5. Pengujian terhadap peningkatan hasil belajar dan penguasaan
keterampilan proses siswa
Untuk mengetahui taraf signifikansi peningkatan hasil belajar kognitif, psikomotorik, serta penguasaan keterampilan proses siswa digunakan persamaan:
Keterangan: = besarnya faktor gain
= perolehan skor rata-rata siklus 1 = perolehan skor rata-rata siklus 2
Besarnya faktor-g dikategorikan sebagai berikut: ,
, , ,
Wiyanto, 2008:
86
3.7 Indikator Keberhasilan
Penelitian ini dapat dikatakan berhasil apabila terdapat peningkatan hasil belajar dan penguasaan keterampilan proses siswa secara signifikan jika
dibandingkan dengan keadaan sebelumnya, baik secara klasikal maupun individu. Tolak ukur keberhasilan penelitian pada hasil belajar kognitif dapat
diketahui jika hasil belajar siswa mencapai 70 secara individu sesuai KKM fisika di SMA Negeri 1 Rembang, Purbalingga dan 85 secara klasikal
Mulyasa, 2007: 254. Sedangkan pada hasil belajar psikomotorik dan penguasaan keterampilan proses, seorang siswa dikatakan tuntas belajar jika mencapai 75,
baik secara individual maupun secara klasikal Mulyasa, 2007: 256.
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil dan Pembahasan
4.1.1 Deskripsi Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Dalam Meningkatkan Keterampilan Proses dan Hasil Belajar
Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang dipadukan dengan kegiatan eksperimen pada materi listrik dinamis dirancang untuk meningkatkan
penguasaan keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa. Penelitian pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada materi listrik
dinamis dilaksanakan dalam tiga siklus. Siklus I membahas materi hukum Ohm, siklus II membahas materi hambatan kawat penghantar, sedangkan siklus III
membahas materi rangkaian hambatan seri dan paralel. Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada materi listrik
dinamis berpedoman pada RPP dan LKS yang penyusunannya telah disesuaikan dengan silabus SMA dan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Selain itu,
pelaksanaan pembelajaran juga ditunjang oleh lembar observasi keterampilan proses sains, lembar observasi ranah psikomotorik, dan soal evaluasi akhir siklus
yang berbentuk soal pilihan ganda dan soal uraian. Adapun sintaks pembelajaran dengan penerapan model kooperatif tipe
jigsaw dalam penelitian ini yaitu:
64
Guru memberikan motivasi kepada siswa dengan melakukan tanya jawab
tentang permasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan materi yang akan diajarkan. Hal ini bertujuan untuk merangsang rasa ingin
tahu siswa.
Guru melakukan apersepsi dengan mengajukan pertanyaan tentang materi sebelumnya yang masih memiliki keterkaitan dengan materi yang akan
diajarkan.
Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 5 atau 6 anggota. Kelompok ini selanjutnya disebut sebagai kelompok asal.
Setiap kelompok asal mendapatkan 2 atau 3 macam cara percobaan, kemudian
setiap siswa dalam kelompok asal memilih satu macam cara percobaan tersebut.
Setiap siswa yang memilih cara percobaan yang sama, membentuk kelompok
baru yang selanjutnya disebut sebagai kelompok ahli. Setiap kelompok ahli terdiri dari 5 atau 6 siswa.
Guru membagikan LKS kepada setiap kelompok ahli.
Guru membimbing dan mengamati siswa melakukan eksperimen dalam
kelompok ahli.
Siswa dalam kelompok ahli diberi waktu untuk berdiskusi tentang hasil eksperimen sesuai petunjuk dalam LKS.
Guru membimbing siswa kembali ke kelompok asal masing-masing.
Setiap anggota kelompok asal mempresentasikan hasil diskusi yang telah
dilakukannya dalam kelompok ahli.
Guru membimbing siswa berdiskusi dalam kelompok asal.
Siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok asalnya di depan kelas.
Guru membimbing siswa menyimpulkan hasil eksperimen melalui diskusi
kelas.
Setelah kesimpulan eksperimen diperoleh, guru mengevaluasi siswa secara individual melalui tes evaluasi akhir siklus.
Keterampilan proses sains dilatihkan kepada siswa melalui setiap kegiatan dalam proses pembelajaran. Siswa berlatih keterampilan proses sains aspek
mengamati pada saat siswa melakukan kegiatan pengecekan kelengkapan alat percobaan, merangkai alat sesuai tema percobaan, mengamati variabel yang
diteliti, dan menuliskan data hasil pengamatan. Siswa berlatih keterampilan proses sains aspek mengukur pada saat siswa menggunakan alat ukur yang sesuai untuk
mengukur variabel dalam percobaan, membaca skala pada alat ukur tersebut, serta menuliskan satuan yang tepat. Keterampilan proses sains aspek mengolah data
dilatihkan kepada siswa pada saat siswa membuat tabulasi data, mengolah data yang diperoleh dengan tepat, serta memvisualisasikan data hasil percobaan ke
dalam bentuk grafik. Keterampilan proses sains aspek menyimpulkan dilatihkan kepada siswa pada saat siswa membuat simpulan berdasarkan analisis data yang
telah dilakukan, sedangkan aspek mengomunikasikan dilatihkan kepada siswa pada saat siswa membuat laporan percobaan dan mempresentasikan hasil
percobaan di depan kelas. Metode eksperimen sebagai bentuk modifikasi model pembelajaran
kooperatif jigsaw memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat secara
langsung dalam proses pembelajaran. Yulianto Rusmiyati 2009 menyatakan bahwa pembelajaran yang memberikan kesempatan pada siswa untuk terlibat
secara langsung dalam proses pembelajaran akan memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran yang tidak memberikan kesempatan
tersebut kepada siswa. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sudibyo 2003: 1 yang menyatakan bahwa belajar sains seharusnya memfokuskan pada pemberian
pengalaman secara langsung dengan memanfaatkan dan menerapkan konsep, prinsip, serta fakta sains temuan saintis. Dengan demikian setelah proses
pembelajaran selesai, siswa tidak hanya mendapatkan suatu pengetahuan, konsep, maupun prinsip, namun siswa juga belajar tentang cara memperoleh informasi
sains melalui tahap-tahap tertentu. Tahap-tahap tersebut tertuang dalam bentuk keterampilan proses sains. Hasil penelitian Widayanto 2009 menyebutkan
bahwa faktor penting dalam peningkatan keterampilan proses sains adalah keterlibatan siswa dalam kegiatan praktikum. Semakin tinggi keterlibatan siswa
dalam kegiatan praktikum, maka semakin tinggi pula pencapaian pemahaman dan keterampilan proses sains siswa.
Kegiatan eksperimen dan diskusi kelompok dalam model kooperatif tipe jigsaw yang menjadi inti pembelajaran dalam penelitian ini merupakan contoh
bentuk keterlibatan langsung siswa. Keterlibatan siswa secara langsung selama proses pembelajaran berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Saat siswa terlibat
secara fisik dan mental dalam proses pembelajaran, maka pengetahuan maupun konsep yang diperoleh siswa akan mudah diingat. Menurut Dimyati Mudjiono
2009: 52, dengan keterlibatan langsung ini secara logis akan menyebabkan siswa
memperoleh pengalaman, sedangkan menurut Hamalik 2003: 29, pengalaman merupakan sumber pengetahuan dan keterampilan. Edgar Dale menambahkan,
belajar yang paling baik adalah belajar melalui pengalaman langsung Dimyati Mudjiono, 2009: 45. Setelah siswa melakukan eksperimen, maka siswa akan
memperoleh sejumlah informasi terkait materi listrik dinamis. Dalam model kooperatif jigsaw, kesempatan siswa untuk mengolah informasi dapat diperoleh
saat siswa melakukan diskusi. Semakin banyak siswa melakukan kegiatan diskusi, maka siswa akan semakin banyak berkesempatan untuk mengolah informasi. Lie
menyatakan bahwa siswa yang terlibat dalam pembelajaran model kooperatif tipe jigsaw ini memperoleh prestasi yang lebih baik, mempunyai sikap yang lebih baik
dan lebih positif terhadap pembelajaran, di samping saling menghargai perbedaan dan pendapat orang lain Rusman, 2010: 218. Hal tersebut sejalan dengan hasil
penelitian Mengduo Xiaoling 2010 yang menyatakan bahwa jigsaw membuat siswa menjadi bertanggung jawab atas tugas dan prestasinya dan tanggung jawab
tersebut ditemukan dalam kelompoknya.
4.1.2 Penguasaan Keterampilan Proses Sains
Penilaian keterampilan proses sains siswa meliputi aspek mengamati, mengukur, mengolah data, menyimpulkan, dan mengomunikasikan. Data hasil
observasi penguasaan keterampilan proses digunakan untuk mengetahui persentase peningkatan penguasaan keterampilan proses siswa selama mengikuti
proses pembelajaran pada siklus I, II dan III. Adapun hasil observasi keterampilan
proses sains siswa disajikan pada Tabel 4.1 sedangkan perhitungan selengkapnya terdapat pada Lampiran 33, 34 dan 35.
Tabel 4.1 Penguasaan Keterampilan Proses Sains Siswa Interval Kriteria
Siklus I Siklus II
Siklus III FrekuensiPersentase Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
85 ≤ N ≤ 100
70 ≤ N 85
55 ≤ N 70
40 ≤ N 55
25 ≤ N 40
Sangat baik Baik
Cukup Kurang
Sangat kurang -
4 29
- -
- 12,1
87,9 -
- 4
20 9
- -
12,1 60,6
27,3 -
- 10
23 -
- -
30,3 69,7
- -
- Jumlah
33 100 33 100 33 100 Nilai tertinggi
75,00 89,58
97,92 Nilai terendah
55,77 66,67
72,92 Rata-rata 62,76
75,88 81,63
Gain score 0,35 sedang 0,24rendah
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa pada siklus I rata-rata penguasaan keterampilan proses sains belum memenuhi indikator keberhasilan
penelitian yang ditentukan. Hal ini disebabkan model pembelajaran yang diterapkan merupakan hal yang baru bagi siswa. Berdasarkan hasil observasi,
pada siklus I prinsip keterlibatan siswa secara langsung selama proses pembelajaran belum berjalan secara optimal. Siswa belum memahami langkah-
langkah pembelajaran yang diterapkan, terutama pada tahap pelaksanaan percobaan, penyusunan laporan, serta tahap presentasi, sehingga siswa belum
dapat menguasai keterampilan proses sains secara optimal. Hal ini disebabkan tidak semua siswa benar-benar mencermati langkah-langkah kegiatan eksperimen
yang dilakukan. Selain itu, pada siklus I sebagian siswa tidak disiplin selama proses pembelajaran, misalnya membuat gaduh di kelas dengan mengganggu
temannya. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pada siklus II dan III LKS dibagikan kepada setiap siswa. Selain itu, guru juga lebih mengintensifkan proses
pemberian bimbingan, terutama pada kegiatan eksperimen. Sebelum diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang
dimodifikasi dengan metode eksperimen ini, siswa baru pernah melakukan kegiatan eksperimen sebanyak satu kali. Hal ini berpengaruh terhadap penguasaan
keterampilan proses sains. Menurut Widayanto 2009, keterampilan proses sains dapat dilatihkan melalui kegiatan laboratorium, misalnya eksperimen. Ketika
siswa hanya melakukan kegiatan eksperimen sebanyak satu kali, maka keterampilan proses yang dikuasai siswa belum dapat maksimal. Keterampilan
proses merupakan contoh bentuk keterampilan motorik. Agar dapat dikuasai secara maksimal, maka harus dilatihkan secara berulang-ulang. Hal tersebut
sejalan dengan pendapat Usman 2008: 44 yang menyatakan bahwa keterampilan proses memerlukan latihan atau penggunaan secara terus-menerus agar dapat
dikuasai oleh siswa. Hal ini pulalah yang menyebabkan pada siklus II dan III penguasaan keterampilan proses sains mengalami peningkatan dan memenuhi
indikator keberhasilan, walaupun kriteria peningkatannya rendah. Pada siklus II dan III, siswa sudah lebih sering berlatih keterampilan proses melalui kegiatan
eksperimen yang dilakukan, jadi siswa sudah memiliki pengalaman untuk berlatih keterampilan proses. Hal ini sesuai dengan pendapat Hamalik 2003: 29 yang
menyatakan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan dan keterampilan.
Peningkatan penguasaan keterampilan proses sains siswa ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata penguasaan keterampilan proses sains pada
setiap siklus. Peningkatan yang diperoleh dari siklus I ke siklus II termasuk dalam kriteria sedang, sedangkan siklus II ke siklus III termasuk dalam kriteria rendah.
Hal ini disebabkan dalam melatihkan keterampilan proses sains kepada siswa membutuhkan waktu cukup lama, tidak hanya dalam waktu tiga siklus penelitian.
Menurut Usman 2008: 44, perkembangan penguasaan keterampilan proses sains berlangsung sedikit demi sedikit dan memerlukan waktu lama. Walaupun
termasuk dalam kriteria rendah, peningkatan tersebut dapat menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang dimodifikasi dengan metode
eksperimen telah membantu meningkatkan penguasaan keterampilan proses. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw yang dimodifikasi dengan metode eksperimen dapat meningkatkan penguasaan keterampilan proses sains siswa. Eksperimen merupakan salah satu
bentuk kegiatan laboratorium. Menurut Wiyanto 2008: 30, eksperimen merupakan suatu proses memecahkan masalah melalui kegiatan manipulasi
variabel dan pengamatan atau pengukuran. Kegiatan manipulasi variabel, pengamatan, maupun pengukuran merupakan beberapa contoh aspek-aspek
keterampilan proses. Jadi, ketika seorang siswa melakukan eksperimen maka siswa tersebut juga tengah berlatih keterampilan proses. Hal tersebut sesuai
dengan pendapat Widayanto 2009 yang menyatakan bahwa keterampilan proses
sains dapat dilatihkan melalui kegiatan laboratorium. Menurut Sudibyo 2003: 2, dengan melatihkan keterampilan proses sains kepada siswa dan banyak
memberikan pengalaman langsung selama proses pembelajaran, maka pembelajaran akan menjadi lebih bermakna bagi siswa.
4.1.3 Hasil Belajar Ranah Kognitif
Hasil belajar ranah kognitif siswa diukur melalui tes tertulis di setiap akhir siklus yang berbentuk soal pilihan ganda dan soal uraian. Setelah dilakukan
analisis hasil tes, diperoleh data mengenai nilai tertinggi, nilai terendah, nilai rata- rata dan ketuntasan klasikal pada siklus I, II, dan III yang disajikan pada Tabel
4.2. Perhitungan selengkapnya terdapat pada Lampiran 36, 37 dan 38. Tabel 4.2 Hasil Belajar Ranah Kognitif Siswa
Aspek Penilaian Data Awal
Siklus I Siklus II
Siklus III Nilai
Tertinggi 84,00 93,33 96,67 100
Nilai Terendah
44,00 43,33 56,67 60 Nilai
Rata-rata 58,94 66,97 76,97 82,12
Ketuntasan Klasikal 18,18
54,55 78,79
90,91 Gain score
- 0,30 sedang 0,22 rendah
Dari Tabel 4.2 tampak bahwa ketuntasan klasikal yang diperoleh pada siklus I belum memenuhi indikator keberhasilan. Berdasarkan hasil observasi
diketahui bahwa pada siklus I masih banyak dijumpai siswa yang secara berulang- ulang meminta bantuan guru karena mereka merasa ragu dengan pekerjaannya
dalam kegiatan eksperimen. Hal tersebut mengurangi keterlibatan siswa dalam kegiatan eksperimen serta mengurangi alokasi waktu yang tersedia. Berkurangnya
alokasi waktu ini menyebabkan alokasi waktu untuk kegiatan diskusi juga berkurang, sehingga diskusi kelompok tidak berjalan secara optimal. Hal ini
menyebabkan siswa tidak optimal dalam melakukan pertukaran informasi dan pengetahuan tentang materi listrik dinamis dalam diskusi kelompok. Untuk
mengatasi permasalahan tersebut, pada siklus II dan III guru memberikan bimbingan kepada siswa secara intensif sehingga seluruh kegiatan dalam proses
pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan waktu yang telah dialokasikan. Agar guru dapat memberikan evaluasi terhadap kegiatan eksperimen yang dilakukan
siswa, maka pada tahap presentasi siklus III guru meminta siswa melakukan demonstrasi singkat kegiatan eksperimen yang telah mereka lakukan.
Kegiatan diskusi kelompok memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengolah berbagai informasi yang diperoleh setelah siswa melakukan kegiatan
eksperimen. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Dimyati Mudjiono 2009: 166 yang menyatakan bahwa salah satu tujuan pengajaran pada kelompok kecil
adalah memberi kesempatan kepada setiap siswa untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah secara rasional.
Pada siklus II dan III hasil belajar kognitif siswa telah memenuhi indikator keberhasilan. Hal ini disebabkan pada siklus II dan III siswa sudah mulai
memahami konsep model pembelajaran yang diterapkan. Waktu yang tersedia untuk diskusi kelompok semakin dapat dimanfaatkan oleh siswa, sehingga
pertukaran informasi antar siswa juga semakin membaik. Hal ini terlihat pada saat siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok dengan jelas dan benar.
Pelaksanaan kegiatan eksperimen pada siklus II dan III juga lebih berjalan sesuai
rencana. Siswa sudah lebih menguasai keterampilan-ketrampilan dalam pelaksanaan eksperimen jika dibandingkan dengan siklus I. Hal-hal tersebut
memperkuat penguasaan konsep dan pengetahuan tentang listrik dinamis pada siklus II dan siklus III, sehingga hasil belajar siswa semakin meningkat. Hal ini
sejalan dengan pendapat Sudibyo 2003: 6 yang menyatakan bahwa interaksi dengan objek-objek nyata dan diskusi yang baik akan mampu mendorong
perkembangan kognitif dan kemampuan berpikir operasional formal. Peningkatan hasil belajar kognitif yang diperoleh dari siklus I ke II
memiliki kriteria sedang, sedangkan dari siklus II ke III memiliki kriteria rendah. Hal tersebut disebabkan tingkat kesukaran materi pada tiap siklus berbeda-beda.
Materi pada siklus I dan II cenderung lebih sederhana jika dibandingkan dengan materi pada siklus III. Pada siklus III banyak dijumpai gambar-gambar rangkaian
listrik dan beberapa perhitungan matematis. Kemampuan siswa dalam menginterpretasikan gambar rangkaian masih terlalu rendah, sehingga siswa
masih kesulitan dalam memecahkan persoalan fisika tentang rangkaian listrik. Selain itu, dalam memecahkan soal fisika seringkali diperlukan perhitungan-
perhitungan matematis sebagai konsekuensi penggunaan rumus-rumus fisika. Menurut Mundilarto 2002: 10 hal ini bagi sebagian besar siswa akan
menimbulkan kesulitan tersendiri. Prinsip keterlibatan siswa secara langsung dalam model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw yang dimodifikasi dengan metode eksperimen terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Lie
yang menyatakan bahwa siswa yang terlibat dalam pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw akan memperoleh prestasi belajar yang lebih baik Rusman, 2010: 218. Killic 2008 mendukung pernyataan tersebut melalui penelitiannya yang
menyimpulkan bahwa hasil belajar siswa mengalami peningkatan yang signifikan ketika diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw daripada ketika
diterapkan model pembelajaran konvensional.
4.1.4 Hasil Belajar Ranah Psikomotorik
Hasil belajar ranah psikomotorik siswa diketahui melalui pengamatan selama proses pembelajaran. Penilaian hasil belajar psikomotorik siswa meliputi:
menyiapkan alat percobaan, merangkai alat percobaan, membaca hasil pengukuran, dan menyimpulkan. Nilai hasil belajar psikomotorik siswa disajikan
pada tabel 4.3. Perhitungan selengkapnya terdapat pada Lampiran 39, 40 dan 41. Tabel 4.3 Hasil Belajar Ranah Psikomotorik Siswa
Aspek Penilaian Siklus I
Siklus II Siklus III
Rata-rata Menyiapkan alat percobaan
91,67 91,67
96,21 93,18
Merangkai alat percobaan 50,00
84,09 87,88
73,99 Membaca hasil pengukuran
48,48 58,33
79,55 62,12
Menyimpulkan 58,33
62,88 78,79
66,67 Nilai rata-rata
62,12 74,24
85,61 -
Ketuntasan klasikal 15,15
66,67 100
- Gain score
0,32 sedang 0,44 sedang -
Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa pada siklus I dan siklus II hasil belajar psikomotorik siswa belum memenuhi indikator keberhasilan,
sedangkan pada siklus III telah memenuhi indikator keberhasilan. Berdasarkan
analisis hasil observasi pada siklus I dan II, keterampilan proses sains belum dikuasai secara maksimal oleh siswa, sedangkan pada siklus III keterampilan
proses sains telah dikuasai dengan baik oleh siswa. Hal ini disebabkan prinsip keterlibatan siswa secara langsung selama proses pembelajaran siklus I dan siklus
II belum terlaksana secara optimal seperti pada siklus III. Pada dasarnya, sebagian besar aspek keterampilan proses sains merupakan bentuk hasil belajar
psikomotorik siswa. Keterampilan proses merupakan suatu bentuk keterampilan motorik, seperti halnya hasil belajar ranah psikomotorik. Menurut Davies, tujuan
ranah psikomotorik berhubungan dengan keterampilan motorik, manipulasi benda atau kegiatan yang memerlukan koordinasi saraf dan koordinasi badan Dimyati
Mudjiono, 2009: 207. Menurut Elizabeth Simpson, kategori untuk ranah psikomotorik meliputi persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa,
gerakan kompleks, penyesuaian, dan kreativitas Anni, 2007: 10. Sedangkan menurut Kibler, taksonomi ranah psikomotorik meliputi gerakan tubuh yang
mencolok, ketepatan gerakan yang dikoordinasikan, perangkat komunikasi non verbal, dan kemampuan berbicara Dimyati Mudjiono, 2009: 208. Kategori-
kategori tersebut juga ditemukan dalam aspek keterampilan proses. Sebagai contoh, pada hasil belajar psikomotorik terdapat aspek menyiapkan alat percobaan
dan merangkai alat percobaan sebagai bentuk keterampilan proses aspek mengamati, membaca hasil pengukuran sebagai bentuk aspek mengukur, serta
menyimpulkan sebagai bentuk aspek menyimpulkan. Berdasarkan hal-hal tersebut dapat disimpulkan bahwa penguasaan keterampilan proses sains dan hasil belajar
psikomotorik siswa merupakan dua hal yang saling berhubungan.
4.2 Keterbatasan Penelitian