orang ibu hamil yang berusia 20, 35 tahun 74,1 yang menderita anemia dan yang tidak anemia 25,9. Ibu hamil yang berumur kurang dari 20 tahun dan lebih
dari 35 tahun lebih beresiko menderita anemia dari pada ibu hamil usia 20-35 tahun.
Dari hasil penelitian Sarimawar, 1994, ibu hamil yang berumur 35 tahun keatas 5,8 menderita anemia berat dan 71,6 menderita anemia ringan, sedangkan
ibu hamil yang berumur 20-35 tahun 3,9 menderita anemia berat dan 68,5 menderita anemia ringan. Terdapat hubungan yang bermakna antara umur ibu dengan
status anemia. Proporsi anemia pada golongan umur 20 tahun dan 30 tahun lebih tinggi 77,4 dari pada golongan umur 20-30 tahun 63,2. Data SKRT 2001
menunjukkan bahwa anemia umumnya terjadi pada wanita usia subur yaitu umur 19- 35 tahun sebesar 22-23, sedangkan umur 10-19 tahun proporsi anemia sebesar
30.
2. Suku Bangsa
Koentjaraningrat 1990 dalam Herimanto 2008 menyatakan suku bangsa sebagai kelompok sosial atau kesatuan hidup manusia yang memiliki sistem interaksi,
yang ada karena kontinuitas dan rasa identitas yang mempersatukan semua anggotanya serta memiliki sistem kepemimpinan sendiri. Etnik atau suku bangsa
merupakan identitas sosial budaya, artinya identifikasi seseorang dapat dikenali dari bahasa, tradisi, budaya, kepercayaan dan pranata yang dijalaninya yang bersumber
dari etnik mana dia berasal.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengaruh budaya antara lain sikap terhadap makanan. Para ahli antropologi memandang kebiasaan makan sebagai suatu
Universitas Sumatera Utara
kompleks kegiatan masak memasak, masalah kesukaan dan ketidaksukaan, kearifan rakyat, kepercayaan-kepercayaan, pantangan pantangan serta tahyul yang berkaitan
dengan persiapan dan komsumsi makanan Herimanto, 2011. Indonesia yang terdiri dari bermacam-macam suku bangsa mempunyai perbedaan dalam hal tersebut.
Kebiasaan dalam persiapan dan komsumsi makanan ini dapat mempengaruhi
terjadinya anemia pada ibu hamil. 3. Agama
Agama adalah suatu sistem terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktek yang berhubungan dengan berbagai hal yang suci, yang mana kepercayaan dan
praktek tersebut mempersatukan setiap orang yang mempercayai kedalam komunitas moral yang dinamakan umat. Setiap agama mempunyai praktek-praktek keagamaan,
seperti berdoa, bersembahyang, berpuasa, atau pantang berpergian pada waktu-waktu
tertentu, pantang makan daging dan lain sebagainya Badrujaman, 2008.
Seluruh manusia berharap senantiasa sehat dan tidak ada satu pun penyakit hinggap di tubuhnya. Pertumbuhan yang normal dan kemampuan untuk melakukan
pekerjaan dengan baik sangat dipengaruhi oleh asupan gizi yang seimbang. Terkait
hal ini, Tidak ada kehidupan tanpa kesehatan..
Tindakan yang dilakukan oleh manusia atau masyarakat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
kehidupan mereka dalam sehari-harinya juga akan berlandaskan pada etos agama yang diyakini. Dengan demikian, nilai-nilai etika dan
moral agama akan terserap dan tercermin dalam berbagai pranata yang ada dalam masyarakat tersebut. Berdasarkan suatu agama tertentu memandang salah satu faktor
Universitas Sumatera Utara
penting yang menjaga kesehatan adalah menghindari makanan haram, karena menjadi pemicu sejumlah penyakit fisik serta mental. Pantangan makanan ini terutama sumber
makanan protein ini dapat mempengaruhi terjadinya anemia pada ibu hamil. 4. Pendidikan
Pendidikan yang baik akan mempermudah untuk mengadopsi pengetahuan tentang kesehatan, tingkat pendidikan formal yang pernah dilalui ibu hamil dan
menamatkannya. Biasanya seseorang yang berpendidikan lebih tinggi mempunyai pengertian dan wawasan yang lebih luas akan pengetahuan-pengetahuan dan
informasi-informasi formal dan informal termasuk pengetahuan dan informasi tenaga
kesehatan, gizi dan hidup yang lebih baik.
Tingkat pendidikan ibu merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan baik buruknya status kesehatan keluarga dan dirinya. Dengan berbekal
pengetahuan yang cukup, seorang ibu akan lebih banyak memperoleh informasi yang dibutuhkan, dengan demikian mereka dapat memilih serta menentukan alternativ
terbaik untuk kepentingan kehidupan rumah tangganya.
Hasil penelitian Sarimawar 1994 presentase ibu hamil yang menderita anemia berat maupun anemia ringan lebih tinggi pada ibu yang tidak bersekolah
dibandingkan dengan yang tamat SLTP. Ibu tidak sekolah 5,1 menderita anemia berat dan 73,9 menderita anemia ringan, sedangkan para ibu yang tamat SLTP
1,4 menderita anemia berat dan 57,5 menderita anemia ringan.
Penelitian Surbakti 1986 terlihat bahwa proporsi anemia pada kelompok ibu dengan pendidikan SLTP sebesar 44,16, SLPT sebesar 12,5. Menurut
Universitas Sumatera Utara
penelitian Yenni 2003 ibu dengan pendidikan SLTP mempunyai resiko menderita
anemia 2,5 kali di bandingkan dengan yang berpendidikan SLTP. 5. Pekerjaan
Melakukan pekerjaan yang berat disaat hamil memang menjadi salah satu penyebab dari berkurangnya kemampuan tubuh dalam memenuhi kebutuhan gizi
untuk ibu dan janin yang dikandungnya. Cadangan energi terkuras habis untuk memenuhi aktivitas ibu hamil. Energi yang seharusnya bisa didapat dari konsumsi
makanan ternyata tidak didapatkan, karena kehamilan dianggap biasa saja. Akibatnya, seorang ibu hamil bisa mengalami anemia dalam kehamilan Daulay,
2007.
Di kalangan keluarga miskin beban yang sangat berat ini harus ditanggung oleh perempuan sendiri peran reproduktif. Terlebih-lebih jika si perempuan tersebut
harus bekerja mencari penghasilan peran produktif, maka ia memikul beban ganda. Kesehatan ibu hamil akan terganggu jika ibu harus bekerja keras untuk mendapatkan
penghasilan keluarga, disamping tetap dituntut melaksanakan pekerjaan rumah tangga
Kelompok studi wanita FISIP UI, 1990.
Menurut Penelitian Pusat Pengembangan Gizi 1998, mengemukakan bahwa kegiatan jasmani orang dewasa terbagi tiga golongan yaitu kegiatan berat, kegiatan
sedang, dan kegiatan kurang. Wanita yang bekerja tergolong kegiatan berat seperti memecah batu, mencangkul dan lain sebagainya mempunyai resiko lebih besar
menderita anemia.
Universitas Sumatera Utara
6. Paritas Jumlah Anak