Strategi Bertahan Hidup TINJUAN PUSTAKA

4. Rekreasi bersama 6 bulan sekali 5. Meningkatkan pengetahuan agama 6. Memperoleh informasi atau berita dari surat kabar, TV, radio, dan majalah 7. Menggunakan sarana transportasi Belum dapat memenuhi beberapa indikator meliputi: 1. Aktif memberikan sumbangan material secara teratur 2. Aktif sebagi pengurus organisasi kemasyarakatan E. Keluarga sejahtera III Plus KS-III Plus adalah keluarga yang sudah memenuhi beberapa indikator meliputi: 1. Aktif memberikan sumbangan material secara teratur 2. Aktif sebagi pengurus organisasi kemasyarakatan.

2.4 Strategi Bertahan Hidup

Strategi bertahan hidup atau disebut dengan coping strategies dapat dipahami sebagai cara untuk mengatasi kesulitan dalam hidup. Strategi bertahan hidup dirumuskan oleh Snel dan Traring dalam Setia, 2005 sebagai serangkaian tindakan yang dipilih secara sadar oleh individu dan rumah tangga yang miskin secara sosial ekonomi. Dengan strategi ini seorang individu berusaha untuk menambah penghasilan lewat pemanfaatan sumber lain ataupun mengurangi pengeluaran lewat pengurangan kuantitas barang dan jasa. Dalam defenisi lain strategi bertahan hidup bungara dalam Setia, 2005 merupakan cara individu dan rumah tangga “biasa” ordinary mengatur dirinya untuk hidup. Dalam konteks keluarga biasa, strategi penanganan masalah ini pada dasarnya merupakan kemampuan segenap anggota keluarga dalam mengelola segenap aset yang dimilikinya. Bias juga disamakan dengan kapabilitas keluarga miskin dalam menanggapi goncangan dan tekanan. Universitas Sumatera Utara Lebih jauh Bungara menjelaskan, hal penting yang harus dilihat dari siasat menangulangi persoalan adalah keterkaitannya dengan perubahan kegiatan-kegiatan yang menambah penghasilan income generating activities, atau bias disebut multiple survival strategies strategi bertahan jamak. Konsep ini diartikan adanya kecenderungan pelaku- pelaku atau rumah tangga untuk memiliki pemasukan dari berbagai sumber daya yang berbeda. Cara-cara individu menyusun strategi dipengaruhi oleh posisi individu atau kelompok dalam stuktur masyarakat, sistem kepercayaaan dan jaringan sosial yang dipilih, termasuk keahlian memobilisasi sumber daya yang ada. Tingkat ketrampilan skill, jenis pekerjaan, status gender dan motivasi pribadi. Berdasarkan konsep diatas, Moser dalam Suharto, 2002 membuat kerangka analisis yang disebut “The Asset Vulnerability Framework” kerangka ini meliputi berbagai pengololaan asset yang dapat digunakan untuk melakukan penyesuaian atau pengembangan strategi tertentu dalam mempertahankan keberlangsungan hidup seperti: a. Aset tenaga kerja labour asset, misalnya meningkatkan keterlibatan wanita dan anak dalam keluarga untuk membantu ekonomi rumah tangga. b. Aset modal manusia human capital asset, misalnya memanfaatkan status kesehatan yang dapat menentukan kapasitas orang atau berkerja atau keterampilan dan pendidikan yang menentukan umpan balik atau hasil kerja terhadap tenaga kerja yang dikeluarkan c. Aset relasi rumah tangga atau keluarga household relation asset, memanfaatkan jaringan dukungan dari sistem keluarga besar, kelompok etnis, migrasi tenaga kerja. d. Aset modal sosial social capital asset, misalnya memanfaatkan lembaga-lembaga sosial lokal, arisan, dan pemberi kredit dalam proses dan sistem perekonomian keluarga. Universitas Sumatera Utara e. Aset produktif productive asset, misalnya menggunakan rumah, sawah, ternak, tanaman untuk keperluan hidupnya. Selanjutnya Suharto 2002 juga mengatakan strategi bertahan hidup dalam mengatasi goncangan dan tekanan ekonomi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Cara-cara tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu: 1. Strategi aktif, yaitu strategi yang mengoptimalkan segala potensi keluarga untuk misalnya melakukan aktivitasnya sendiri, memperpanjang jam kerja, memanfaatkan sumber atau tanaman liar dilingkungan sekitar dan sebagainya 2. Strategi pasif, yaitu mengurangi pengeluaran keluarga misalnya pengeluaran sandang, pangan, kesehatan, biaya sosial, pendidikan dan kebutuhan sehari-hari 3. Strategi jaringan , misalnya menjalin relasi, baik formal maupun informal dengan lingkungan sosialnya dan lingkungan kelembagaan misalnya meminjam uang tetangga, mengutang di warung , memanfaatkan program kemiskinan dan sebagainya.

2.3 Kerangka Pemikiran