masyarakat miskin. Keikutsertaan seluruh lapisan masyarakat sebagai peserta menjadikan provider memperoleh keuntungan yang lebih besar 50, jumlah
kunjungan meningkat 64,7. Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa responden dengan persepsi kurang
baik tentang manfaat yaitu sebanyak 12 orang 44,4 menyatakan tidak ikut serta sebagai provider BPJS. Pengalaman responden sebelumnya dalam program askes dan
jamsostek yang lebih banyak kerugian dibanding manfaat yang dirasakan membuat responden memilih untuk membuka praktek sendiri. Justru dengan praktek sendiri
pendapatan yang diperoleh lebih besar. Menurut Saefuddin dan Ilyas 2001 pemberi pelayanan kesehatan memegang
peranan kunci dalam menentukan sumber daya medis apa saja yang sebenarnya dibutuhkan oleh pasien. Kebanyakan pemberi pelayanan kesehatan tidak memiliki
pengetahuan untuk peduli terhadap persoalan biaya kesehatan. Sistem kapitasi yang diberlakukan terhadap provider pratama BPJS kesehatan seharusnya memberi
manfaat optimum bagi penyelenggara pelayanan dan peserta.
5.2. Pengaruh Persepsi tentang Kepentingan terhadap keikutsertaan sebagai Provider BPJS Kesehatan
Hasil analisis uji statistik dengan menggunakan regresi logistik berganda menunjukkan bahwa variabel persepsi tentang kepentingan tidak mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap keikutsertaan sebagai provider pratama BPJS kesehatan ρ=0,804. Artinya, banyaknya variasi pandangan dan motivasi yang
mendorong yang berhubungan dengan kepentingan tidak meningkatkan dominasi
Universitas Sumatera Utara
kepentingan dalam keikutsertaan provider swasta dalam program jaminan kesehatan
nasional.
Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa responden dengan persepsi baik tentang kepentingan JKN sebesar 37 orang 71,2 menyatakan ikut serta sebagai
provider BPJS kesehatan. Responden menyatakan visi misi dan keberadaan klinik menjadi semakin berkembang dengan adanya program BPJS kesehatan.
Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Fatmawati 2003 yang menyatakan bahwa hanya 40 PPK I askes menyatakan merasa beruntung
bekerjasama dengan PT.Askes. Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa responden dengan persepsi kurang baik tentang kepentingan sebesar 12 orang 75
menyatakan tidak ikut serta sebagai provider BPJS kesehatan. Responden menyatakan tidak mampu bersaing dengan provider yang besar dan memiliki banyak
peserta sedangkan responden hanya memiliki peserta yang sedikit. Responden menyatakan keadaan ini tdak mendukung keberadaan kliniknya.
5.3. Pengaruh Persepsi tentang Profit terhadap Keikutsertaan sebagai Provider BPJS Kesehatan
Hasil analisis uji statistik dengan menggunakan regresi logistik berganda menunjukkan bahwa variabel persepsi tentang profit mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap keikutsertaan sebagai provider pratama BPJS kesehatan ρ=0,031. Artinya, banyaknya variasi pandangan dan motivasi yang mendorong yang
berhubungan dengan bisnis dan profit akan meningkatkan dominasi bisnis dan profit dalam keikutsertaan provider swasta program jaminan kesehatan nasional.
Universitas Sumatera Utara
Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa responden yang memiliki persepsi baik memiliki proporsi yang paling besar dalam keikutsertaan sebagai provider
pratama BPJS kesehatan 95. Hal ini menunjukkan semakin baik persepsi responden maka semakin meningkat keikutsertaannya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak BPJS yang membidangi fasilitas pratama di BPJS tingkat penghitungan kapitasi berbeda setiap klinik atau praktek
dokter. Klinik yang memiliki tenaga medis dan tenaga kesehatan lengkap atau lebih, fasilitas gedung dan peralatan medis yang lengkap dan cukup, serta tenaga
administrasi yang baik akan memperoleh penilaian lebih dalam penghitungan kapitasi.Hal ini sesuai dengan Schuler 1999 yang menyatakan bahwa hubungan
antara kepuasan dengan imbalan uang akan positif bila dipenuhi tiga dimensi imbalan uang yaitu : keadilan pembayaran, tingkat kewajaran, dan praktik administrasi
pembayaran. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa responden ada berbagai alasan
yang dikemukakan oleh responden terkait dengan profit yang diperoleh dalam sistem JKN ini. Seluruh responden adalah para pemilik klinik yang sebelumnya adalah
pemilik fasilitas pratama yang bekerja sama dengan PT Jamsostek dan sebagian lagi adalah fasilitas pratama PT Askes. Jika dibandingkan dengan sebelum JKN,
penghasilan yang diperoleh tidak jauh berbeda. Hal ini disebabkan banyaknya fasilitas tambahan yang harus dipenuhi dalam proses pelaksanaan pelayanan seperti
menyediakan jaringan internet dan komputer, menambah tenaga medis dokter, perawat, admintrasi, serta biaya perbaikan dan perawatan klinik
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Putu Januraga dkk 2009 di Kabupaten Jembrana, Bali. Informan memiliki persepsi yang buruk tentang
keuntungan yang diperoleh oleh provider. Penelitian ini menyatakan bahwa keuntungan yang diperoleh oleh PPK I sebagai pemberi pelayanan kesehatan dalam
program Jaminan Kesehatan Daerah Jembrana Tahun 2009 sangat kecil dibandingkan dengan sistem fee for service FFC. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan,
“...Sistem ini kurang kami sukai karena ada resiko kerugian didalamnya. Pengalaman dengan sistem ini juga tidak terlalu baik apalagi dengan apa yang sudah
terjadi di Jembrana selama ini dimana masyarakat sudah terbiasa berobat secara mudah dan di mana saja. Sistem ini juga merugikan masyarakat dari sisi kebebasan
memilih PPK...”. Namun berdasarkan hasil pengamatan di lapangan di salah satu klinik swasta
kedatangan seorang pasien bayi yang mengalami kejang akibat panas tinggi. Dokter jaga menyatakan bahwa obat yang disediakan dalam daftar obat program JKN tidak
ada yang sesuai dengan kebutuhan pasien. Dokter berinisiatif untuk memberikan resep obat untuk ditebus di apotik dan memberi surat rujukan agar segera dibawa ke
salah satu rumah sakit agar segera mendapat penanganan. Pemilik klinik yang tidak berada di tempat menghubungi dokter jaga untuk klarifikasi tindakannya. Pemilik
klinik menyampaikan bahwa tindakan dokter tersebut tidak sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh BPJS. Pemilik klinik menyatakan berikan saja obat yang
ada di klinik yang sudah disediakan. Hal ini dilakukan agar klinik tidak merasa rugi dengan menyediakan obat baru dan obat yang lama dikhawatirkan tidak terpakai.
Universitas Sumatera Utara
Sistem yang diterapkan di PPK I adalah sistem kapitasi dengan cara pembayaran di depan. Hal ini menyebabkan terjadinya suatu upaya penghematan
yang tidak seharusnya dilakukan oleh PPK agar biaya operasional dapat ditekan sedemikian rupa sehingga dapat memperoleh keuntungan yang lebih besar. Beberapa
upaya penghematan yang dilakukan oleh beberapa provider menurut hasil pengamatan peneliti di lapangan adalah : hanya menyediakan beberapa jenis obat
yang dibutuhkan pasien di pelayanan pratama, mengupayakan agar tidak terjadi berobat ulang oleh pasien yang sama dalam jangka waktu dekat sebab satu pasien
dihitung sekali saja dalam satu bulan, penyakit-penyakit yang memerlukan beberapa kali kunjungan diberi rujukan untuk mendapat pengobatan di rumah sakit, atau sesuai
kasus di atas dengan menganjurkan memberikan obat yang tidak sesuai dengan kebutuhan pasien karena obat tersebut sudah tersedia di klinik.
Undang-undang nomor 40 Tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial nasional menyatakan bahwa program jaminan kesehatan nasional diselenggarakan untuk
menjamin setiap warga negara dapat memperoleh pelayanan kesehatan yang komprehensif mencakup promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dengan biaya
yang ringan karena merupakan sebuah asuransi sosial. Maka berdasarkan undang- undang tersebut responden dalam hal ini adalah sebagai provider pratama yang
menjadi gatekeeper kepada masyarakat dalam pelayanan kesehatan seharusnya lebih mengutamakan kesehatan pasien dengan memberikan pelayanan yang sesuai dengan
kebutuhan pasien dan berkualitas.
Universitas Sumatera Utara
Hasil tabulasi silang juga menunjukkan bahwa responden dengan persepsi kurang baik yaitu 14 orang 50 menyatakan tidak ikut serta dalam program BPJS.
Beberapa alasan yang dikemukakan adalah sistem jaminan jamsostek yang selama ini dijalankan hanya cukup untuk menutupi operasional klinik, ada juga yang
mengemukakan akan melihat perkembangan ke depan sebab beberapa rekan yang telah menjalankan menyatakan sistem yang diterapkan masih sering berganti dari satu
sistem ke sistem lain menyebabkan para provider agak kewalahan mengikuti perkembangan mekanisme yang terus berubah. Sebahagian lagi menyatakan lebih
menguntungkan membuka praktik sendiri dengan sistem dan prosedur yang dibuat sendiri.
5.4. Pengaruh Persepsi tentang Kredensialing terhadap Keikutsertaan sebagai Provider BPJS Kesehatan