Ciri-Ciri Kemiskinan Kemiskinan .1Pengertian Kemiskinan

e. Belum terciptanya sistem ekonomi kerakyatan dengan prioritas sektor rill masyarakat banyak. f. Sistem mobilisasi dan pendayagunaan dana sosial masyarakat yang belum optimal, seperti zakat. g. Dampak sosial negative dari program penyesuaian program struktural structural adjustment program h. Budaya yang kurang mendukung kemajuan dan kesejahteraan. i. Kondisi Geografis yang sulit, tandus, terpencil atau daerah bencana. j. Pembangunan yang lebih berorientasi fisik material. k. Pembangunan ekonomi antar daerah yang belum merata. l. Kebijakan publik yang belum berpihak kepada penduduk miskin.

2.2.3 Ciri-Ciri Kemiskinan

Sulit memperoleh informasi secara jelas dan akurat. Berkaitan dengan indikasi- indikasi seperti apa yang dapat digunakan sebagai penanganan untuk menyatakan secara akurat, bahwa orang-orang seperti inilah yang disebut orang miskin. Namun suatu studi menunjukan adanya lima cirri-ciri kemiskinan yaitu: a. Mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan pada umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri seperti tanah yang cukup luas, modal yang memadat ataupun keterampilan untuk melakukan suatu aktivitas ekonomi sesuai dengan mata pencahariannya. Sebagai contoh kemiskinan itu bercirikan antara lain bahwa faktor produksi yang dimiliki pada umumnya sedikit atau bahkan tidak ada, sehingga kemampuan untuk mempertahankan apalagi meningkatkan produksipun tidak mungkin. Lebih menyesakkan lagi faktor-faktor produksi yang dimiliki justru digunakan untuk kebutuhan komsumsi, bukan untuk kebutuhan produksi, misalnya modal atau dana tidak digunakan untuk investasi melainkan hanya untuk konsumsi demi mempertahankan hidup. Kondisi seperti ini mengakibatkan banyak kasus berhentinya usaha karena kekurangan atau ketiadaan modal. Universitas Sumatera Utara b. Mereka pada umumnya tidak mempunyai kemungkinan atau peluang untuk memperoleh aset produksi karena kekuatan sendiri. Sebagai contoh, keluarga petani dengan perolehan pendapatan hanya untuk konsumsi. Mereka tidak berpeluang untuk memperoleh tanah garapan, benih, ataupun pupuk sebagai faktor-faktor produksi. c. Tingkat pendidikan pada umumnya rendah. Kondisi seperti ini akan berpengaruh terhadap wawasan mereka. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa waktu mereka pada umumnya habis tersita semata-mata hanya untuk mencari nafkah sehingga tidak ada waktu untuk belajar atau meningkatkan ketrampilan. Demikian juga dengan anak-anak mereka, tidak dapat menyelesaikan sekolahnya karena harus membantu orang tua mencari tambahan pendapatan. Artinya bagi mereka, anak tersebut memiliki nilai ekonomis. d. Pada umumnya mereka yang masuk ke dalam kelompok penduduk dengan katagori setengah menganggur. Pendidikan dan keterampilan yang sangat rendah mengakibatkan akses masyarakat miskin ke dalam berbagai sektor-sektor informal. Bahkan pada umumnya mereka bekerja serabutan maupun musiman. Jika dikaji secara totalitas, mereka sesungguhnya bukan bekerja sepenuhnya, bahkan mereka justru lebih sering tidak bekerja. Sekilas mereka tidak menganggur, namun jika digunakan indikator jam kerja, mereka justru masuk ke dalam katagori pengangguran bayangan. Kondisi demikian mengakibatkan mereka memperoleh pendapatan yang rendah pula. e. Banyak diantara mereka yang hidup di kota masih berusia muda, tetapi tidak memiliki ketrampilan atau pendidikan yang memadai. Sementara itu, kota tidak siap menampung gerak urbanisasi dari desa yang semakin keras. Artinya laju investasi di perkotaan tidak sebanding dengan laju pertumbuhan tenaga kerja sebagai akibat langsung dari derasnya arus urbanisasi. Kodisi ini tentu tidak terlepas dari sifat statis desa dalam mendukung kehidupan penduduknya. Dalam keadaan demikian, Universitas Sumatera Utara masyarakat desa cenderung melakukan migrasi ke kota karena dianggap sebagai alternatif dalam upaya mengubah nasib Siagian, 2012:20

2.2.4 Aspek-Aspek Kemiskinan