38
2.4 Shinto 1596 – 1780
Perkembangan yang paling penting  di akhir abad  keenambelas  dan  awal abad ketujuhbelas  adalah  hampir  tidak ada lagi yang menggunakan  tachi  dan
lahirnya era katana  shinken  serta  penerapan  baru tentang kebiasaan memakai sepasang  katana  panjang dan pendek  wakizashi  bersama-sama.  Beberapa bilah
pedang dibuat lebar dan tebal dengan kissaki  yang lebih besar dari zaman sebelumnya.
Zaman Momoya dan zaman Edo masuk dalam evolusi katana  shinken yang ada saat ini. Semenjak periode Momoya era pedang disebut Shinto  Sato,
1983:68. Shinto berarti pedang baru dan memasuki penggunaan umum pedang dalam waktu Meiji. Hal ini mengacu pada pedang yang dibuat dengan bahan-
bahan baru dan metode baru, yang keduanya menggunakan teknologi terbaru. Hal ini berlaku terutama untuk proses penggalian baja besi  terbaik  dari bijih  besi
Jepang tamahagane, yang pada zaman ini  memberikan bahan yang  lebih baik untuk menempa. Semua proses ini dilakukan dalam rangka untuk memenuhi
permintaan besar katana  shinken    yang berlangsung selama 100  tahun kedepan, tosho    pada zaman ini memproduksi pedang secara massal untuk kebutuhan
umum  masyarakat menengah ke atas. Hal tersebut dikarenakan larangan kepemilikan pedang bagi masyarakat biasa yang membuat pedang menunjukkan
status sosial seseorang.  Sebagian besar dari mereka tidak menggunakan metode yang diwarisi dari nenek moyang. Oleh karena itu, metode yang diwarisi dari
waktu  dari zaman era pedang Koto sebagian besar mulai punah  dan digantikan dengan metode baru, hamon pada zaman Edo dibuat flamboyan dengan horimono
Universitas Sumatera Utara
39
yang rumit sebagai ajang pamer status sosial daripada fungsi pertempurannya itu sendiri dapat dikatakan era ini merupakan era  evolusi terbaik metalurgi bilah
pedang jepang namun kemerosotan pedang Jepang secara makna. Zaman Edo merupakan era pedang satu-satunya yang memiliki 2 era
pedang dalam 1 periode pemerintahan yaitu Shinto dan Shinshinto, pada zaman
ini pedang Shinto dibagi menjadi 3 bagian waktu, diantaranya Kaigen Shinto 1596-1623,  Kanbun Shinto  1658-1683, dan Genroku Shinto  1684-1763.
Era pedang Keigen Shinto diambil dari inisial Keicho dan Genna. Pedang era ini memiliki  mihaba  yang hampir sama lebarnya pada kissaki  dan dekat nakago.
Bentuk kissakinya adalah o-kissaki dengan kasane tebal. Pada era pedang Kanbun Shinto, pusat pembuatan katana shinken terletak
di Edo dan Osaka yang menghasilkan bentuk pedang baru dikarenakan kebiasaan pada dua kota tersebut sangat berbeda. Edo merupakan pusat kekuatan militer dan
keshogunan,  tosho  menekankan pada ketajaman dan fungsi seperti yang diharapkan dalam sudut pandang militer. Dengan bentuk fungsional dan hamon
yang melebar. Garis gelombang hamon  semakin menurun ke pinggir bilah pada bagian area monouchi  yang merupakan bagian untuk memotong.  Pedang buatan
Nagasone Kotetsu merupakan salah satu yang terkenal di Edo. Pada pedangnya
logam pada area ji  sampai  ha  terkenal akan cerah dan beningnya. Mulai pada zaman ini pula seluruh shinken  harus melakukan ujicoba ketajaman dengan tes
memotong tameshigiri  dengan menggunakan tawanan perang, maupun narapidana sebagai target pencobaan ketajaman pedang.  Disisi lain Osaka
merupakan pusat perdagangan negara, menjadi pedagang merupakan status kasta
Universitas Sumatera Utara
40
yang rending dibawah samurai.  Sangat banyak wakizashi  yang ditemukan daripada  shinken  dikarenakan pedagang dilarang untuk memiliki katana.
Meskipun begitu, beberapa kelas kalangan pedagang kaya tetap memiliki katana
shinken.  Pedang buatan Sukehiro  adalah yang paling terkenal di Osaka pada
periode ini. Dimana bentuk hamon  yang disebut toran-ha  menjadi sebuah mode dan  yakidashi  yaitu bentuk lereng miring dari habakimoto muncul untuk yang
pertama kalinya Sato, 1983:70. Pada periode ini terlihat dimana katana shinken buatan  tosho  Edo  lebih mengarah kepada fungsi penggunaan pertempuran  dan
Osaka kepada keindahan bentuk. Bentu  posisi  sori  pada shinken jaman ini semakin mengecil sehingga pedang menjadi tampak sedikit lurus.
Era pedang Genroku Shinto dipercaya sebagai era keemasan seni dan manufaktur pedang Jepang. Orang-orang termasuk kalangan Samurai  jatuh
kedalam kebiasaan mewah, mulai rusak, memeras dan korupsi dikarenakan tidak adanya lagi kegiatan perang yang mempengaruhi produksi katana  shinken.  Pada
zaman ini tosho  menderita secara financial akibat turunnya budo  武 道 dikalangan samurai itu sendiri. Keadaan finansial berbanding lurus dengan masa
damai tanpa perang yang mengakibatkan katana  shinken  tidak terlalu memiliki fungsi dan mengalami penurunan yang tajam dalam permintaan.  Tokugawa
Yoshimune   徳 川   吉 宗  yang merupakan shogun  kedelapan bertindak untuk memulihkan kondisi sosial terutama dengan keadaan samurai  yang berhutang
pada kelas pedagang. Pada 1719, Yoshimune memerintahkan setiap Daimyo untuk membuat laporan yang menyatakan nama-nama tosho yang tinggal di wilayahnya.
Setelah itu, Yoshimune meminta Daimyo untuk memilih tosho yang mewakili dari
Universitas Sumatera Utara
41
wilayah mereka  dan memanggil mereka ke istana Edo,  serta  memerintahkan mereka untuk membuat shinken di sana. Yoshimune memilih tiga katana shinken
buatan tosho yang paling baik dan mengizinkan mereka untuk mengukir Aoi-mon lambang  keluarga  Tokugawa  pada  karya-karya mereka.  Bentuk  shinken  dalam
periode  ini tidak hampir  lurus seperti  di  periode pedang Kanbun  Shinto,  tetapi kembali melengkung dan lebar dekat kissaki lebih kecil dari dekat nakago. Tosho
mulai bermain dengan  teknik mereka  pada  hamon  untuk menciptakan shinken yang indah agar diminati..  Gunung  Fuji,  seorang ibu  di atas air  dan desain
khayalan dapat ditemukan di hamon periode ini.
2.5 Shinshinto 1781 – 1876