Gambaran Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Sistem yang Dikaji
Keamanan Aksesibilitas
institusi Dampakmin
ODTW
Bisnis wisata hubungan dengan obyek lain
Infrastruktur DDL
promosi pemberdayaan
ekonomi pendidikan
0.20 0.40
0.60 0.80
1.00 1.20
1.40 1.60
1.80
0.20 0.40
0.60 0.80
1.00 1.20
1.40 1.60
Ketergantungan Pengaruh
Gambar 24. Hasil simulasi keterkaitan antar faktor dalam pengembangan ekowisata
7.2 Konsep Model Pengembangan Ekowisata
Struktur model pengembangan ekowisata didasarkan pada faktor kunci hasil analisis pengaruh langsung pada analisis prospektif. Adapun faktor faktor
kunci tersebut adalah faktor institusi, keamanan dan kelestarian terhadap ODTW. Selanjutnya terdapat 2 faktor yang mempunyai ketergantungan dan pengaruh yang
sangat tinggi yaitu: dampak minimum dan faktor aksesibilitas. Masing masing variabel tersebut sebagai penentu dalam menganalisa strategi yang akan
dilakukan, maka dapat diketahui kinerja model berdasarkan output yang dikehendaki dalam pengembangan sistem ekowisata.
Dimana faktor institusi yang terdiri atas organisasi dan regulasi merupakan aspek kunci dalam pengembangan yang akan mempengaruhi output
yang dinginkan dalam pengembangan ekowisata yaitu pertumbuhan ekonomi lokal ekonomi, jumlah wisatawan, indeks daya dukung lingkungan ekologis
dan partisipasi masyarakat sosial.
7.3 Penyusunan Strategi Pengembangan Ekowisata
Untuk dapat menyusun strategi pengembangan ekowisata maka didasarkan pada hasil penilaian para pakar dimana didapatkan 3 faktor kunci yaitu: faktor
institusi, kelestarian dan kunikan ODTW dan keamanan sedangkan 2 faktor stakes
yaitu: faktor dampak minimum dan faktor aksesibilitas. Untuk dapat mengelola kelima faktor tersebut maka dapat dijabarkan pada Tabel 40.
Tabel 40. Keterkaitan antar faktor dan kondisi untuk analisis prospektif
No Faktor
State k ondisi 1A
1B 1C
1 Keamanan
Keamanan internal dan eksternal terjaga dengan
baik Keamanan internal
kawasan terkendali Kondisi keamanan
internal dan ekternal tidak
terkendali
2A 2B
2C 2
Institusi Adanya regulasi dan
pembentukan badan pengembangan pariwisata
Terbentuknya berbagai peraturan
daerah tanpa didukung orgnisasi
pengembangan pariwisata
Tidak ada peraturan dan
organisasi yang mendukung
3ª 3B
3C
3 Kelestarian dan
keunikan ODTW dan
lingkungan Terjaganya kondisi obyek
dan daya tarik wisata peningkatan upaya
pelestarian kawasan oleh masyarakat lokal
Kelestarian obyek dan daya tarik wisata
oleh masyarakat lokal secara terbatas.
Terjadinya, migrasi hewan
endemis, kerusakan habitat
kawasan sebagai akibat konversi
kawasan
4A 4B
4C 4
Dampak minimum
Dampak minimum pencemaran lingkungan
tidak melebihi baku mutu yang disyaratkan
Meningkatnya pencemaran dan
polusi yang rendah terhadap daya dukung
lingkungan Pencemaran dan
dampak lingkungan yang
tidak terkendali
5A 5B
5C
5 Aksesibilitas
Peningkatan sarana dan infrastruktur transportasi
Peningkatan secara bertahap infrastruktur
dan sarana trnsportasi Tidak adanya
peningkatan
Untuk dapat melihat kondisi state diatas maka dapat dijabarkan berbagai asumsi sebagai berikut:
1. Faktor keamanan Kondisi keamanan dapat dijabarkan dengan kondisi keamanan internal dan
ekternal, dimana kondisi secara internal adalah sebuah kondisi yang diciptakan oleh pengelola obyek dan daya tarik wisata agar dapat memberikan kenyamanan
kepada para wisatawan dalam melakukan kegiatan wisata seperti: penyediaan asuransi wisata, kondisi dalam kawasan yang aman dengan memberikan rambu
rambu keamanan, kerjasama dengan polisi hutan dan pihak kepolisian, pengamanan kawasan pembuatan walking trail, tersedianya sarana dan
prasarana kesehatan jika terjadi hal yang tidak diinginkan Adapun kondisi keamanan eksternal adalah kondisi keamanan negara
dimana isu isu yang berkaitan dengan pertentangan etnis, terorisme, dan faktor kesehatan seperti flu burung yang dapat membahayakan kesehatan manusia
dapat dikendalikan dengan baik. Sehingga rasa kepercayaan wisatawan untuk melakukan kegiatan wisata pada kawasan tersebut dapat meningkat.
2. Institusi dan regulasi Adapun yang berhubungan dengan institusi dan regulasi adalah terdapat
aturan yang pasti dan jelas baik dalam perencanaan maupun dalam implementasi pengembangan kawasan wisata. Aturan yang jelas dapat
berbentuk peraturan daerah mengenai pengembangan kawasan, adanya pedoman pengelolaan dan pelaksanaan kegaiatan wisata dalam kawasan, adanya
organisasi atau badan yang mengelola kawasan, serta perlakuan hukum yang jelas pada masing masing stakeholder yang mengelola kawasan.
3. Terjaga nya kelestarian obyek dan daya tarik wisata Terjaganya kondisi obyek dan daya tarik wisata yang melibatkan
kelembagaan masyarakat lokal yang didukung oleh pemerintah dan pihak swasta. Faktor kelestarian obyek dan daya tarik wisata diperhitungkan
berdasarkan kondisi habitat, flora dan fauna yang memungkinkan untuk tidak terjadi degradasi sebagai akibat dari bertumbuhnya wisatawan. Diharapkan
dengan adanya aturan yang jelas wisatawan tidak akan melakukan pengrusakan pada habitat, dan flora serta melakukan penangkapan satwa liar.
4. Dampak minimum Kondisi ini diperlihatkan oleh jumlah polusi dalam kawasan wisata sebagai
akibat dari penggunaan kawasan sebagai kawasan wisata. Untuk itu yang paling penting diperhatikan adalah jumlah buangan sampah dan limbah cair. Disamping
itu pengaruh yang paling dominan selanjutnya adalah kerusakan habitat burung endemis sebagai akibat dari jumlah wisatawan yang merusak flora dan fauna serta
kondisi budaya masyarakat yang mulai mengarah ke konsumerisme dan menimbulkan efek kemahalan sebagai akibat dari meningkatnya pendapatan dari
sektor wisata. Untuk dapat menjaga kondisi biofisik kawasan tersebut maka dipergunakan mutu lingkungan sebagai acuan standar. Sedangkan untuk
mencegah terjadinya tingkat kerusakan budaya dilakukan penguatan kelembagaan lokal masyarakat adat dan kerjasama antar stakeholder.
5.Aksesibilitas Faktor aksesibilitas sangat dipengaruhi oleh sarana dan prasarana
transportasi dalam bentuk jumlah kendaraan, panjang jalan dan jumlah sarana pelabuhan laut serta jumlah perahu yang dapat dipergunakan untuk mengakses
kedalam kawasan. berdasarkan hasil workshop prospektif pengembangan aksesibilitas sangat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah daerah, dimana
diperkirakan pertumbuhan moderat setiap tahunnya dapat bertumbuh sebesar 10 sedangkan apabila arahan pengembangan sangat tinggi maka dapat bertumbuh
sebesar 25. Berdasarkan asumsi dari faktor faktor penting diatas maka penjabaran dari strategi yang akan dilakukan, berdasarkan kondisi state yang
terjadi maka dapat dijabarkan dalam Tabel 41.
Tabel 41. Rancangan strategi pengembangan ekowisata
NO SKENARIO
URUTAN FAKTOR
1 Pengembangan Progresif
1A-2A-3A-4A-5A 2
Pengembangan Moderat 1B-2B-3B-4B-5B
3 Pengembangan Pesimis
1C-2C-3C-4C-5C
7.3.1 Strategi pengembangan progresif
Dalam menyusun strategi progresif dibangun dengan asumsi bahwa dukungan maksimal dari berbagai stakeholder untuk dapat menjadikan konsep
ekowisata sebagai konsep yang lestari dalam pembangunan kawasan. Strategi ini dibangun dengan kondisi state dari faktor penentu:
1. Terbangunnya institusi dan regulasi Pemerintah daerah PEMDA dan Dewan Perwakilan Rakyat DPR bersama
sama dengan dinas terkait menyusun sebuah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kawasan RPJMk dan evaluasi terhadap Rencana Induk
Pengembangan Pariwisata Daerah RIIPDA yang disusun bekerjasama seluruh stakeholder pariwisata. Balai Konservasi Sumberdaya Alam BKSDA Sulawesi
Selatan II yang merupakan wakil pemerintah pusat dan pengelola kawasan diharapkan untuk berperan aktif dalam menyediakan berbagai informasi dan
sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya nilai konservasi serta mensosialisasikan batasan batasan kegiatan yang dapat dilakukan pada kawasan
konservasi. Disamping itu diperlukan sebuah pedoman ya ng dipergunakan untuk pengelolaan pengunjung dimana pedoman ini secara garis besar akan memberikan
informasi mengenai kondisi dari kawasan, kegiatan yang dapat dan tidak dapat dilakukan dalam kawasan, termasuk aturan aturan lokal yang disepakati oleh
masyarakat lokal. Pembentukan peraturan daerah PERDA yang menetapkan kawasan
konservasi dan daerah penyangga yang dapat dipergunakan sebagai kawasan wisata terbatas, sebagai acuan aturan dan kebijakan regulasi bagi masyarakat yang
berada pada daerah penya ngga untuk dapat meningkatkan pendapatan dan menggerakkan ekonomi masyarakat. Dalam penetapan PERDA tersebut peran
masyarakat dalam menjaga kelestarian diikutsertakan dengan penguatan kelembagaan lokal yang berbasis pada kearifan lokal. Dalam upaya tersebut juga
dilakukan pembentukan sebuah lembaga merupakan representase dari stakeholder
, dimana tugas utama dari lembaga tersebut adalah mempromosikan dan membantu pemerintah daerah dalam mengelola kawasan yang dikhususkan
untuk sektor pariwisata. 2. Kelestarian dan keunikan ODTW
Kelestarian dan keunikan ODTW menjadi penting untuk dijaga mengingat keunikan dari budaya dan lingkungan menjadi obyek utama dalam menarik
jumlah wisatawan. Identifikasi terhadap budaya lokal dan pengembangan potensi
kesenian daerah menjadi hal utama dalam pengembangan ekowisata, faktor sosial budaya seni pertujukan masyarakat digali dan dikembangkan untuk dapat
mempertahankan kelestarian budaya. Norma norma dan kearifan lokal terhadap alam dan lingkungan kemudian dijaga oleh pema ngku adat dengan aturan adat.
Penguatan peran masyarakat baik dalam bentuk lembaga maupun secara individu dalam menjaga kawasan konservasi menjadi penting dalam menjaga keunikan
kawasan. 3.Dampak minimum terhadap lingkungan rendah
Upaya untuk dapat menjaga kelestarian lingkungan dengan meminimalisir dampak lingkungan yang mungkin terjadi dengan berbagai program, diantaranya
dengan melakukan berbagai kegiatan seperti membuat tempat sampah pada lokasi lokasi tertentu, pembuatan sistim drainase dan sanitasi yang baik yang tidak
merusak kondisi ekosistem, pengenalan teknologi tepat guna untuk mengubah sampah menjadi bahan kerajinan. Khususnya mengenai dampak sosial budaya
dimana masyarakat dan wisatawan diwajibkan untuk dapat mengikuti tata aturan yang dihasilkan tatanan hukum rules-punishment dan nilai norma norma adat.
Sehingga sanksi dan aturan hukum yang jelas akan menghasilkan ketertiban dalam pemanfaatan kawasan.
4.Kondisi keamanan yang terjaga Kondisi keamanan menjadi hal yang sangat penting unt uk dijaga, terutama
yang berhubungan dengan keamanan internal dalam kawasan, dimana potensi untuk mencegah terjadinya kecelakaan diperhitungkan dan diminimalisir.
sehingga menimbulkan rasa aman dan nyaman bagi wisatawan. Kondisi keamanan eksternal berhubungan kondisi keamanan yang berada diluar kawasan
menjadi bagian dari keamanan negara dan tidak menimbulkan publikasi negatif yang menyebabkan menurunnya jumlah wisatawan.
5.Aksesibiltas ke dalam kawasan kuat Peningkatan aksesibilitas pada kawasan perlu diperhatikan mengingat bahwa
wisatawan yang datang bukan hanya untuk menikmati keunikan sumber daya alam dan budaya akan tetapi batasan waktu dalam melakukan kegiatan wisata
sehingga kemudahan untuk mencapai kawasan menjadi petimbangan khusus.
6. Berdasarkan hasil analisis terhadap faktor faktor penting maka rekomendasi strategi pengembangan progresif, diantaranya:
a. Menetapkan kawasan suaka margasatwa Mampie- lampoko dan daerah penyangga sebagai kawasan wisata terbatas melalui peraturan daerah dan
pembuatan pedoman wisata. b. Menjaga kelestarian kawasan dengan mengikutsertakan masyarakat lokal.
c. Membangun beberapa sarana penunjang minimum pada daerah penyangga seperti jalan setapak, penginapan sederhana yang sesuai dengan arsitektur
daerah dan toilet umum, tempat pembuangan sampah untuk mencegah dampak negatif terhadap lingkungan fisik.
d. Sosialisasi program pariwisata sekaligus meningkatkan capacity building masyarakat untuk dapat melakukan beberapa kegiatan sederhana seperti
membuat merchandaise, pemandu wisata . dan sebagainya e. Mengirimkan masyarakat lokal pada sekolah pariwisata dan magang pada
industri pariwisata didaerah yang telah berkembang. Disamping itu memasukkan ilmu pariwisata, bahasa asing dan pengetahuan lingkungan
sebagai bagian dari kurikulum lokal f. Meningkatkan peran kelembagaan adat untuk menjaga struktur sosial budaya
masyarakat dan menjaga kelestarian kawasan. g. Menjalin kerjasama dengan industri wisata untuk melakukan promosi pada
pasar wisata dan kerjasama dengan kawasan wisata lainnya unt uk membentuk sebuah destinasi unggulan dalam suatu kawasan.
7. Implikasi yang mungkin terjadi dari pengembangan strategi progresif adalah : a. Potensi untuk tidak terkontrolnya baik jumlah dan kegiatan yang dilakukan
wisatawan sehingga menyebabkan terganggunya habitat satwa liar yang menyebabkan terjadinya perpindahan satwa tersebut.
b. Hal yang paling sensitif terjadi adalah perubahan norma norma ketimuran dan munculnya budaya instant dan efek kemahalan dimana masyarakat selalu
berupaya untuk menarik keuntungan dari setiap wisatawan. c. Pola budaya masyarakat yang berubah menjadi budaya konsumerisme sebagai
akibat bertumbuhnya wisatawan sangat tinggi, dan terjadinya perubahan pola
kerja masyarakat sebagai akibat dari kebutuhan tenaga kerja untuk wisata, sehingga kehilangan identitas sebagai masyarakat pertanian.
Berdasarkan berbagai kondisi diatas maka dampak yang paling mungkin terjadi dengan berkembangnya strategi progresif hingga tahun 2025 berdasarkan
hasil analisis model dinamik dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 42. Implikasi skenario progresif
time Wisatawan Tenaga kerja pendapatan kebutuhan lahan
indeks polusi 2000
570 125
955892280 2001
640 182
1073282560 14256
0.219 2002
718 246
1204088872 14256
0.445 2003
805 318
1349988220 14256
0.681 2004
903 399
1514334612 14256
0.925 2005
1012 489
1697128048 14257
1.18 2006
1133 591
1900045532 14257
1.44 2007
1268 705
2126441072 14257
1.72 2008
1418 832
2377991672 14258
2.01 2009
1584 974
2656374336 14258
2.31 2010
1769 1133
2966620076 14259
2.63 2011
1974 1310
3310405896 14259
2.97 2012
2201 1501
3691085804 14260
3.32 2013
2451 1729
4110336804 14261
3.7 2014
2722 1975
4564804888 14262
4.1 2015
3032 2249
5084676128 14263
4.52 2016
3367 2553
5646472468 14264
4.97 2017
3734 2890
6261932936 14266
5.45 2018
4137 3265
6937765548 14268
5.96 2019
4578 3680
7677324312 14271
6.53 2020
5058 4134
8482286232 14274
7.09 2021
5581 4646
9359359324 14278
7.72 2022
6147 5206 10308543588
14282 8.4
2023 6760
5823 11336547040 14287
9.13 2024
7420 6561 12443369680
14294 9.91
2025 8129
7245 13632365516 14301
10.76
7.3.2 Strategi pengembangan moderat
Strategi moderat mengandung pengertian bahwa keadaan pada masa depan diperhitungkan dengan penuh pertimbangan yang disesuaikan dengan keadaan
dan kondisi sumberdaya yang dimiliki baik itu sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya keuangan pemerintahan daerah. Strategi ini disusun
dengan harapan bahwa konteks pengembangan ekowisata pada kawasan Mampie lampoko diharapkan dapat dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan
dengan pelibatan seluruh stakeholder. Adapun strategi yang disusun berdasarkan faktor faktor kunci penting dengan kondisi sebagai berikut:
1. Pembuatan tata aturan yang jelas bagi kawasan sebagai kawasan konservasi yang dipergunakan untuk dilakukan wisata terbatas. Regulasi yang dibentuk
dalam peraturan daerah PERDA tetap mengikat berdasarkan: Undang-Undang no. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan
Ekosistemnya; Undang Undang no. 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang; UU no 41 tentang Kehutanan; dan UU no. 32 tentang pemerintahan daerah.
Sehingga dengan penetapan tapal batas kawasan yang jelas maka pengembangan kegiatan kegiatan yang berada pada masing masing blok dalam
kawasan Suaka Margasatwa dan pada daerah penyangga dapat dilakukan dengan teratur. Perencanaan pengembangan infrastrutur menjadi penting
mengingat keterbatasan sumber daya daerah, sehingga dibutuhkan kerjasama antara pemerintah daerah, BKSDA, pihak swasta, berbagai pihak terkait, baik
dalam pendanaan maupun sinkronisasi program untuk dapat menjaga kelesatarian kawasan.
2. Diperlukan sebuah upaya terpadu dengan menguatkan kelembagaan adat pada masyarakat lokal dimana batas batas norma dan tata aturan adat diangkat
menjadi tata aturan yang universal dalam kegiatan wisata. Kondisi pelestarian lingkungan dengan menerapkan kearifan lokal menjadi penting untuk dapat
dikelola dengan baik termasuk didalamnya penerapan aturan dan sanksi adat. 3. Dampak minimum terhadap lingkungan menjadi perhatian utama, yang
berimplikasi terhadap pengelolaan jumlah wisatawan dan kendaran yang masuk kedalam kawasan, penunjukan lokasi tempat buangan sampah, serta pengaturan
sistem buangan air limbah dan air hujan menjadi penting untuk diperhatikan. Pembangunan bertahap terhadap sarana dan prasarana tersebut akan berdampak
terhadap jumlah wisatawan yang dapat diterima oleh kawasan. Disamping itu
dampak minimum terhadap perubahan pola budaya juga masyarakat menjadi perhatian yang lebih khusus.
4. Upaya menjaga kondisi keamanan internal dari kawasan dengan bekerjasama dengan pihak keamanan seperti TNI dan POLRI. Selain itu sistem asuransi jiwa
untuk para pengunjung dan ketersediaan poliklinik , pusat kesehatan masyarakat yang mempunyai teknologi yang baik akan menjadikan nilai tambah dan
memberikan rasa keamanan terhadap wisatawan. 5. Infrastruktur transportasi seperti jalan, jembatan dan pelabuhan menuju ke
kawasan ditingkatkan kualitasnya dan kuantitasnya secara bertahap untuk dapat memberikan kenyamanan kepada wisatawan
6. Untuk mencapai kondisi tersebut, pemerintah diharapkan untuk mengambil langkah langkah strategis, diantaranya :
a. Penetapan batasan kawasan suaka margasatwa yang jelas sehingga usaha untuk merambah dalam kawasan menjadi minimal
b. Dalam pengembangannya; sosialisasi diarahkan untuk tetap menjaga eksisiting kawasan suaka margasatwa dengan penguatan kelembagaan lokal
secara bertahap sehingga dapat dihasilkan ketahanan sosial sebelum terjadinya booming
wisatawan. c. Program dan anggaran pembangunan lebih diarahkan untuk secara bertahap
mengingat penguatan elemen lokal seperti pembangunan struktur dasar masyarakat dibidang pertanian dan perikanan tetap menjadi fokus utama
disamping terus menerus memperbaiki infrastruktur transportasi menuju ke kawasan.
d. Usaha wisata terus dikembangkan walaupun dalam skala kecil dan terbatas. Pelatihan pelayanan wisata, bahasa asing, manajemen usaha kecil, penguatan
finansial masyarakat lokal, dengan membentuk koperasi wisata akan memberikan alternatif lapangan kerja pada masyarakat lokal
e. Program pendidikan dan sosialisasi wisata dengan memasukkan pariwisata, lingkungan hidup kedalam kurikulum lokal terus menerus dilakukan sehingga
tidak terjadi culture shock terhadap masyarakat. f. Pembuatan buku penuntun wisata dan web-site sebagai usaha promosi
7. Implikasi terhadap strategi moderat :
a. Pertumbuhan wisatawan belum dapat memberikan konstribusi maksimum terhadap perekonomian kawasan, akan tetapi secara berkesinambungan
proses ini akan merujuk pada pertumbuahan wisatawan yang konstant. b. Kesiapan masyarakat dalam menerima wisatawan akan lebih baik.
c. Implikasi dari strategi ini dapat dilihat perkembangannya dalam Tabel 43.
Tabel 43. Implikasi terhadap strategi moderat
Time wisatawan Tenaga kerja
pendapatan kebutuhan lahan
indeks polusi 2000
570 125
955892280 2001
634 196 1063220536
14256 0.218
2002 705
275 1182287820 14256
0.444 2003
783 364 1313094132
14256 0.678
2004 868
462 1455639472 14256
0.92 2005
961 571 1611600844
14257 1.17
2006 1063
691 1782655252 14257
1.44 2007
1175 825 1970479700
14257 1.75
2008 1295
972 2171720180 14257
2 2009
1427 1134 2393084708
14258 2.3
2010 1568
1313 2629542272 14258
2.61 2011
1722 1510 2887800888
14258 2.95
2012 1886
1726 3162829544 14259
3.29 2013
2062 1962 3457982248
14259 3.66
2014 2251
2221 3774936004 14260
4.05 2015
2452 2502 4112013808
14260 4.47
2016 2664
2810 4467538656 14261
4.9 2017
2887 3144 4841510548
14261 5.37
2018 3122
3506 5235606488 14262
5.86 2019
3366 3897 5644795464
14262 6.39
2020 3620
4319 6070754480 14263
6.95 2021
3880 4773 6506775520
14264 7.54
2022 4145
5259 6951181580 14265
8.18 2023
4413 5778 7400618652
14266 8.86
2024 4680
6333 7848378720 14267
9.58
2025 4999
6918 8383342996 14268
10.35
7.3.3 Strategi pengembangan pesimis
Skenario pengembangan pesimis dibangun atas dasar kondisi saat ini existing condition
. Skenario ini memberikan pengertian bahwa strategi yang dirumuskan
masih didasarkan tanpa adanya upaya yang dilakukan baik oleh pemerintah daerah, industri wisata dan masyarakat, untuk mengelola mendorong pertumbuhan
sektor wisata. Kondisi ini diakibatkan oleh tidak adanya kebijakan yang jelas dalam pengembangan sektor wisata, lemahnya sumber daya manusia dalam
pengelolaan kawasan, tidak adanya koordinasi antar institusi. Strategi pesimis dibangun berdasarkan keadaan dan faktor faktor kuncipenentu ya ng dapat
dijabarkan dibawah ini; 1. Tidak adanya regulasi untuk pengelolaan kawasan dan tidak danya program
pengembangan sektor wisata. Anggapan ini dibangun oleh pemerintah daerah karena asumsi pengembangan wisata hanya dapat berhasil dalam jangka
panjang sehingga kurang dapat memberikan dampak ekonomis langsung terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Disamping biaya cost yang
diperlukan dalam upaya pengembangan sektor ini sangat tinggi, sementara keterbatasan dana pemerintah dan tingginya kebutuhan pendanaan sektor lain
seperti; pertanian, peternakan, dan perikanan yang menjadi hajat hidup dari masyarakat perlu mendapat perhatian khusus.
2. Kondisi masyarakat yang masih sangat rentan setelah krisis ekonomi menyebabkan mereka mencari jalan keluar yang paling mudah dengan
mengubah fungsi kawasan konservasi menjadi kawasan budidaya dan pertambakan yang kemudian menimbulkan dampak negatif lingkungan yang
besar. Hilangnya struktur hutan bakau sebagai akibat konversi lahan menyebabkan nilai keunikan kawasan sebagai habitat burung endemis Ibis
Mandar Aromodopsis Plateni dan burung Pelicanus Australiensis menjadi terancam.
3. Keamanan didalam kawasan akan semakin berkurang bersamaan menurunnya ekosistem yang diakibatkan perambahan oleh masyarakat sekitar. Tingginya
konflik horizontal dimasyarakat sebagai akibat dari keinginan untuk penguasaan lahan. Tuntutan hukum yang dilakukan masyarakat terhadap
kepemilikan lahan menjadikan konflik vertikal antara pengelola kawasan BKSDA dan masyarakat lokal menjadi semakin tajam.
4. Aksesibilitas semakin menurun, sebagai akibat dari tidak adanya upaya pemerintah untuk meningkatan sarana dan prasarana transportasi sebagai
akibat dari menurunnya faktor keamanan. 5. Adapun strategi kebijakan yang dilakukan adalah sebagai berikut ;
a. Penguatan lembaga swadaya masyarakat NGO, dan kelembagaan adat akan lebih berfungsi dalam upaya untuk menjaga kelestarian kawasan
suaka margasatwa Mampie- lampoko. b. Pemamfaatan daerah penyangga untuk kegiatan pembangunan perlu
ditingkatkan melalui pengembangan ekonomi kerakyatan yang berbasis pada pertanian, perikanan dan agroindustri ditingkatkan sebagai jalan
keluar untuk mencapai kesejahteraan. c. Perlunya upaya melakukan negosiasi dengan pemerintah daerah untuk
dapat menjaga eksisiting kawasan suaka margasatwa. 6. Adapun Implikasi yang terjadi dari strategi tersebut adalah :
a. Jumlah wisatawan tidak bertumbuh sebagai akibat tidak terjaganya kelestaria n lingkungan, menurunnya aksesibilitas dan faktor keamanan.
b. Kondisi ini diperparah dengan munculnya konflik kepemilikan lahan dan adanya alih fungsi lahan yang menyebabkan degradasi lingkungan.
Tabel 44. Implikasi strategi pesimis
Time wisatawan Tenaga kerja pendapatan
kebutuhan lahan
Indeks polusi
2000 570
125 955892280
2001 594
196 996140376
14256 0.218
2002 619
270 1038065476 14256
0.442 2003
644 348 1079990576
14256 0.673
2004 661
429 1108499644 14256
0.911 2005
690 513 1157132760
14257 1.16
2006 719
600 1205765876 14257
1.41 2007
744 690 1247690976
14257 1.67
2008 769
783 1289616076 14257
1.94 2009
793 880 1329864172
14258 2.23
2010 817
979 1370112268 14258
2.52 2011
840 1082 1408683360
14258 2.82
2012 862
1187 1445577448 14258
3.14 2013
883 1295 1480794532
14259 3.46
2014 903
1406 1514334612 14259
3.81 2015
921 1519 1544520684
14259 4.16
2016 938
1634 1573029752 14259
4.53 2017
953 1752 1598184812
14260 4.91
2018 967
1871 1621662868 14260
5.23 2019
978 1993 1640109912
14260 5.73
2020 987
2115 1655202948 14261
6.17 2021
993 2239 1665264972
14261 6.63
2022 998
2364 1673649992 14262
7.1 2023
997 2483 1671972988
14263 7.6
2024 996
2614 1670295984 14263
8.12 2025
991 2739 1661910964
14262 8.66
7.4 Perbandingan Antar Strategi Pengembangan Ekowisata
Perbandingan kinerja sistem hasil simulasi dari ketiga strategi yang dirumuskan menjadi dasar utama untuk menentukan strategi yang paling tepat
untuk diterapkan dalam rangka pengembangan pengembangan ekowisata agar didapatkan suatu program pengembangan yang berkelanjutan. Kinerja strategi
pesimis memperlihatkan kondisi sistem yang tidak berkelanjutan, hal ini ditunjukkan dengan tidak terjaganya faktor keamanan, rendahnya aksesibilitas dan
tingginya alih fungsi lahan yang mengkibatkan menurunnya jumlah wisatawan. Sedangkan kinerja strategi pengembangan moderat dan progresif memperlihatkan
tingkat kenaikan jumlah wisatawan yang signifikan, walaupun kinerja strategis progresif membutuhkan biaya yang sangat tinggi dalam pengembangannya.
Untuk itu dapat dilihat dalam grafik perbandingan antar kinerja skenario dibawah ini :
Perbandingan Hasil Simulasi Masing Masing Skenario
2000 4000
6000 8000
10000 12000
tahun
wisatawan
optimis moderate
pesimis ECC
RCC
Gambar 25. Perbandingan antar strategi pengembangan ekowisata
Skenario pengembangan model yang didasarkan pada input parameter penting yang digunakan dalam analisis prospektif. Dalam penelitian ini institusi
dan regulasi, dampak negatif minimum dan kelestarian ODTW menjadi faktor kunci bagi bertumbuhnya wisatawan, kelestarian ekologis–sosial budaya,
partisipasi masyarakat, dan target pertumbuhan ekonomi kawasan, sehingga skenario pertumbuhan wisatawan didesain sebagai target utama. Faktor dampak
negatif minimum dalam hal ini faktor polusi dan faktor keamanan akan divariasikan untuk melihat berbagai faktor yang menunjang pertumbuhan jumlah
wisatawan Kebijakan lain dalam parameter kebijakan adalah untuk melihat
pertumbuhan rata rata wisatawan, pertumbuhan ekonomi lokal, kebutuhan jumlah tenaga kerja dan kondisi polusi. Untuk itu indikator indikator dalam strategi
pengembangan ekowisata di kabupaten Polewali mandar dapat dilihat dalam tabel berikut ini;
Tabel 45. Target strategi pengembangan ekowisata
Parameter kebijakan Strategi
progresif Strategi
moderat Strategi pesimis
Rata rata pertumbuhan wisatawan 11,21
9,08 2,23
Pertumbuhan ekonomi lokal juta rupiah
13.632,365
8.383,342
1.661,910
Jumlah tenaga kerja jiwa 7.245
6.918 2.735
Indeks polusi maksimum indeks 10,76
10,35 8,66
7.5 Arahan Strategi Pengembangan Ekowisata
Berdasarkan karakteristik dari wisatawan khususnya mancanegara dan berdasarkan hasil analisis prospektif maka dijabarkan arahan kebijakan, strategi
dan tindakan yang akan dilakukan oleh para stakeholder yaitu: pemerintah daerah, bisnis wisata, masyarakat dan instansi lainnya dalam rangka menerapkan konsep
ekowisata sebagai konsep pengembangan kawasan. 1. Sasaran wisatawan mancanegara adalah wisatawan yang datang berkelompok
dengan tingkat pendidikan sarjana. Adapun kelompok umur sasaran adalah 26-60 tahun dengan minat untuk menikmati alam dan budaya. Sedangkan dari sisi
sediaan pada kawasan secara ekologis adalah: keunikan lansekap kawasan pesisir dengan flora dan fauna yang khas merupakan kombinasi antara hutan pantai dan
hutan mangrove dengan kombinasi padang lamun dan terumbu karang merupakan potensi pengembangan wisata bahari dan wisata pantai. Sedangkan dari
pengembangan budaya lebih diarahkan pada pengembangan elemen budaya lokal. Untuk wisatawan nusantara arahan penyediaannya lebih diarahkan pada
wisata religi dan wisata budaya lokal yang dikhususkan pada kawasan kawasan yang mempunyai keterkaitan emosional dengan wisatawan nusantara seperti:
makam penyiar agama, madrasah dan kampung Islam yang melakukan ritual ritual tertentu seperti tarekat Naqsabandiyah , tarekat Qadariah.
2. Berdasarkan karakteristik model yang dibangun berdasarkan kriteria minimum dari ekowisata dimana konsep wisata terbatas diarahkan berdasarkan karakteristik
daya dukung kawasan yang memperhitungkan jumlah wisatawan yang dapat ditampung dalam kawasan sejumlah 25.000 wisatawan, atau daya dukung nyata
sebesar 10.787 wisatawan ataupun berdasarkan kemamp uan dari pengelolaan yaitu 2.696 wisatawan.
3. Berdasarkan kriteria kriteria yang telah dianalisis sebelumnya dengan mengingat bahwa kondisi pengembangan pariwisata masih sangat awal, sehingga
didapatkan bahwa dari segi kelestarian dan keunikan SDA dan budaya, sangat potensial untuk dikembangkan menjadi DTW yang unggul mengingat indikator
kondisi bio fisik kawasan yang masih asri dan daya dukung kawasan yang cukup besar, keunikan budaya dan potensi kesenian rakyat yang masih dipertahankan
oleh masyarakat lokal. Terlebih untuk kawasan konservasi dimana fungsi kawasan yang mempertahankan kondisi habitat, flora dan fauna tertentu sehingga
pengawasan yang ketat terhadap sikap dan perilaku wisatawan menjadi penting untuk dapat diperhatikan. Sementara itu dengan menggunakan ikon satwa dapat
dijadikan sebagai sarana promosi pariwisata. Khusus untuk Mampie lampoko yang berada didaerah pesisir arahan pengembangan wisata terbatas dapat
dilakukan sebagai berikut a. Penetapan zona kawasan terumbu karang dan lamun dan areal tertentu dimana
nelayan dilarang secara tegas untuk merusak, mengambil dan mengebom ikan pada daerah tersebut
b. Penetapan batas kawasan terutama habitat utama burung endemis dan migran, dimana dilakukan pengawasan secara terus menerus, agar ekosistem dapat
terjaga. Selain itu dilarang untuk menebang, merusak, mengambil flora dan fauna pada kawasan tersebut.
c. Penataan lingkungan binaan untuk wisata pada daerah penyangga dalam rangka penguatan ekonomi dan pemanfaatan potensi lokal.
d. Pembuatan fasilitas minimum pada kawasan mangrove seperti walking trail guna memberikan kesempatan pada para wisatawan untuk lebih mengetahui
manfaat dari kawasan mangrove.
e. Dilakukan patroli laut terbatas kerjama antar instansi polisi kehutanan dan Penyidik pegawai negeri sipil dan kepolisian
f. Mengoptimalkan potensi sosial budaya untuk dapat dikembangkan menjadi atraksi wisata.
4. Kriteria dampak negatif minimum, belum terlihat adanya potensi polusi baik itu udara, air dan sampah. Hal ini diakibatkan oleh tingkat kesadaran masyarakat
yang masih cukup baik, akan tetapi mengingat kondisi kawasan yang berada di sekitar pesisir masih membutuhkan teknologi yang baik untuk dapat
memanfaatkan air baku untuk dapat diminum oleh wisatawan sehingga standar kebersihan dapat terjamin. Karenanya arahan pengembangan untuk kriteria
dampak minimum adalah sebagai berikut: a. Pembuatan tempat pembuangan sampah akhir yang berada jauh dari kawasan
yang didukung pola manajemen dan teknologi pengelolaan sampah, sehingga dihindari pembungan sampah yang berlebihan.
b. Pembuatan aturan yang tegas mengenai pembuangan sampah dan limbah cair, disertai perlengkapan sarana dan prasarana seperti: tempat sampah yang
disesuaikan dengan tipe sampah. c. Pemanfatan elemen lokal pada teknologi air bersih, disertai sosialisasi pada
masyarakat lokal mengenai sanitasi dan hygenitas yang baik. d. Pembuatan sarana mandi cuci kakus MCK dan pengolahan air bersih.
5. Berdasarkan hasil pengamatan potensi ekonomi yang berkonstibusi terhadap pertumbuhan ekonomi lokal belum terlihat signifikan membantu baik terhadap
pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal maupun terhadap pemerintah daerah, terutama belum tergalinya potensi pendapatan asli daerah sebagai akibat belum
adanya peraturan daerah yang jelas mengenai pungutan daerah dari sektor wisata disamping itu kemampuan daerah untuk dapat memberikan konstribusi
pembangunan terhadap sektor wisata belum maksimal. Akan tetapi berdasarkan nilai willingness to pay dari wisatawan terlihat bahwa kemampuan dari kawasan
untuk dapat memberikan konstribusi yang lebih besar bagi pengembangan kawasan. Disamping itu potensi untuk dapat meningkatkan pendapatan
masyarakat lokal semakin dapat dikembangkan karena dengan bertumbuhnya wisatawan diharapkan tenaga kerja yang dapat ditarik baik bersifat langsung
maupun tidak langsung akan dapat menjamin pertumbuhan ekonomi masyarakat. Untuk itu arahan pengembangan dapat dilakukan dengan cara:
a. Meregulasikan hasil retribusi dari sektor wisata sebagai pendapatan daerah dimana diperhitungkan berdasarkan willingness to pay dari wisatawan
b. Mengatur sistem perdagangan lokal dan memberikan penguatan kepada sektor usaha kecil dan menengah UKM melalui bantuan pelatihan dan finansial
pada sektor tersebut. c. Mendorong usaha usaha lokal seperti pembuatan cinderamata disertai dengan
pembinaan manajemen usaha. 6. Kinerja wisata yang didasarkan pada partisipasi aktif masyarakat dalam
pembangunannya belum menunjukkan hasil yang menggembirakan, kondisi ini diperparah dengan masih banyaknya informasi dan pemberitaan yang negatif
mengenai wisatawan. Akan tetapi dengan adanya beberapa kegiatan yang telah masuk dalam calender of event nasional yang melibatkan masyarakat umum
walaupun sifatnya masih sangat temporal dapat mendorong partisipasi yang lebih besar jika jumlah wisatawan meningkat. Selanjutnya, untuk dapat mendorong
pertumbuhan jumlah wisatawan maka dilakukan upaya upaya sebagai berikut: a. Meningkatkan pendidikan manajemen wisata diperlukan dalam upaya dapat
memberikan pelayanan yang baik bagi wisatawan. b. Penguatan institusi dan kelembagaan adat yang dijadikan sebagai filter bagi
upaya pengrusakan lingkungan dan budaya masyarakat. c. Penguatan institusi ini dibarengi dengan pemberian informasi dan penelitian
yang lebih mendalam terhadap nilai kearifan lokal yang mendukung upaya pelestarian lingkungan.
d. Pemberian pendidikan lingkungan mulai tingkat sekolah dasar SD hingga sekolah menengah atas SMA, yang diperkuat dengan kurikulum lingkungan
hidup dan sosial budaya masyarakat sebagai lokal content yang disertai dengan upaya pengembangan sanggar seni budaya, kegiatan pecinta alam dan
pramuka sebagai ekstra kurikuler. e. Penguatan kelembagaan lokal yang disertai dengan advokasi hukum
lingkungan sehingga institusi lokal mempunyai legitimasi baik ditingkat pemerintahan daerah maupun ditingkat masyarakat lokal.
f. Pendidikan bahasa asing perlu diperkuat dan dilengkapi dengan pendidikan interpretasi lingkungan yang akan mendorong keterlibatan masyarakat dalam
pengembangan kawasan sekaligus mendapatkan keuntungan dari kawasan tersebut.
7. Untuk dapat meningkatkan kepuasan wisatawan maka beberapa kegiatan perlu dilakukan diantaranya:
a. Peningkatan promosi wisata nusantara dan mancanegara. b. Memberikan pelayanan yang prima kepada wisatawan dengan meningkatkan
sarana dan prasarana pendukung seperti; sanitasi, air bersih, kelistrikan dan telekomunikasi pada daerah daerah tertentu diluar kawasan suaka margasatwa.
c. Memberikan informasi yang baik dan akurat terutama mengenai lingkungan hidup yang dapat menimbulkan kesan yang mendalam sehingga mendorong
upaya pelestarian lingkungan. d. Meningkatkan layanan penginapan dan restaurant.
e. Diversifikasi obyek, makanan tradisional, kesenian sehingga setiap wisatawan mendapatkan alternatif atraksi wisata.
f. Meningkatkan keamanan dan kenyamanan dalam berwisata.. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa terwujudnya
ekowisata memerlukan kerja sinergis yang melibatkan pemerintah, swasta, organisasi no npemerintah, termasuk lembaga penelitian, dan masyarakat lokal.
Sehingga arahan strategis pengembangan bagi masing masing stakeholder dinyatakan sebagai berikut:
1. Untuk pemerintah program utamanya adalah merumuskan kebijakan ekowisata pada tingkat lokal, regional, dan nasional serta mengembangkan strategi yang
konsisten dengan sasaran pembangunan berkelanjutan; mendorong keterlibatan instansi- instansi yang relevan dan melakukan koordinasi di dalam dan antar
PEMDA serta memfasilitasi partisipasi stakeholders dalam pengembangan ekowisata termasuk merumuskan mekanisme pendanaannya; mendorong dan
memfasilitasi terciptanya jaringan kerja dan kerja sama regional untuk promosi ekowisata; menyiapkan bantuan teknis, SDM, dan permodalan untuk usaha
ekowisata skala kecil dan menengah sehingga mereka mampu tumbuh dan berkembang; memberikan insentif kepada para wisatawan yang melaksanakan
kaidah-kaidah ekowisata berkelanjutan sehingga mampu menyelaraskan kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup.
2. Sektor swasta, direkomendasikan agar mampu bekerja sama dengan tokoh- tokoh masyarakatbudaya lokal sehingga nilai- nilai budaya dapat dipasarkan;
memanfaatkan sumber daya lokal termasuk fasilitas akomodasi dan sumber daya manusia melalui investasi dan pelatihan manajerial; menjalin kerja sama dengan
otoritas kawasan lindung yaitu Balai Konservasi Sumberdaya Alam BKSDA sehingga pelaksanaan ekowisata tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah
pengelolaan kawasan lindung melainkan memberikan nilai tambah ekonomi. 3. Rekomendasi untuk organisasi nonpemerintah utamanya adalah memberikan
bantuan teknik, finansial, pendidikan, dan penguatan kapasitas kelembagaan kepada pelaku ekowisata lokal organisasi lokal, pelaku usaha skala rumah
tangga, dan aparat desakecamatan sehingga kebijakan dan panduan pengembangan ekowisata dapat diimplementasikan secara berkelanjutan. Selain
itu, perlu adanya penguatan dan dorongan terhadap kemampuan masyarakat dalam menjaga dan memanfaatkan keahlian tradisional yang mereka miliki untuk
menghasilkan sesuatu yang akan me njadi daya tarik wisatawan antara lain cendera mata, produk pertanian, dan lanskap.
7.6 Strategi Penataan Ruang Kawasan