PENINGKATAN KETERAMPILAN PROSES DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 REMBANG, PURBALINGGA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW

(1)

PURBALINGGA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE JIGSAW

skripsi

disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Fisika

oleh

Rachmi Musta’adah 4201408015

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2012


(2)

Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Rembang, Purbalingga Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw” telah disetujui oleh dosen pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Fisika FMIPA Unnes pada

hari : Jumat

tanggal : 5 Oktober 2012

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Dra. Siti Khanafiyah, M.Si. Isa Akhlis, S.Si.,M.Si.

NIP. 195205211976032001 NIP. 197001021999031002

Mengetahui, Ketua Jurusan Fisika

Dr. Khumaedi, M.Si. NIP. 196306101989011002


(3)

Negeri 1 Rembang, Purbalingga Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

disusun oleh

Rachmi Musta’adah 4201408015

telah dipertahankan di hadapan Sidang Panitia Ujian Skripsi FMIPA UNNES pada tanggal 5 Oktober 2012.

Panitia :

Ketua Sekretaris

Prof. Dr. Wiyanto, M.Si. Dr. Khumaedi, M.Si. NIP. 196310121988031001 NIP. 196306101989011002 Ketua Penguji

Dr. Achmad Sopyan, M.Pd. NIP. 196006111984031001

Anggota Penguji/ Anggota Penguji/

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Dra. Siti Khanafiyah, M.Si. Isa Akhlis, S.Si.,M.Si.


(4)

Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, Oktober 2012

Penulis

Rachmi Musta’adah


(5)

¾ Kunci dari segala kunci adalah restu orang tua.

¾ Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu (Q.S Al Baqarah: 53), karena Allah tidak akan memberikan cobaan melebihi batas kemampuan umatNya.

¾ Mimpikan, kerjakan, doa.

Persembahan:

¾ Ibu dan ayahku tercinta. Terima kasih atas kasih sayang, nasihat dan doa yang selalu mengalir.

¾ Mas Eko, mas Wiwi, dek Ardhan, Attaya, dan semua keluargaku yang selalu memberi dukungan.

¾ Uyuttku, yang selalu menemani, mengingatkan, dan memberikan motivasi dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih banyak.

¾ Para dosen dan guruku.

¾ Sahabatku, iva, gilang, nindita, nurul, via, mbak nia, mbak hani, mala. Terima kasih atas segalanya.

¾ Keluargaku di wisma gadiza dan kos pelangi.

¾ Teman-teman Fisika Unnes 2008 yang telah bersama-sama berjuang. ¾ Almamaterku.


(6)

kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peningkatan Keterampilan Proses dan Hasil Belajar Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Rembang, Purbalingga Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw” dengan baik.

Skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Maka dari itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. Sudijono Sastroatmojo, M.Si. selaku Rektor UNNES. 2. Prof. Dr. Wiyanto, M.Si. selaku Dekan FMIPA UNNES.

3. Dr. Khumaedi, M.Si. selaku Ketua Jurusan Fisika FMIPA UNNES.

4. Dra. Siti Khanafiyah, M.Si. dan Isa Akhlis, S.Si., M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penyusunan skripsi.

5. Dr. Ngurah Made Dharma Putra, M.Si., selaku dosen wali yang telah memberikan bimbingan dan motivasi.

6. Segenap Bapak dan Ibu dosen jurusan Fisika FMIPA UNNES yang telah memberikan bekal ilmu.

7. Bapak Joko Mulyanto, S.Pd. selaku Kepala SMA Negeri 1 Rembang, Purbalingga yang telah berkenan memberikan izin penelitian.

8. Ibu Divi Hendra Damayanti, S.Pd. selaku guru Fisika SMA Negeri 1 Rembang, Purbalingga yang telah berkenan membantu pelaksanaan penelitian.


(7)

penelitian.

Penulis menyadari adanya keterbatasan dalam skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak.

Semarang, Oktober 2012


(8)

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama Dra. Siti Khanafiyah, M.Si. Pembimbing Pendamping Isa Akhlis, S.Si., M.Si.

Kata Kunci: Keterampilan Proses Sains, Model Kooperatif Jigsaw, Eksperimen.

Berdasarkan hasil observasi di kelas X-7 SMA N 1 Rembang, Purbalingga diketahui bahwa pelaksanaan proses pembelajaran fisika di kelas tersebut belum menggunakan metode yang mengutamakan keterlibatan langsung siswa secara maksimal, seperti eksperimen dan diskusi kelompok. Hal ini menyebabkan penguasaan keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa rendah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang dimodifikasi dengan kegiatan eksperimen dalam meningkatkan penguasaan keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa kelas X-7.

Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang dimodifikasi dengan metode eksperimen memberi kesempatan kepada siswa untuk lebih terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran. Bentuk keterlibatan langsung siswa yang ditekankan dalam model pembelajaran ini adalah kegiatan eksperimen dan diskusi kelompok. Melalui model pembelajaran ini siswa dapat meningkatkan penguasaan keterampilan proses sains dan hasil belajarnya.

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam tiga siklus. Tiap siklus terdiri dari empat tahap kegiatan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Subjek penelitian adalah siswa kelas X-7 SMA Negeri 1 Rembang, Purbalingga. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan tes. Peningkatan penguasaan keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa tiap siklusnya diketahui melalui uji gain.

Dari hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang dimodifikasi dengan metode eksperimen pada pokok bahasan listrik dinamis dapat meningkatkan penguasaan keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa kelas X-7. Oleh karena itu, model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang dimodifikasi dengan metode eksperimen dapat diterapkan oleh guru sebagai model pembelajaran untuk meningkatkan penguasaan keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa.


(9)

ABSTRAK ………. viii

DAFTAR ISI ……….. ix

DAFTAR TABEL ……….. xi

DAFTAR GAMBAR ………. xii

DAFTAR LAMPIRAN ………... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ……….. 1

1.1 Latar Belakang ………... 1

1.2 Rumusan Masalah ……….. 4

1.3 Tujuan Penelitian ……… 5

1.4 Manfaat Penelitian ………. 5

1.5 Penegasan Istilah ……… 6

1.6 Sistematika Penulisan Skripsi ……… 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ………...……. 9

2.1 Belajar dan Pembelajaran Fisika ……… 9

2.2 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw ………. 13

2.3 Keterampilan Proses Sains ………. 23

2.4 Metode Pembelajaran Eksperimen ………. 29

2.5 Materi Listrik Dinamis ………..…… 30

2.6 Kerangka Berpikir ……….. 45


(10)

3.4 Desain Penelitian ……… 49

3.5 Metode Pengumpulan Data ……… 54

3.6 Metode Analisis Data ………. 60

3.7 Indikator Keberhasilan ……… 63

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……… 64

4.1 Hasil dan Pembahasan ……… 64

4.2 Keterbatasan Penelitian ……….. 77

BAB 5 PENUTUP ………..…… 79

5.1 Simpulan ……… 79

5.2 Saran ………..……… 80

DAFTAR PUSTAKA ………. 81


(11)

Tabel 2.2 Nilai Hambatan Jenis Berbagai Bahan ……… 39 Tabel 3.1 Rentang Persentase dan Kriteria Keterampilan Proses ………….. 62 Tabel 4.1 Penguasaan Keterampilan Proses Sains Siswa ……….. 69 Tabel 4.2 Hasil Belajar Ranah Kognitif Siswa ……… 72 Tabel 4.3 Hasil Belajar Ranah Psikomotorik Siswa ……….. 75


(12)

Gambar 2.2 Skema Proses Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw ………….. 23

Gambar 2.3 (a) Rangkaian Listrik Terbuka ……… 30

Gambar 2.3 (b) Rangkaian Listrik Tertutup ……….. 30

Gambar 2.4 Segmen Kawat Penghantar Berarus ……… 31

Gambar 2.5 Simbol Amperemeter Pada Rangkaian Listrik ……… 32

Gambar 2.6 Simbol Voltmeter Pada Rangkaian Listrik ……….. 32

Gambar 2.7 Amperemeter dan Voltmeter Dalam Rangkaian Listrik ..……… 33

Gambar 2.8 (a) Multimeter Digital ………..…….. 33

Gambar 2.8 (b) Multimeter Analog ……….. 33

Gambar 2.9 (a) Bagian-bagian Multimeter Digital ……… 34

Gambar 2.9 (b) Bagian-bagian Multimeter Analog ……….. 34

Gambar 2.10 Pengukuran Kuat Arus Listrik Menggunakan Amperemeter….. 35

Gambar 2.11 Grafik I-V Komponen Ohmik dan Non Ohmik ………. 37

Gambar 2.12 Penampang Melintang Kawat Penghantar ……… 38

Gambar 2.13 Dua Buah Komponen yang Dihubungkan Secara Seri ……….. 40

Gambar 2.14 Rangkaian Pengganti Hubungan Seri ……….….. 41

Gambar 2.15 Dua Buah Komponen yang Dihubungkan Secara Paralel ..…… 43

Gambar 2.16 Rangkaian Pengganti Hubungan Paralel ……… 43


(13)

Lampiran 2 Daftar Nama Siswa Kelas Uji Coba ……… 84

Lampiran 3 Daftar Pembagian Kelompok Asal dan Kelompok Ahli Siklus I ……… 85

Lampiran 4 Daftar Pembagian Kelompok Asal dan Kelompok Ahli Siklus II ……… 86

Lampiran 5 Daftar Pembagian Kelompok Asal dan Kelompok Ahli Siklus III ………. 87

Lampiran 6 Silabus ……….. 88

Lampiran 7 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I …..………… 89

Lampiran 8 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II .……….…… 93

Lampiran 9 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus III ……… 98

Lampiran 10 Lembar Kegiatan Siswa Siklus I ……… 102

Lampiran 11 Lembar Kegiatan Siswa Siklus II ……… 106

Lampiran 12 Lembar Kegiatan Siswa Siklus III ……….. 112

Lampiran 13 Kisi-kisi Soal Uji Coba Instrumen Penelitian Siklus I ... 116

Lampiran 14 Kisi-kisi Soal Uji Coba Instrumen Penelitian Siklus II …… 129

Lampiran 15 Kisi-kisi Soal Uji Coba Instrumen Penelitian Siklus III ..… 138

Lampiran 16 Soal Evaluasi Siklus I ……….………..….. 149

Lampiran 17 Soal Evaluasi Siklus II ………..……….. 153


(14)

Lampiran 22 Kriteria Penilaian Keterampilan Proses Siklus II …….….. 175

Lampiran 23 Kriteria Penilaian Keterampilan Proses Siklus III ……..… 178

Lampiran 24 Lembar Observasi Hasil Belajar Psikomotorik ……… 182

Lampiran 25 Kriteria Penilaian Hasil Belajar Psikomotorik ………..…. 183

Lampiran 26 Analisis Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Soal Uji Coba Siklus I ……….…….. 184

Lampiran 27 Analisis Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Soal Uji Coba Siklus II …..…..………….. 186

Lampiran 28 Analisis Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Soal Uji Coba Siklus III ..……….. 188

Lampiran 29 Contoh Perhitungan Validitas Butir Soal …..………. 190

Lampiran 30 Contoh Perhitungan Reliabilitas Instrumen ………. 191

Lampiran 31 Contoh Perhitungan Tingkat Kesukaran Soal ……… 192

Lampiran 32 Contoh Perhitungan Daya Pembeda Soal ……… 193

Lampiran 33 Analisis Penguasaan Keterampilan Proses Siklus I .….…. 194 Lampiran 34 Analisis Penguasaan Keterampilan Proses Siklus II ….…. 196 Lampiran 35 Analisis Penguasaan Keterampilan Proses Siklus III ……. 198

Lampiran 36 Analisis Hasil Belajar Kognitif Siswa Siklus I ……….….. 200

Lampiran 37 Analisis Hasil Belajar Kognitif Siswa Siklus II …………. 201


(15)

Lampiran 42 Penguasaan Keterampilan Proses Sains Siswa Siklus I, II

dan III ……….……… 206

Lampiran 43 Hasil Belajar Kognitif Siswa Siklus I, II dan III …………. 207

Lampiran 44 Hasil Belajar Psikomotorik Siswa Siklus I, II dan III .……. 208

Lampiran 45 Perhitungan Gain Score ……… 209

Lampiran 46 Surat Penetapan Dosen Pembimbing ……….. 211

Lampiran 47 Surat Ijin Penelitian ……… 212

Lampiran 48 Surat Keterangan Penelitian ………. 213


(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru fisika SMA Negeri 1 Rembang, Purbalingga, diketahui bahwa nilai rata-rata ujian akhir semester gasal mata pelajaran fisika kelas X-7 tahun ajaran 2011/ 2012 menunjukkan nilai yang rendah. KKM fisika yang ditetapkan 70, sementara nilai rata-rata UAS semester gasal kelas X-7 hanya 58,94 dengan ketuntasan klasikal sebesar 18,18 %.

Proses pembelajaran fisika yang diterapkan di SMA Negeri 1 Rembang, Purbalingga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu proses pembelajaran di dalam kelas dan proses pembelajaran di dalam laboratorium. Proses pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas biasanya menggunakan model direct instruction, ceramah, dan mengerjakan soal-soal latihan, sehingga keterlibatan siswa secara langsung dalam proses pembelajaran masih sangat rendah. Proses pembelajaran di dalam laboratorium yang menggunakan metode eksperimen juga telah diterapkan, namun intensitas pelaksanaannya masih sangat rendah. Selama satu tahun terakhir, siswa kelas X-7 melakukan kegiatan laboratorium sebanyak satu kali, yaitu pada materi alat-alat optik. Hal ini menyebabkan penguasaan keterampilan proses siswa rendah.


(17)

Rendahnya penguasaan keterampilan proses siswa kelas X-7 berpengaruh terhadap rendahnya nilai UAS siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Sudibyo (2003: 5) yang menyatakan bahwa dalam pembelajaran fisika, agar diperoleh hasil belajar yang optimal, siswa sebagai subjek belajar seharusnya dilibatkan secara fisik dan mental dalam pemecahan-pemecahan masalah.

Menurut Dimyati & Mudjiono (2009: 45), belajar adalah mengalami. Saat siswa melakukan kegiatan laboratorium, maka saat itulah penguasaan keterampilan proses siswa dilatihkan. Menurut Roestiyah (1985: 82), salah satu keunggulan metode eksperimen selain memperoleh ilmu pengetahuan adalah siswa juga menemukan pengalaman praktis serta keterampilan dalam menggunakan alat-alat percobaan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Widayanto (2009) yang menyimpulkan bahwa faktor penting dalam peningkatan keterampilan proses sains dan pemahaman adalah keterlibatan siswa dalam kegiatan praktikum. Semakin tinggi keterlibatan siswa dalam kegiatan praktikum maka semakin tinggi pula pencapaian pemahaman dan keterampilan proses sains siswa.

Eggen & Kauchak menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama (Trianto, 2007: 42). Menurut Sudibyo (2003: 14), selain dikembangkan untuk mencapai hasil belajar akademik, model pembelajaran kooperatif juga efektif untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Hal tersebut didukung oleh penelitian Subratha (2007) yang menyimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif dan strategi


(18)

pemecahan masalah dapat meningkatkan interaksi dan pencapaian kompetensi dasar fisika siswa SMP Negeri 1 Sukasada.

Model pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa tipe, salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Menurut Trianto (2002: 56), dalam model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 5-6 anggota. Setiap kelompok diberi informasi yang membahas salah satu topik yang dibahas pada materi itu. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, siswa tidak hanya bertanggung jawab menguasai materi pelajaran untuk dirinya sendiri, tetapi siswa juga bertanggung jawab untuk mengajarkan materi yang telah dipelajari kepada anggota kelompoknya. Menurut Huda (2011: 121), dalam model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw siswa bekerja kelompok dan melakukan diskusi sebanyak dua kali, yakni dalam kelompok asal dan kelompok ahli. Dengan demikian, dengan diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw siswa dapat meningkatkan interaksinya dengan siswa lain sehingga akan terjadi banyak pertukaran informasi, ide maupun pendapat tentang materi pelajaran. Selain itu siswa juga semakin terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran melalui diskusi yang dilakukannya.

Penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh Hertiavi, et.al (2010) menunjukkan bahwa hasil belajar kognitif siswa mengalami peningkatan secara signifikan setelah menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan memenuhi indikator keberhasilan. Penelitian serupa dilakukan oleh Killic (2008) yang menyimpulkan bahwa hasil belajar siswa mengalami peningkatan yang


(19)

signifikan ketika diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw daripada ketika diterapkan model pembelajaran konvensional.

Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan metode eksperimen dirasa cocok untuk mengatasi permasalahan kelas X-7. Melalui model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang dikombinasi dengan metode eksperimen, diharapkan penguasaan keterampilan proses dan hasil belajar siswa mengalami peningkatan.

Berdasarkan uraian di atas, maka topik yang diambil dalam penelitian ini adalah Peningkatan Keterampilan Proses dan Hasil Belajar Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Rembang, Purbalingga Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw.

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, maka permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah: ƒ Bagaimana penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada

pembelajaran fisika dalam meningkatkan keterampilan proses dan hasil belajar siswa kelas X-7 SMA Negeri 1 Rembang, Purbalingga?

ƒ Apakah dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan keterampilan proses siswa kelas X-7 SMA Negeri 1 Rembang, Purbalingga?


(20)

ƒ Apakah dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas X-7 SMA Negeri 1 Rembang, Purbalingga?

1.3

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

ƒ Mendeskripsikan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada pembelajaran fisika dalam meningkatkan keterampilan proses dan hasil belajar siswa kelas X-7 SMA Negeri 1 Rembang, Purbalingga.

ƒ Untuk mengetahui penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam meningkatkan keterampilan proses siswa kelas X-7 SMA Negeri 1 Rembang, Purbalingga.

ƒ Untuk mengetahui penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam meningkatkan hasil belajar siswa kelas X-7 SMA Negeri 1 Rembang, Purbalingga.

1.4

Manfaat Penelitian

Bagi guru

ƒ Memberikan masukan dan menjadi bahan pertimbangan dalam hal penentuan model dan metode pembelajaran fisika.


(21)

Bagi sekolah

ƒ Memberikan masukan dan menjadi bahan pertimbangan untuk perbaikan kualitas proses pembelajaran IPA, khususnya fisika.

1.5

Penegasan Istilah

Keterampilan Proses

Keterampilan proses dalam penelitian ini adalah keterampilan proses sains yang dibutuhkan ketika siswa melakukan kegiatan eksperimen fisika. Menurut Mundilarto (2002: 13), keterampilan proses merupakan langkah-langkah yang dikerjakan saintis ketika melakukan penelitian ilmiah. Dalam penelitian ini, keterampilan proses yang diteliti meliputi keterampilan mengamati, mengukur, mengolah data, menyimpulkan, dan mengomunikasikan.

Hasil Belajar

Gerlach dan Ely menjelaskan bahwa hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh peserta didik setelah mengalami kegiatan belajar (Rifa’i & Anni, 2010: 85). Benyamin S. Bloom menyampaikan tiga taksonomi yang disebut dengan ranah belajar, yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik (Anni, 2007: 7). Hasil belajar dalam penelitian ini adalah hasil belajar ranah kognitif dan psikomotorik. Hasil belajar ranah psikomotorik diketahui melalui pengamatan aktivitas yang dilakukan siswa selama kegiatan eksperimen.


(22)

Peningkatan

Peningkatan dalam penelitian ini yaitu kenaikan nilai rata-rata penguasaan keterampilan proses dan hasil belajar siswa secara signifikan pada setiap akhir siklus.

1.6

Sistematika Penulisan Skripsi

Sistematika penulisan skripsi ini meliputi tiga bagian, yaitu: ƒ Bagian pendahuluan

Bagian pendahuluan skripsi berisi halaman judul, halaman pengesahan, halaman motto dan persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, dan daftar lampiran.

ƒ Bagian isi

Bagian isi skripsi dibagi menjadi lima bab, yaitu:

Bab 1 Pendahuluan

Berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, dan sistematika penulisan skripsi.

Bab 2 Tinjauan Pustaka

Berisi tentang kajian teori yang mendasari penulisan skripsi yang meliputi belajar dan pembelajaran fisika, model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, keterampilan proses sains, metode pembelajaran eksperimen, materi listrik dinamis, dan kerangka berpikir.


(23)

Bab 3 Metode Penelitian

Berisi tentang lokasi dan subjek penelitian, waktu penelitian, faktor yang diteliti, desain penelitian, metode pengumpulan data, uji coba instrumen penelitian, metode analisis data, dan indikator keberhasilan.

Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan

Berisi tentang hasil penelitian dan pembahasan. Hasil penelitian meliputi deskripsi proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang dapat meningkatkan penguasaan keterampilan proses dan hasil belajar siswa serta mengetahui besar peningkatannya pada setiap siklus yang disajikan dalam bentuk tabel. Selanjutnya dilakukan pembahasan yang berisi penafsiran terhadap hasil penelitian yang diperoleh kemudian diintegrasikan dengan teori yang sudah ada.

Bab 5 Penutup

Berisi simpulan dan saran yang perlu diberikan kepada pembaca dan pihak-pihak yang terkait dalam penelitian.

ƒ Bagian akhir

Bagian ini berisi daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang melengkapi uraian pada bagian isi.


(24)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Belajar dan Pembelajaran Fisika

Belajar dan pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Hamalik (2003: 27) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses, kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Sedangkan Sudjana (2005: 28) menyatakan bahwa belajar adalah proses yang diarahkan kepada tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman.

Dari definisi-definisi belajar yang diungkapkan oleh para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses yang kompleks yang dilakukan oleh individu dan disertai interaksi dengan individu lain dimana semua yang dilakukan diarahkan untuk mencapai suatu perubahan yang lebih baik. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan sikap dan tingkah laku, pengetahuan, keterampilan, kecakapan, cara berpikir, dan sebagainya.

Menurut Hamalik (2004: 162) pembelajaran adalah suatu proses terjadinya interaksi antara pelajar dan pengajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang berlangsung di tempat tertentu pada jangka waktu tertentu. Briggs menyatakan bahwa pembelajaran adalah seperangkat peristiwa (events) yang mempengaruhi peserta didik sedemikian rupa sehingga peserta didik itu memperoleh kemudahan (Rifa’i & Anni, 2010:191).


(25)

Dari beberapa definisi yang diberikan oleh para ahli tentang pembelajaran, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara pelajar dan lingkungannya yang terjadi pada tempat dan jangka waktu tertentu untuk memperoleh suatu hasil belajar.

Nasoetion berpendapat bahwa sains, termasuk fisika, merupakan ilmu dasar yang wajib diketahui oleh setiap manusia sampai taraf penguasaan tertentu yang memungkinkan digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya (Wiyanto, 2008: 13). Menurut Wiyanto (2008: 11), pembelajaran fisika merupakan suatu wahana untuk mengembangkan penguasaan konsep-konsep fisika serta keterampilan proses dalam meningkatkan hasil belajar yang berguna bagi kehidupan peserta didik, masyarakat dan lingkungannya.

Pembelajaran fisika tidak hanya memperlakukan fisika sebagai kumpulan pengetahuan yang hanya mengandalkan pada olah pikir saja, tetapi ditekankan pada penguasaan konsep-konsep fisika dan perolehan keterampilan proses. Sebagai implikasi dari teori Piaget terhadap pembelajaran Fisika, Mundilarto (2002: 3) menyatakan bahwa guru harus memberikan kesempatan sebanyak mungkin kepada siswa untuk berpikir dan menggunakan akalnya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan jalan terlibat langsung dalam berbagai kegiatan seperti diskusi kelas, pemecahan soal-soal, maupun bereksperimen.

Anni (2007: 5) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Sementara Suprijono (2010: 5) menyatakan bahwa hasil belajar adalah pola-pola


(26)

perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan.

Berdasarkan definisi yang disampaikan para ahli, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi pada setiap individu yang telah melakukan kegiatan belajar dan merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai seseorang dalam belajar. Menurut Gagne, hasil belajar dapat berupa: ƒ Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk

bahasa, baik lisan maupun tertulis.

ƒ Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang.

ƒ Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri.

ƒ Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.

ƒ Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut (Suprijono, 2010: 5-6).

Benyamin S. Bloom mengusulkan tiga taksonomi yang disebut dengan ranah belajar, yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotorik (Anni, 2007: 7). 1) Ranah Kognitif (cognitive domain)

Ranah kognitif berkaitan dengan hasil berupa pengetahuan, kemampuan dan kemahiran intelektual. Menurut Bloom, ranah kognitif terdiri dari enam jenis perilaku, yaitu:


(27)

ƒ Pengetahuan (knowledge), mencakup kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan dengan fakta, peristiwa, pengertian, kaidah, teori, prinsip, atau metode.

ƒ Pemahaman (comprehension), mencakup kemampuan menangkap arti dan makna hal yang dipelajari.

ƒ Penerapan (application), mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru.

ƒ Analisis (analysis), mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik. ƒ Sintesis (synthesis), mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru.

Misalnya, kemampuan menyusun suatu program kerja.

ƒ Evaluasi (evaluation), mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu (Dimyati & Mudjiono, 2009: 26-27).

2) Ranah Afektif (affective domain)

Tujuan pembelajaran ranah afektif berhubungan dengan perasaan, sikap, minat, dan nilai (Anni, 2007: 8). Ranah afektif mencakup kategori penerimaan

(receiving), penanggapan (responding), penilaian (valuing), pengorganisasian

(organization), pembentukan pola hidup (organization by a value complex).

3) Ranah Psikomotorik (psychomotoric domain)

Tujuan pembelajaran ranah psikomotorik menunjukkan adanya kemampuan fisik seperti keterampilan motorik dan syaraf, manipulasi objek, dan koordinasi syaraf. Menurut Elizabeth Simpson, kategori untuk ranah psikomotorik


(28)

meliputi persepsi (perception), kesiapan (set), gerakan terbimbing (guided

response), gerakan terbiasa (mechanism), gerakan kompleks (complex overt

response), penyesuaian (adaption), dan kreativitas (Anni, 2007: 10).

Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar fisika merupakan suatu perubahan yang terjadi pada setiap individu sekaligus sebagai bukti keberhasilan yang telah dicapai seseorang setelah mengalami kegiatan belajar fisika.

2.2

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Trianto (2007: 41) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif.

Menurut Slavin, pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang terdiri dari 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen (Isjoni, 2011: 15). Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerja sama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran. Menurut Sudibyo (2003: 13), belajar belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pembelajaran.


(29)

Trianto (2007: 42) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya. Menurut Slavin (2010: 4) dalam pembelajaran kooperatif para siswa diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan dan berargumentasi untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing.

Sudibyo (2003: 14) menjelaskan bahwa selain dikembangkan untuk mencapai hasil belajar akademik, model pembelajaran kooperatif juga efektif untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit. Selanjutnya Stahl menyatakan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan belajar siswa lebih baik dan meningkatkan sikap tolong-menolong dalam perilaku sosial (Isjoni, 2011: 15).

Menurut Isjoni (2011: 27), beberapa ciri dari pembelajaran kooperatif adalah:

ƒ Setiap anggota memiliki peran.

Setiap anggota kelompok mendapatkan dan mengerjakan tugas dalam kelompok. Sebagai contoh, pada eksperimen hukum Ohm, satu kelompok terdiri dari empat siswa. Maka keempat siswa tersebut harus terlibat dalam


(30)

serangkaian kegiatan percobaan yang dilakukan, misalnya terlibat dalam proses perangkaian alat, pengamatan, maupun penyusunan laporan.

ƒ Terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa.

Contoh bentuk interaksi langsung antar siswa yaitu adanya kerjasama antar siswa. Kerjasama siswa dapat diketahui pada saat siswa melakukan percobaan maupun diskusi kelompok.

ƒ Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman sekelompoknya.

Pada pembelajaran kooperatif, setiap siswa berperan sebagai anggota kelompok. Setiap anggota kelompok tidak hanya mengupayakan keberhasilan belajarnya, tapi mereka juga mengupayakan keberhasilan belajar anggota kelompoknya. Jika masih terdapat salah satu anggota dalam suatu kelompok yang belum mencapai keberhasilan dalam belajar, maka proses belajar dalam kelompok tersebut dikatakan belum selesai. Jika hal tersebut terjadi, maka proses belajar harus dilanjutkan.

ƒ Guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok.

Keterampilan-keterampilan interpersonal yaitu keterampilan-keterampilan yang pada dasarnya telah dimiliki oleh setiap anggota kelompok. Contoh keterampilan interpersonal siswa yaitu keterampilan berkomunikasi. Dalam pembelajaran kooperatif, guru berperan sebagai fasilitator. Jadi, guru hanya mengupayakan cara dan strategi pembelajaran yang dapat membantu siswa mengembangkan keterampilan interpersonalnya.


(31)

ƒ Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.

Guru tidak setiap saat berinteraksi dengan kelompok. Dalam pembelajaran kooperatif, yang diutamakan adalah interaksi antar siswa dalam kelompok. Guru akan melakukan interaksi dengan kelompok pada saat kelompok benar-benar membutuhkan arahan dan bimbingan guru.

Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekadar belajar dalam kelompok. Menurut Lie (2004: 29), ada unsur-unsur dasar cooperative learning yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Roger & David Johnson mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif (Suprijono, 2010: 58). Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Lima unsur tersebut adalah:

ƒ Positive interdependence (saling ketergantungan positif)

Dalam pembelajaran kooperatif, usaha yang dilakukan oleh anggota kelompok sangat menentukan keberhasilan penyelesaian tugas kelompok. Keberhasilan kerja kelompok ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota kelompok. Oleh karena itu, siswa benar-benar memahami bahwa kesuksesan kelompok tergantung pada kesuksesan anggota kelompok dan semua anggota dalam kelompok akan merasakan saling ketergantungan.

ƒ Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan)

Keberhasilan kelompok sangat bergantung pada masing-masing anggota kelompoknya. Maksud dari tanggung jawab perseorangan menurut Rusman (2010: 204) adalah kelompok tergantung pada cara belajar perseorangan seluruh


(32)

anggota kelompok. Oleh karena itu, setiap anggota kelompok mempunyai tugas dan tanggung jawab yang harus dikerjakan dalam kelompok tersebut.

ƒ Face to face promotive interaction (interaksi promotif)

Pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan yang sangat luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka melakukan interaksi dan diskusi untuk saling bertukar informasi dengan anggota kelompok yang lain. Menurut Suprijono (2010: 60), unsur ini penting karena dapat menghasilkan saling ketergantungan positif.

ƒ Interpersonal skill (komunikasi antar anggota)

Komunikasi merupakan modal utama dalam suatu kelompok. Suprijono (2010: 61) menjelaskan bahwa untuk mengoordinasikan kegiatan peserta didik dalam pencapaian tujuan, peserta didik harus saling mengenal dan memercayai, mampu berkomunikasi secara akurat dan tidak ambisius, saling menerima dan saling mendukung, serta mampu menyelesaikan konflik secara konstruktif. Pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk dapat berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran.

ƒ Group processing (pemrosesan kelompok)

Menurut Suprijono (2010: 61), tujuan pemrosesan kelompok adalah meningkatkan efektivitas anggota dalam memberikan kontribusi terhadap kegiatan kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok. Pemrosesan kelompok menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka, sehingga mereka bisa bekerja sama dengan lebih efektif.


(33)

Menurut Trianto (2007: 44-45), pembelajaran kooperatif sangat tepat digunakan untuk melatihkan keterampilan-keterampilan kerjasama dan kolaborasi, dan juga keterampilan-keterampilan tanya jawab. Menurut Slavin (2010: 33), tujuan yang paling penting dari pembelajaran kooperatif adalah untuk memberikan para siswa pengetahuan, konsep, kemampuan, dan pemahaman yang mereka butuhkan agar dapat menjadi anggota masyarakat yang bahagia dan memberikan kontribusi.

Adapun sintaks model pembelajaran kooperatif menurut Suprijono (2010: 65) adalah sebagai berikut.

Tabel 2.1 Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif

Fase-fase Perilaku Guru

Fase 1: Present goals and set (Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik)

Fase 2: Present information (Menyajikan informasi)

Fase 3: Organize students into learning teams

(Mengorganisasikan peserta didik ke dalam tim-tim belajar)

Guru menyampaikan tujuan yang akan dicapai pada kegiatan pembelajaran dan menekankan pentingnya topik yang akan dipelajari serta memberikan motivasi belajar kepada siswa.

Guru mempresentasikan informasi atau materi kepada peserta didik secara verbal.

Guru memberikan penjelasan kepada peserta didik tentang tata cara pembentukan tim belajar dan membimbing tim agar melakukan


(34)

Fase 4: Assist team work and study (Membimbing tim bekerja dan belajar) Fase 5: Test on the materials

(Mengevaluasi)

Fase 6: Provide recognition (Memberikan pengakuan atau penghargaan)

transisi secara efektif dan efisien. Guru membimbing tim-tim belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka. Guru mengevaluasi kemampuan peserta didik tentang materi pembelajaran atau kelompok-kelompok

mempreserntasikan hasil kerjanya.

Guru mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan prestasi individu maupun kelompok.

Joyce menyatakan model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain (Trianto, 2007: 5).

Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Menurut Rusman (2010: 218), model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif yang menitikberatkan pada kerja kelompok siswa dalam kelompok kecil. Selanjutnya, Lie (2004: 69) menegaskan bahwa dalam jigsaw siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.


(35)

Dalam jigsaw, para siswa diberi tugas untuk membaca beberapa bab atau unit, dan diberikan lembar ahli yang terdiri dari topik-topik yang berbeda yang harus menjadi fokus perhatian masing-masing anggota tim saat mereka membaca. Setelah semua anak selesai membaca, siswa-siswa dari tim yang berbeda yang mempunyai fokus topik yang sama bertemu dalam ”kelompok ahli” untuk mendiskusikan topik mereka. Para ahli tersebut kemudian kembali kepada tim mereka dan secara bergantian mengajari teman satu timnya mengenai topik mereka (Slavin, 2010: 237).

Jadi, para anggota dari tim-tim yang berbeda, tetapi membicarakan topik yang sama bertemu untuk belajar dan saling membantu dalam mempelajari topik tersebut. Setelah itu, siswa kembali ke tim asalnya dan mengajarkan materi yang telah mereka pelajari dalam tim ahli. Setiap ahli secara bergiliran mengajarkan keahliannya kepada tim asal.

Menurut Huda (2011: 121), dalam model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw siswa bekerja kelompok selama dua kali, yakni dalam kelompok mereka sendiri dan dalam kelompok ahli. Setelah masing-masing anggota menjelaskan bagiannya masing-masing kepada teman satu kelompoknya, mereka siap untuk diuji secara individu.

Menurut Slavin (2010: 246), jigsaw adalah salah satu metode kooperatif yang paling fleksibel. Beberapa modifikasi dapat membuatnya tetap pada model dasarnya tetapi mengubah beberapa detil implementasinya. Terkait dengan hal tersebut, Lie menambahkan bahwa siswa yang terlibat di dalam pembelajaran model kooperatif tipe jigsaw ini memperoleh prestasi yang lebih baik, mempunyai


(36)

sikap yang lebih baik dan lebih positif terhadap pembelajaran, selain saling menghargai perbedaan dan pendapat orang lain (Rusman, 2010: 218).

Adapun langkah-langkah dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menurut Rusman (2010: 218) yaitu:

ƒ Siswa dikelompokkan dengan anggota ± 4 orang yang bersifat heterogen, misalnya ras yang berbeda, jenis kelamin yang berbeda, tingkat intelektual yang berbeda, dan sebagainya. Selanjutnya kelompok ini disebut dengan kelompok asal.

ƒ Tiap siswa dalam tim diberi materi dan tugas yang berbeda.

Misalnya, suatu kelompok terdiri dari empat siswa. Maka kepada kelompok tersebut diberikan empat materi yang berbeda, misalnya materi hukum Ohm, materi hambatan kawat penghantar, materi rangkaian hambatan seri, dan materi rangkaian hambatan paralel.

ƒ Anggota dari tim yang berbeda dengan penugasan yang sama membentuk kelompok baru (kelompok ahli).

Misalnya, dalam suatu kelas terdapat enam kelompok asal dengan empat materi yang berbeda. Maka, siswa dari kelompok 1 – 6 yang mendapatkan materi hukum Ohm berkumpul membentuk kelompok baru. Kemudian siswa dari kelompok 1 – 6 yang mendapatkan materi hambatan kawat penghantar juga membentuk kelompok baru. Begitu seterusnya sehingga terbentuk empat kelompok ahli, yaitu kelompok ahli materi hukum Ohm, materi hambatan kawat penghantar, materi rangkaian hambatan seri, dan materi rangkaian hambatan paralel.


(37)

ƒ Setelah kelompok ahli berdiskusi, tiap anggota kembali ke kelompok asal dan menjelaskan kepada anggota kelompok tentang materi yang mereka kuasai. ƒ Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi.

Misalnya, tim ahli materi hukum Ohm mempresentasikan hasil diskusi mereka, kemudian siswa lain memberikan tanggapannya.

ƒ Pembahasan.

Guru membimbing siswa untuk melakukan pembahasan terkait materi yang telah dipelajari siswa.

ƒ Penutup.

Guru membimbing siswa untuk menyimpulkan hasil diskusi yang telah dilakukan. Setelah itu, diadakan tes evaluasi untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa.

Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli ditunjukkan pada Gambar 2.1, sedangkan proses pembelajarannya ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.1 Ilustrasi Kelompok Jigsaw

+  = 

X  * 

+  =

X  * 

+ =

X  * 

+ =

X  * 

+  + 

+  + 

=  = 

=  = 

X  X 

X  X 

*  * 

*  * 

Kelompok Asal


(38)

2.3

Keterampilan Proses Sains

Sudibyo (2003: 1) menyatakan bahwa belajar sains tidak sekedar belajar informasi sains tentang fakta, konsep, prinsip, serta hukum dalam wujud pengetahuan deklaratif (declarative knowledge). Namun, belajar sains juga belajar tentang cara memperoleh informasi sains, cara sains dan teknologi (terapan sains) bekerja dalam wujud pengetahuan prosedural (procedural knowledge), termasuk kebiasaan bekerja ilmiah dengan menerapkan metode ilmiah dan sikap ilmiah.

Belajar sains seharusnya memfokuskan pada pemberian pengalaman secara langsung (hands on activity) dengan memanfaatkan dan menerapkan konsep, prinsip, serta fakta sains temuan saintis. Dalam konteks ini, Sudibyo (2003: 1) menerangkan bahwa siswa perlu dilatih untuk mengembangkan sejumlah keterampilan ilmiah yang disebut sebagai keterampilan proses sains untuk memahami perilaku alam. Menurut Mundilarto (2002: 13), keterampilan proses merupakan langkah-langkah yang dikerjakan saintis ketika melakukan penelitian ilmiah. +  +  + + =  = = = X X X X * * * * +  =  X * +  = X * + = X * + = X * Kelompok Ahli Kelompok Asal Gambar 2.2 Skema Proses Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw 


(39)

Menurut Sudibyo (2003: 4), pada dasarnya sains merupakan produk dan proses yang tidak terpisahkan. Produk berupa kumpulan pengetahuan, sedangkan proses berupa langkah-langkah yang harus ditempuh untuk memperoleh pengetahuan atau mencari penjelasan tentang gejala-gejala alam. Funk menjelaskan bahwa menggunakan keterampilan proses untuk mengajar ilmu pengetahuan, membuat siswa belajar proses dan produk ilmu pengetahuan sekaligus (Dimyati & Mudjiono, 2009: 139).

Sebagai bagian dari sains, fisika juga memiliki karakteristik yang tidak berbeda dengan karakteristik sains pada umumnya. Fisika juga merupakan produk dan proses yang tidak terpisahkan. Menurut Sudibyo (2003: 5) ini berarti bahwa dalam pembelajaran fisika, agar diperoleh hasil belajar yang optimal, siswa sebagai subjek belajar seharusnya dilibatkan secara fisik dan mental dalam pemecahan-pemecahan masalah.

Funk menyebutkan ada berbagai keterampilan dalam keterampilan proses, keterampilan tersebut terdiri dari basic skills dan integrated skills (Dimyati & Mudjiono, 2009: 140). Basic skills terdiri dari enam keterampilan, yaitu keterampilan mengamati, mengklasifikasi, memprediksi, mengukur, menyimpulkan, dan mengomunikasikan. Sedangkan integrated skills terdiri dari mengidentifikasi variabel, membuat tabulasi data, menyajikan data dalam bentuk grafik, menggambarkan hubungan antar variabel, mengumpulkan dan mengolah data, menganalisa penelitian, menyusun hipotesis, mendefinisikan variabel secara operasional, merancang penelitian dan melaksanakan ekperimen.


(40)

Sedangkan menurut Mundilarto (2002: 14), keterampilan proses sains dapat dikelompokkan menjadi keterampilan proses sains dasar dan keterampilan proses sains terpadu. Keterampilan proses sains dasar meliputi: mengamati, mengklasifikasi, berkomunikasi, mengukur, memprediksi, dan membuat inferensi. Keterampilan proses sains terpadu meliputi: mengidentifikasi variabel, merumuskan definisi operasional dari variabel, menyusun hipotesis, merancang penyelidikan, mengumpulkan dan mengolah data, menyusun tabel data, menyusun grafik, mendeskripsikan hubungan antar variabel, menganalisis, melakukan penyelidikan, dan melakukan eksperimen.

Dimyati & Mudjiono (2009: 141) menegaskan bahwa keterampilan-keterampilan proses suatu saat dapat dikembangkan secara terpisah, tetapi saat yang lain harus dikembangkan secara terintegrasi satu dengan yang lain.

Adapun penjelasan dari beberapa aspek keterampilan proses adalah sebagai berikut:

ƒ Mengamati

Usman (2008: 42) menyatakan bahwa mengamati yaitu keterampilan mengumpulkan data atau informasi melalui penerapan dengan indera. Lebih lanjut Dimyati & Mudjiono (2009: 142) mengemukakan bahwa kemampuan mengamati merupakan keterampilan paling dasar dalam memproses dan memperoleh ilmu pengetahuan serta merupakan hal terpenting untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan proses yang lain. Mengamati memilki dua sifat utama, yakni sifat kualitatif dan sifat kuantitatif. Mengamati bersifat kualitatif apabila dalam pelaksanaannya hanya menggunakan panca indera untuk memperoleh informasi.


(41)

Mengamati bersifat kuantitatif apabila dalam pelaksanaannya selain menggunakan panca indera, juga menggunakan peralatan lain yang memberikan informasi yang khusus dan tepat.

ƒ Mengklasifikasikan

Mengklasifikasikan menurut Dimyati & Mudjiono (2009: 143) merupakan keterampilan proses untuk memilah berbagai objek peristiwa berdasarkan sifat-sifat khususnya, sehingga didapatkan golongan/ kelompok yang sejenis dari objek peristiwa yang dimaksud. Usman (2008: 42) menyatakan bahwa mengklasifikasikan merupakan keterampilan menggolongkan benda, kenyataan, konsep, nilai, atau kepentingan tertentu. Untuk membuat penggolongan perlu ditinjau persamaan dan perbedaan antara benda, kenyataan, atau konsep sebagai dasar penggolongan. Pada penelitian ini, aspek mengklasifikasi tidak diteliti karena aspek tersebut tidak dijumpai pada proses percobaan materi listrik dinamis. ƒ Mengomunikasikan

Mengomunikasikan merupakan keterampilan menyampaikan perolehan atau hasil belajar kepada orang lain dalam bentuk tulisan, gambar, gerak, tindakan, atau penampilan (Usman, 2008: 43). Kemampuan berkomunikasi dengan orang lain merupakan dasar untuk segala yang kita kerjakan. Selanjutnya dijelaskan pula oleh Dimyati & Mudjiono (2009: 143) bahwa mengomunikasikan dapat diartikan sebagai menyampaikan dan memperoleh fakta, konsep dan prinsip ilmu pengetahuan dalam bentuk suara, visual, atau suara visual.


(42)

Menurut Dimyati & Mudjiono (2009: 144), mengukur dapat diartikan sebagai membandingkan sesuatu yang diukur dengan satuan ukuran tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Aspek mengukur sangat erat kaitannya dengan penggunaan alat ukur.

ƒ Memprediksi/ meramalkan

Mundilarto (2002: 16) menyatakan bahwa prediksi adalah suatu perkiraan tentang hasil pengamatan yang dilakukan pada suatu waktu di masa yang akan datang. Selanjutnya Dimyati & Mudjiono (2009: 144) menyatakan bahwa memprediksi dapat diartikan sebagai mengantisipasi atau membuat ramalan tentang segala hal yang akan terjadi pada waktu mendatang, berdasarkan perkiraan pada pola atau kecenderungan tertentu, atau hubungan antara fakta, konsep dan prinsip dalam ilmu pengetahuan. Pada penelitian ini aspek memprediksi tidak diteliti. Hal ini disebabkan karena kemampuan memprediksi siswa telah dilatihkan melalui pertanyaan dalam LKS.

ƒ Menyimpulkan

Dimyati & Mudjiono (2009: 144) menyatakan bahwa menyimpulkan dapat diartikan sebagai suatu keterampilan untuk memutuskan keadaan suatu objek atau peristiwa berdasarkan fakta, konsep dan prinsip yang diketahui.

ƒ Membuat tabel data

Menurut Dimyati & Mudjiono (2009: 146), pembuatan tabel data perlu dibelajarkan karena memiliki fungsi yang penting, yaitu menyajikan data yang diperlukan dalam penelitian.


(43)

Menurut Dimyati & Mudjiono (2009: 147), keterampilan membuat grafik merupakan kemampuan mengolah data untuk disajikan dalam bentuk visualisasi garis atau bidang datar dengan variabel termanipulasi selalu pada sumbu datar dan variabel hasil selalu ditulis sepanjang sumbu vertikal.

Karena aspek membuat tabel data dan membuat grafik merupakan keterampilan siswa dalam mengolah data hasil penelitian, maka dalam penelitian ini kedua aspek tersebut dilebur menjadi aspek mengolah data.

Jadi, pada penelitian ini keterampilan proses yang dikembangkan adalah keterampilan mengamati, mengukur, mengolah data, menyimpulkan, dan mengomunikasikan.

Usman (2008: 44) menjelaskan bahwa untuk dapat menilai keterampilan proses dapat digunakan cara nontes dengan menggunakan lembar pengamatan. Dalam membuat lembar pengamatan, maka perlu diperhatikan penentuan keterampilan yang akan diamati dan kriteria penilaian untuk masing-masing keterampilan.

Selain itu, Usman (2008: 44) juga menambahkan bahwa penilaian terhadap keterampilan proses dapat pula dilakukan dengan cara tes tertulis, namun tidak dapat menjangkau semua kemampuan karena menggunakan indera pendengaran dan perabaan tidak mungkin dinilai dengan tes tertulis. Di samping itu, penilaian keterampilan proses dapat pula dilakukan dengan tes perbuatan, tetapi dalam hal ini diperlukan lembar pengamatan yang lebih rinci untuk menilai tingkah laku yang diharapkan.


(44)

2.4

Metode Pembelajaran Eksperimen

Ditinjau dari metode penyelenggaraannya, kegiatan laboratorium dapat dibedakan menjadi dua, yaitu demonstrasi dan percobaan atau eksperimen. Menurut Wiyanto (2008: 30), percobaan atau eksperimen adalah proses memecahkan masalah melalui kegiatan manipulasi variabel dan pengamatan atau pengukuran. Dalam percobaan, proses kegiatan dilakukan oleh semua siswa. Percobaan biasanya dilakukan secara berkelompok yang terdiri dari beberapa siswa bergantung pada jenis percobaannya dan alat-alat laboratorium yang tersedia di sekolah.

Roestiyah (1985: 80) menyatakan bahwa eksperimen adalah salah satu cara mengajar. Dalam metode tersebut, siswa melakukan percobaan tentang sesuatu hal, yaitu mengamati prosesnya serta menuliskan hasil percobaannya, kemudian hasil pengamatan itu disampaikan ke kelas dan dievaluasi oleh guru. Penggunaan teknik eksperimen mempunyai tujuan agar siswa mampu mencari dan menemukan sendiri berbagai jawaban atas persoalan-persoalan yang dihadapinya dengan mengadakan percobaan sendiri. Selain itu, siswa juga dapat terlatih dalam cara berpikir yang ilmiah (scientific thinking). Dengan eksperimen, siswa menemukan bukti kebenaran dari suatu teori yang sedang dipelajarinya.

Seperti yang dijelaskan oleh Roestiyah (1985: 82), teknik eksperimen kerap kali digunakan karena memiliki beberapa keunggulan. Adapun keunggulan eksperimen adalah sebagai berikut:


(45)

ƒ Dengan eksperimen siswa terlatih menggunakan metode ilmiah dalam menghadapi segala masalah, sehingga tidak mudah percaya pada sesuatu yang belum pasti kebenarannya.

ƒ Siswa lebih aktif dalam berpikir dan berbuat. Siswa lebih banyak aktif belajar sendiri, sementara guru hanya bertindak sebagai fasilitator.

ƒ Siswa dalam melaksanakan proses eksperimen di samping memperoleh ilmu pengetahuan, juga menemukan pengalaman praktis serta berbagai keterampilan, misalnya keterampilan menggunakan alat-alat percobaan.

ƒ Dengan eksperimen, siswa membuktikan sendiri kebenaran suatu teori, sehingga akan mengubah sikap mereka terhadap peristiwa-peristiwa yang tidak masuk akal.

2.5

Materi Listrik Dinamis

2.5.1

Kuat Arus Listrik Pada Rangkaian Tertutup

Rangkaian listrik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu rangkaian listrik terbuka dan rangkaian listrik tertutup. Arus listrik hanya dapat mengalir pada rangkaian listrik tertutup.

+  ‐ 

Gambar 2.3 (a) Rangkaian Listrik Terbuka (b) Rangkaian Listrik Tertutup lampu

S

lampu

S + ‐ 

I


(46)

Pada Gambar 2.3(a), lampu pada rangkaian listrik terbuka tidak menyala sedangkan pada Gambar 2.3(b), lampu pada rangkaian listrik tertutup menyala. Hal ini disebabkan arus listrik hanya dapat mengalir pada rangkaian listrik tertutup. Rangkaian listrik tertutup yaitu suatu rangkaian yang bermula dari suatu titik, berkeliling dan akhirnya kembali lagi ke titik tersebut.

Arus listrik adalah gerakan atau aliran muatan listrik. Pergerakan muatan ini terjadi pada bahan yang disebut konduktor. Konduktor bisa berupa logam, gas, atau larutan, sedangkan pembawa muatannya sendiri tergantung pada jenis konduktor, yaitu pada:

ƒ logam, pembawa muatannya adalah elektron-elektron, ƒ gas, pembawa muatannya adalah ion positif dan elektron, ƒ larutan, pembawa muatannya adalah ion positif dan ion negatif.

Kuat arus listrik adalah jumlah total muatan yang mengalir melalui suatu penampang persatuan waktu pada suatu titik.

Jika dalam waktu t mengalir muatan listrik sebesar Q, maka kuat arus listrik I

adalah:

Keterangan:

I : kuat arus listrik ( coulomb/ sekon = ampere = A) Q : muatan listrik (coulomb)

A

q q

q q


(47)

t : waktu (sekon)

Arus listrik dapat terjadi karena muatan positif yang bergerak ataupun karena muatan negatif yang bergerak. Arah arus listrik adalah arah aliran muatan positif. Jika muatan yang bergerak adalah muatan negatif seperti elektron dalam logam misalnya, maka arah arus listrik berlawanan dengan arah aliran elektron.

Arus listrik mengalir karena adanya beda potensial antara dua titik pada suatu rangkaian tertutup. Beda potensial yaitu selisih potensial antara dua terminal (ujung) rangkaian listrik. Arah arus listrik adalah dari titik berpotensial listrik tinggi ke titik berpotensial listrik rendah. Alat yang digunakan untuk mengukur kuat arus listrik yang mengalir melalui suatu komponen listrik adalah amperemeter. Sedangkan alat yang digunakan untuk mengukur beda potensial listrik yang mengalir melalui suatu komponen listrik adalah voltmeter.

Amperemeter harus dihubungkan seri dengan komponen listrik yang akan diukur kuat arus listriknya, sedangkan voltmeter harus dihubungkan paralel dengan komponen listrik yang akan diukur beda potensialnya.

A

Gambar 2.5 Simbol Amperemeter Pada Rangkaian Listrik

V


(48)

Umumnya alat yang digunakan untuk mengukur kuat arus listrik dan beda potensial listrik adalah sebuah multimeter. Terdapat dua jenis multimeter, yaitu multimeter digital dan multimeter analog. Pada multimeter digital, hasil pengukuran dapat langsung terbaca pada layar multimeter. Namun pada multimeter analog, hasil pengukuran tidak dapat langsung terbaca pada layar multimeter.

Adapun diagram bagian-bagian dari multimeter digital dan multimeter analog adalah sebagai berikut:

A

V

I

+ ‐

Gambar 2.7 Amperemeter dan Voltmeter Dalam Rangkaian Listrik

Gambar 2.8 (a) Multimeter Digital (b) Multimeter Analog


(49)

Untuk nilai kuat arus listrik atau beda potensial yang terukur dapat diketahui dengan persamaan:

nilai terukur skala yang ditunjukskala maksimum batas ukur Contoh:

Pengukuran terhadap kuat arus listrik pada suatu komponen listrik menggunakan amperemeter ditunjukkan oleh Gambar 2.10 berikut ini.

Gambar 2.9 (a) Bagian-bagian Multimeter Digital  Keterangan:

1 : layar tampilan 2 : tombol range 3 : saklar putar 4 : terminal 1

3

4 2

(a)

Gambar 2.9 (b) Bagian-bagian Multimeter Analog Keterangan: 1 : papan skala

2 : jarum penunjuk skala 3 : pengatur jarum skala 4 : knop pengatur nol ohm 5 : batas ukur ohmmeter 6 : batas ukur DC volt

7 : batas ukur AC

8 : batas ukur amperemeter 9 : saklar pemilih

10 : test pin positif 11 : test pin negatif (b)


(50)

Dari Gambar 2.10 diketahui bahwa,

• skala yang ditunjuk = 2,5

• skala maksimum = 5

• batas ukur = 2 A

Dengan demikian, nilai kuat arus listrik yang terukur adalah, ,

Jadi, nilai kuat arus listrik yang terukur adalah 1 A.

2.5.2 Hukum Ohm

George Simon Ohm (1787 – 1854) adalah ilmuwan yang pertama kali

menjelaskan hubungan antara kuat arus listrik dan beda potensial listrik.

Hasil eksperimen Ohm menunjukkan bahwa arus listrik yang mengalir pada kawat penghantar sebanding dengan beda potensial yang diberikan pada ujung-ujung penghantar itu. Artinya, jika beda potensial diperbesar, maka arus listrik yang mengalir juga semakin besar. Sebaliknya, jika beda potensial

 

      0     1    2   3   4   5  2 A

0 10 A

Skala yang ditunjuk

Skala maksimum Batas ukur

Gambar 2.10 Pengukuran Kuat Arus Listrik Menggunakan Amperemeter

A B


(51)

diperkecil, maka arus listrik yang mengalir juga semakin kecil. Hubungan ini dapat dirumuskan sebagai:

Besar arus listrik pada suatu rangkaian listrik dipengaruhi oleh besar hambatan listrik. Untuk nilai tegangan tertentu, semakin besar hambatan, maka semakin kecil arus listrik yang mengalir. Ini berarti kuat arus listrik berbanding terbalik dengan besar hambatan listrik dan dapat dirumuskan dengan:

Berdasarkan eksperimennya, Ohm memperoleh kesimpulan penting yang selanjutnya dikenal sebagai hukum Ohm, yang menyatakan bahwa: ”Kuat arus listrik yang mengalir pada suatu penghantar sebanding dengan beda potensial antara ujung-ujung penghantar dan berbanding terbalik dengan hambatan listriknya, dengan syarat suhunya konstan”.

Secara matematis, hukum Ohm dapat dirumuskan dengan:

Berdasarkan persamaan di atas, besar hambatan listrik adalah:

Jadi, satuan hambatan juga dapat diturunkan dari satuan beda potensial listrik dibagi dengan satuan kuat arus listrik atau volt/ampere. Satuan ini setara dengan satuan SI untuk hambatan yaitu ohm (Ω), dimana:


(52)

Jadi, satu ohm adalah hambatan bagi suatu konduktor dimana ketika beda potensial satu volt diberikan pada ujung-ujung konduktor maka kuat arus satu ampere mengalir melalui konduktor tersebut.

Hukum Ohm bukan merupakan pernyataan yang universal, tapi hanya sekedar hukum empiris yang menyediakan deskripsi (gambaran) yang baik bagi sebagian materi tertentu yang mengikuti hukum Ohm yang disebut komponen ohmik.Nilai hambatan R untuk komponen ohmik selalu konstan asalkan suhunya konstan. Sebagian besar jenis logam merupakan contoh komponen ohmik, seperti tembaga, nikrom, perak, dan lain-lain. Untuk materi yang tidak memenuhi hukum Ohm yang disebut komponen non-ohmik, hambatan R tergantung pada beda potensial V, jadi tidak konstan. Yang termasuk komponen non-ohmik antara lain dioda semikonduktor, transistor dan tabung-tabung vakum.

Grafik I sebagai fungsi V untuk komponen ohmik dan non-ohmik dapat dilihat pada Gambar 2.11 berikut ini.

Gambar 2.11 Grafik I-V Komponen Ohmik dan Non-Ohmik I

V

Ohmik (gradient = 1/R)

non-ohmik

non-ohmik

(R bertambah saat V naik) (R berkurang


(53)

2.5.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hambatan Suatu Penghantar

Untuk suatu penghantar dari kawat logam, jika suhu dan sifat-sifat fisik lainnya dijaga konstan, maka hambatan kawat R adalah konstan. Secara umum untuk kawat-kawat logam, makin besar suhu maka makin besar pula hambatan listriknya. Namun untuk kebanyakan logam paduan, hambatannya hanya sedikit dipengaruhi oleh perubahan suhu.

Setiap bahan memiliki nilai hambatan jenis masing-masing. Semakin besar hambatan jenis kawat (ρ) maka semakin besar pula hambatan listriknya (R). Atau sebaliknya, semakin kecil nilai hambatan jenis kawat, maka semakin kecil pula hambatan listriknya. Jadi dapat dituliskan,

... (1)

Kawat penghantar memiliki elemen panjang (l). Semakin panjang suatu kawat penghantar, maka hambatan listriknya (R) juga semakin besar. Sebaliknya, semakin pendek suatu kawat penghantar, maka hambatan listriknya juga semakin kecil. Jadi dapat dituliskan,

... (2)

A

Gambar 2.12 Penampang Melintang Kawat Penghantar l


(54)

Semakin besar luas penampang kawat (A), maka hambatan listriknya (R) semakin kecil. Sebaliknya, semakin kecil luas penampang kawat, maka hambatan listriknya semakin besar. Jadi dapat dituliskan,

... (3)

Dari persamaan 1, 2 dan 3 dapat diketahui bahwa nilai hambatan listrik suatu kawat penghantar (R) dapat diketahui melalui persamaan:

Keterangan: R : hambatan listrik (Ω)

: hambatan jenis bahan kawat (Ωm) l : panjang kawat (m)

A : luas penampang kawat (m2)

Hambatan jenis bahan kawat ( merupakan sifat khas bahan kawat dan tidak bergantung pada ukuran atau bentuk kawat. Berikut ditunjukkan nilai hambatan jenis dari berbagai bahan.

Tabel 2.2 Nilai Hambatan Jenis Berbagai Bahan

Bahan

Hambatan jenis bahan pada suhu 200C (Ωm)

Konduktor: Alumunium Tembaga Emas Besi

2,82 x 10-8 1,68 x 10-8 2,44 x 10-8 9,71 x 10-8


(55)

Konstantan Nikrom Nikelin Platina Perak Tungsten Semikonduktor: Karbon (grafit) Germanium (murni) Silikon (murni) Isolator: Kaca Kuarsa

49 x 10-8 100 x 10-8 7,80 x 10-8 10,6 x 10-8 1,59 x 10-8 5,65 x 10-8

3,5 x 10-5 5,0 x 10-1 6,4 x 102

1010 – 1014 7,5 x 1017

2.5.4 Rangkaian Hambatan Seri

Rangkaian seri merupakan suatu penyusunan komponen-komponen listrik di mana semua arus listrik melewati komponen-komponen tersebut secara berurutan. Hubungan seri komponen-komponen listrik serta rangkaian penggantinya dapat dilihat pada Gambar 2.13 dan Gambar 2.14 berikut.

+ ‐

a b c


(56)

Pada rangkaian seri, komponen-komponen listrik dialiri oleh arus listrik yang sama besar.

……… (1) Tegangan antara a dan c adalah

……… (2) Karena V = I Rac, maka

……… (3) Jika terdapat n buah hambatan yang terhubung seri, maka

……… (4)

Rangkaian seri sebagai pembagi tegangan

Bila diterapkan hukum Ohm pada rangkaian maka akan diperoleh

sehingga,

Gambar 2.14 Rangkaian Pengganti Hubungan Seri

+ ‐

Rs


(57)

……… (5)

Prinsip rangkaian hambatan seri yaitu:

1. Rangkaian hambatan seri bertujuan untuk memperbesar hambatan suatu rangkaian.

2. Kuat arus listrik yang melalui tiap-tiap penghambat sama besar, yaitu sama dengan kuat arus listrik yang melalui hambatan penggantinya.

I1 = I2 = I3 = … = Iseri

3. Tegangan listrik pada ujung-ujung hambatan pengganti seri sama dengan jumlah tegangan pada ujung-ujung tiap penghambat.

Vseri = V1 + V2 + V3 + …

4. Rangkaian hambatan seri berfungsi sebagai pembagi tegangan, di mana tegangan pada ujung-ujung tiap penghambat sebanding dengan hambatannya.

V1 : V2 : V3 : … = R1 : R2 : R3 : …

Jika V1 + V2 + V3 + … = V, maka

… … …

2.5.5 Rangkaian Hambatan Paralel

Rangkaian paralel merupakan suatu penyusunan komponen-komponen di mana arus listrik terbagi untuk melewati masing-masing komponen secara


(58)

serentak. Hubungan paralel komponen-komponen listrik serta rangkaian penggantinya dapat dilihat pada Gambar 2.15 dan Gambar 2.16 berikut.

Pada rangkaian paralel, komponen-komponen listrik mendapatkan beda potensial yang sama besar. Dengan menggunakan hukum I Kirchoff diperoleh

I = I1 + I2

atau

Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa hambatan gabungan (Rgab) beberapa

hambatan yang terhubung secara paralel dapat dituliskan sebagai

atau

Gambar 2.15 Dua Komponen yang Dihubungkan Secara Paralel

+ ‐

I

I1

I2 I2

I1

I

V

R1 R2

a b

Gambar 2.16 Rangkaian Pengganti Hubungan Paralel

+ ‐

I

I V

Rp


(59)

Apabila terdapat n buah hambatan yang dihubungkan secara paralel, hambatan penggantinya akan memenuhi persamaan

Jika ada n buah resistor yang sama besar dihubungkan secara paralel, maka

Prinsip rangkaian hambatan paralel yaitu:

1. Rangkaian paralel bertujuan untuk memperkecil hambatan suatu rangkaian. 2. Tegangan pada ujung-ujung tiap komponen sama besar, yaitu sama dengan

tegangan pada ujung-ujung hambatan pengganti paralelnya. V1 = V2 = V3 = … = Vparalel

3. Kuat arus listrik yang melalui hambatan pengganti paralel sama dengan jumlah kuat arus listrik yang melalui tiap-tiap komponen.

Iparalel = I1 + I2 + I3 + …

4. Rangkaian paralel berfungsi sebagai pembagi arus listrik di mana kuat arus listrik yang melalui tiap-tiap komponen sebanding dengan kebalikan nilai hambatannya.

… …

Jika I1 + I2 + I3 + … = I, maka


(60)

2.6

Kerangka Berpikir

Suatu proses pembelajaran akan lebih bermakna apabila siswa banyak terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran. Keterlibatan tersebut dapat berupa diskusi maupun kegiatan laboratorium. Proses pembelajaran fisika yang berlangsung di SMA Negeri 1 Rembang, Purbalingga kurang memperhatikan prinsip keterlibatan langsung siswa, sehingga siswa tidak memperoleh kebermaknaan proses pembelajaran. Hal ini berpengaruh terhadap rendahnya penguasaan keterampilan proses sains siswa.

Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif yang didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan pembelajaran orang lain. Dalam setiap siklus pembelajaran kooperatif jigsaw, siswa melakukan diskusi sebanyak dua kali, yaitu diskusi dalam kelompok asal dan kelompok ahli. Kegiatan diskusi yang dilakukan oleh siswa merupakan salah satu bentuk prinsip keterlibatan langsung siswa selama proses pembelajaran. Jadi, semakin banyak siswa melakukan kegiatan diskusi, maka siswa akan semakin banyak terlibat langsung dalam proses pembelajaran.

Selain kegiatan diskusi dalam pembelajaran kooperatif, contoh perilaku yang merupakan bentuk prinsip keterlibatan langsung bagi siswa adalah kegiatan laboratorium. Wiyanto (2008: 29) menyebutkan bahwa kegiatan laboratorium dapat dibedakan menjadi dua, yaitu demonstrasi dan eksperimen. Pada saat melakukan kegiatan laboratorium, siswa melakukan langkah-langkah tertentu yang bersifat runtut dan terarah. Menurut Mundilarto (2002: 13), keterampilan


(61)

proses merupakan langkah-langkah yang dikerjakan saintis ketika melakukan penelitian ilmiah. Jadi, saat siswa melakukan kegiatan laboratorium, maka saat itulah penguasaan keterampilan proses sains dilatihkan.

Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan menggunakan metode eksperimen dirancang untuk melibatkan siswa secara langsung dalam proses pembelajaran. Metode tersebut memberikan kesempatan kepada siswa untuk meningkatkan penguasaan keterampilan proses sains yang dimilikinya. Kegiatan kooperatif yang dilakukan diharapkan mampu melibatkan siswa secara maksimal selama proses pembelajaran. Melalui kegiatan ini siswa akan aktif bekerja sama selama proses pembelajaran. Sudibyo (2003: 5) menyatakan bahwa dalam pembelajaran fisika, agar diperoleh hasil belajar yang optimal siswa sebagai subjek belajar seharusnya dilibatkan secara fisik dan mental dalam pemecahan-pemecahan masalah. Keterlibatan siswa secara langsung melalui kegiatan eksperimen diharapkan dapat meningkatkan penguasaan keterampilan proses siswa. Lebih lanjut Funk menambahkan bahwa menggunakan keterampilan proses untuk mengajar ilmu pengetahuan membuat siswa belajar proses dan produk ilmu pengetahuan sekaligus (Dimyati & Mudjiono, 2009: 139). Dengan demikian, diharapkan ketika keterampilan proses yang dimiliki siswa meningkat, maka hasil belajar yang dimiliki siswa juga akan meningkat.

Pada penelitian ini, keterampilan proses yang dikembangkan meliputi keterampilan mengamati, mengukur, mengolah data, menyimpulkan, dan mengomunikasikan. Sementara hasil belajar ranah kognitif yang dikembangkan meliputi pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.


(62)

Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang dimodifikasi dengan metode eksperimen sesuai untuk pembelajaran listrik dinamis, karena dalam materi listrik dinamis terdapat sub-sub materi yang tepat jika diterapkan metode eksperimen. Hal tersebut disebabkan peralatan yang digunakan dalam kegiatan eksperimen materi listrik dinamis banyak tersedia di sekolah dan penggunaannya aman.

Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang dikombinasi dengan metode eksperimen dalam pembelajaran materi listrik dinamis ditunjang dengan RPP, LKS, dan lembar observasi yang disesuaikan dengan model pembelajaran. Penguasaan keterampilan proses dilatihkan dalam model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw melalui kegiatan eksperimen sesuai dengan petunjuk pelaksanaan eksperimen pada LKS. Sementara pertanyaan dalam LKS dan laporan kegiatan eksperimen digunakan sebagai bahan diskusi siswa. Penguasaan keterampilan proses dapat diamati selama proses pembelajaran melalui lembar observasi, mulai dari siswa melakukan persiapan percobaan sampai mempresentasikan hasil diskusi kelompok. Hasil belajar ranah psikomotorik siswa dapat diketahui melalui lembar observasi, sementara hasil belajar ranah kognitif siswa dapat diketahui melalui tes evaluasi di setiap akhir siklus yang berbentuk pilihan ganda dan uraian.


(63)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1

Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Rembang, Purbalingga yang beralamat di Jalan Jenderal Soedirman, desa Bantarbarang, kecamatan Rembang, kabupaten Purbalingga. Subjek penelitian adalah siswa kelas X-7 semester genap tahun ajaran 2011/2012 yang berjumlah 33 orang, terdiri dari 13 laki-laki dan 20 perempuan. Data siswa kelas X-7 terdapat pada Lampiran 1.

3.2

Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama tiga minggu, mulai tanggal 7 Mei 2012 sampai dengan 28 Mei 2012.

3.3

Faktor yang Diteliti

Faktor yang diteliti dalam penelitian ini adalah pelaksanaan proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw untuk meningkatkan keterampilan proses dan hasil belajar siswa kelas X-7 SMA Negeri 1 Rembang, Purbalingga. Selain itu, faktor lain yang diteliti adalah penguasaan keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa. Keterampilan proses sains siswa yang diteliti meliputi keterampilan mengamati, mengukur, mengolah data,


(64)

menyimpulkan, dan mengomunikasikan. Sedangkan hasil belajar siswa yang diteliti meliputi hasil belajar kognitif setelah proses pembelajaran dan hasil belajar psikomotorik selama proses pembelajaran.

3.4

Desain Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka penelitian ini menggunakan desain penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) yang terbagi dalam tiga siklus. Model pembelajaran yang digunakan dalam siklus I, II, dan III adalah model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang dikombinasi dengan metode eksperimen. Pada setiap siklus, guru menyampaikan materi yang berbeda-beda namun masih dalam satu pokok bahasan, yaitu listrik dinamis. Pada siklus I, guru menyampaikan materi hukum Ohm. Pada siklus II, guru menyampaikan materi hambatan kawat penghantar, sedangkan pada siklus III guru menyampaikan materi rangkaian hambatan seri dan paralel. Menurut Asrori (2007: 68), pada penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) setiap siklus terdiri dari empat tahap, yaitu tahap perencanaan (planning), tahap pelaksanaan tindakan (action), tahap pengamatan (observation), dan tahap refleksi (reflection).


(65)

Identifikasi Masalah

¾ Kurangnya keterlibatan siswa secara langsung dalam proses pembelajaran. Siswa tidak dibiasakan melakukan kegiatan laboratorium maupun diskusi.

¾ Rendahnya intensitas kegiatan laboratorium menyebabkan penguasaan keterampilan proses siswa kurang terlatih.

¾ Rendahnya penguasaan keterampilan proses sain siswa

¾ Rendahnya hasil belajar fisika siswa kelas X-7.

Planning

¾ Melakukan observasi awal dan menyiapkan instrumen

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan metode eksperimen.

Action ¾ Melaksanakan kegiatan

pembelajaran model kooperatif tipe jigsaw dengan metode eksperimen.

Observation

¾ Melakukan pengamatan terhadap penguasaan keterampilan proses siswa, hasil belajar psikomotorik siswa, serta hasil pengajaran agar dapat dievaluasi

Reflection ¾ Melakukan analisis terhadap

pelaksanaan proses pembelajaran, hasil, dan hambatan yang dijumpai. Hasil refleksi siklus I menjadi acuan tindakan pada siklus II.

SIKLUS I


(66)

Langkah-langkah untuk setiap tahap pada setiap siklus secara umum hampir sama, yaitu sebagai berikut:

1. Perencanaan (Planning)

Kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan adalah: ƒ Observasi awal

Kegiatan observasi awal dilakukan untuk mengidentifikasi masalah yang dihadapi oleh siswa. Identifikasi masalah siswa dilakukan dengan menganalisis hasil ulangan akhir semester gasal kelas X-7 tahun ajaran 2011/2012 mata pelajaran fisika. Selain itu, wawancara dengan guru mata pelajaran fisika juga dilakukan untuk mengetahui model dan metode pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru. Observasi pelaksanaan proses pembelajaran di dalam kelas juga dilakukan untuk mengetahui kegiatan siswa selama mengikuti proses pembelajaran. Wawancara terhadap laboran dan siswa juga dilakukan, hal ini bertujuan untuk melakukan cross check data yang diperoleh serta untuk mengetahui ketersediaan alat-alat laboratorium SMA Negeri 1 Rembang, Purbalingga.

ƒ Penyusunan RPP

RPP siklus I, II, dan III disusun berdasarkan silabus SMA Negeri 1 Rembang, Purbalingga dan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Silabus pembelajaran terdapat pada Lampiran 6, sedangkan RPP siklus I, II dan III terdapat pada Lampiran 7, 8 dan 9.


(67)

ƒ Penyusunan Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

Lembar Kegiatan Siswa (LKS) berisi petunjuk percobaan dan beberapa pertanyaan sebagai bahan diskusi. Pada LKS juga terdapat petunjuk penyusunan laporan eksperimen. LKS siklus I, II dan III terdapat pada Lampiran 10, 11 dan 12.

ƒ Penyusunan soal evaluasi

Soal evaluasi digunakan untuk mengukur hasil belajar kognitif siswa setelah pelaksanaan proses pembelajaran. Penyusunan soal evaluasi diawali dengan penyusunan kisi-kisi soal terlebih dahulu, kemudian soal tersebut diujicobakan untuk mengetahui validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran soal, dan daya pembeda soal. Kisi-kisi soal uji coba siklus I, II dan III terdapat pada Lampiran 13, 14 dan 15.

ƒ Penyusunan lembar penilaian keterampilan proses

Penyusunan lembar penilaian keterampilan proses siswa terlebih dahulu didahului dengan penyusunan kriteria penilaian keterampilan proses siswa. Lembar penilaian keterampilan proses digunakan untuk mengetahui penguasaan keterampilan proses siswa selama pelaksanaan proses pembelajaran. Sumber penilaian keterampilan proses siswa berasal dari lembar observasi dan presentasi, LKS, dan laporan percobaan. Kriteria penilaian keterampilan proses siklus I, II dan III terdapat pada Lampiran 21, 22 dan 23.

ƒ Penyusunan lembar penilaian hasil belajar ranah psikomotorik

Penyusunan lembar penilaian hasil belajar ranah psikomotorik siswa terlebih dahulu didahului dengan penyusunan kriteria penilaian aspek


(68)

psikomotorik. Penilaian aspek psikomotorik siswa dilakukan melalui pengamatan selama pelaksanaan proses pembelajaran. Kriteria penilaian hasil belajar psikomotorik terdapat pada Lampiran 25.

ƒ Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan untuk percobaan siswa.

2. Pelaksanaan (Action)

Kegiatan pada tahap ini adalah melaksanakan skenario pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan metode eksperimen sesuai dengan perencanaan pada RPP. Tindakan yang dilakukan guru adalah mengorganisasikan siswa dalam pembagian kelompok, membimbing pelaksanaan eksperimen dan diskusi siswa, menganalisis dan mengevaluasi hasil presentasi kelompok. Pada saat pelaksanaan proses pembelajaran, observer melakukan pengamatan terhadap penguasaan keterampilan proses sains siswa serta hasil belajar psikomotorik siswa. Sedangkan di setiap akhir siklus, guru memberikan tes untuk mengetahui hasil belajar kognitif siswa. Tes yang diberikan berbentuk tes pilihan ganda dan tes uraian.

3. Observasi (Observation)

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah melakukan pengamatan dan perekaman data terhadap jalannya proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Perekaman data hasil pengamatan pada tahap ini menggunakan lembar observasi. Adapun hal-hal yang diamati adalah penguasaan keterampilan proses sains dan hasil belajar ranah psikomotorik siswa.

4. Refleksi (Reflection)

Refleksi merupakan suatu bentuk evaluasi terhadap tindakan yang dilakukan. Seluruh data yang diperoleh pada tahap pelaksanaan dan observasi


(69)

dikumpulkan, dianalisis, kemudian dievaluasi untuk mengetahui berhasil atau tidakkah perlakuan yang diberikan. Hasil refleksi ini dijadikan sebagai pedoman perencanaan yang akan dilaksanakan pada siklus selanjutnya.

3.5

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Metode Observasi

Observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara langsung oleh peneliti yang meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh indera (Arikunto, 2006: 156).

Metode observasi dalam penelitian ini adalah pengamatan langsung pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung. Metode observasi digunakan untuk melakukan penilaian terhadap penguasaan keterampilan proses sains siswa serta hasil belajar psikomotorik siswa selama pelaksanaan pembelajaran.

Instrumen penelitian yang digunakan berupa lembar observasi. Pengisian lembar observasi berpedoman pada kriteria penilaian keterampilan proses dan kriteria hasil belajar ranah psikomotorik yang telah disusun. Untuk mengetahui validitas lembar observasi dalam penelitian ini digunakan validitas konstruk

(construct validity). Menurut Arikunto (2007: 65), kevalidan suatu instrumen

dapat terpenuhi karena instrumen tersebut telah dirancang dengan baik, mengikuti teori dan ketentuan yang berlaku. Instrumen yang berupa lembar observasi telah disusun berdasarkan teori penyusunan instrumen dan telah dikonsultasikan kepada dosen pembimbing, sehingga secara logis instrumen telah valid. Dengan demikian


(70)

dapat disimpulkan bahwa validitas logis yang berupa validitas konstruksi dalam penelitian ini tidak perlu diuji kondisinya, tetapi langsung digunakan setelah instrumen tersebut selesai disusun. Lembar observasi keterampilan proses dan hasil belajar psikomotorik terdapat pada Lampiran 20 dan 24.

2. Metode Tes

Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki individu atau kelompok (Arikunto, 2006: 150).

Metode ini digunakan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi listrik dinamis setelah diberi tindakan (post-test). Instrumen yang digunakan adalah tes objektif yang berbentuk pilihan ganda dengan empat pilihan dan tes uraian. Sebelum soal-soal tersebut digunakan untuk mengukur hasil belajar kognitif siswa, terlebih dahulu dilakukan uji coba terhadap soal-soal tersebut untuk mengetahui validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran soal. Analisis validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda soal uji coba siklus I, II dan III terdapat pada Lampiran 26, 27 dan 28. Uji coba instrumen dilakukan pada siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 1 Rembang, Purbalingga tahun ajaran 2011/ 2012.

ƒ Validitas Soal

Menurut Sugiyono (2008: 121), instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.


(71)

Persamaan yang digunakan untuk mengetahui validitas soal pada penelitian ini adalah:

(Arikunto, 2007: 79)

Keterangan:

= koefisien korelasi biserial

Mp = rerata skor dari subjek yang menjawab betul bagi item yang dicari

validitasnya

Mt = rerata skor total

St = standar deviasi dari skor total

p = proporsi siswa yang menjawab benar p

q = proporsis siswa yang menjawab salah (q = 1 – p)

Harga dikonsultasikan dengan rtabel product moment. Soal dikatakan valid

jika harga > rtabel dengan taraf signifikan 5 %. Hasil analisis validitas soal

pada uji coba soal diperoleh bahwa dari 25 soal yang diujicobakan pada siklus I, 18 soal dikategorikan valid dan 7 soal dikategorikan tidak valid. Pada siklus II, dari 15 soal yang diujicobakan, 12 soal dikategorikan valid dan 3 soal dikategorikan tidak valid. Pada siklus III, dari 15 soal yang diujicobakan, 12 soal dikategorikan valid dan 3 soal dikategorikan tidak valid. Contoh perhitungan validitas butir soal terdapat pada Lampiran 29.


(72)

ƒ Reliabilitas

Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama akan menghasilkan data yang sama (Sugiyono, 2008: 121).

Persamaan yang digunakan untuk mengetahui reliabilitas tes objektif adalah persamaan KR-20, yaitu:

∑ Keterangan:

= reliabilitas tes secara keseluruhan

p = proporsi subjek yang menjawab item dengan benar

q = proporsi subjek yang menjawab item dengan salah (q = 1 – p) ∑ = jumlah hasil perkalian antara p dan q

n = banyaknya item S = standar deviasi

(Arikunto, 2007: 100) Kriteria reliabilitas butir soal:

, , sangat rendah , , rendah

, , cukup , , tinggi


(1)

PERHITUNGAN GAIN SCORE

1. Penguasaan Keterampilan Proses Sains

Dari hasil analisis data penguasaan keterampilan proses sains siklus I dan siklus II diperoleh bahwa nilai rata-rata siklus I (Spre) = 62,76% dan rata-rata siklus II (Spost) = 75,88%. Untuk mengetahui peningkatan penguasaan keterampilan proses sains digunakan persamaan faktor Hake sebagai berikut:

%

, % , %% , %

, %, % ,

Karena , , maka peningkatan penguasaan keterampilan proses sains dari siklus I ke siklus II memiliki kriteria sedang.

Dari hasil analisis data penguasaan keterampilan proses sains siklus II dan siklus III diperoleh bahwa nilai rata-rata siklus II (Spre) = 75,88% dan rata-rata siklus III (Spost) = 81,63%. Untuk mengetahui peningkatan penguasaan keterampilan proses sains digunakan persamaan faktor Hake sebagai berikut:

%

, % , %% , %

, %, % ,

Karena , maka peningkatan penguasaan keterampilan proses sains dari siklus II ke siklus III memiliki kriteria rendah.

2. Hasil Belajar Kognitif

Dari hasil analisis data hasil belajar kognitif siklus I dan siklus II diperoleh bahwa nilai rata-rata siklus I (Spre) = 66,97% dan rata-rata siklus II (Spost) = 76,97%. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar kognitif digunakan persamaan faktor Hake sebagai berikut:

%

, % , %% , %

, %% ,


(2)

210  

Karena , , maka peningkatan hasil belajar kognitif dari siklus I ke siklus II memiliki kriteria sedang.

Dari hasil analisis data hasil belajar kognitif siklus II dan siklus III diperoleh bahwa nilai rata-rata siklus II (Spre) = 76,97% dan rata-rata siklus III (Spost) = 82,12%. Untuk mengetahui hasil belajar kognitif digunakan persamaan faktor Hake sebagai berikut:

%

, % , %% , %

, %, % ,

Karena , maka peningkatan hasil belajar kognitif dari siklus II ke siklus III memiliki kriteria rendah.

3. Hasil Belajar Psikomotorik

Dari hasil analisis data hasil belajar psikomotorik siklus I dan siklus II diperoleh bahwa nilai rata-rata siklus I (Spre) = 62,12% dan rata-rata siklus II (Spost) = 74,24%. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar psikomotorik digunakan persamaan faktor Hake sebagai berikut:

%

, % , %% , %

, %, % ,

Karena , , maka peningkatan hasil belajar psikomotorik dari siklus I ke siklus II memiliki kriteria sedang.

Dari hasil analisis data hasil belajar psikomotorik siklus II dan siklus III diperoleh bahwa nilai rata-rata siklus II (Spre) = 74,24% dan rata-rata siklus III (Spost) = 85,61%. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar psikomotorik digunakan persamaan faktor Hake sebagai berikut:

%

, % , %% , %

, %, % ,

Karena , , maka peningkatan hasil belajar psikomotorik dari siklus II ke siklus III memiliki kriteria sedang.


(3)

(4)

212  


(5)

(6)

214  

DOKUMENTASI PENELITIAN

Siswa melakukan eksperimen Siswa melakukan diskusi kelompok ahli

Siswa melakukan diskusi kelompok asal Siswa mempresentasikan hasil diskusi

Siswa mempraktikkan salah satu eksperimen Siswa mengerjakan soal evaluasi akhir siklus Lampiran 49


Dokumen yang terkait

PENGERUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA PADA KONSEP CAHAYA (KUASI EKSPERIMEN DI SDN CIRENDEU III, TANGERANG SELATAN)

1 5 177

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw terhadap hasil belajar siswa pada konsep rangka dan panca indera manusia: penelitian kuasi eksperimen di Kelas IV MI Al-Washliyah Jakarta

0 5 172

Perbedaan Peningkatan Hasil Belajar Antara Siswa Yang Diajar Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dengan Pembelajaran Konvensional Pada Konsep Protista

0 18 233

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor struktur dalam meningkatkan hasil belajar IPS pada siswa SMPN 3 kota Tangerang selatan

1 12 173

Upaya meningkatkan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe Stad (Student Teams Achievement Division) pada pembelajaran IPS kelas IV MI Miftahul Khair Tangerang

0 13 0

Peningkatan prestasi belajar PAI melalui pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw siswa Kelas X SMAN 90 Jakarta

1 53 118

PENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR IPS MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 2 TRUNUH Peningkatan Motivasi Dan Hasil Belajar IPS Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Pada Siswa Kelas V SD Negeri 2 Trunuh Kec

0 1 15

PENINGKATAN HASIL BELAJAR KOGNITIF DAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW.

0 13 43

PENGARUH IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN. docx

0 0 9

Peningkatan Hasil Belajar Matematika Siswa melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

0 0 8