 19571 901. 5375 83462 1844

Dy nami c Si mul t aneous Si mul at i on St at i s t i c s of Fi t

Mean Mean % Mean Abs Mean Abs % RMS RMS %

Var i abl e N Er r or Er r or Er r or Er r or Er r or Er r or R- Squar e Label AKJ 3 191. 5081 4. 3283 191. 5081 4. 32832 194. 0745 4. 3819 - 35. 1622 AKJ PTP 3 - 23. 9334 - 1. 5598 23. 9334 1. 55978 24. 2513 1. 5874 0. 7084 PTP PTA 3 1. 8061 0. 4389 1. 8061 0. 43892 2. 0310 0. 4903 0. 9786 PTA PTB 3 2581 897. 3530 2581 897. 35304 2582 897. 3777 - 110713 PTB PTJ 3 360. 4715 26. 0733 360. 4715 26. 07335 376. 8926 27. 1240 - 116. 698 PTJ PTT 3 5626 623. 3300 5626 623. 33004 5632 623. 4203 - 49487. 0 TPTJ 3 3422 90. 7777 3422 90. 77769 3429 90. 9223 - 7654. 92 TPTJ PNG 3 - 2728 - 2237 2728 2237 2732 2499 - 2099. 29 PNG UPPR 3 50. 1558 15. 0326 50. 1558 15. 03262 50. 7219 15. 1576 - 41. 7203 UPPR UPAR 3 89. 1813 21. 1497 89. 1813 21. 14974 89. 2890 21. 2160 - 48. 7592 UPAR UPBR 3 176. 8337 32. 2980 176. 8337 32. 29800 187. 8021 34. 5404 - 250. 527 UPBR UPJ R 3 - 74. 8338 - 8. 1913 74. 8338 8. 19134 74. 9813 8. 2112 - 146. 953 UPJ R I P 3 2262 82. 5071 2785 101. 17092 4383 159. 4869 - 22234. 8 I P I A 3 18817 360. 5483 18817 360. 54827 18820 360. 5890 - 15436. 3 I A I B 3 13422 934. 7236 13422 934. 72358 14954 1051 - 164970 I B I J 3 8199 407. 3610 8199 407. 36104 8286 410. 4984 - 27589. 5 I J I TT 3 42701 374. 2709 42701 374. 27091 43596 383. 9602 - 26578. 0 I TT PDBPR 3 132. 2790 0. 4343 132. 2790 0. 43430 147. 8468 0. 4794 0. 9899 PDBPR PDBAR 3 214. 8258 2. 4286 214. 8258 2. 42864 215. 6339 2. 4442 0. 1854 PDBAR PDBBR 3 3136 11. 4235 3136 11. 42348 3470 12. 7902 - 11. 9793 PDBBR PDBJ R 3 1693 14. 4914 1693 14. 49142 1694 14. 5134 - 38. 2684 PDBJ R PDBRT 3 63890 326. 7698 63890 326. 76976 63895 326. 8830 - 7533. 63


(6)

Lampiran 23. Lanjutan

Thei l For ecas t Er r or St at i s t i cs

MSE Dec ompos i t i on Pr opor t i ons I nequal i t y Coef Var i abl e N MSE Cor r Bi as Reg Di s t Var Cov ar U1 U Label

( R) ( UM) ( UR) ( UD) ( US) ( UC)

AKJ 3 37665 0. 990 0. 974 0. 026 0. 001 0. 025 0. 001 0. 0439 0. 0215 AKJ PTP 3 588. 12566 1. 000 0. 974 0. 024 0. 002 0. 024 0. 002 0. 0157 0. 0079 PTP PTA 3 4. 12509 1. 000 0. 791 0. 192 0. 017 0. 191 0. 018 0. 0050 0. 0025 PTA PTB 3 6667455 0. 969 0. 999 0. 001 0. 000 0. 001 0. 000 8. 9729 0. 8177 PTB PTJ 3 142048 0. 965 0. 915 0. 085 0. 001 0. 083 0. 002 0. 2743 0. 1211 PTJ PTT 3 31716314 0. 998 0. 998 0. 002 0. 000 0. 002 0. 000 6. 2400 0. 7573 TPTJ 3 11759494 0. 999 0. 996 0. 004 0. 000 0. 004 0. 000 0. 9103 0. 3129 TPTJ PNG 3 7463507 0. 999 0. 997 0. 003 0. 000 0. 003 0. 000 16. 8606 0. 9943 PNG UPPR 3 2573 0. 996 0. 978 0. 022 0. 000 0. 022 0. 000 0. 1524 0. 0709 UPPR UPAR 3 7973 0. 999 0. 998 0. 002 0. 000 0. 002 0. 000 0. 2112 0. 0955 UPAR UPBR 3 35270 - . 885 0. 887 0. 113 0. 001 0. 047 0. 066 0. 3403 0. 1465 UPBR UPJ R 3 5622 0. 999 0. 996 0. 004 0. 000 0. 004 0. 000 0. 0820 0. 0428 UPJ R I P 3 19211707 - . 859 0. 266 0. 734 0. 000 0. 712 0. 021 1. 5743 0. 4839 I P I A 3 354176822 0. 988 1. 000 0. 000 0. 000 0. 000 0. 000 3. 6028 0. 6430 I A I B 3 223627114 - . 990 0. 806 0. 194 0. 000 0. 190 0. 004 10. 2768 0. 8443 I B I J 3 68663580 0. 957 0. 979 0. 021 0. 000 0. 021 0. 000 4. 1274 0. 6743 I J I TT 3 1900627834 - . 933 0. 959 0. 041 0. 000 0. 036 0. 005 3. 8008 0. 6575 I TT PDBPR 3 21859 1. 000 0. 800 0. 195 0. 004 0. 195 0. 004 0. 0050 0. 0025PDBPR PDBAR 3 46498 1. 000 0. 993 0. 007 0. 001 0. 007 0. 001 0. 0243 0. 0120PDBAR PDBBR 3 12038353 - . 890 0. 817 0. 167 0. 016 0. 013 0. 169 0. 1241 0. 0588PDBBR PDBJ R 3 2871155 0. 988 0. 999 0. 001 0. 001 0. 001 0. 001 0. 1448 0. 0675PDBJ R PDBRT 3 4082611263 0. 988 1. 000 0. 000 0. 000 0. 000 0. 000 3. 2624 0. 6200 Dy nami c Si mul t aneous Si mul at i on

Thei l Rel at i v e Change For ec as t Er r or St at i st i c s

Rel at i v e Change MSE Dec ompos i t i on Pr opor t i ons I nequal i t y Coef Var i abl e N MSE Cor r Bi as Reg Di s t Var Cov ar U1 U Label

( R) ( UM) ( UR) ( UD) ( US) ( UC)

AKJ 3 0. 00195 0. 995 0. 975 0. 025 0. 000 0. 025 0. 000 5. 3318 0. 7272 AKJ PTP 3 0. 0002713 - . 386 0. 965 0. 029 0. 005 0. 004 0. 031 0. 4420 0. 2818 PTP PTA 3 0. 0000261 0. 087 0. 802 0. 177 0. 022 0. 082 0. 117 0. 1191 0. 0565 PTA PTB 3 86. 23849 0. 282 1. 000 0. 000 0. 000 0. 000 0. 000 265. 7698 0. 9925 PTB PTJ 3 0. 07796 1. 000 0. 921 0. 079 0. 000 0. 079 0. 000 10. 5215 0. 8405 PTJ PTT 3 41. 46888 0. 989 1. 000 0. 000 0. 000 0. 000 0. 000 195. 2246 0. 9899 TPTJ 3 0. 84814 - . 998 0. 997 0. 003 0. 000 0. 003 0. 000 71. 3422 0. 9728 TPTJ PNG 3 199. 16330 0. 997 0. 913 0. 087 0. 000 0. 087 0. 000 39. 3294 0. 9516 PNG UPPR 3 0. 02428 0. 600 0. 983 0. 017 0. 000 0. 015 0. 002 5. 5869 0. 7369 UPPR UPAR 3 0. 04838 0. 068 0. 994 0. 006 0. 000 0. 005 0. 001 5. 9705 0. 7494 UPAR UPBR 3 0. 12513 - . 788 0. 875 0. 125 0. 000 0. 117 0. 007 13. 8890 0. 8788 UPBR UPJ R 3 0. 00693 0. 125 0. 994 0. 000 0. 006 0. 005 0. 001 5. 8823 0. 9849 UPJ R I P 3 2. 60966 - . 625 0. 268 0. 732 0. 000 0. 732 0. 000 124. 4782 0. 9880 I P I A 3 13. 95049 - . 976 1. 000 0. 000 0. 000 0. 000 0. 000 104. 2353 0. 9812 I A I B 3 122. 40092 0. 999 0. 783 0. 217 0. 000 0. 217 0. 000 259. 4951 0. 9924 I B I J 3 17. 85432 0. 941 0. 984 0. 016 0. 000 0. 016 0. 000 147. 1040 0. 9866 I J I TT 3 15. 63357 0. 985 0. 950 0. 050 0. 000 0. 050 0. 000 134. 1752 0. 9855 I TT PDBPR 3 0. 0000259 - . 043 0. 821 0. 127 0. 052 0. 014 0. 165 0. 0812 0. 0391PDBPR PDBAR 3 0. 0006353 - . 666 0. 988 0. 006 0. 006 0. 008 0. 004 0. 7898 0. 2839PDBAR PDBBR 3 0. 01793 0. 994 0. 796 0. 204 0. 000 0. 204 0. 000 2. 9859 0. 6066PDBBR PDBJ R 3 0. 02210 - . 079 0. 997 0. 001 0. 002 0. 000 0. 002 5. 8220 0. 7473PDBJR PDBRT 3 11. 71172 - . 433 0. 999 0. 001 0. 000 0. 001 0. 000 72. 9022 0. 9733


Dokumen yang terkait

Tingkat Upah dan Produktivitas Tenaga Kerja Propinsi DKI Jakarta

0 10 195

Penelitian Terhadap Tingkat Tenaga Kerja di Pemerintah DKI

0 13 203

Identifikasi dan Peran Sektor Ungggulan Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi DKI Jakarta

2 12 93

DAMPAK TINGKAT PENDIDIKAN TENAGA KERJA DAN PENGELUARAN PEMERINTAH DI SEKTOR PENDIDIKAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN LABUHANBATU.

1 3 12

ANALISIS PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH, JUMLAH TENAGA KERJA, DAN TINGKAT PENDIDIKAN Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Jumlah Tenaga Kerja, dan Tingkat Pendidikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kota Surakarta Tahun 1991 – 2013.

1 4 17

ANALISIS PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH, JUMLAH TENAGA KERJA, DAN TINGKAT PENDIDIKAN Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Jumlah Tenaga Kerja, dan Tingkat Pendidikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kota Surakarta Tahun 1991 – 2013.

0 0 13

ANALISIS PENGARUH JUMLAH PENDUDUK, TENAGA KERJA, TINGKAT PENDIDIKAN, DAN PENGELUARAN PEMERINTAH Analisis Pengaruh Jumlah Penduduk,Tenaga Kerja,Tingkat Pendidikan Dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Grobogan Tahun 1990-201

0 2 16

METODE PENELITIAN PENGARUH TINGKAT ABSENSI KERJA DAN PENGELUARAN TENAGA KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN PERUSAHAAN FURNITURE CV. ERA DI SURAKARTA.

1 6 20

ANALISIS PENGARUH TENAGA KERJA, TINGKAT PENDIDIKANDAN PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP Analisis Pengaruh Tenaga Kerja,Tingkat Pendidikan, dan Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Rembang.

0 1 15

PENDAHULUAN Analisis Pengaruh Tenaga Kerja,Tingkat Pendidikan, dan Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Rembang.

0 1 13