119 Kondisi pencapaian dari PHBM saat ini , dilihat dari sudut masyarakat
desa hutan dan Perhutani adalah : a posisi tawar masih rendah, b Hanya ada tambahan pendapatan masyarakat,c kelembagaan KTHLMDH telah terbentuk
tetapi belum optimal, d partisipasi baru pada tahapan pelaksanaan. Tabel 33 Kondisi Nyata PHBM dan Target Capain
Aktor Kondisi existing
Capaian yang diharapkan Masyarakat Desa
Hutan 1Posisi tawar rendah
2 Peningkatan pendapatan kecil
3 Lembaga belum optimal 4 Partisipasi dalam tahap
pelaksanaan 1 Peningkatan posisi
tawar 2 Peningkatan
pendapatan 3 Lembaga optimal
4 Partisipasi dalam semua tahapan
Perhutani 1Belum memberdayakan
masyarakat 2 Sikap perilaku petugas
intruktif 3 belum transparan
4 dominasi hubungan 1 Pemberdayaan
masyarakat 2 Birokrasi lebih efisien
3 transparansi program 4 hubungan harmonis
dan egaliter Dari kondisi yang ada diharapkan mulai tumbuhnya kepercayaan
terhadap sistem PHBM yang akan dilaksanakan melalui : peningkatan posisi tawar masyarakat, masyarakat mengetahui hak dan kewajibannya, Masyarakat
mengetahui hak dan kewajibannya, peningkatan pendapatan masyarakat, optimalnya kelembagaan di tingkat desa, konflik di kalangan masyarakat semakin
berkurang. Hubungan antara Perhutani dan masyarakat yang diharapkan adalah
terjadinya perubahan dari hubungan yang birokratis diubah menuju koordinatif. Dominasi yang terjadi diubah menuju memberdayakan rakyat. Hubungan
Perhutani dengan masyarakat bersifat sejajar. Komunikasi lebih intensif sehingga tidak terjadi salah pengertian. Transparansi dan keterbukaan dalam pelaksanaan
program perlu terus ditingkatkan.
8.2 Program Pengamanan Hutan melalui PHBM
Setelah terbukanya keterbukaan pascareformasi, timbul kekecewaan masyarakat terhadap cara pandang dan cara kelola dalam pengelolaan hutan.
Pengelolaan hutan belum mampu menyejahterakan rakyat. Perubahan- perubahan untuk perbaikan pengelolaan hutan terus digulirkan dan segera
direalisasikan. Sudah cukup lama hutan di Indonesia dikelola dengan cara tidak
120 adil, tidak berkelanjutan, dan hanya menguntungkan sedikit kelompok tertentu
yang diistimewakan Kusumanto et al 2006. Pengelolaan hutan oleh negara dalam praktiknya belum mampu
menyejahterakan rakyat di sekitarnya. Keberadaan hutan tidak lagi bisa dimanfaatkan seluruhnya oleh masyarakat, terutama masyarakat sekitar hutan.
Kondisi ini terus berlanjut karena negara memberikan domain penuh atas penguasaan dan pengelolaan hutan kepada Perum Perhutani, akibatnya akses
masyarakat terhadap sumberdaya hutan semakin tertutup. Masyarakat tidak lagi bisa menganggap bahwa hutan adalah bagian dari
warisan nenek moyangnya. Undang-Undang No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan akan dapat menjerat rakyat yang mencoba mengakses sumber daya
hutan secara sepihak. Aturan hukum yang seharusnya menyejahterakan rakyat pada kenyataannya justru berlaku sebaliknya di lapangan. Produk hukum
kehutanan menghilangkan hak dan akses masyarakat di dalam dan sekitar hutan. Masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan yang bermata
pencaharian sebagai petani dan buruh tani menjadi semakin sulit kehidupannya karena kesulitan mendapatkan lahan garapan.
Perhutani membuat program pengelolaan hutan bersama masyarakat PHBM yang memberikan akses terbatas terhadap sumber daya hutan kepada
masyarakat sekitar hutan. Dengan PHBM dinilai sudah memberi porsi kepada masyarakat melalui sistem bagi hasil. Perhutani mengklaim bahwa PHBM
berhasil dalam menggerakkan perekonomian di beberapa desa. Proyek populis tersebut sebenarnya merupakan bentuk program pengamanan yang
dilaksanakan BUMN yang bergerak di bidang pengelolaan sumber daya alam, agar rakyat di sekitar hutan tidak mengganggu hutan tanaman.
Program PHBM merupakan salah satu bentuk kebijakan yang dikembangkan dari para penganut paham developmentalis. Model pembangunan
yang memprioritaskan pertumbuhan ekonomi dengan eksploitasi hasil hutan semaksimal mungkin untuk memperoleh pendapatan. Pembangunan yang
mengejar pertumbuhan dilakukan dengan mengeksploitasi hasil. Fokus pengelolaan lebih berorientasi pada meningkatkan pendapatan dari hasil
eksploitasi hutan. Salah satu contoh lain melalui program PMDH Pembangunan
Masyarakat Desa Hutan. Perusahaan swasta pemegang HPH diwajibkan memberikan perhatian bagi pembangunan masyarakat sekitar. Kebanyakan
121 perusahaan lebih suka memberikan bantuan berupa pembangunan fisik daripada
pembangunan kapasitas dan pemberdayaan masyarakat. Projek fisik memang paling mudah dilakukan dan bisa dilihat langsung bukti fisik bangunannya.
Perusahaan tidak mau repot mengurusi persoalan pengembangan masyarakat community development yang rumit dan harus mempertimbangan aspek sosial
dan ekonomi masyarakat. Jika dicermati dalam PHBM, faktor keamanan hutan menjadi prioritas
utama. Sebelum PHBM diterapkan pendekatan keamanan lebih dilakukan secara reperesif dengan penegakan hukum, menghukum pencuri kayu. Melalui PHBM
pendekatan keamanan yang dilakukan lebih halus yaitu: tindakan persuasif dan represif. Tindakan dilakukan berfokus pada bagaimana mengamankan tanaman
pokok dengan memanfaatkan kelembagaan yang sengaja dibentuk untuk itu. Sanksi-sanksi yang diberikan kepada petani yang terdapat dalam perjanjian kerja
sama juga menunjukkan bahwa PHBM sarat dengan pendekatan keamanan. Jadwa piket menjaga hutan yang berlakukan pada LMDH juga bermuara pada
penekanan terhadap faktor pengamanan kawasan hutan agar tidak terjadi kebakaran dan pembalakan liar.
Masyarakat sebenarnya butuh program yang mendasar yang mempunyai niat baik untuk menyejahterakan kehidupan rakyat dan bersifat
permanen bukan temporal. Pelibatan yang tidak egaliter akan menyebabkan rakyat mempunyai ketergantungan terhadap pihak lain. Prinsip yang harus
digunakan sejalan dengan filosofi pemberdayaan masyarakat yang bersifat emansipatif, egaliter yang mengutamakan kepentingan rakyat banyak.
Pemberdayaan masyarakat butuh keberpihakan. Jika ingin memberdayakan masyarakat, perusahaan tidak bisa kerja sendiri tanpa bantuan
atau kerjasama dengan pihak lain. Lembaga-lembaga lokal, LSM bisa berperan strategis dalam membantu karena memiliki kekuatan yang besar dalam proses
fasilitasi, pemberdayaan, pendampingan, bahkan analisis kebijakan dan program pembangunan. Kekuatan ini bisa diandalkan untuk mengisi kekurangan yang
dimiliki pemerintah dan swasta. Di Indonesia sudah banyak dikembangkan proses-proses fasilitasi, proses multipihak, kolaborasi atau kerjasama baik dalam
proyek ataupun jaringan. LSM bisa berperan strategis dalam mengatasi kegagalan kebijakan dan kelembagaan Djogo,2001.
122
8.3 Kontradiksi Peraturan tentang Pengeloaan Kawasan Hutan