PENGEMBANGAN LKPD DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MEMFASILITASI KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN DISPOSISI KOMUNIKASI

(1)

ABSTRACT

THE DEVELOPMENT OF STUDENT WORKSHEETS BY PROBLEM BASED LEARNING MODEL TO FACILITATE

COMMUNICATION SKILL AND COMMUNICATION DISPOSITION

By

SELVI LOVIANA

The research and development aimed to develop student worksheet by Problem Based Learning in facilitating communication skill and communication disposition. The subject of this research were students of VIII F class of SMP N 9 Metro in academic year of 2015/2016 as many as 25 students. The procedure of this research were preliminary research, developing draft, of student worksheet, expert testing, reability testing, limited group testing, and small group testing. The result of the developing of student worksheet by Problem Based Learning model showes that the student worksheets accompanied the game give the maximal effect if contain of problems with short dialog and color picture, use language which able to interpreted in mathematics model, graph, and tables, express the ideas in solving the problems suitable with EYD, and reated to real life. The conclusion of this research was student worksheet by Problem Based Learning still have not maximal yet to facilitate communication skill but able to facilitate students communication disposition

Keywords : student worksheets, problem based learning, communication skill, communication disposition


(2)

iii ABSTRAK

PENGEMBANGAN LKPD DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MEMFASILITASI KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN DISPOSISI KOMUNIKASI

Oleh

SELVI LOVIANA

Penelitian pengembangan (Research & Development) bertujuan mengembangkan LKPD dengan menggunakan model Problem Based Learning untuk memfasilitasi kemampuan komunikasi dan disposisi komunikasi. Subjek penelitian ini yaitu siswa pada kelas VIII F di SMP Negeri 9 Metro sebanyak 25 siswa. Prosedur penelitian ini adalah penelitian pendahuluan, pengembangan draf LKPD, pengujian ahli, pengujian keterbacaan, pengujian kelompok terbatas, dan pengujian kelompok kecil. Hasil pengembangan LKPD menggunakan model PBL menunjukkan bahwa LKPD yang disertai permainan memberikan pengaruh pengaruh maksimal apabila memuat soal yang disajikan dalam dialog singkat disertai gambar berwarna yang menarik, menggunakan bahasa yang dapat diinterpretasikan ke dalam bentuk model matematika, grafik dan tabel, mengekspresikan ide-ide dalam penyelesaian masalah, sesuai kaidah EYD dan berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Kesimpulan penelitian ini adalah LKPD menggunakan model Problem Based Learning masih kurang maksimal dalam memfasilitasi kemampuan komunikasi matematika namun mampu memfasilitasi disposisi komunikasi oleh sebagian besar siswa.

Kata kunci : lembar kerja peserta didik, problem based learning, komunikasi matematika, disposisi komunikasi


(3)

PENGEMBANGAN LKPD DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MEMFASILITASI KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN DISPOSISI KOMUNIKASI

(Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 9 Metro Tahun Pelajaran 2015/2016)

(Tesis)

Oleh :

SELVI LOVIANA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016


(4)

ABSTRACT

THE DEVELOPMENT OF STUDENT WORKSHEETS BY PROBLEM BASED LEARNING MODEL TO FACILITATE

COMMUNICATION SKILL AND COMMUNICATION DISPOSITION

By

SELVI LOVIANA

The research and development aimed to develop student worksheet by Problem Based Learning in facilitating communication skill and communication disposition. The subject of this research were students of VIII F class of SMP N 9 Metro in academic year of 2015/2016 as many as 25 students. The procedure of this research were preliminary research, developing draft, of student worksheet, expert testing, reability testing, limited group testing, and small group testing. The result of the developing of student worksheet by Problem Based Learning model showes that the student worksheets accompanied the game give the maximal effect if contain of problems with short dialog and color picture, use language which able to interpreted in mathematics model, graph, and tables, express the ideas in solving the problems suitable with EYD, and reated to real life. The conclusion of this research was student worksheet by Problem Based Learning still have not maximal yet to facilitate communication skill but able to facilitate students communication disposition

Keywords : student worksheets, problem based learning, communication skill, communication disposition


(5)

iii ABSTRAK

PENGEMBANGAN LKPD DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MEMFASILITASI KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN DISPOSISI KOMUNIKASI

Oleh

SELVI LOVIANA

Penelitian pengembangan (Research & Development) bertujuan mengembangkan LKPD dengan menggunakan model Problem Based Learning untuk memfasilitasi kemampuan komunikasi dan disposisi komunikasi. Subjek penelitian ini yaitu siswa pada kelas VIII F di SMP Negeri 9 Metro sebanyak 25 siswa. Prosedur penelitian ini adalah penelitian pendahuluan, pengembangan draf LKPD, pengujian ahli, pengujian keterbacaan, pengujian kelompok terbatas, dan pengujian kelompok kecil. Hasil pengembangan LKPD menggunakan model PBL menunjukkan bahwa LKPD yang disertai permainan memberikan pengaruh pengaruh maksimal apabila memuat soal yang disajikan dalam dialog singkat disertai gambar berwarna yang menarik, menggunakan bahasa yang dapat diinterpretasikan ke dalam bentuk model matematika, grafik dan tabel, mengekspresikan ide-ide dalam penyelesaian masalah, sesuai kaidah EYD dan berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Kesimpulan penelitian ini adalah LKPD menggunakan model Problem Based Learning masih kurang maksimal dalam memfasilitasi kemampuan komunikasi matematika namun mampu memfasilitasi disposisi komunikasi oleh sebagian besar siswa.

Kata kunci : lembar kerja peserta didik, problem based learning, komunikasi matematika, disposisi komunikasi


(6)

PENGEMBANGAN LKPD DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MEMFASILITASI KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN DISPOSISI KOMUNIKASI

Oleh SELVI LOVIANA

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar MAGISTER PENDIDIKAN

Pada

Program Pascasarjana Magister Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(7)

(8)

(9)

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Selvi Loviana dilahirkan di Kota Metro pada Tanggal 11 Juni 1991, merupakan anak pertama dari tiga bersaudara buah hati dari hasil pernikahan ayah kandung yang bernama Darsono dengan ibu kandung yang bernama Surma Astuti.

Penulis menempuh pendidikan pertama kali di Taman Kanak-kanak (TK) yakni di TK Pertiwi Metro dilanjutkan dengan telah menamatkan pendidikan dasar di SD Negeri 6 Metro Barat pada tahun 2003, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 3 Metro pada tahun 2006, pendidikan menengah atas di SMA Negeri 2 Metro pada tahun 2009, dan Universitas Lampung dengan program studi Pendidikan Matematika lulus pada tahun 2013 dengan menempuh masa studi 3 tahun 6 bulan.

Pada tahun 2014, penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi Magister Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.


(11)

Motto

Lebih baik merasakan sulitnya pendidikan sekarang daripada

rasa pahitnya kebodohan kelak

Kebahagian bukan berasal dari sesuatu yang kita peroleh

melainkan berasal dari yang kita berikan

Pendidikan merupakan kunci kebahagiaan

Bersyukurlah yang membuat kita bahagia dan kaya

(Selvi Loviana)


(12)

PERSEMBAHAN

Dengan rasa bahagia diiringi rasa syukur, ku ucapkan kepada Yang Maha Pengasih dan lagi Maha Penyayang ALLAh SWT dan Nabi Besar kita nabi MUHAMMAD SAW, penulis persembahkan sebuah karya kecil ini sebagai bukti

cinta kasih kepada :

Ayah ku tersayang yang sudah ditempatkan di sisi Allah dan semoga mendapatkan nikmat kubur serta diampuni segala dosa-dosanya yaitu Darsono

dan ibuku yang selalu ada di setiap suka duka ku da yang sangat berjasa yaitu Surma Astuti serta Mbah Solimah dan Mbah Ahmad Damiri yang selalu tak lupa

mendoakan kesuksesan ku.

Adik- adikku tersayang Gita Atika dan M. Rizky Ramadhan serta sepupuku Mareza Yolanda Umar yang mendukung dalam penyelesaian karya kecil ini. Ngudi Waluyo yang selalu menemani dan mendukung saya menjadi wanita yang

berpendidikan dan berpengetahuan luas. Memotivasi saya menjadi yang seseorang yang lebih baik lagi dan menjadi penyemangat dalam penyelesaian tesis

ini.

Teman-teman satu perjuangan ku Magister Pendidikan Matematika 2014 atas semua do’a dan dukungan yang telah kalian berikan kepadaku selama masa

perjuangan yang indah ini.

Guru dan dosen atas ilmu dan semua yang telah kalian berikan padaku, yang menjadi penerang jalanku.


(13)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat allah swt yang maha pengasih dan maha penyayang, karena atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis yang berjudul “Pengembangan LKPD dengan menggunakan model Problem Based Learning untuk memfasilitasi kemampuan komunikasi dan disposisi komunikasi (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 9 Metro Tahun Pelajaran 2015/2016)” sebagai syarat untuk mencapai gelar magister pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung.

Penulis menyadari tesis ini dapat diselesaikan atas dorongan, bantuan, arahan, bimbingan, dan masukan dari berbagai pihak. Untuk itu perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. H. Muhammad Fuad, M. Hum. selaku Dekan FKIP Universitas Lampung, beserta staf dan jajarannya yang telah memperlancar dalam penyusunan tesis.

2. Bapak Prof. Dr. Sudjarwo, M.S., selaku Direktur Pascasarjana FKIP Universitas Lampung yang telah memperlancar dalam penyusunan tesis. 3. Dr. Sugeng Sutiarso, M.Si., selaku Ketua Program Studi Magister Pendidikan

Matematika FKIP Unila dan dosen Pembahas I yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk konsultasi dan memberikan bimbingan,


(14)

xii

sumbangan pemikiran, motivasi, kritik, dan saran selama penyusunan tesis, sehingga tesis ini menjadi lebih baik.

4. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika dan dosen Pembahas II yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk konsultasi dan memberikan bimbingan, sumbangan pemikiran, motivasi, kritik, dan saran selama penyusunan tesis, sehingga tesis ini menjadi lebih baik.

5. Bapak Dr. Haninda Bharata, M.Pd., dosen Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan perhatian, motivasi, dan semangat kepada penulis demi terselesaikannya tesis ini.

6. Ibu Dr. Tina Yunarti, M.Si., selaku Pembimbing I yang telah memberikan masukan, kritik, saran, perhatian, motivasi, dan semangat kepada penulis demi terselesaikannya tesis ini.

7. Bapak dan Ibu dosen magister pendidikan matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.

8. Ayahanda Darsono, Ibunda Surma Astuti, Adinda Gita Atika, dan M. Rizki Ramadhan serta keluarga besarku, terima kasih atas doa, semangat, dan dukungannya.

9. Ibu Martati, S.Pd. selaku Kepala SMP Negeri 9 Metro beserta Wakil, staff, dan karyawan yang telah memberikan izin dan kemudahan selama penelitian. 10. Bapak Ibnu Budi Cahyana, M.Pd, selaku pimpinan Rumah Belajarku dan

sahabat-sahabat mengajar yaitu Mba Puput, Mba Dwi, Ria, Ani, Endang, Rizka, Ita, Bapak Agung, dan staf pengajar lainnya.


(15)

xiii

11. Ibu Mutia Mona Morliza, S.Pd., selaku guru mitra dan Siswa-Siswi Kelas VIII terutama kelas VIII D dan VIII F SMP Negeri 9 Metro yang telah banyak membantu penulis selama melakukan penelitian.

12. Sahabat-sahabat seperjuanganku angkatan 2014 yaitu Pitri, Mba Dirma, Ayu, Mba Fitri, Elyda, Lyna, Bapak Dwi, Elvandri dan lainnya. Orang-orang spesial dalam hidup Ngudi Waluyo, Septi Arianingsih, Titik Wihayanti, Resti Yanita, Anna Marvita, Ermitia Novita Sari, dan Maulana Yusuf. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini.

Semoga dengan kebaikan, bantuan, dan dukungan yang telah diberikan pada penulis mendapat balasan pahala yang setimpal dari Allah SWT dan semoga tesis ini bermanfaat.

Bandar Lampung, September 2016 Penulis,


(16)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xxi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 13

C. Tujuan Penelitian ... 14

D. Manfaat Penelitian ... 14

E. Definisi Operasional ... 14

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka ... 17

1. Belajar Matematika ... 17

2. Problem Based Learning ... 20

3. Kemampuan Komunikasi Matematika ... 24

4. Disposisi Komunikasi ... 28

5. Lembar Kerja Peserta Didik ... 33

6. Game ... 40

7. Pengembangan Perangkat Pembelajaran ... 44

B. Kerangka Pikir ... 45 Halaman


(17)

xv III. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ... 48

B. Subjek Penelitian ... 48

C. Analisis SWOT ... 49

D. Prosedur Penelitian ... 50

E. Instrumen Data Penelitian ... 51

F. Teknik Pengumpulan Data ... 58

G. Uji Validitas Data Penelitian ... 62

H. Analisis Data ... 63

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pengembangan LKPD ... 66

1. Hasil Penelitian Kemampuan komunikasi Siswa dan Disposisi Komunikasi ... 66

a. Deskripsi Proses Pembelajaran ... 67

b. Hasil Kemampuan Komunikasi Matematika ... 140

c. Hasil Kemampuan Disposisi Komunikasi ... 142

B. Pembahasan ... 145

C. Keterbatasan Penelitian... 151

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 152

B. Saran ... 154 DAFTAR PUSTAKA


(18)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Indikator Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Komunikasi ... 23

2.2 Indikator Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Komunikasi ... 32

2.3 LKPD dari struktur dan formatnya ... 35

3.1 Prosedur penelitian pengembangan LKPD dengan pendekatan PBL ... 50

3.2 Rekapitulasi Hasil Tes Uji Coba Post-Test ... 54

3.3 Interpretasi Indeks Daya Pembeda ... 55

3.4 Hasil Daya Beda Uji Coba Soal Post-Test ... 55

3.5 Interpretasi Tingkat Kesukaran ... 57

3.6 Hasil Uji Tingkat Kesukaran Coba Soal Post-Test ... 57

4.1 Siswa Aktif pada Setiap Pertemuan ... 65

4.2 Siswa Disposisi Komunikasi Pertemuan 1 ... 79

4.3 Siswa Disposisi Komunikasi Pertemuan 2 ... 91

4.4 Siswa Disposisi Komunikasi Pertemuan 3 ... 102

4.5 Siswa Disposisi Komunikasi Pertemuan 4 ... 115

4.6 Siswa Disposisi Komunikasi Pertemuan 5 ... 123

4.7 Siswa Disposisi Komunikasi Pertemuan 6 ... 132

4.8 Siswa Disposisi Komunikasi Pertemuan 7 ... 138


(19)

xvii

4.10 Rekapitulasi Hasil Post-test Pencapaian Indikator Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa Pada Kelas Uji Coba Lapangan ... 140 4.11 Hasil Disposisi Komunikasi ... 141


(20)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1. Tugas dari buku penerbit ... 8 Gambar 4.1. Masalah 1 pada LKPD pertemuan pertama... 68 Gambar 4.2. Suasana guru memberi informasi kepada siswa ... 69 Gambar 4.3. Hasil jawaban siswa masalah 1 pada LKPD pertemuan pertama 71 Gambar 4.4. Masalah 2 pada LKPD pertemuan pertama... 72 Gambar 4.5. Hasil jawaban siswa masalah 2 pada LKPD pertemuan pertama 73 Gambar 4.6. Masalah 3 pada LKPD pertemuan pertama ... 75 Gambar 4.7. Hasil jawaban siswa masalah 3 pada LKPD pertemuan pertama 77 Gambar 4.8. Kartu soal yang ditunjukkan siswa sebagi permainan ... 78 Gambar 4.9. Masalah 1 pada LKPD pertemuan kedua ... 85 Gambar 4.10. Hasil jawaban siswa masalah 1 pada LKPD pertemuan kedua 87 Gambar 4.11. Masalah 2 pada LKPD pertemuan kedua ... 88 Gambar 4.12. Hasil jawaban siswa masalah 2 pada LKPD pertemuan kedua 89 Gambar 4.13. Suasana siswa menuliskan dan mempresentasikan hasil kerja . 91 Gambar 4.14. Masalah pada LKPD pertemuan ketiga ... 98 Gambar 4.15. Hasil jawaban siswa kelompok 1 dan 2 pada LKPD pertemuan


(21)

xix

ketiga ... 99

Gambar 4.17. Hasil jawaban siswa kelompok 5 pada LKPD pertemuan ketiga 99

Gambar 4.18. Masalah 1 pada LKPD pertemuan keempat ... 107

Gambar 4.19. Masalah 2 pada LKPD pertemuan keempat ... 108

Gambar 4.20. Hasil jawaban siswa kelompok 1 pada masalah 1 dan 2 pada LKPD pertemuan keempat ... 109

Gambar 4.21. Hasil jawaban siswa kelompok 2 pada masalah 1 dan 2 pada LKPD pertemuan keempat ... 110

Gambar 4.22. Hasil jawaban siswa kelompok 3 pada masalah 1 dan 2 pada LKPD pertemuan keempat ... 111

Gambar 4.23. Hasil jawaban siswa kelompok 4 pada masalah 1 dan 2 pada LKPD pertemuan keempat ... 112

Gambar 4.24. Hasil jawaban siswa kelompok 5 pada masalah 1 dan 2 pada LKPD pertemuan keempat ... 112

Gambar 4.25. Suasana kelas saat siswa mendengarkan presentasi kelompok lain ... 115

Gambar 4.26. Suasana kelas saat siswa mengerjakan LKPD pertemuan 5 .... 118

Gambar 4.27. Masalah LKPD pada pertemuan 5 ... 119

Gambar 4.28. Hasil jawaban siswa pada LKPD pertemuan kelima ... 121

Gambar 4.29. Teka-teki silang ... 122

Gambar 4.30. Masalah LKPD pada pertemuan 6 ... 127

Gambar 4.31. Hasil jawaban siswa pada LKPD pertemuan keenam ... 129


(22)

xx

Gambar 4.34. Bola warna-warni untuk permainan ... 135 Gambar 4.35. Suasana saat siswa mengerjakan soal pada bola warna-warni .. 136


(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

A.Perangkat Pembelajaran

A.1 Silabus Pembelajaran ... 158 A.2 Pelaksanaan Pembelajaran (RPP ... 174 A.3 Lembar Kerja Kelompok ... 232 B.Instrumen Penelitian

B.1 Kisi-Kisi Soal-Soal Post-test dan Kartu Soal ... 264 B.2 Soal Post-test ... 272 B.3 Rubrik Penilaian Soal ... 274 B.4 Form Penilaian Post-test ... 280 B.5 Rubrik Penskoran Tes Kemampuan Komunikasi Matematika. .... 282 C.Analisis Data

C.1 Tabel Analisis Item Hasil Uji Coba Post -test ... 283 C.2 Uji Reliabilitas Soal Post -test ... 284 D.Lain-lain

D.1 Instumen Uji Ahli ... 286 D.2 Daftar Hadir Seminar Proposal ... 292 D.3 Daftar Hadir Seminar Hasil ... 293 D.5 Surat Izin Penelitian ... 294 D.6 Surat Keterangan Penelitian ... 295


(24)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan dunia global saat ini menuntut manusia untuk memiliki kemampuan tinggi, pengetahuan, dan keterampilan yang terus berkembang sebagai penunjang kehidupan yang lebih baik. Pendidikan merupakan salah satu solusi dari tuntutan tersebut dengan memiliki tujuan dan pelaksanaan sesuai dengan kurikulum dan aturan yang ditetapkan oleh lembaga pendidikan pemerintah.

Pendidikan dapat mengubah cara berpikir seseorang untuk menjadi hidup lebih baik. Pendidikan menyadarkan seseorang untuk mengubah kehidupan menjadi lebih baik, misalnya dengan pendidikan mereka sadar bahwa pentingnya menjaga kesehatan, cara pengobatan yang tepat, mengatur pola hidup, dan mengatur keuangan dengan baik. Masyarakat Indonesia memiliki tingkat kesadaran yang rendah tentang pentingnya pendidikan. Hal ini dibuktikan dengan data United Nations Development Programme (UNDP) 2014 yang merupakan salah satu organisasi PBB dalam bidang pendidikan dan kesehatan yang menyatakan Indonesia memperoleh posisi 108 dari 187 negara

Indonesia memiliki nilai rendah pada mata pelajaran matematika. Hal ini berdasarkan data kemendikbud tahun 2015 rata-rata nilai Ujian Nasional


(25)

matematika secara nasional hanya 56,27. Nilai rata-rata matematika merupakan nilai terendah dibandingkan mata pelajaran Bahasa Indonesia, IPA, dan Bahasa Inggris.

Lampung merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memerlukan perhatian dalam pelajaran matematika supaya mampu bersaing dengan dunia global. Rata-rata nilai ujian nasional matematika di Lampung yaitu 47,73 dan nilai tersebut merupakan peringkat keempat terbawah dari 34 provinsi di Indonesia. Oleh karena itu diperlukan upaya peningkatan kualitas pendidikan di Provinsi Lampung untuk memperbaiki sumber daya yang dibutuhkan dunia global terutama mata pelajaran matematika. Kota Metro merupakan salah satu wilayah di Lampung yang memerlukan perhatian dalam pendidikan. Kota Metro memerlukan perbaikan dalam segala bidang dalam pendidikan terutama mata pelajaran yang dianggap sulit.

SMP Negeri 9 Metro merupakan salah satu SMP yang ada di kota Metro. Menurut wawancara dengan salah satu guru sebagian besar siswanya memiliki motivasi yang rendah terutama pelajaran matematika pada awal pembelajaran 2015/2016. Motivasi siswa rendah ini ditunjukkan oleh sebagian siswa sering tidak mengikuti pelajaran di kelas dan tidak aktif dalam kegiatan pembelajaran. Motivasi yang rendah dan rasa takut menyebabkan siswa malas untuk belajar. Motivasi yang rendah disebabkan suasana sekolah kurang mendukung. Guru kurang memberikan motivasi dalam belajar terutama dalam pelajaran matematika.


(26)

Pelajaran matematika kelas VIII semester 1 terdiri dari lima pokok bahasan. Salah satu materi yang sering dianggap sukar oleh siswa adalah materi SPLDV (Sistem Persamaan Linier Dua Variabel). Materi ini membingungkan sebagian siswa SMP Negeri 9 Metro. Hasil wawancara dengan guru bidang studi matematika di SMP Negeri 9 Metro yaitu SPLDV merupakan salah satu materi yang paling sulit. Siswa merasa bingung mencari nilai variabel dan penafsiran dari masalah SPLDV. Siswa tidak memahami penerapannya dalam kehidupan nyata. Siswa memperoleh materi dari buku atau LKPD cetakan penerbit yang berbentuk uraian singkat dan latihan soal tanpa dilengkapi penjelasan. LKPD yang digunakan kurang memiliki keterkaitan dengan masalah nyata. LKPD yang digunakan merupakan hasil cetakan penerbit yang kurang menarik dan tidak membantu mengembangkan kemampuan komunikasi matematika. Siswa kurang memahami pelajaran karena LKPD yang digunakan tidak sesuai dengan karakteristik siswa SMP Negeri 9 Metro dengan kemampuan rendah. Jika LKPD tersebut di buat sendiri oleh guru maka pelajaran SPLDV akan lebih mudah dipahami karena guru mengerti dan memahami keadaan dan karakteristik siswa. LKPD diharapkan mampu membuat siswa tertarik dengan materi matematika. Matematika memiliki peranan penting dalam memecahkan masalah kehidupan manusia dan membantu untuk menyelesaikan masalah sehari-hari. Hal ini sesuai dengan National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) dalam Wahyudin (2008:837) yaitu konsep literasi matematis memiliki tujuan menjadikan siswa sebagai seorang pemecah masalah matematika sehingga mampu membuat siswa menjadi warga negara yang produktif dan menuntut pengalaman dalam


(27)

memecahkan beragam permasalahan yang non rutin dan diperluas. Matematika diharapkan mampu mengembangkan kemampuan dan potensi pada diri siswa terutama kemampuan kognitif.

Kemampuan kognitif terdiri berbagai macam. Salah satu kemampuan dalam matematika adalah kemampuan komunikasi matematika. Kemampuan ini adalah kemampuan untuk mampu mengungkapkan ide dari dalam pikiran baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Menurut Rescher dalam Wahyudin (2008:840) komunikasi adalah alat untuk menyistematiskan pengetahuan pribadi ke dalam suatu domain dan dapat diterima sebagai pengetahuan baru. Kemampuan komunikasi diharapkan memiliki manfaat dalam kehidupan dan berperan penting dalam matematika.

Kemampuan komunikasi siswa merupakan kemampuan mengungkapkan pemikiran dari masalah matematika yang diberikan menjadi bentuk lisan dan tulisan. Kemampuan komunikasi dalam pembelajaran matematika dapat terlihat dari kemampuan siswa membuat pernyataan dalam bentuk notasi matematika. Kegiatan berkomunikasi mampu membuat siswa saling bertukar ide-ide dan hasil pemikiran mereka sehingga dapat terjadi interaksi yang membuat pembelajaran matematika menjadi bermakna. Komunikasi memfasilitasi pertukaran ide yang melatih siswa untuk bekerja sama dengan orang lain dan bersedia mendengarkan pendapat orang lain yang nantinya akan berguna bagi dunia kerja dan kehidupan bermasyarakat. Menurut wawancara dengan guru matematika kemampuan komunikasi matematika siswa di SMP Negeri 9 Metro masih rendah dan hal ini bisa dilihat dari kurangnya kemampuan memahami simbol dan menuliskan simbol


(28)

matematika. Siswa melupakan penulisan tanda sama dengan (=) dan kurang memahami makna variabel. Menurut hasil wawancara dengan siswa, mereka kurang memahami tentang grafik. Persamaan Garis Lurus merupakan materi sebelum SPLDV dan berfungsi sebagai penunjang dalam penyelesaian SPLDV. Materi Persamaan Garis Lurus memuat grafik-grafik yang terbentuk namun siswa masih kurang memahami. Hal ini menunjukkan lemahnya kemampuan komunikasi matematika siswa.

Kemampuan yang dimiliki oleh siswa dalam belajar matematika tidak hanya kemampuan kognitif saja. Sesuai dengan kurikulum yang berlaku dalam proses belajar mengajar harus ditanamkan sikap afektif. Sikap afektif yang harus dimiliki siswa salah satunya adalah disposisi komunikasi karena kecenderungan sikap ini adalah salah satu kecenderungan sikap yang diharapkan dapat membantu dalam proses pembelajaran matematika yang maksimal. Kecenderungan sikap ini diharapkan dapat berkembang dalam PBL karena dalam proses pembelajaran memuat kegiatan yang menyajikan masalah-masalah sehari-hari.

Disposisi komunikasi merupakan kecenderungan sikap berpikir seseorang ketika berhadapan dengan masalah-masalah komunikasi. Disposisi ini harus dibarengi dengan kemampuan komunikasi sehingga dapat kemampuan ini dapat terbentuk dengan baik. Sikap ini akan terlatih pada pembelajaran yang memanfaatkan LKPD dengan menggunakan model PBL. Model ini memiliki kegiatan belajar yang dapat melatih kerja sama antar siswa dalam kelompok sehingga saling mengutarakan ide dari masalah yang diberikan. Penggunaan PBL diharapkan mampu mengembangkan kemampuan disposisi komunikasi dikarenakan PBL


(29)

menyajikan masalah kontekstual yang membuat siswa merasa bahwa belajar matematika berguna untuk kehidupan.

Kegiatan belajar matematika di sekolah merupakan pengerjaan tugas berupa soal-soal rutin dan bukan permasalahan nyata. Siswa diberikan tugas dari buku cetak atau buku LKS yang tidak menyediakan masalah nyata sehingga materi mudah dipahami sedangkan tugas dari guru harus membantu siswa memahami materi. Hal ini sejalan dengan Olteano (2014) yaitu:

The findings suggest that construction of tasks can be a productive basis in helping teachers to make fundamental changes in their understanding of what they should focus on in a teaching situation to improve mathematical communication.

Hal ini bermakna bahwa pemberian tugas dari guru dapat membuat siswa produktif dalam memperoleh pemahaman dengan pengerjaan tugas tersebut sehingga mampu membantu guru untuk memberikan pemahaman yang bersifat mendasar pada siswa. Tugas yang diberikan guru mampu membuat siswa fokus pada saat menciptakan situasi belajar yang dapat meningkatkan komunikasi matematika. Tugas-tugas yang diberikan guru menumbuhkan pemahaman materi pelajaran. Tugas tidak bisa dipisahkan dalam proses pembelajaran. Tugas mampu mengembangkan kemampuan komunikasi baik dalam penulisan maupun kata-kata.

LKPD memerankan peranan yang cukup penting dalam belajar matematika karena dalam LKPD berisi tugas yang dikerjakan siswa. LKPD yang tersedia saat ini masih belum mampu menunjang kegiatan belajar dalam mengembangkan


(30)

kemampuan komunikasi dan pengembangan sikap afektif. LKPD merupakan sebuah lembar kerja siswa yang dikerjakan secara mandiri maupun kelompok yang memuat panduan kegiatan belajar. Lembar kerja siswa ini bertujuan untuk memaksimalkan kemampuan pemahaman siswa yang sesuai dengan indikator dalam pembelajaran. LKPD pada SMP Negeri 9 Metro memiliki kekurangan. LKPD yang digunakan masih mengandalkan terbitan perusahan buku tertentu yang tidak mencantumkan dengan jelas kemampuan yang dikembangkan. LKPD yang tersedia juga terlihat membosankan dengan banyak tulisan dan rumus-rumus yang belum tersaji dengan menarik.

Gambar dibawah ini menunjukkan Lembar Kerja Peserta Didik yang digunakan oleh siswa kelas VIII. Menurut pendapat siswa LKPD tersebut tidak menarik. LKPD tersebut berupa soal dan diberitahu langkahnya dengan titik-titik. Menurut siswa, mereka akan malas mengerjakan soal yang disajikan seperti ini dan tidak ada keterkaitan sama sekali dalam kehidupan sehari-hari. Penyajian tidak terdapat warna dan hanya berupa angka dan rumus. Tugas yang diberikan hanya berupa soal pilihan ganda dan essay. Materi hanya berupa contoh soal dan jawaban yang tidak menyertakan masalah nyata yang dapat membantu siswa lebih memahami konsep materi. Pendalaman materi merupakan upaya untuk membuat siswa memahami konsep. Materi SPLDV dalam buku materi ini memiliki satu pendalaman materi saja sedangkan dalam materi ini ada beberapa indikator lain yang harus diterima oleh siswa. Tugas tersebut kurang membantu siswa dalam memahami materi SPLDV. Tugas tersebut terlihat kurang menarik bagi siswa dari segi penyajian.


(31)

Gambar 1.1 Tugas dari buku penerbit.

Matematika menekankan pada penguasaan sekumpulan rutinitas perhitungan dengan kertas dan pensil. Sebagian besar siswa menganggap pelajaran matematika hanya berupa pengerjaan soal dan penghafalan rumus. Pembelajaran matematika membutuhkan kegiatan yang memberikan kesempatan bagi siswa di semua tingkatan untuk terlibat aktif dalam pembelajaran yang bertujuan mengurangi kejenuhan siswa. Kegiatan yang dimaksud yaitu game. Game matematika dibuat berdasarkan permasalahan matematika dalam kehidupan sehingga merangsang siswa aktif dan merasa tidak terbebani dalam belajar sehingga seolah-olah mereka tidak belajar namun sedang bermain. LKPD dikombinasikan dengan game sangat jarang diberikan terhadap siswa sehingga dapat menarik minat mereka. Game yang dilaksanakan di dalam kelas cenderung tidak ada hubungannya dalam masalah matematika dan materi yang diajarkan. Model pembelajaran yang dapat menyelesaikan permasalahan yang dijelaskan sebelumnya adalah model Problem Based Learning (PBL). Model pembelajaran ini melibatkan siswa untuk melaksanakan diskusi secara kelompok yang dapat meningkatkan hubungan interpersonal siswa sehingga kemampuan komunikasi


(32)

dapat berkembang. Pelaksanaan diskusi pada pembelajaran ini membuat siswa dapat belajar dari siswa lain yang memiliki kemampuan lebih tinggi sehingga mudah memahami materi dan mengembangkan kemampuan disposisi matematika. Penggunaan PBL diharapkan mampu membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna sehingga kegiatan belajar tidak membosankan. Hal ini sesuai dengan Fatade, Mogari, dan Arigbabu, ( 2014).

The study recommended that the PBL should be adopted as alternative instructional strategy to the TM in enhancing meaningful learning in Further Mathematics classrooms and efforts should be made to integrate the philosophy of PBLinto the pre-service teachers’ curriculum.

Hal ini bermakna PBL dianjurkan sebagai strategi pembelajaran. PBL mampu memperkenalkan pembelajaran bermakna dalam kegiatan pembelajaran matematika. Pembelajaran bermakna membuat siswa tertarik sehingga PBL mampu meningkatkan keyakinan akan kemampuan yang dimiliki dalam pembelajaran matematika. Guru diharapkan memiliki upaya lebih untuk menggunakan filosofi PBL ke dalam rancangan pembelajaran dalam pengajaran. PBL merupakan model yang menggunakan masalah sekitar dan berdasarkan hal-hal nyata. Hal ini sesuai dengan Hanafiah & Suhana (2010), PBL adalah model pembelajaran yang menggunakan masalah nyata sebagai suatu konteks sehingga peserta didik dapat belajar berpikir kritis dalam melakukan pemecahan masalah yang ditujukan untuk memperoleh pengetahuan atau konsep yang esensial dari bahan pelajaran. PBL dapat membantu menumbuhkan pemahaman. Hal ini sependapat dengan Padmavathy & Mareesh (2013).


(33)

Problem based learning had effect in teaching mathematics and improve students understanding, ability to use concepts in real life.

Hal ini bermakna proses pembelajaran menunjukkan bahwa PBL mampu membuat perubahan terhadap pembelajaran matematika. Perubahan pembelajaran dalam hal baik terutama dalam kemampuan memahami. PBL mampu mengembangkan pemahaman siswa. PBL mampu meningkatkan kemampuan sisiwa untuk memanfaatkan konsep matematika dalam kehidupan nyata. Siswa mampu memahami materi dalam pembelajaran matematika dengan model PBL yang menggunakan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

PBL merupakan model yang baik untuk diterapkan guru dalam pembelajaran matematika. Hal ini sejalan dengan pendapat (Delisle, 1997; Lambos, 2004; Torp & Sage, 2002) dalam Fatade, Mogari, dan Arigbabu (2013) yaitu

PBL class performed better in the further mathematics topics treated during instruction than did their traditional counterparts. In PBL classroom, students’ were introduced to the problem before they had learned the necessary content knowledge. They then worked collaboratively to define the issues and their learning needs, locating relevant information, questioning and researching to build a deeper understanding,evaluating possible solutions to the problem, choosing a “best fit” solution and reflecting on both the process and the solutions Hal ini bermakna PBL dilakukan lebih baik dalam pokok bahasan matematika. PBL diterapkan dalam pembelajaran lebih lanjut dengan diterapkan berdasarkan petunjuk seseorang yang ahli. Kegiatan belajar dengan PBL membuat siswa mengenal masalah. PBL membuat siswa bekerja bersama-sama untuk mendefinisikan masalah. PBL membuat siswa juga memenuhi kebutuhan belajar mereka dan membuat siswa mencari informasi yang relevan, siswa juga melatih


(34)

dirinya mempertanyakan dan meneliti untuk membangun pemahaman yang lebih mendalam, membuat siswa mengevaluasi kemungkinan solusi untuk suatu masalah yang akan dipecahkan, membuat siswa memilih solusi paling cocok diantara beberapa pilihan, dan membuat siswa mampu mencerminkannya pada proses dan solusi.

Model PBL harus memerlukan kelompok-kelompok kecil dalam belajar dengan anggota kelompok dapat saling berbagi pengetahuan dan ide-ide. Menurut Amir (2015:52) dengan adanya kelompok belajar kecil dari dan dengan orang lain dalam proses bekerja sama dengan orang lain dapat membentuk berbagai kecakapan yang diperlukan pemelajar misalnya, kecakapan interpersoal dan kecakapan komunikasi, maupun kecakapan belajar itu sendiri. PBL akan meningkat manfaatnya bila pendidik dan pemelajar dapat mengelola cara berinteraksi dengan antar-anggota kelompok berinteraksi, menempatkan diri atas problem yang diberikan, dan sebagainya. Pembelajaran dengan PBL dapat menghasilkan kelompok pemelajar yang baik yaitu dengan syarat kelompok belajar tersebut dapat memotivasi anggotanya agar terus belajar dan meningkatkan kecakapannya. PBL memfasilitasi cara menganalisis masalah, mendorong berkomunikasi, dan belajar bekerja sama dengan orang lain. Menurut Donalds Woods dalam Amir (2009:13) PBL lebih dari sekadar lingkungan yang efektif untuk mempelajari pengetahuan tertentu. PBL dapat membantu memfasilitasi pelajar membangun kecakapan sepanjang hidupnya dalam memecahkan masalah, kerja sama dalam tim, dan berkomunikasi. Oleh karena hal di atas maka model PBL ini baik diterapkan dalam pembelajaran matematika.


(35)

Belajar matematika menggunakan masalah dan motivasi siswa yang rendah merupakan alasan dibutuhkankannya LKPD. LKPD memiliki tujuan membuat suasana pembelajaran matematika menjadi lebih menyenangkan dan termotivasi dengan model pembelajaran PBL yang dapat memfasilitasi berbagai kemampuan yakni diantaranya kemampuan komunikasi dan disposisi komunikasi. Belajar akan lebih mudah jika disertai sumber belajar berupa LKPD yang dirancang secara khusus. LKPD yang dibuat memiliki komponen-komponen yang dapat membantu dan menuntun mereka memahami isi serta mencapai tujuan pembelajaran. Komponen-komponen yang dimaksud terdiri dari petunjuk, tujuan pembelajaran umum, tujuan pembelajaran khusus, tugas, dam kesimpulan. Dengan demikian, siswa dituntun agar mudah mencapai tujuan pembelajaran. LKPD yang dirancang berisi tugas-tugas yang membantu siswa memahami kemampuan komunikasi dan disposisi komunikasi. Tugas-tugas tersebut yakni berisi masalah kehidupan yang terkadang disisipkan sebuah game sederhana dalam belajar. Game ini bisa berupa permainan dalam mengerjakan soal yang divariasi sehingga siswa tidak merasa tertekan dalam pengerjaaan tugas. Dalam pengerjaan tugas yang dilakukan secara bersama-sama dengan model PBL membuat siswa terjadi pertukaran informasi yang melatih komunikasi dengan antar siswa dan dengan adanya presentasi di depan kelas melatih kemampuan komunikasi siswa dengan siswa dan guru dengan mengungkapkan hasil diskusi dan pengerjaan tugas dengan memilih kata-kata yang tepat dalam penjelasannya.


(36)

Tuntutan kerja kelompok pada model PBL mengakibatkan peran komunikasi menjadi sangat penting dan bisa terlatih dengan baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Amir (2015:53) dengan adanya tuntutan-tuntutan kerja kelompok peran komunikasi menjadi penting dalam PBL karena sebagian proses akan berisikan anggota yang akan memberikan saran, gagasan, dan keputusan yang akan diambil. Dalam pembelajaran akan ada penyebaran informasi dari saling komunikasi antara anggota.

Proses pembelajaran dengan LKPD menggunakan model PBL akan terjadi perpindahan informasi yang melibatkan perasaan dan emosional yaitu ditunjukkan secara verbal dan non verbal. Proses pembelajaran dengan berkelompok mengajarkan siswa untuk mendiskusikan apa yang harus dikerjakan, yakni komunikasi terkait dengan pekerjaan pada LKPD dan bagaimana harus berinteraksi, yakni komunikasi-komunikasi yang terkait dengan tata cara kerja kelompok.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah bentuk pengembangan Lembar Kerja Peserta Didik yang sesuai dengan siswa?

2. Bagaimanakah kemampuan komunikasi siswa dengan pengembangan Lembar Kerja Peserta Didik menggunakan Model Problem Based Learning?


(37)

3. Bagaimanakah disposisi komunikasi siswa dengan pengembangan Lembar Kerja Peserta Didik menggunakan Model Problem Based Learning?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian adalah:

1. Untuk mengetahui bentuk pengembangan Lembar Kerja Peserta Didik yang sesuai dengan siswa.

2. Untuk mengetahui kemampuan komunikasi siswa dengan pengembangan Lembar Kerja Peserta Didik menggunakan Model Problem Based Learning. 3. Untuk mengetahui disposisi komunikasi siswa dengan pengembangan

Lembar Kerja Peserta Didik menggunakan Model Problem Based Learning D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, dalam penelitian ini diharapkan akan memberikan wawasan dan pengetahuan mengenai tahap dan proses pengembangan LKPD matematika dengan menggunakan Model Problem Based Learning yang dapat dimanfaatkan oleh guru dan siswa dalam pembelajaran di sekolah. Dengan demikian siswa dapat memfasilitasi kemampuan komunikasi dan disposisi komunikasi.

E. Definisi Operasional

Untuk menghindari salah penafsiran dan istilah-istilah yang perlu dijelaskan dalam penelitian ini adalah:


(38)

1. Metode penelitian dan pengembangan (Research and Development) adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tertentu. ( Sugiyono: 2012)

2. Pembelajaran matematika merupakan upaya dalam proses kegiatan dalam mempelajari konsep-konsep matematika dalam lingkup sekolah, sehingga terjadi interaksi antara guru dan siswa maupun siswa dengan siswa.

3. Pengembangan Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD) adalah serangkaian proses untuk menghasilkan bahan ajar yang bermanfaat berupa Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD).

4. Lembar Kerja Peserta Didik merupakan lembaran yang berisi rangkuman materi yang disajikan dengan keunikan masing-masing disertai latihan soal sesuai dengan kompetensi dan indikator yang telah ditentukan.

5. Model Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang menggunakan masalah nyata sebagai suatu konteks sehingga peserta didik dapat belajar berpikir kritis dalam melakukan pemecahan masalah yang ditujukan untuk memperoleh pengetahuan atau konsep yang esensial dari bahan pelajaran.

6. LKPD dengan model Problem Based Learning merupakan lembaran-lembaran yang berisi latihan soal yang disajikan dalam bentuk cerita kehidupan nyata berupa gambar. LKPD mengaitkan kehidupan nyata yang dikerjakan oleh siswa yang di dalamnya memiliki tujuan kompetensi dan indikator yang ingin dicapai dengan mengandung karakteristik model Problem Based Learning.


(39)

7. Kemampuan komunikasi merupakan kemampuan untuk mengungkapkan ide-ide yang ada dalam pikirannya dan dapat mengungkapkannya secara terstruktur baik secara lisan, simbol, dan tulisan. Indikator kemampuan komunikasi matematika yaitu menyatakan, mengekspresikan dan melukiskan ide-ide matematika ke dalam bentuk gambar atau model matematika lain; menyatakan situasi, gambar, diagram ke dalam bahasa, simbol, ide, atau model matematika; dan menggunakan ekspresi matematika untuk menyajikan ide dan menyelesaikan suatu masalah matematis.

8. Kemampuan disposisi komunikasi merupakan kecenderungan sikap seseorang ketika berhadapan dengan masalah-masalah komunikasi. Indikator disposisi komunikasi yaitu rasa ingin tahu, fleksibel, ragu-ragu, strategis, metakognitif, dan mencari kebenaran dan pemahaman.

9. Sistem Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV) adalah suatu sistem persamaan yang terdiri atas dua persamaan linier dua variabel (PLDV) dan setiap persamaan mempunyai dua variabel.


(40)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN PUSTAKA

1. Belajar Matematika

Belajar merupakan kegiatan yang dilaksanakan secara terus menerus dengan tujuan memperoleh pengetahuan, ketrampilan, dan perbaikan sikap. Pengertian belajar menurut Gagne, Berlier, dan Hilgard (1970 : 256) dalam Hanafiah & Suhana (2010: 7) yaitu suatu proses perubahan perilaku yang diakibatkan oleh pengalaman. Pengalaman memegang peranan yang cukup penting dalam belajar karena dari pengalaman itulah pengetahuan didapatkan. Belajar berhubungan dengan pengalaman dan merupakan perubahan tingkah laku seseorang. Hal ini sejalan dengan pendapat Woolfolk dan Nicolish (1980) dalam Hosnan (2014).

“Belajar adalah perubahan tingkah laku yang ada di dalam diri seseorang sebagai hasil dari pengalaman. Belajar adalah (1) berusaha memperoleh kepandaian ilmu, (2) berubah tingkah laku atau anggapan yang disebabkan oleh pengalaman, (3) perubahan tingkah laku yang relatif permanen sebagai hasil pengalaman.”

Belajar merupakan suatu proses untuk mendapatkan pengetahuan. Hal ini sejalan dengan pendapat Anthony Robbins dalam Rusman (2011: 6) yang mendefinisikan belajar sebagai proses menciptakan hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang baru. Pengetahuan adalah informasi yang disadari oleh seseorang dan


(41)

pengetahuan itu didapat dari proses belajar yang dibutuhkan untuk melakukan suatu hal sehingga hal yang di kerjakan bisa berjalan dengan baik.

Siswa dapat dikatakan belajar yaitu pada saat mereka dapat menghasilkan suatu perubahan yang lebih baik pada dirinya. Hal ini sejalan dengan pendapat Sunaryo dalam Komalasari (2011:2) belajar merupakan suatu kegiatan ketika seseorang membuat atau menghasilkan suatu perubahan tingkah laku yang ada pada dirinya dan pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

Matematika merupakan aktifitas pemecahan masalah. Hal ini sesuai dengan pendapat De Corte (2004:280) dalam Machaba and Mokhele.

“Mathematics is no longer mainly conceived as a collection of abstract concepts and procedural skills to be mastered, but primarily as a set of human sense making and problem-solving activities based on numerical modelling of reality”. Indeed children should learn by understanding and not by rote. In order to understand mathematics, the teaching of concepts through everyday language and the use of the immediate environment is critical and essential.”

Hal ini bermakna matematika tidak lagi dipahami sebagai kumpulan konsep-konsep abstrak dan keterampilan prosedural yang harus dikuasai, tetapi diartikan sebagai kumpulan pembuatan akal manusia dan kegiatan pemecahan masalah berdasarkan angka dan masalah nyata. Anak-anak harus belajar dengan pemahaman dan bukan oleh hafalan. Untuk memahami matematika, siswa diajarkan dengan mengenalkan konsep yang menggunakan bahasa sehari-hari dan masalah sekitar. Matematika memerlukan berbagai kemampuan untuk dapat dipecahkan yang terdiri dari masalah-masalah yang menantang. Hal ini sesuai dengan pendapat Olya (1962) dalam Mann (2006).


(42)

“Defined mathematical knowledge as information and know-how. Of the two,he regarded know-how as the more important, defining it as the ability to solve problems requiring independence ,judgment, originality, and creativity. A gifted student of mathematics possesses all of these characteristics and needs the opportunity to use them when solving challenging problems.”

Hal ini bermakna pengetahuan matematika adalah sebagai informasi dan menge-tahui cara menyelesaikan atau mengerjakan permasalahan yang berhubungan dengan matematika. Pengetahuan matematika merupakan kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah yang memerlukan kebebasan, pertimbangan, keaslian, dan kreativitas. Siswa yang berbakat dalam matematika memiliki semua karakteristik tersebut yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah-masalah yang menantang.

Matematika merupakan salah satu bidang ilmu yang dapat diaplikasikan dalam dunia nyata. Hal ini sesuai dengan pendapat Turmudi (2010) mengatakan bahwa matematika adalah bidang ilmu yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan. Guru harus mampu membuat pembelajaran matematika memiliki kegiatan pemecahan masalah, inquiry dan kegiatan-kegiatan eksperimen untuk bereksplorasi dan berinvestigasi secara kontekstual.

Berdasarkan uraian di atas jadi dapat disimpulkan belajar matematika adalah suatu proses perubahan tingkah laku untuk mendapat pengetahuan yang baru dalam bidang matematika, ketrampilan matematika, sikap yang mendukung kegiatan matematika, dan merupakan kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah yang menantang.


(43)

2. Problem Based Learning

Problem Based Learning menggunakan permasalahan nyata dalam pembelajaran. PBL menggunakan masalah dunia nyata dengan memanfaatkan sumber pengetahuan yang beragam. Hal ini sesuai dengan pendapat Tan (2003, h. 30) dalam Amir (2015) karakteristik yang tercakup dalam proses PBL adalah masalah digunakan pada saat awal pembelajaran, masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang disajikan secara mengambang (ill –structured), masalah menuntut perspektif majemuk (multiple perspective), masalah membuat pemelajar tertantang untuk mendapatkan pembelajaran yang baru, PBL mengutamakan belajar mandiri (self-direction learning), PBL memanfaatkan sumber pengetahuan yang beragam yang tidak hanya dari satu sumber saja, dan pembelajaran dalam PBL ini pembelajarannya kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif yang membuat pemelajar bekerja dalam kelompok, berinterakasi, saling mengajarkan (peer teaching), dan melakukan presentasi.

PBL memiliki karakteristik bekerja secara kelompok dan saling berinteraksi dalam kelompok kecil sehingga dapat menyelesaikan masalah nyata bersama-sama. Hal ini sesuai dengan pendapat Li (2012).

“PBL stands within the philosophy of social constructivism (Savery and Duffy 1995), which emphasises that learning is a social process, not a product. In general, it involves three main characteristics. The first is that the content is organised as a problem or a series of problems, rather than in textbook form. The second is that students work as groups to solve problems and learn from small group collaborative interactions rather than being taught by the teacher. The third is the student-centred situation: students are not in classrooms waiting for their teachers to give them instruction, but are there to construct knowledge and to establish a new level of knowledge.”


(44)

Hal ini bermakna PBL merupakan filsafat konstruktivisme sosial yang menekankan bahwa belajar adalah suatu proses sosial dan bukan menekankan pada hasil. Secara umum, PBL melibatkan tiga karakteristik utama. Pertama adalah bahwa PBL disusun sebagai masalah atau serangkaian masalah, daripada dalam bentuk uraian pada buku cetak. Kedua adalah bahwa siswa bekerja sebagai kelompok untuk memecahkan masalah dan belajar dari interaksi kolaborasi kelompok kecil daripada memperoleh penjelasan guru. Ketiga adalah PBL berpusat pada keadaan siswa. PBL membuat siswa belajar tidak hanya di ruang kelas menunggu guru untuk memberikan perintah atau tugas, tetapi guru harus membangun pengetahuan dan untuk membangun tingkat pengetahuan baru.

PBL dapat membangun dasar pengetahuan yang cukup luas dan dapat mengembangkan kemampuan belajar siswa secara mandiri. Hal ini sesuai dengan pendapat Padmavathy dan Mareesh (2013).

“Goals Of PBL is problem-based curricula provide students with guided experience in learning through solving complex, real-world problems.”

Hal ini bermakna PBL memiliki tujuan sebagai kurikulum berbasis masalah. PBL mampu mengarahkan siswa menyelesaikan permasalahan. Namun dengan menggunakan PBL membutuhkan panduan pengalaman pembelajaran melalui pemecahan masalah yang kompleks. PBL juga memerlukan masalah dunia nyata dalam aplikasi di dalam kelas. PBL membuat siswa lebih memahami dengan permasalahan sekitar. Permasalahan yang tidak asing bagi kehidupan mereka sehingga mudah terserap dalam pikiran mereka.


(45)

PBL dapat menuntut siswa untuk mampu dan ahli dalam pemecahan masalah. Hal ini sesuai dengan pendapat Barrows dan Kelson (Amir , 2015) Problem Based Learning adalah kurikulum dan proses pembelajaran. Pembelajaran dirancang dengan menyajikan masalah-masalah yang menuntut siswa mendapatkan pengetahuan yang penting, membuat mereka mampu dalam memecahkan masalah, dan memiliki strategi belajar secara mandiri serta memiliki kecakapan dan bekerja sama dalam tim. Proses pembelajaran menggunakan model secara sistemik untuk memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam karier dan kehidupan sehari-hari.

PBL membuat siswa mengeksplore kemampuannya dalam kelompok kecil dan mengetahui kekurangan dan saling membantu. Hal ini sesuai dengan pendapat Baden dan Major (2004) bahwa hal penting dalam PBL memerlukan kelompok kecil dalam belajar yang membuat siswa menyelidiki masalah dan menyelesaikan penyelidikan tersebut untuk mengetahui pengetahuan dan ketrampilan. Hal ini mampu membuat keputusan tentang informasi yang diperlukan oleh siswa dan memperoleh hasil dalam pemecahan masalah yang diberikan.

PBL mampu membuat siswa berpikir kritis dengan menggunakan permasalahan dunia nyata. Hal ini sesuai dengan pendapat Hosnan (2014) Problem Based Learning bertujuan mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kemampuan pemecahan masalah, membantu mengembangkan kemampuan peserta didik sehingga aktif membangun pengetahuannya secara mandiri, dan mengembangkan kemandirian belajar dan ketrampilan sosial peserta didik yang diperoleh dari kolaborasi peserta didik dalam mengidentifikasi informasi, strategi, dan sumber


(46)

belajar yang relevan untuk menyelesaikan masalah. Pembelajaran ini merupakan suatu strategi pembelajaran yang menggunakan permasalahan dunia nyata untuk membuat peserta didik belajar mengenai cara berpikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah. Pembelajaran ini juga membantu siswa memperoleh pengetahuan dan konsep esensial dari materi pelajaran. Berikut langkah-langkah PBL:

Tabel 2.1 Sintaks atau Langkah-Langkah PBL

Tahap Aktifitas Guru dan Peserta Didik Tahap 1

Mengorientasi peserta didik terhadap masalah

Guru menjelaskan tujuan pem-belajaran dan sarana atau logistik yang dibutuhkan. Guru memo-tivasi peserta didik untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masa-lah nyata yang dipilih atau diten-tukan.

Tahap 2

Mengorganisasi peserta didik

Guru membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorga-nisasi tugas belajar yang berhu-bungan dengan masalah yang sudah diorientasikan pada tahap sebelumnya

Tahap 3

Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok

Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai dan melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan kejelasan yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah.

Tahap 4

Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Guru membantu peserta didik untuk berbagi tugas dan meren-canakan atau menyiapkan karya yang sesuai sebagai hasil peme-cahan masalah dalam bentuk laporan, video, atau model.

Tahap 5

Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

Guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap proses peme-cahan masalah yang dilakukan.


(47)

PBL memiliki banyak manfaat. Menurut Amir (2015) dengan PBL memberikan peluang untuk membangun kecakapan hidup (life skills) pemelajar, pemelajar terbiasa mengatur dirinya sendiri (self directed), berpikir metakognitif (reflektif dengan pemikiran dan tindakannya), berkomunikasi dan berbagai ketercakapan terkait. Manfaat PBL ini juga dapat diringkas sebagai berikut:

1. Menjadi lebih ingat dan meningkat pemahamannya atas materi ajar. 2. Meningkatkan fokus pada pengetahuan yang relevan

3. Mendorong untuk berpikir

4. Membangun kerja tim, kepemimpinan, dan ketrampilan sosial 5. Membangun kecakapan belajar ( life long learning skills) 6. Memotivasi pemelajar

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa PBL merupakan model pembelajaran yang berpusat pada siswa yang terjadi dalam interaksi kelompok kecil di bawah bimbingan tutor dengan menggunakan permasalahan secara nyata yang memanfaatkan berbagai sumber dalam belajar sehingga siswa dapat berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan pemecahan masalah, kemandirian belajar, keterampilan sosial yang diperoleh dalam mengidentifikasi informasi, strategi, dan sumber belajar yang relevan untuk menyelesaikan masalah atau menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam karier dan kehidupan sehari-hari.

3. Kemampuan Komunikasi Matematika

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang membutuhkan kemampuan untuk menyampaikan sesuatu yang terdapat dalam pemikiran siswa melalui


(48)

sebuah tulisan, ucapan secara verbal, berupa gambar, berupa simbol, gerakan, dan masih banyak lagi. Kemampuan ini dapat diartikan sebagai kemampuan komunikasi yang bertujuan untuk membuat orang lain mengerti apa yang dimaksud. Seperti misalnya ketika ingin mengungkapkan atau menceritakan suatu hal kepada seseorang, maka pencerita tersebut harus mengungkapkannya secara kata-kata dan dapat dilengkapkan dengan gambar atau gerakan tubuh.

Penentuan tujuan, pilihan tugas, sumber, dan penggunaan media merupakan aspek penting dalam melatih komunikasi siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Olteanu (2014).

“That communication is an integral part of classroom and schooling processes, and the quality of communication influences the quality of teaching and learning mathematics. The definition of goals, the choice of tasks, and the use of media and resources are critical to the success of communication in the classroom. Designing and implementing effective pedagogical situations or opportunities for effective communication is the subtle and essential job of the teacher. Especially, the teacher must guide the students through the communicative process, by modelling for them the manageable tasks that focus on key learning issues.

Hal di atas bermakna bahwa komunikasi adalah bagian konsep yang berkesinam-bungan dari pembelajaran dikelas dan proses dalam sekolah, dan jika kualitas dari komunikasi baik maka menyebabkan kualitas baik juga pada pengajaran dan be-lajar matematika. Definisi dari tujuan, pilihan tugas, sumber, dan penggunaan media sangat penting untuk keberhasilan komunikasi di dalam kelas. Pekerjaan utama dan penting bagi guru yaitu perancangan dan pengimplementasian situasi pedagogis yang efektif atau peluang untuk komunikasi yang efektif. Guru harus membimbing siswa melalui proses komunikatif yaitu memberikan pemodelan bagi siswa dengan tugas-tugas yang berfokus pada kunci masalah pembelajaran.


(49)

Kemampuan komunikasi memberikan kesempatan siswa menungkapkan ide-ide dan mengutarakan dalam diskusi kelompok. Hal ini sesuai dengan pendapat Hosnan (2014) menyatakan bahwa kecakapan komunikasi (communication skill) merupakan salah satu kecakapan berpikir yang menjadi tuntutan dunia masa depan yang harus dimiliki anak. Pada model kemampuan ini siswa diharapkan untuk memahami, mengelola, dan menciptakan komunikasi secara efektif dalam berbagai bentuk dan isi secara lisan, tulisan, dan multimedia. Siswa juga diberikan kesempatan untuk memanfaatkan kemampuan yang dimilikinya seperti mengutarakan ide-ide yakni digunakan pada saat berdiskusi secara berkelompok dengan teman dan meyelesaikan masalah yang diberikan oleh guru

Principles and Standards for School Mathematics (NCTM, 2000) menyebutkan bahwa standar kemampuan yang seharusnya dikuasai oleh siswa adalah sebagai berikut. (1). Mengorganisasi dan mengkonsolidasi pemikiran matematika dan mengkomunikasikan kepada siswa lain (2). Mengekspresikan ide-ide matematika secara koheren dan jelas kepada siswa lain, guru, dan lainnya. (3). Meningkatkan atau memperluas pengetahuan matematika siswa dengan cara memikirkan pemikiran dan strategi siswa lain. (4). Menggunakan bahasa matematika secara tepat dalam berbagai ekspresi.

Ontario Ministry of Education (2005) dalam The Capacity Building Series (2010) yaitu:

Mathematical communication is an essential process for learning mathematics because through communication, students reflect upon, clarify and expand their ideas and understanding of mathematical relationships and mathematical arguments.


(50)

Hal ini bermakna komunikasi matematika merupakan proses penting pada pembelajaran matematika. Komunikasi matematika merupakan salah satu kemampuan yang diperlukan dalam pembelajaran. Hal ini disebabkan pembelajaran melalui komunikasi siswa mampu merenungkan, memperjelas dan memperluas ide dan pemahaman mereka tentang hubungan dan perbedaan pendapat tentang pelajaran matematika. Hal-hal tersebut membuat siswa lebih memahami matematika dengan lebih mendalam. Kategori Komunikasi Matematika menurut Ontario Ministry of Education (2005) dalam The Capacity Building Series (2010) yaitu:

“Expression and organization of ideas and mathematical thinking (e.g., clarity of expression, logical organization), using oral, visual, and written forms (e.g., pictorial, graphic, dynamic, numeric, algebraic forms; concrete materials) • communication for different audiences (e.g., peers, teachers) and purposes (e.g., to present data, justify a solution, express a mathematical argument in oral, visual, and written forms) • use of conventions, vocabulary and terminology of the discipline (e.g., terms, symbols) in oral, visual, and written forms (ontario ministry of education, 2005, p. 23)”

Hal ini bermakna bahwa komunikasi memiliki kategori:

a. Ekspresi dan pengaturan ide-ide dan berpikir matematika misalnya kejelasan dari ekspresi, pengaturan secara logis, dengan menggunakan lisan, visual, dan ditulis bentuk bergambar, grafis, dinamis, numerik , aljabar;dan materi dasar). b. Komunikasi dengan pendengar yang berbeda yaitu teman sebaya dan guru.

Komunikasi memiliki tujuan yaitu untuk menyajikan data, membenarkan solusi, mengungkapkan argumen matematika secara lisan, visual, dan tertulis bentuk.

c. Penggunaan ketentuan tertentu, kosa kata, dan istilah mata pelajaran misalnya istilah, dan simbol dalam bentuk lisan, visual, dan ditulis.


(51)

Komunikasi matematika memiliki tujuan salah satunya dapat mengekspresikan idea idea yang dimiliki. Hal ini sesuai dengan pendapat Wahyudin (2008) komunikasi matematika memiliki tujuan yaitu mengekspresikan idea-idea matematis dengan cara berbicara, menulis, dan mendemostrasikan dengan gambar, serta dengan menggunakan kosakata, notasi, dan struktur matematis untuk mempresentasikan idea-idea, mendeskripsikan hubungan-hubungan, dan membuat model situasi-situasi.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematika adalah kemampuan memanfaatkan yang dimilikinya seperti mengutarakan ide-ide dengan menggunakan lisan, visual, mendemostrasikan dengan gambar, serta dengan menggunakan kosakata, notasi, dan struktur matematis untuk mempresentasikan ide-ide, mendeskripsikan hubungan-hubungan, dan membuat model situasi-situasi.

4. Disposisi Komunikasi

Guru harus mampu menyampaikan pembelajaran dengan cara yang baik dan disposisi merupakan hasil dari pemikiran manusia itu sendiri hal ini sesuai dengan (NCTM : 1991) yaitu:

“If students are to develop a disposition to do mathematics, it is essential that the teacher communicate a love of mathematics and a spirit of doing mathematics that captures the notion that mathematics is an invention of the human mind. Sometimes this entails an exploration of a student's query or a consideration of multiple ways of solving a problem. Certainly, it involves a sense of communicating mathematical ideas.”


(52)

Hal ini bermakna jika siswa mengembangkan disposisi untuk belajar matematika maka guru harus mampu mengkomunikasikan terhadap matematika dengan rasa cinta dan memiliki motivasi tinggi dalam belajar matematika. Hal ini bertujuan siswa mampu menangkap gagasan bahwa matematika adalah penemuan dari pikiran manusia. Penemuan gagasan ini memerlukan eksplorasi dari pertanyaan siswa atau pertimbangan dari beberapa cara memecahkan masalah. Hal ini melibatkan rasa mengkomunikasikan ide-ide matematika.

“Using mathematics to explore real-world phenomena is one means of developing mathematical disposition. For example, students could consider sampling problems and forms of statistical inference using proportional reasoning as a means of understanding how mathematics relates to their lives”(NCTM : 1991).

Hal ini bermakna bahwa penggunaan matematika untuk menjelaskan masalah dunia nyata atau permasalahan sehari-hari. Matematika adalah salah satu sarana untuk mengembangkan disposisi matematika. Siswa dapat mempertimbangkan masalah sampling dalam masalah peluang dan bentuk dari kesimpulan statistik dengan menggunakan penalaran yang mereka miliki dengan tidak berat sebelah. Hal ini merupakan sarana pemahaman yang membuat matematika berkaitan dengan kehidupan siswa. Disposisi merupakan kecenderungan yang membuat siswa membuat siswa bertindak efektif. Hal ini sesuai dengan pendapat Kilpatrick, Swafford, dan Findel, 2001 dalam Rahayu & Kartono (2012).

“Disposition is defined as the tendency to view mathematics as something that can be understood, something useful mathematical sense, believe that diligent and tenacious effort in learning mathematics will produce results, and acts as an effective students.”


(53)

Disposisi didefinisikan sebagai kecenderungan untuk memahami matematika sebagai sesuatu yang dapat dipahami, sesuatu nilai matematika yang berguna, percaya bahwa upaya yang tekun dan ulet dalam belajar matematika akan menghasilkan hasil, dan bertindak sebagai siswa yang efektif. Disposisi merupakan pola dari perilaku yang harus diimbangi dengan kemampuan yang mendukung dan aktif secara otomatis dalam diri seseorang. Hal ini sesuai dengan pendapat Ritchhart, 2002: 31.

“Disposisi is acquired patterns of behavior that are under one’s control and will as opposed to being automatically activated. Dispositions are overarching sets of behaviors, not just single specific behaviors. They are dynamic and idiosyncratic in their contextualized deployment rather than prescribed actions to be rigidly carried out. More than desire and will, dispositions must be coupled with the requisite ability.Dispositions motivate, activate, and direct our abilities. Which Dispositions? Curiosity, open-mindedness, metacognition, the seeking of truth and understanding, strategic thinking, and skepticism do a good job of capturing the depth and breadth of good thinking. However, they are by no means adefinitive list of thinking dispositions.”

Hal ini bermakna disposisi adalah pola yang diperoleh dari perilaku yang berada di bawah kendali dirinya sendiri dan akan sebagai lawan untuk menjadi aktif secara otomatis. Disposisi merupakan perangkat menyeluruh perilaku, tidak hanya perilaku tertentu yang tunggal. Disposisi dinamis dan istimewa dalam penyebaran kontekstual siswa daripada tindakan penentuan yang secara kaku dilakukan. Lebih dari keinginan dan kemauan, disposisi harus dibarengi dengan kemampuan yang diperlukan. Disposisi memotivasi, mengaktifkan, dan mengarahkan kemampuan kita. Disposisi merupakan rasa ingin tahu, keterbukaan pikiran, metakognisi, yang mencari kebenaran dan pemahaman, pemikiran strategis, dan ragu-ragu melakukan pekerjaan yang baik dengan memahami lebih


(54)

dalam dan luasnya pemikiran yang baik. Namun, sikap-sikap tersebut tidak berarti daftar pasti disposisi berpikir.

Perkins, Jay, and Tishman ((Ritchhart, 2002: 25), Seven Thinking Dispositions: 1. To be broad and adventurous

2. Toward sustained intellectual curiosity 3. To clarify and seek understanding 4. To plan and be strategic

5. To be intellectually careful 6. To seek and evaluate reasons 7. To be metacognitive

Hal ini bermakna bahwa terdapat tujuh berpikir disposisi yaitu: 1. Untuk menjadi luas dan petualang

2. Untuk mendukung cerdas dalam keingintahuan 3. Untuk memperjelas dan mencari pemahaman 4. Untuk merencanakan dan menjadi strategis 5. Untuk menjadi cerdas dalam ketelitian 6. Untuk mencari dan mengevaluasi alasan 7. Untuk menjadi metakognitif

Indikator disposisi komunikasi berdasarkan uraian di atas yaitu:

1) Rasa ingin tahu, yaitu siswa menyelidiki atau memecahkan masalah dalam proses pembelajaran yang membuatnya penasaran.

2) Fleksibel, yaitu siswa bersedia menerima hal-hal baru, mampu menghasilkan pilihan alternatif dan penjelasan, dan mencari sesuatu lebih dari yang diberikan dan diharapkan dan mampu menyatakan dengan verbal dan non verbal.


(55)

3) Ragu-ragu, yaitu siswa mengikuti penalaran lain dan memeriksa dengan hati-hati dalam informasi yang diberikan serta mampu milah-milah informasi yang didapat lebih lanjut dan mampu menyatakan dengan verbal dan non verbal.

4) Strategis, yaitu siswa penuh perencanaan, antisipasi, metodis, dan bertidak lebih hati-hati dalam pengerjaan tugas yang diberikan dan mampu menyatakan dengan verbal dan non verbal.

5) Metakognitif, yaitu siswa aktif memantau, mengatur, mengevaluasi, dan mengarahkan pemikiran mereka sendiri dan mampu menyatakan dengan verbal dan non verbal.

6) Mencari kebenaran dan pemahaman, yaitu siswa mampu melaksanakan penalaran berdasarkan bukti untuk mampu mengungkap, menimbng bukti, pertimbangan keakuratan data, mencari hubungan-hubungan antara potongan bukti untuk membangun sebuah teori dan mengujinya dan mampu menyatakan dengan verbal dan non verbal.

Sikap disposisi yang muncul pada saat indikator komunikasi matematika diterapkan disajikan dalam tabel di bawah ini.

Tabel 2.2 Indikator Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Komunikasi

No. Indikator Komunikasi Matematika Disposisi Komunikasi

1. Menyatakan, mengekspresikan dan melu-kiskan ide-ide matematika ke dalam bentuk gambar atau model matematika lain

Strategis, ragu-ragu, metakognitif, dan fleksibel 2. Menyatakan situasi, gambar, diagram ke dalam

bahasa, simbol, ide, atau model matematika

Strategis, ragu-ragu, metakognitif, dan fleksibel 3. Menggunakan ekspresi matematika untuk

menyajikan ide dan menyelesaikan suatu masalah matematis

Mencari kebenaran dan pemahaman, rasa ingin tahu, strategis, ragu-ragu, metakognitif, dan fleksibel


(56)

Kecakapan komunikasi merupakan kemampuan siswa untuk dapat komunikasi secara efektif dalam berbagai betuk dan isi secara lisan, tulisan, dan multimedia. Hal ini sesuai dengan pendapat Hosnan (2014) menyatakan bahwa kecakapan komunikasi (communication skill) merupakan salah satu kecakapan berpikir yang menjadi tuntutan dunia masa depan yang harus dimiliki anak. Pada model kemampuan ini siswa diharapkan untuk memahami, mengelola, dan menciptakan komunikasi secara efektif dalam berbagai betuk dan isi secara lisan, tulisan, dan multimedia. Siswa juga diberikan kesempatan untuk memanfaatkan kemampuan yang dimilikinya seperti mengutarakan ide-ide yakni digunakan pada saat berdiskusi secara berkelompok dengan teman dan menyelesaikan masalah yang diberikan oleh guru. Berdasarkan uraian diatas disposisi komunikasi merupakan kecenderungan sikap berpikir seseorang ketika berhadapan dengan masalah-masalah komunikasi.

5. Lembar Kerja Peserta Didik

Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) bisa disebut juga Lembar Kegiatan Siswa (LKS). Pada lembar kerja ini siswa dituntun untuk menemukan konsep pemahaman terhadap suatu materi pelajaran khususnya matematika. Pada lembar kerja ini berisi petunjuk dan cara pengerjaannya disertai permasalahan yang dikerjakan secara bersama-sama. Pada LKPD terdapat juga tugas-tugas yang diberikan kepada siswa untuk membuat siswa memahami dan dapat meningkatkan komunikasi matematika. Hal ini sejalan dengan pendapat Olteanu (2014).

“The findings suggest that construction of tasks can be a productive basis in helping teachers to make fundamental changes in their understanding of what


(57)

they should focus on in a teaching situation to improve mathematical communication.”

Hal ini bermakna pembangunan tugas dapat menjadi dasar yang produktif dalam membantu guru untuk melakukan perubahan mendasar dalam pemahaman mereka tentang apa yang harus mereka fokus pada dalam mengajar situasi untuk meningkatkan komunikasi matematika. yakni dengan pemberian tugas dapat secara produktif membantu guru membuat perubahan mendasar terhadap pemahaman siswa tentang hal yang hatus menjadi fokus guru pada saat mengajar sehingga dapat meningkatkan kemampuan komunikasi siswa.

Komunikasi dapat tumbuh dari tugas-tugas yang diberikan guru dan tugas tersebut menjadi alat yang penting sehingga siswa bisa memahami dan belajar matematika. Hal ini sesuai dengan pendapat Olteano (2014).

The notion of effective communication is important in this study because through and around tasks teachers and students communicate and learn mathematical ideas. The tasks also become important tools to identify what critical aspects are in students’ learning. In this framework, mathematical tasks pass through three phases: intended tasks as written by curriculum developers or teachers, enacted tasks as set up by the teacher in the classroom, and lived tasks as implemented by students during the lesson.”

Hal ini bermakna gagasan komunikasi yang efektif sangat penting dalam penelitian ini karena melalui dan di sekitar tugas-tugas guru dan siswa berkomunikasi dan belajar ide-ide matematika. Tugas juga menjadi alat penting untuk mengidentifikasi apa aspek penting dalam belajar siswa. Dalam kerangka ini, tugas matematika melewati tiga fase yaitu tugas ditulis oleh kurikulum


(58)

pengembang atau guru, tugas berlaku sebagaimana diatur oleh guru di kelas, dan hidup tugas seperti yang diterapkan oleh siswa selama pelajaran

E.1 Pengertian LKPD

Menurut Diknas pedoman Umum Pengembangan Bahan Ajar (dalam Prastowo, 2011:203) Lembar Kegiatan Siswa (LKS) atau bisa disebut LKPD adalah lembaran lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik dengan kegiatan di dalam pembelajaran disertai petunjuk atau langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas yang memiliki kompetensi dasar yang akan dicapai.

E.2 Unsur-unsur LKPD sebagai bahan ajar

Menurut Prastowo (2011) LKPD terdiri dari enam unsur utama dan format dalam penyusunannya. Berikut unsur LKPD dipandang dari struktur dan formatnya: Tabel 2.3 LKPD dari struktur dan formatnya

No Struktur LKPD Format LKPD

1. Judul Judul

2. Petunjuk belajar Kompetensi Dasar yang akan

dicapai 3. Kompetensi Dasar atau materi

pokok

Waktu Penyelesaian

4. Informasi pendukung Peralatan/ Bahan untuk

menyelesaikan tugas 5. Tugas atau langkah-lagkah kerja Informasi singkat

6. Penilaian Langkah kerja

7. - Tugas yang harus dilakukan


(1)

Based Learning, sebaiknya guru lebih berusaha untuk membuat siswa mengerjakan LKPD dengan motivasi, reward, dan punishment.

4. Pembelajaran matematika dengan LKPD menggunakan model Problem Based Learning ini hanya berjalan satu bulan. Akan tetapi berdasarkan observasi yang dilakukan, terlihat siswa sudah menunjukkan beberapa indikator disposisi komunikasi yang cukup baik. Untuk itu, disarankan kepada guru agar dapat memanfaatkan LKPD menggunakan model Problem Based Learning selama pembelajaran matematika untuk memunculkan disposisi.

5. Bagi peneliti lain yang ingin mengembangkan LKPD dengan model PBL sebaiknya menggunakan satu observer untuk setiap dua kelompok. Hal ini bertujuan supaya siswa bisa diawasi dengan maksimal. Pembelajaran juga sebaiknya menggunakan ice breaking yang bervariatif pada setiap pertemuan sehingga siswa tidak merasa jenuh dengan pembelajaran.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Amir, M. Taufiq. 2015. Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning Bagaimana Pendidik Memberdayakan Pemelajar di Era Pengetahuan. Jakarta: Prenadamedia Group

Baden, Maggi Savin., & Major, C. 2004. Foundation of Problem Based Learning. Maidenhead: Open University Press/SRHE

Borg, Walter R., Meredith D. Gall, and Joyce P Gall. 2003. Educational Research an Introdution Seventh Edition. Longman: United States of America

Beasley, John. D. 1990. The Mathematics of Games. Oxford New york.

Chen, Jason. A & Usher, Ellen . 2012. A. Elsevier: Profiles of The Sources of Science Self Efficacy Nov 2012. 14 Desember 2014. [Online]. Tersedia: www. elsevier.com/ locate/ lindif

Darmodjo, Hendro dan Kaligis,Jenny R. E.. 1992. Pendidikan IPA II. Jakarta: Depdikbud.

Dochy, Filip, Mian Segers, Piet Van den Bossche, David Gijbels. 2003.

Pergamon, Learning and Instruction: Effects of Problem Based Learning: a meta-analysis. 14 November 2014. [Online]. Tersedia:

www.elsevier.com/locate/learninstruc

Fatade, A. O., D. Mogari, & A. A. Arigbabu 2013. Acta Didactica Napocensia : Effect of Problem-Based Learning on Senior Secondary School Students’ Achievements in Further Mathematics. Acta Didactica Napocensia Volume 6, Number 3, 2013. 12 Desember 2014. [Online]. Tersedia:


(3)

Hosnan. 2014. Pendekatan Saintifik dan kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21. Jakarta: Ghalia Indonesia

Kelley, Michael A. 2011. Encyclopedia of Public Administration and Public Policy, Second Edition: Game Theory. 20 January 2015, At: 08:09. [Online]. Tersedia: http://www.tandfonline.com/doi/book/10.1081/E-EPAP2

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2015. 28 September 2015. [Online]. Tersedia:

http://kemdikbud.go.id/kemdikbud/sites/default/files/HASIL%20UN%20S MP%202015.pdf

Komalasari, Kokom. 2011. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Bandung:Refika Aditama

Li, Hui Chuan. 2012. Implementing problem-based learning in a Taiwanese elementary classroom: a case study of challenges and strategies . Research in Mathematics Education. 31 Januari 2015. [Online]. Tersedia: http://www.tandfonline.com/loi/rrme20

Liljedahl, Peter G. 2005. Mathematical discovery andaffect: the effect of AHA! Experiences on undergraduate mathematics students: International Journal of Mathematical Education in Science and Technology, Vol. 36, Nos. 2–3, 2005, 219–234. International Journal of Mathematical Education in Science and Technology. 20 January 2015, At: 08:14

http://dx.doi.org/10.1080/00207390412331316997

Mosimege, Mogege David. 2013. Culturally Specific Games in the Mathematics Classrooms: An Exploration of their Impact in the Learning of Mathematics. African Journal of Research inMathematics, Science and Technology Education. 20 January 2015, At: 08:01. [Online]. Tersedia: http://dx.doi.org/10.1080/10288457.1998.10756099

Machaba, Maphetla M and Mokhele, Matseliso L. 2014. Approaches to Teaching Mathematical Computations: What Foundation Phase Teachers do!. Mediterranean Journal of Social Sciences MCSER Publishing, Rome-Italy Vol 5 No 3 March 2014. 6 September 2014 pukul 08.48. [Online].

Tersedia:http://www.mcser.org/journal/index.php/mjss/article/view/2156/2 143


(4)

Mann, Eric L. 2006. Creativity: The Essence of Mathematics. Sage Journals Journal for the Education of the GiftedDecember 21, 2006 30: 236-260. 13 Desember 2014 pukul 08.09. [Online]. Tersedia:

http://jeg.sagepub.com/content/30/2/236.full.pdf+html

Nobre, S., Amado, N., Carreira, S., & Ponte, J. P. 2011. Algebraic thinking of grade 8 students in solving word problems with a spreadsheet. Proceedings of CERME 7, Reszow, Poland. 26 Mei 2015. [Online]. Tersedia:

http://www.cerme7.univ.rzeszow.pl/WG/3/CERME7_WG3_Nobre.pdf

Noer, Sri Hastuti. 2010. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis, Kreatif, dan Reflektif (K2R) Matematis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah (Studi pada Siswa SMP Negeri Bandar Lampung) Disertasi UPI: Tidak diterbitkan

NCTM. 1991. Professional Standards for Teaching Mathematics. Evaluation of Teaching: Standard 6: promoting Mathematical Disposition. 20 Oktober 2015 pukul 10.30. [Online]. Tersedia:

http://www.fayar.net/east/teacher.web/math/Standards/previous/ProfStds/i ndex.htm.

---. 2000. Principles and Standards for School Mathematics. Reston: NCTM

Oldenburg, Nancy L & Chen Hung, Wei. 2009. Research Briefs: Problem Solving Strategies Used by RN-to-BSN Students in an Online Problem-Based Learning Course. 24 November 2014.

Olteanu, Lucian. 2014. International Journal of Mathematical Education in Science and Technology: Construction of tasks in order to develop and promote classroom communication in mathematics. 29 January 2015, At: 23:51. [Online]. Tersedia:

http://dx.doi.org/10.1080/0020739X.2014.956824

Ormrod, J.E. 2008. Educational Psychology Developing Leaners (Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang Jilid II). Jakarta: Erlangga

Padmavathy, R. D., & Mareesh, K. 2013. International Multidisciplinary e – Journal: Effectiveness of Problem Based Learning in Mathematics. [Online]. Tersedia: www. sheeprakashan.com


(5)

Peters, Sally. 2006. Playing Games and Learning Mathematics: The results of two intervention studies. International Journal of Early Years Education. 20 January 2015, At: 08:04. [Online]. Tersedia:

http://dx.doi.org/10.1080/0966976980060105

Pinter, Klara. 2011. PRIMUS: Problems, Resources, and Issues in Mathematics Undergraduate Studies: Creating Games from Mathematical Problems. 17 January 2015, At: 01:54. [Online]. Tersedia:

http://dx.doi.org/10.1080/10511970902889919.

Prastowo, Andi. 2011. Bahan Ajar Inovatif. Yogjakarta: DIVA Press

R. Rahayu, Kartono. 2012. The Effect of Mathematical Disposition toward Problem Solving Ability Based On IDEAL Problem Solver. International Journal of Science and Research (IJSR). 10 Agustus 2015. [Online]. http://www.ijsr.net/archive/v3i10/MjAxMDE0MDI%3D.pdf

Ritchhart, Ron. 2002. Intellectual Character :What It Is, Why It Matters, and How to Get It. San Fransisko: Jossey Bass. A Wiley Company

Rusman. 2011. Model- Model Pembelajaran. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Sabandar, Jozua. 2010. Teori, Paradigma, Prinsip, dan Pendekatan Pembelajaran MIPA Dalam Konteks Bahasa Indonesia: Thinking Classroom in Learning Mathematic in School. Bandung: FMIPA UPI

Sobel, Max A., Maletsky, Evan A. 2004. Mengajar Matematika: Sebuah Sumber Alat Peraga, Aktifitas, dan Strategi . Jakarta: Erlangga.

Somakim. 2006. Paket Bahan Ajar PJJ SI PGSD Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Sudijono, Anas. 2011. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.


(6)

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta

Sumarmo, Utari. 2010. Teori, Paradigma, Prinsip, dan Pendekatan Pembelajaran MIPA Dalam Konteks Bahasa Indonesia: Evaluasi dalam Pembelajaran Matematika. Bandung: FMIPA UPI

---. (2013). Berfikir dan Disposisi Matematik serta Pembelajarannya. Bandung: UPI

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

The Capacity Building Series. 2010. Communication in the Mathematics Classroom. 23 Mei 2015. [Online]. Tersedia:

www.edu.gov.on.ca/eng/literacynumeracy/inspire/research/CBS_Commun ication_Mathematics.pdf

Turmudi. 2010. Teori, Paradigma, Prinsip, dan Pendekatan Pembelajaran MIPA Dalam Konteks Bahasa Indonesia: Teaching Mathematic: Present and Future. Bandung: FMIPA UPI

Wahyudin. 2008. Kurikulum, Pembelajaran, dan Evaluasi ( Pelengkap untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogis Para Guru dan Calon Guru Profesional. Bandung : UPI