BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Pengaturan mengenai kedudukan keuangan negara didalam Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara BUMN dinyatakan bahwa partisipasi negara di dalam BUMN berasal dari kekayaan
negara yang dipisahkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN. Di dalam perspektif tindak pidana korupsi, dalam hal ini sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menyatakan
di dalam penjelasan umumnya bahwa yang termasuk keuangan negara adalah segala haljenis kekayaan yang menimbulkan hak dan kewajiban terhadap
negara, seperti yang berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggungjawaban Badan Usaha Milik NegaraBadan Usaha Milik Daerah,
yayasan, badan hukum, dan perusahaan yang menyertakan modal Negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian
dengan negara. Pengertian tentang keuangan negara dalam perspektif hukum pidana tersebut juga sesuai dengan pengertian keuangan negara yang terdapat
di dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan negara. Mahkamah Agung mengeluarkan Fatwa terkait dengan kedudukan keuangan
Universitas Sumatera Utara
negara di dalam BUMN, yang menyatakan bahwa prinsip pengelolaan keuangan negara di dalam BUMN dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip
perusahaan yang sehat, sehingga dalam hal ini Mahkamah menyatakan bahwa Keuangan Negara yang ada dalam BUMN sudah merupakan wilayah hukum
perdata. 2.
Dengan adanya unsur kerugian negara di dalam BUMN untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan dan pengawasan terhadap BUMN. Undang-Undang
BUMN mengatur adanya pihak Satuan Pengawasan Internal SPI yang merupakan organ yang dibentuk oleh direksi dan bertanggung jawab kepada
direksi. SPI bertujuan untuk melakukan audit dan pemeriksaan terhadap setiap bidang kinerja dari BUMN yang umumnya dilakukan oleh profesi
auditor internal yang telah ditetapkan standar kualifikasinya oleh kementerian BUMN serta berdasarkan standar yang sudah ditetapkan secara internasional.
Hasil pemeriksaan oleh SPI nantinya akan diserahkan kepada direksi yang nantinya akan berguna sebagai laporan tahunan kepada pihak dewan
pengawaskomisaris.. Terhadap BUMN, Pasal 23 E Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa dibentuk suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang
berguna untuk melakukan pemeriksaan terhadap setiap unsur penyelenggaran pemerintahan, termasuk kepada BUMN. Dan melalui Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan, serta peraturan- peraturan BPK lainnya, BPK dapat melakukan pemeriksaan dengan cara
meminta keterangan kepada pihak terkait serta termasuk minta hasil kerja dari SPI pada BUMN. Dari hasil pemeriksaannya, BPK akan mengumumkannya
Universitas Sumatera Utara
dan dapat memantau tindak lanjut dari hasil pemeriksaannya tersebut. Apabila terdapat kerugian negara, maka terhadap pihak yang bertanggung
jawab akan dibebankan untuk mengganti kerugian negara tersebut dan apabila terdapat unsur melawan hukum dalam kerugian negara tersebut, maka BPK
akan melakukan konsolidasi dengan pihak yang berwenang melakukan penyidikan.
3. Direksi Persero di dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya dapat
dimintai pertanggungjawaban secara perdata. Tanggung jawab perdata dalam hal ini adalah untuk mengganti setiap kerugian persero yang disebabkannya.
Hal ini menganut dari prinsip kepengurusan Perseroan Terbatas yang ada pada Undang-Undang Perseroan terbatas. Dari hasil pemeriksaan BPK juga
memuat adanya tanggung jawab perdata yang diemban oleh direksi persero, dan apabila direksi tidak dapat menggantinya maka harta kekayaan dari
direksi persero tersebut menjadi jaminannya. Terkait dengan tanggung jawab perdata, Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, didalam Pasal 32, juga
mengatur adanya pertanggungjawaban secara perdata. Sedangkan di dalam hal pertanggungjawaban pidana direksi persero, direksi persero dapat dimintai
pertanggungjawaban secara pidana dikarenakan delik dari tindak pidana korupsi merupakan delik formil yang mana unsur kerugian negara tidak
mutlak harus terjadi, ketika hanya terdapat indikasi saja maka sudah dapat dikenakan ketentuan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, hal ini juga
diperkuat dengan hasil dari Judicial Review terhadap Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang menyebutkan bahwa
Universitas Sumatera Utara
delik yang terdapat dalam tindak pidana korupsi merupakan delik formil. Terhadap tindak pidana korupsi, penggantian kerugian negara juga tidak
menyebabkan hapusnya pidana, seperti yang terdapat dalam Pasal 4 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999.
B. Saran