6.3.3 Pendapatan asli daerah PAD
Pendapatan asli daerah belum dapat dikelola secara optimal disebabkan belum adanya peraturan daerah tentang pendapatan yang berasal dari sektor
wisata. Sehingga kemampuan daerah untuk mendapatkan keuntungan dari sektor ini masih sangat kurang.
Simpulan kriteria konstribusi pada perekonomian lokal dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 31. Hasil analisa dari konstribusi pada perekonomian lokal
Kriteria Indikator
Satuan pengukuran
Tata cara pengukuran
Penilaian Keterangan
Konstribusi pada kawasan
Rupiah WTP
Belum ada
Nilai WTP masih sangat bervariasi antara
Rp 650.000 mancanegara dan Rp
10.000 nusantara . sebagai akibat disparitas
pendapatan
Masyarakat Rupiah Total
expenditure Cukup
Masih belum memberikan konstribusi
besar pada masyarakat Rp 1.677 004,- pax
Konstribusi pada
perekonomian lokal
PAD Rupiah
Ppn dan pph
Tidak ada
Belum dikelola oleh pemerintah,pajak PPN
dari akomodasi dan restaurant
6.4 Partisipasi Masyarakat
Untuk dapat menjabarkan kriteria partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekowisata, Indikator yang dipergunakan adalah jumlah kegiatan
wisata, keterlibatan masyarakat dalam perencanaan wisata, jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan wisata. Untuk itu dapat dijabarkan dalam yang
dapat indikator dibawah ini:
6.4.1 Kegiatan dalam konteks wisata
Terdapat berbagai kegiatan dan unit unit kegiatan dalam kelompok masyarakat yang menyangkut bidang kesenian dan budaya potensi yang dimiliki
dapat dilihat dari identifikasi ODTW pada bab 3. Disamping itu jumlah masyarakat yang terlibat dalam kegiatan tersebut merata di berbagai kecamatan
bahkan beberapa diantara kegiatan tersebut telah menjadi event nasional yang
masuk dalam kalender wisata Indonesia seperti: Saiyang pattudu yang dilakukan pada cara Maulid Nabi Muhammad, lomba perahu tradisional sandeq race.
Kegiatan tersebut hanya dilakukan pada bulan Agustus yang merupakan bulan puncak wisatawan peak season.
6.4.2 Partisipasi masyarakat dalam perencanaan wisata
Terlihat berbagai kelemahan dalam partisipasi masyarakat dalam perencanaan wisata, hal ini disebabkan oleh lemahnya koordinasi antar
stakeholder dan kemampuan masyarakat untuk dapat memberikan konstribusi langsung dalam pengembangan ekowisata. Disamping itu, mengingat kawasan ini
merupakan kawasan yang belum terbangun sistem pariwisata secara utuh. Perencanaan dan pemasaran paket wisata sangat bergantung pada travel agent,
sementara pihak pemerintah daerah belum dapat mengalokasikan kemampuan sumberdaya yang mereka miliki seperti kemampuan finansial dan sumberdaya
manusia dalam pengelolaan kawasan. Peran dari masyarakat masih terbatas sebagai penyedia sarana akomodasi, konsumsi dan penjaja cinderamata.
Partisipasi masyarakat dalam perencanaan kawasan sifatnya pasif dan hanya tergantung terhadap berapa besar permintaan untuk kegiatan wisata
terutama sehingga perencanan atraksi wisata masih diintervensi oleh travel agent. Dengan melihat kemampuan masyarakat yang masih sangat rendah dibutuhkan
sebuah upaya untuk dapat meningkatkan kemampuan mereka.
6.4.3 Jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan wisata
Pengembangan wisata alam dan atau ekowisata pada kawasan ini hanya dapat menjangkau sebahagian kecil masyarakat. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya kelemahan kebijakan dalam membangun sektor pariwisata di kabupaten Polewali- mandar menyebabkan pola kegiatan masyarakat untuk wisata
masih sangat terbatas. Penyediaan sarana dan prasarana wisata masih dilakukan di kota Polewali yang berjarak tempuh sekitar 15 km sedangkan kehidupan
masyarakat yang berada disekitar kawasan seperti: kehidupan nelayan dan pertanian masih dijadikan sebagai obyek wisata dan mereka belum mendapatkan
keuntungan langsung dari kegiatan tersebut.
Apabila diasumsikan bahwa jumlah masyarakat secara umum dalam kabupaten Polewali mandar, maka jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam
kegiatan wisata terbatas pada penyedia sarana akomodasi sebanyak 157 orang, transportasi lokal sebanyak 320 orang dan pelayan restauran 198 orang BPS
2005. Dengan jumlah yang masih sangat terbatas disamping keterbatasan keterampilan dimana sebahagian besar belum pernah mendapatkan pelatihan
khusus untuk dapat melayani wisatawan menyebabkan kebutuhan akan peningkatan kualitas pelayanan wisata menjadi sangat tinggi, sehingga dibutuhkan
sebuah program peningkatan pendidikan dan sosialisasi.
6.4.4 Tingkat pemahaman masyarakat tentang kegiatan wisata