28
centimeter.  Oleh  karena  hal  tersebut  sebuah  pedang  dengan  ukuran  sepuluh kepalan dapat mencapai 90 centimeter sampai dengan 1 meter panjangnya.
Salah satu jenis bilah pedang pada zaman Jokoto adalah jenis bilah pedang Kiriha-zukuri,  bilahnya  dengan  sisi  datar  namun  dengan  sudut  tajam  meruncing
pada  ujungnya  dan  tajam  pada  sisi  ha.  Pedang  lain  adalah  jenis  bilah  pedang Kamasu-kissaki  atau  hira-zukuri  yang  merupakan  pedang  dengan  bilah  datar
namun  memiliki  hasisi  tajam  di  kedua  sisinya.  Kedua  pedang  lurus  tersebut dipengaruhi  oleh  mencontoh  bentuk  pedang  China  yang  sebelumnya  diperoleh
dari jalur perdagangan semenanjung Korea. Walaupun sudah ditinggalkan zaman karena rentan akan patah dan efisiensinya kedua jenis pedang ini selanjutnya tetap
digunakan sebagai salah satu alat persembahan di kuil untuk dewi Amaterasu. Sebuah  pedang  jenis  terakhir  pada  era  Jokoto  adalah  jenis  bilah  Kissaki-
moroha-zukuri  diperkirakan  dibuat  dan  masih  digunakan  pada  sekitar  tahun  700 sampai dengan 800 masehi. Pedang ini merupakan pedang era purba Jokoto yang
mengalami  evolusi  metalurgi  yang  membuat  logamnya  menjadi  lebih  kuat. Pedang  jenis  ini  yang  paling  terkenal  diberi  nama  Kogarasu  Maru  gagak  kecil
dibuat pada tahun 900 masehi yang menandai akhir era pedang zaman Jokoto
2.3 Koto 900 – 1596
Pada  periode  Heian  794-1185,  ketika  ibu  kota  berada  di  Kyoto,  Jepang telah  membuat  kemajuan  dibidang  impor  bijih  besi.  Berbeda  pada  era  pedang
Jokoto dimana pedang pada masa itu lebih dominan digunakan sebagai peralatan
Universitas Sumatera Utara
29
keagamaan,  pedang  pada  era  Koto  banyak  digunakan  dalam  pertempuran.  Pada zaman  ini  juga  para  tosho  memulai  menandatangani  pangkal  besi  genggaman
pedang.  Salah  satu  pedang  tertua  yang  masih  ada  di  museum  Jepang  yang memiliki tanda tangan tosho adalah pedang yang di tempa oleh
Sanjo Munechika .
Pedang pada era Koto disebut dengan Tachi digunakan dalam pertempuran berkuda  kalveleri.  Teknik  pertarungan  diatas  kuda  gaya  pasukan  Jepang  lebih
mengutamakan menyayat atau memotong, daripada menusuk. Dalam situasi gaya pertarungan  tersebut,  pedang  dengan  bilah  melengkung  lebih  menguntungkan
daripada bilah yang lurus. Pedang tachi harus ringan untuk dapat dipegang dengan satu  tangan  dalam  penggunaannya  dengan  mengendarai  kuda.  Pedang  pada  era
Koto berukuran 1 meter, hampir sama dengan ukuran pedang era Jokoto. Namun perbedaan jelas terletak pada bentuknya yang melengkung. Pedang ini digunakan
dengan memakai sarung pedang saya diselipkan di pinggang dengan kissaki dan sisi tajam menghadap kebawah.
Pedang  ini  menggunakan  bentuk  fumbari  yaitu  bilah  yang  lebih  luas  di motohaba  dibanding  sakihaba,  kebalikan  dari  bentuk  Shinken.  Pada  beberapa
temuan  pedang  ini  masih  ditemukan  hamon  yang  masih  terjaga.  Untuk  jenis pedang Tachi yang masih ada sampai sekarang tergolong sebagai peninggalan era
sangat awal lahirnya pedang Jepang yang digunakan dalam pertempuran. Tidak banyak diketahui tentang  Tosho pada zaman ini.  Hanya saja mulai
zaman ini para penempa pedang pada saat itu sangat erat hubungannya dengan hal religi yang berbau kuil dan upacara keagamaan. Hal tersebut dikarenakan pendeta
Jepang ambil andil dalam produksi pedang di zaman ini. Karena hal tersebut para
Universitas Sumatera Utara
30
penempa pedang memiliki hak ekslusif dalam memproduksi bilah-bilah pedang. Banyak ditemukan Tachi dari zaman ini dengan ukiran motif horimono Buddha
pada bagian Yasurime  .Yoshinda,  1987:22.  Horimono  motif  religi  yang ditemukan  pada  bilah  pedang  semenjak  era  Heian  sampai  Nambokucho  adalah
motif  Buddha  pelindung  Fudo,  motif  dewa  perang  dan  pemanah  Hachiman, motif  dewi  matahari  Amaterasu,  dan  motif  dewa  kuil  Kasuga.  Dimana  hal
tersebut  menunjukkan  pedang  para  samurai  dianggap  suci  dan  membuat  para samurai dilindungi oleh para dewa Sato, 1983:64.
Seiring  perubahan  zaman  Heian  menjadi  zaman  Kamakura  1185-1333  , pembuatan  pedang  menjadi  lebih  maju.  Jepang  berada  dibawah  kekuasaan  kelas
ksatria.  Periode  Kamakura  sering  di  sebut  sebagai  zaman  keemasan  pedang Jepang.  Perkembangan  ini  didorong  oleh  kaisar  Gotoba  1180-1239  yang
memerintahkan  untuk  mengumpulkan  pandai  besi  dan  penempa  pedang  yang terbaik  pada  saat  itu  sehingga  penggunaan  baja  karbon  kualitas  tinggi  banyak
digunakan dalam penempaan pedang di zaman tersebut. Pedang  pada  era  Kamakura  dibagi  menjadi  3  sub  periode,  yaitu  era  awal
pedang Kamakura 1184 – 1231, era pertengahan pedang Kamakura 1232-1287, dan era akhir pedang kamakura 1288 – 1333. Pada era awal pedang Kamakura
keshogunan Kamakura dan bangsawan di Kyoto saling merebut kekuasaan politik yang  menyebabkan  perpecahan  internal  di  dalam  keshogunan  Kamakura  itu
sendiri.  Oleh  karena  hal  tersebut,  permintaan  akan  pedang  meningkat  diseluruh negeri. Periode ini adalah masa transisi dimana bentuk pedang zaman Heian yang
halus di ubah menjadi bentuk pedang yang perkasa pada periode berikutnya. Sori
Universitas Sumatera Utara
31
kelengkungan terlihat terlalu melengkung dengan titik sori berada dekat dengan sisi nakago. Jenis sori ini disebut Koshi-zori  yang berarti pedang melengkung di
pinggang  bilah  tang. Lebar  dekat  kissaki  Monouchi tidak begitu  berbeda dari dekat  Nakago  Habakimoto,  jenis  kissaki,  relatif  relative lebih pendek dan
disebut  ko-kissaki  kissaki  kecil.  Bentuk bilah tersebut  mendominasi  pada periode ini  mungkin karena  tachi  ini digunakan  dengan berkuda  untuk menusuk
tenggorokan  musuh, yang dianggap lebih efisien daripada menebas.  Panjang standar  dari  periode ini  adalah sekitar  79-80cm.  Hamon  pada periode ini
didasarkan pada Sugu-ha, yaitu lurus Sato, 1983:52. Pedang era pertengahan Kamakura dipengaruhi oleh terjadinya perang
pada tahun 1232, keluarga Hojo  memegang kekuasaan dan kewenangan shogun
pun semakin diperluas. Kamakura menjadi pusat budaya Samurai dan permintaan akan pedang pun meningkat. Keshogunan Kamakura menarik beberapa tosho
dengan keterampilan unggul dari Kyoto dan Okayama. Para tosho pindah dengan membawa keluarga untuk tinggal permanen, sehingga Kamakura menjadi tempat
pusat produksi pedang. Bentuk pedang pada zaman ini menjadi lebih kuat dari zaman sebelumnya. Bilah menjadi lebih lebar, tetapi  ada perbedaan antara lebar
kissaki  dengan  nakago.  Bilah menjadi  lebih tebal dari sebelumnya, selain itu, kissaki berubah menjadi Ikubi dan sisi tajam menjadi Hamaguri-ba karena bagian
tersebut  menjadi  menjadi  tebal.  Sori  adalah  Koshi-zori  dan  pusat  sori  berpindah lebih ke atas dan  nakago  menjadi sedikit lebih panjang  dari bentuk periode
sebelumnya. Pada bagian hamon pola-pola menjadi semakin mencolok, terutama
dari sekolah tosho  yaitu  Fukuoka Ichimonji  di Bizen prefektur Okayama
Universitas Sumatera Utara
32
dimana mereka membuat hamon dengan pola obusa choji atau nama lainnya juka choji yang merupakan pola hamon yang popular pada zaman tersebut.
Pedang era akhir Kamakura dipengaruhi oleh invasi perang besar-besaran tentara Mongol ke Jepang pada tahun 1274 dan 1281 yang  menyebabkan negara
Jepang  saat  itu  menghadapi  krisis  militer.  Pada  invasi  pertama,  Jepang terselamatkan  karena  badai  besar  yang  menghanyutkan  tentara  mongol.  Dalam
persiapan  menghadapi  invasi  kedua  bakufu  mengirim  pengumuman  sebuah perintah kepada seluruh provinsi untuk meningkatkan pertahanan dan kemampuan
militernya. Salah satu dampak dari pengumuman tersebut adalah lahirnya sebuah karya  baru yang  luar  biasa  yang  merubah  gaya  pemakaian  pedang  tachi,  dimana
bilahnya menjadi lebih lebar, lebih tebal dan lebih berat. Daerah kissaki menjadi lebih lebar, dan daerah hamon  menjadi lebih mengeras, dengan demikian bagian
tersebut  dapat  dipoles  dan  diasah  berkali-kali  sehingga  ketajamannya  menjadi luarbiasa, semua hal tersebut merupakan kemajuan teknologi yang signifikan pada
untuk  menghadapi  gaya  pertempuran  tentara  mongol.  Namun  karena  perubahan ukuran  tersebut  beratnya  juga  semakin  bertambah,  sehingga  membuat  tachi
akhirnya  terpaksa  menggunakan  kedua  tangan  yang  merubah  teknik  pemakaian pedang  sampai  dengan  sekarang.  Hal-hal  tersebut  dilakukan  karena  gaya
berperang  tentara  Mongol  dengan  jarak  dekatYoshindo 1987:22.  Para  tosho yang  terkenal  dalam  pembuatan  pedang  gaya  baru  ini  adalah  Rai  Kuniyuki,  Niji
Kunotoshi,  Ichimonji  Sukezane,  Saburo  Kunimure,  Osafune  Mitsutada  dan beberapa tosho lain dengan semangat peperangan melawan mongol ditengah krisis
militer Sato, 1983:54.
Universitas Sumatera Utara
33
Setelah  periode  pedang  era  Koto  Kamakura  berganti  menjadi  pedang  era
Koto  periode  Nambokucho  1333-1392,  kaisar  Godaigo  後醍醐  melakukan
pemberontakan untuk menggulingkan Keshogunan dalam upaya mengembalikan kekuatan istana kekaisaran dan memperoleh kendali negara. Tapi setelah hanya
dua tahun berkuasa Ashikaga Takauji
i 足利  尊氏
mengangkat Kaisar sendiri
yaitu  Komyo
光 明
untuk berkuasa. Kekuatan terbelah dua pemerintahan, Godaigo memerintah di Yoshino Nara dan Komyo membangun pemerintah di
Kyoto. Bagian utara Nan dan selatan Hoku yang menyebabkan peperangan terjadi selama 60 tahun. Perang saudara tersebut membentuk suatu strategi
peperangan baru yang membuat pedang menjadi semakin flamboyan dengan bilah pisau  lebar,  jenis  fumbari  yang  mengecil.  Selama  periode  Nambakucho  sebuah
tipe  hamon  baru  tercipta  dan  disebut  dengan  Hitatsura  yang  digunakan  untuk
pertama  kalinya  pada  pedang  produksi  provinsi  Sagami.  Pada  hamon  bergaya hitatsura
tanda yang tertinggal karena proses tempering teknik
pembakaranpemanasan logam    muncul di daerah di sekitar daerah pinggir pedang. Dimana pada tipe tersebut akan mempengaruhi sejarah pembuatan
pedang Jepang kedepannya.
Karakteristik  hamon  lain pada periode ini adalah Sakachojimidare  dari sekolah pedang Aoe  dari provinsi Bichu  dimana garis tempernya ber-ombak,
tajam dan sangat jelas, membentuk tonjolan seperti gelombang yang menunjuk ke arah ujung pisau  kissaki. Hamon dengan bentuk seperti sakachojimidare maupun
yang lainnya pada periode Nambakucho mengindikasikan kepopuleran hamon dengan bentuk variasi dasar secara luas pada zamannya. Beberapa nama dan
Universitas Sumatera Utara
34
bentuk hamon pada era ini adalah hamon bentuk klasik notare lebar dan memiliki garis gelombang dan gunome garis gelombang yang tajam Sato, 1983:6.
Pada  tahun  1392,  di  akhir  era  Nambokucho,  dua  kubu  yang  berperang menjadi  satu.  Ashokaga  Yoshimochi
足 利   義 持
1386-1428  membentuk pemerintahan  Muromachi  distrik  Kyoto.  Suasana  damai  terbentuk,  tetapi  hal
tersebut  berlangsung  singkat,  karena  kenyataannya.  Shogun  Ashikaga  secara  de facto tidak berdaya, dan kekuasaan sesungguhnya dipegang oleh Daimyo. Kondisi
yang  sangat  berbahaya  ini  mau  tidak  mau  meninggalkan  sebuah  masalah. Pertempuran untuk kekuasaan sesungguhnya dimulai pada 1467 dengan apa yang
disebut  perang  Onin  yang  memulai  terjadinya  Sengoku  Jidai  zaman  perang
saudara.  Jepang  berada  dalam  keadaan  perang  yang  konstan  selama  hampir
seratus  tahun  lamanya,  sampai  Oda  Nobunaga,  Toyotomi  Hideyoshi,  dan Tokugawa  Ieasu
akhirnya  berhasil  memperoleh  kekuasaan  dan  menenangkan negara.
Selama  perang  tersebut  berlangsung,  samurai  secara  bertahap  mulai merubah  cara  bertarung  yang  mempengaruhi  penggunaan  pedang  dan  memulai
perubahan  evolusi  ukuran  tachi  yang  semakin  memendek,  yang  menjadi  cikal bakal  lahirnya  katana  shinken.  Horimono  baru  pada  bilah  pedang  periode
Muromachi pun lahir sehingga membuat makna atau pandangan baru akan pedang dan  pengguna  pedang  itu  sendiri.  Ukiran  Buddha  Daikokuten,  Bishamonten  dan
Marishiten  bermunculan  untuk  pertamakalinya,  yang  menginformasikan  status seorang  samurai  pada  saat  dihormati  sebagai  dewa  perang  dilihat  dari  horimono
pedangnya  Sato,  1983:64.  Dikarenakan  anggapan  akan  dewa  perang  tersebut,
Universitas Sumatera Utara
35
samurai percaya roh seorang pemakai pedang akan tetap berada pada pedangnya apabila  pemilik  tersebut  mati  dalam  pertempuran.  Hal  ini  berlangsung  sampai
masa  kini,  baik  pedang  uchigatana  maupun  katana  shinken  yang  merupakan peninggalan leluhur dianggap memiliki roh didalamnya.
Untuk  melihat  perubahan  pedang  tersebut  dapat  dibagi  menjadi  3  bagian era  pedang  Muromachi,  yaitu  era  awal  pedang  Muromachi  1394-1466,  era
pedang  pertengahan  Muromachi  1467-1554  dan  era  pedang  akhir  Muromachi 1555-1595.
Pada era awal pedang Muromachi, dengan berubahnya strategi peperangan
yang tadinya kavaleri berkuda menjadi infantry berjalan kaki yang membuat
kekuatan  dan  taktik  perang  pasukan  berubah.  Maka  teknik  bertarung  dengan menggunakan  pedang  dan  jenis  pedang  yang  digunakan  pun  terpengaruh.
Walaupun  pada  era  ini  tachi  masih  di  produksi  dan  dipakai,  namun  pedang
uchigatana  yang  penggunaan  awalnya  sebagai  pendamping  tachi  mengalami
pembuatan  besar-besaran  oleh  para  tosho  dikarenakan  intensitas  pemakaiannya yang meningkat tajam. Uchigatana mudah dibawa, pusat kelengkungannya sori
tepat  berada  ditengah  bilah  besi  pedang,  penempatan  pedang  berada  di  Obi
sabuk  dengan  sisi  tajam  menghadap  keatas  yang  merupakan  kebalikan  dari posisi  tachi  dan  membuatnya  dapat  cepat  ditarik  dari  sarung  untuk  langsung
melakukan
Battōjutsu  抜刀術   atau seni mencabut pedang dari saya sarung
pedang  yang akan menjadi cikal bakal pemakaian katana shinken  kedepannya. Pada era ini pedang uchigatana memiliki panjang 69,7 cm sampai dengan 72,7 cm
dengan bilah menyempit menuju kissaki.
Universitas Sumatera Utara
36
Era pertengahan pedang Muromachi, dimana pergerakan pasukan yang strategis dan efisien semakin penting, membuat ukuran pedang menjadi semakin
pendek. Kebanyakan pedang yang diproduksi pada periode ini memiliki panjang sekitar 24 inci atau 60 cm. Pedang era ini dapat digunakan menggunakan  satu
tangan untuk memotong dan cepat dalam melakukan battojutsu. Tidak ada perbedaan lebar antara monouchi dan habakimoto. Nakago menjadi lebih pendek
yang memungkinkan pedang digunakan dengan genggaman satu tangan. Peranan tachi digantikan dalam dunia militer oleh uchigatana pada era ini. Meningkatnya
kebutuhan pedang pada era ini membuat pedang diproduksi secara massal sehingga hanya sedikit saja pedang yang ditemukan memiliki kualitas tinggi.
Istilah Kazuuchimono atau Taba - gatana digunakan untuk menunjukkan pedang
dari segi kualitas pada zaman ini . Kazu-uchi berarti diproduksi secara massal dan Taba-gatana berarti mereka dijual dalam bundelpaket. Pedang jenis ini dijual dan
di ekspor ke China pada saat dinasti Ming sebanyak sepuluh ribu bilah. Era  akhir  pedang  Muromachi,  tepatnya  pada  tahun  1543,  wajah
peperangan  di  Jepang  berubah  selamanya.  Pada  tahun  tersebut  portugis memperkenalkan  senjata  api  kepada  Jepang  yang  dikenal  dengan  nama
Tanegashima  Teppo yang  merupakan  senjata  api  jenis  arquebuses  yang
merupakan senjata api yang menggunakan peluru bulat dan bubuk mesiu. Pertama kali  diperkenalkan  di  kepulauan  Kyushu  tepatnya  pulau  Tanegashima  dimana
portugis  terdampar  dikarenakan  badai  yang  menghantam  kapal  mereka. Tanegashima  Tokitaka 1528–1579  penguasa pulau membeli dua buah
arquebuses  untuk  dicontoh  agar  dapat  dibuat  kembali.  Tidak  lama  setelah Portugis  berhasil  memperbaiki  kapal  dan  keluar  dari  Jepang  setahun  kemudian,
Universitas Sumatera Utara
37
Tanegashima teppo pun berhasil dibuat. Daimyo segera menyadari potensi senjata seperti  itu,  dan  semenjak  saat  itu  Jepang  menjadi  negara  dengan  jumlah
arquebuses tertinggi didunia. Teppo tersebut secara total menggantikan yumi yang merupakan busur tradisional.
Oda  Nobunaga  menggunakan  3000  teppo  dengan  sangat  efektif  dalam pertempuran  Nagashino  pada tahun 1573.  Pasukan  dari klan  Takeda  yang
dianggap terbaik dan tak dipukul mundur oleh Ashigaru pasukan infantry yang tidak cakap dalam berperang,  tetapi  dilatih untuk menggunakan  teppo.
Dikarenakan maraknya penggunaan teppo  maka evolusi baju zirah pasukan infantry sampai kelas samurai pun berubah.  Beberapa  baju zirah  menjadi  berat
dan  tebal untuk  melindungi dari  peluru yang malah menyebabkan pedang uchigatana  tidak mampu menembusnya sehingga di periode selanjutnya katana
muncul untuk menggantikan pedang uchigatana. Setelah kematian Oda Nobunaga, negara  Jepang  bersatu  di bawah  penerusnya  Toyotomi  Hideyoshi,  Sengokujidai
dan era pedang koto pun berakhir. Pada tahun 1588 pemerintahan Toyotomi Hideyoshi mengeluarkan dekrit
yang melarang petani di seluruh negeri memiliki pedang. Hal ini menandai awal dari sebuah perubahan besar. Semenjak saat itu, hak kepemilikan pedang dibatasi
dan  Jepang mengalami tahun damai tanpa peperangan,  sudut pandang pedang sebagai senjata  menjadi kurang  penting daripada  pedang  sebagai obyek  hiasan
atau sebagai indikator status sosial seseorang pada zaman ini Yoshinda, 1987:20.
Universitas Sumatera Utara
38
2.4 Shinto 1596 – 1780