KERANGKA TEORI KERANGKA KONSEP PENELITIAN VARIABEL DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. KERANGKA TEORI

Berdasarkan derajat histopatologi meningioma intracranial dibagi menjadi 3, yaitu meningioma benign derajat 1, meningioma atypical derajat 2, dan meningioma maligna derajat 3. Dalam pertumbuhannya, tumor ini dipengaruhi oleh sex hormone yang terdiri dari estrogen dan progesteron, dan dipengaruhi oleh growth factor. Arbeit, 1996. Dari keseluruhan growth factor yang ada, FGF-2 merupakan suatu growth factor yang memiliki sifat angiogenesis, mitogenesis serta mampu menghambat apoptosis sel normal. Sifat-sifat ini akan muncul apabila terjadi gangguan dalam regulasi FGF-2. Hal ini tentunya sangat berpengaruh dalam proses pertumbuhan meningioma intrakranial.

3.2. KERANGKA KONSEP PENELITIAN

3.3. VARIABEL DAN DEFINISI OPERASIONAL

Meningioma Intrakranial Derajat Histopatologi WHO FGF-2 Universitas Sumatera Utara FGF-2 Fibroblast Growth Factor 2 Definisi : Suatu molekul dengan berat molekul 18-kDa merupakan hasil translasi inisiasi start codon 5’AUG dan memiliki peranan dalam mengatur proliferasi sel. Cara Ukur : Kadar FGF-2 akan diukur dengan cara Sandwich ELISA Enzyme-Linked Immunosorbent Assay dengan perangkat pemeriksaan FGF-2 Human ELISA kit, Abnova, Taiwan. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan ELISA analyser Chemwell 2910 Awareness Technology, Inc.. Protokol Pengujian : Persiapan Reagensia Keluarkan reagensia dari lemari pendingin dan biarkan hingga suhu ruangan tercapai 20-25 Bufer pencuci 1x: tambahkan 60 cc bufer pencuci 20x dan encerkan hingga volume akhir 1200 ml dengan air destilata atau air yang tidak mengandung ion. Campur sepenuhnya. Jika diinginkan volume bufer pencuci yang lebh kecil 1x, tambahkan 1 volum dari bufer pencuci 20x dengan 19 volum air destilata. Bufer pencuci 1x stabil selama 1 bulan pada suhu 2-8 C. Siapkan reagensia sesuai tahapan di bawah ini. Carmpur sepenuhnya dengan cara memutar pelan sebelum dilkukan pemipetan. Cegah terjadinya busa. Larutan substrat : subsrat A dan substrat B harus dicampurkan bersamaan dalam jumlah yang sama, 15 menit sebelum digunakan. Tabel dibawah merupakan rujukan untuk jumlah yang tepat dalam pencampuran larutan. C. Aduk rata sebelum digunakan. Tabel 3.1. Tabel rujukan pencampuran substrat Strip yang digunakan Substrat A ml Substrat B ml Larutan Substrat ml 2 strip 16 sumur 1,5 1,5 3,0 4 strip 32 sumur 3,0 3,0 6,0 6 strip 48 sumur 4,0 4,0 8,0 8 strip 64 sumur 5,0 5,0 10,0 10 strip 80 sumur 6,0 6,0 12,0 12 strip 96 sumur 7,0 7,0 14,0 Standar bFGF : campurkan standar bFGF dengan 2 ml calibrator diluent 1 untuk serumplasma. Campuran ini menghasilkan persediaan larutan sebesar 8000 pgml. Persediaan ini dapat disimpan beku -20 Gunakan persediaan larutan diatas untuk menghasilkan sebuah serial cairan dilusi 2 kali lipat dalam rentang yang digunakan pada pengujian 250 pgml hingga 8000 pgml. Tambahkan 0,5 ml calibrator diluent yang tepat pada setiap tabung uji. Pastikan tercampur sepenuhnya pada setiap tabung uji. Standar bFGF yang yang tidak terdilusi akan berperan C selama 30 hari. Universitas Sumatera Utara sebagai standar tinggi 8000 pgml dan calibrator diluent akan berperan sebagai standar 0 0 pgml. Persiapan Sampel 1. Cell culture supernatant: sentrifugasi untuk membuang material partikulasi yang tampak. 2. Serum: darah diambil sesuai tehnik punksi vena standar dan serum dipisahkan dari sel darah sesegera mungkin. Sampel dibiarkan mengendap selama 1 jam pada suhu ruangan, sentrifus selama 10 menit 4 3. Plasma: darah diambil sesuai tehnik punksi vena standar dan plasma dikumpulkan menggunakan sodium citrate, EDTA, atau heparin sebagai anticoagulan. Untuk meminimalkan kontaminasi platelet, setelah pengumpulan harus dipisahkan dengan cepat dari plasma kurang dari 30 menit pada es. Sentrifus selama 10 menit 4 C dan kemudian ekstrak serum. Prosedur Pengujian C untuk membuang partikulat. 1. Persiapkan bufer pencuci dan standar bFGF sebelum melakukan prosedur pengujian. Disarankan untuk menggunakan tabel dan diagram yang disediakan sebagai referensi dalam penambahan standar atau sampel ke plat microtiter. Tabel 3.2. Tabel Rujukan Pencampuran Standar Dengan Bufer Pencuci Sumur Isi Sumur Isi 1A, 1B Standar 1-0 pgml S1 2A, 2B Standar 5-2000 pgml S5 1C, 1D Standar 2-250 pgml S2 2C, 2D Standar 6-4000 pgml S6 1E, 1F Standar 3-500 pgml S3 2E, 2F Standar 7-8000 pgml S7 1G, 1H Standar 4-1000 pgml S4 2G, 2H bFGF sampel 2. Tambahkan 100 µl standar atau sampel ke sumur yang tepat yang berisi antibody pre-coated microtiter plate dan inkubasi selama 1 jam pada suhu ruangan. Universitas Sumatera Utara 3. Tanpa membuang standar dan sampel, tambahkan 50 µl bFGF biotin conjugate ke setiap sumur. Aduk rata. Tutup dan inkubasi selama 1 jam pada suhu ruangan. 4. Cuci microtiter plate menggunakan salah satu metode di bawah ini: Pencucian manual: pindahkan campuran yang diinkubasi dengan aspirasi isi dari plat ke tempat pembuangan. Gunakan squirt bottle, isi setiap sumur dengan bufer pencuci 1x kemudian aspirasi isi dari plat ke tempat pembuangan. Ulangi prosedur ini hingga total 5 kali pencucian. Setelah pencucian terakhir, balikkan plat, dan keringkan dengan kertas hisap hingga kering. Pencucian automatis: aspirasi semua sumur, kemudian cuci plat sebanyak lima kali menggunakan bufer pencuci 1x. Selalu sesuaikan pencuci untuk aspirasi sebanyak mungkin hingga volum 350 µl rentang: 350-400 µl. Setelah pencucian terakhir keringkan dengan kertas hisap hingga kering. 5. Buang 100 µl avidin conjugate ke setiap sumur, aduk rata. Tutup dan inkubasi selama 1 jam pada suhu ruangan. 6. Siapkan larutan substrat tidak lebih dari 15 menit sebelum akhir dari inkubasi ke dua. 7. Ulangi prosedur pencucian seperti yang dijelaskan tahap 4. 8. Tambahkan 100 µl larutan substrat ke setiap sumur. Tutup dan inkubasi selama 15 menit pada suhu ruangan. 9. Tambahkan 100 µl larutan penutup ke setiap sumur, aduk rata. 10. Baca Optical Density O.D. pada panjang gelombang 450nm menggunakan pembaca microtiter plate yang di set selama 30 menit. Hasil pengukuran: diperoleh nilai kadar FGF 2 dengan satuan pgml. Derajat Histopatologi WHO Menurut klasifikasi WHO, meningioma dibagi menjadi 3 grade, yaitu Jinak Benign :Grade I, Atipikal Atypical : Grade II, dan Ganas Malignant : Grade III. Menurut histopatologinya, meningioma grade I diklasifikasikan sebagai meningioma meningothelial, meningioma fibrous fibroblastik, meningioma transisional, meningioma psammomatous, meningioma angiomatosa, meningioma mikrokistik, meningioma sekretorik, meningioma lymphoplasmacyte-rich, meningioma metaplastik; Meningioma grade II diklasifikasikan Universitas Sumatera Utara sebagai meningioma chordoid, meningioma clear-cell, meningioma atypical; Meningioma grade III diklasifikasikan sebagai meningioma papillary, meningioma rhabdoid, meningioma anaplastik Otsuka, Marwin et al, 2010. Tabel 3.3. Subtipe meningioma dan Grade menurut klasifikasi WHO Marwin et al, 2010. Subtipe histology Grade WHO Meningothelial meningioma Fibrous fibroblastic meningioma Transitional mixed meningioma Psammomatous meningioma Angiomatous meningioma Microcystic meningioma Secretory meningioma Lymphoplasmacyte-rich meningioma Metaplastic meningioma I I I I I I I I I Chordoid meningioma Clear-cell meningioma Atypical meningioma Brain invasive meningioma II II II II Papillary meningioma Rhabdoid meningioma Anaplastic malignant meningioma III III III

3.4. HIPOTESIS

Dokumen yang terkait

Gambaran Pewarnaan Imunohistokimia S100 Pada Meningioma Di RSUP. H. Adam Malik Medan

1 94 76

Hubungan Kadar Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) Serum Dengan Peritumoral Edema Index (PTEI) Pada Penderita Meningioma Intrakranial Di RSUP. H. Adam Malik Medan

2 105 66

Profil Kadar Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) Serum Berdasarkan Karakteristik Penderita Psoriasis Vulgaris Di RSUP. H. Adam Malik Medan

4 106 117

Gambaran Pewarnaan Imunohistokimia S100 Pada Meningioma Di RSUP. H. Adam Malik Medan

0 0 4

Gambaran Pewarnaan Imunohistokimia S100 Pada Meningioma Di RSUP. H. Adam Malik Medan

0 0 18

Hubungan Kadar Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) Serum Dengan Peritumoral Edema Index (PTEI) Pada Penderita Meningioma Intrakranial Di RSUP. H. Adam Malik Medan

0 0 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - Hubungan Kadar Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) Serum Dengan Peritumoral Edema Index (PTEI) Pada Penderita Meningioma Intrakranial Di RSUP. H. Adam Malik Medan

0 0 18

Profil Kadar Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) Serum Berdasarkan Karakteristik Penderita Psoriasis Vulgaris Di RSUP. H. Adam Malik Medan

0 0 30

Hubungan Kadar Fibroblast Growth Factor 2 (FGF-2) Serum Dengan Derajat Meningioma Pada Penderita Meningioma Intrakranial Di RSUP. H. Adam Malik Medan

0 0 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. MENINGIOMA 2.1.1. Sejarah Dan Definisi Meningioma - Hubungan Kadar Fibroblast Growth Factor 2 (FGF-2) Serum Dengan Derajat Meningioma Pada Penderita Meningioma Intrakranial Di RSUP. H. Adam Malik Medan

0 0 13