47
oleh orang yang mendengar. Memberikan kesempatan kepada anak untuk berpraktik dan terlibat secara aktif dalam kegiatan akan semakin mempermudah
suatu keterampilan tersebut untuk dikuasai anak.
2. Pembelajaran untuk Keterampilan Berbicara
Berdasarkan kajian pada subbab sebelumnya mengenai pembelajaran keterampilan, anak usia dini mempelajari suatu keterampilan melalui praktik
melakukan secara langsung
learning by doing
sehingga anak memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan. Pembelajaran yang
dirancang untuk menstimulasi suatu keterampilan akan lebih baik jika berpusat pada guru karena akan lebih efisien dalam hal waktu dan tenaga Jacobsen, dkk.,
2009: 197. Keterampilan yang akan distimulasi dalam penelitian ini adalah
keterampilan berbicara anak usia 5-6 tahun. Berbicara merupakan sebuah keterampilan yang tidak serta merta diperoleh anak. Anak mempelajari
keterampilan berbicara melalui interaksinya dengan lingkungan. Memberikan kesempatan kepada anak untuk berpraktik dan melalui pengalaman ketika
melakukan itulah anak akan termotivasi untuk belajar bagaimana berbicara dengan baik agar diterima oleh lingkungannya.
Senada dengan teori Dewey dan teori Jacobsen., dkk., Hurlock 1978: 185 mengungkapkan beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam belajar
berbicara, di antaranya adalah model yang baik untuk ditiru, kesempatan untuk berpraktik, motivasi, dan bimbingan. Slamet Suyanto 2005: 172 juga
menyatakan bahwa untuk melatih anak berkomunikasi secara lisan dapat
48
dilakukan melalui kegiatan yang memungkinkan anak berinteraksi dengan teman dan orang lain, bisa guru di sekolah, maupun orang tua di rumah. Guru dapat
mendesain pembelajaran yang dapat memotivasi anak untuk mengungkapkan kemampuan verbalnya.
Seperti yang telah dipaparkan di atas bahwa untuk menstimulasi suatu keterampilan akan lebih baik jika pengajarannya berpusat pada guru, termasuk
juga keterampilan berbicara. Pembelajaran untuk keterampilan berbicara hendaknya yang memungkinkan anak belajar sambil melakukan dan terlibat
secara aktif dalam kegiatan tersebut. Selain itu, dalam pembelajaran keterampilan berbicara, guru juga bertanggung jawab memberikan model yang baik untuk
kemudian ditiru anak, senantiasa membimbing anak dengan selalu memotivasi dan memberikan kesempatan kepada anak untuk melakukan praktik berbicara
ketika pembelajaran sedang berlangsung. Salah satu metode pengajaran yang berpusat pada guru menurut Soli
Abimanyu TT adalah metode ceramah. Metode ceramah menurut Nurbiana Dhieni, dkk., 2008: 6.7 merupakan padanan dari metode bercerita. Metode
ceramah merupakan istilah yang digunakan untuk anak sekolah dan orang dewasa, sedangkan metode bercerita merupakan istilah yang digunakan untuk anak usia
Taman Kanak-kanak. Jadi, salah satu metode pengajaran di Taman Kanak-kanak yang berpusat pada guru adalah metode bercerita.
Melalui metode bercerita yang dilakukan guru, anak akan termotivasi dan memperoleh kesempatan untuk mengungkapkan pendapat dan gagasannya dalam
bentuk lisan ketika praktik menceritakan kembali, melanjutkan sebagian cerita
49
yang telah diperdengarkan sebelumnya, menceritakan pengalaman secara sederhana terkait tema maupun cerita yang telah dibacakan, bercerita tentang
gambar yang disediakan atau dibuat sendiri, dan berbagai kegiatan lain yang berkaitan dengan metode bercerita. Melalui berbagai pengembangan dari kegiatan
bercerita yang telah dipaparkan di atas, berarti anak secara langsung melakukan praktik berbicara dan berinteraksi dengan orang lain.
Selain itu, guru dapat menjadi model yang baik bagi anak-anak ketika menyampaikan cerita. Sebagai contoh, model tentang bagaimana mengucapkan
kata dengan benar, bagaimana bersikap yang baik sesuai dengan perasaan ketika berbicara, bagaimana menyusun kata-kata menjadi sebuah kalimat yang dapat
dipahami oleh orang lain, apa saja ujaran-ujaran yang diucapkan guru yang nantinya diimitasi oleh anak untuk memperluas kosa kata, dan lain sebagainya.
Dalam kegiatan bercerita, guru dapat memberikan bimbingan untuk belajar berbicara, yaitu dengan dengan cara memberikan contoh kata-kata yang baik
dengan perlahan dan jelas agar anak dapat memahaminya, untuk kemudian mencontohnya dalam komunikasi sehari-hari. Selain itu, membimbing anak
belajar berbicara dalam kegiatan bercerita juga dapat dilakukan dengan cara memberikan
reward
ketika anak mampu berbicara dengan baik saat praktik menceritakan kembali, melanjutkan sebagian cerita, menceritakan pengalaman
secara sederhana, maupun bercerita tentang gambar yang disediakan atau dibuat sendiri. Membimbing anak dalam kegiatan bercerita dapat pula dilakukan dengan
membenarkan perkataan anak yang salah ketika anak mempraktikkan keterampilan berbicaranya. Jadi, di dalam metode bercerita yang dilaksanakan
50
guru terdapat unsur-unsur pembelajaran untuk keterampilan, dan apabila diterapkan dalam pembelajaran diduga dapat meningkatkan keterampilan
berbicara pada anak.
3. Langkah-langkah Pembelajaran Keterampilan Berbicara dengan Metode