pengertian tersebut memberitahukan kepada kita pengalaman seseorang sejak kecil turut membentuk perilaku dan kepribadian orang yang bersangkutan dalam kehidupan
organisasinya. Yang perlu diperhatikan dalam hubungan ini adalah kemampuan seseorang untuk belajar dari pengalamannya.
Sesuai pendapat Muklas 1999 pengalaman-pengalaman pribadi ini dapat memiliki dampak pertama kepada komponen kognitif dari sikapnya, artinya
pengalaman-pengalaman pribadi dengan obyek tertentu orang, benda atau peristiwa dengan cara menghubungkan obyek tersebut dengan pengalaman lain dimana anda
telah memiliki sikap tertentu terhadap pengalaman itu. Pengalaman bidan desa dalam memberikan pertolongan persalinan merupakan
hal yang sangat penting, semakin banyak pengalaman yang diperoleh semakin mudah dalam mengatasi masalah yang dihadapi. Artinya sejauh mana kreativitas,
keterampilan serta kualitas kerja bidan dalam melaksanakan pertolongan persalinan sangat bergantung kepada sejauh mana pengalaman bidan desa dalam memberikan
pelayanan. Berapa jumlah partus yang pernah ditolong, bagaimana mutu pertolongan yang dilakukan bidan, apakah bidan bisa menolong persalinan dengan penyulit atau
apakah bidan dapat menolong persalinan pada kondisi ibu melahirkan dengan resiko dan apakah bidan dapat dengan cepat melakukan tindakan rujukan apabila diperlukan.
5.3 Pengaruh Faktor Organisasi terhadap Kinerja Bidan di Puskesmas
PONED Kabupaten Lebong
Hasil uji statistik multivariat dengan menggunakan uji regresi berganda diketahui bahwa faktor organisasi berpengaruh signifikan p0,05 terhadap kinerja
Universitas Sumatera Utara
bidan di Puskesmas PONED Kabupaten Lebong. Hal ini memberikan arti bahwa semakin baik faktor individu yang ditunjukkan dari peningkatan imbalan dan
supervisi dalam penanganan kegawatdaruratan obstetri neonatal sebagai indikator faktor organisasi maka semakin baik kinerja bidan.
Imbalan yang diberikan kepada Bidan Puskesmas PONED di Kabupaten Lebong sebagaimana terlihat dari hasil penelitian bahwa sebagian besar menyatakan
jarang dan tidak pernah diberikan. Hal tersebut menunjukkan sistem pemberian imbalan kepada bidan puskesmas masih perlu diperbaiki.
Dilihat dari distribusi jawaban responden pada variabel imbalan, terdapat beberapa poin penting yang perlu diperhatikan yaitu : imbalan disesuaikan dengan
beban kerja, pangkat dan golongan serta sesuai masa kerja pernyataan nomor 1,2 dan 3 serta waktutanggal pemberian imbalan tepat sesuai dengan waktu yang telah
ditetapkan pernyataan nomor 8.
Pentingnya perhatian terhadap imbalan yang diberikan kepada bidan di Puskesmas PONED di Kabupaten Lebong sesuai dengan penelitian Setiawan 2007
yang menemukan persepsi terhadap penghargaanimbalan kurang sesuai 38,1 dan hasil kegiatan kinerja dalam pertolongan persalinan tidak sesuai target 84,4.
Kesimpulan penelitian bahwa faktor yang mempunyai hubungan dengan kinerja adalah penghargaanimbalan.
Universitas Sumatera Utara
Supervisi kepada Bidan Puskesmas PONED di Kabupaten Lebong sebagaimana terlihat dari hasil penelitian bahwa sebagian besar menyatakan tidak
pernah dilakukan. Hal tersebut menunjukkan bahwa pelaksanaan supervisi kepada bidan puskesmas masih perlu diintensifkan. Beberapa poin penting yang perlu
diperhatikan dari hasil penelitian tentang faktor supervisi adalah : supervisor diharapkan melaksanakan supervisi secara rutin ke bidan puskesmas pernyataan
nomor 1, supervisor memberikan pembinaan pada kegiatan supervisi pernyataan
nomor 2, supervisor memeriksa dokumentasi pelaporan bidan Puskesmas PONED pernyataan nomor 4, supervisor menjelaskan secara terperinci setiap permasalahan
yang ditemukan dalam kegiatan supervisi pernyataan nomor 7
Sesuai penelitian Subowo 2008 bahwa persoalan yang sering muncul dalam desentralisasi kesehatan ini antara lain lemahnya kualitas sumberdaya manusia serta
pembiayaan kesehatan di daerah. Disamping itu, persoalan seperti supervisi yang tidak memadai, sistem logistik, informasi manajemen dan mekanisme jaminan mutu
juga merupakan persoalan yang cukup menganggu dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan di daerah. Persoalan lainnya seperti kurangnya kesadaran dalam
pemanfataan pelayanan, krisis ekonomi yang berkepanjangan serta biaya untuk pelayanan kesehatan, terutama pelayanan kedaruratan, merupakan hambatan utama
dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan. Penelitian Ratifah 2006 menyimpulkan bahwa supervisi kepada bidan
puskesmas berhubungan secara bermakna secara statistik dengan pelayanan bidan,
Universitas Sumatera Utara
demikian juga supervisi yang dilakukan organisasi profesi IBI. Tingkat supervisi yang dilakukan pada kategori sedang.
Sesuai pendapat Azwar 1996 bahwa supervisi adalah melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang
dilaksanakan oleh bawahan untuk kemudian apabila ditemukan masalah segera diberikan petunjuk atau bantuan yang bersifat langsung guna mengatasinya. Adapun
prinsip-prinsip pokok dalam supervisi tersebut banyak macamnya, namun secara sederhana dapat diuraikan sebagai berikut: 1 tujuan utama supervisi ialah untuk
lebih meningkatkan penampilan “bawahan”, bukan untuk mencari kesalahan, 2 sifat supervisi harus edukatif dan suportif, bukan otoriter, 3 supervisi harus dilakukan
secara teratur dan berkala, 4 terjalin kerja sama yang baik antara “atasan” dan “bawahan”, 5 dikakukan sesuai dengan kebutuhan masing-masing “bawahan” secara
individu, 6 dilaksanakan secara fleksibel dan selalu disesuaikan dengan perkembangan.
Sesuai dengan tujuan supervisi menurut Purwanto 1987 yaitu untuk perbaikan dan perkembangan proses belajar mengajar secara total. Hal ini
menunjukkan bahwa tujuan supervisi tidak hanya untuk memperbaiki mutu petugas semata, melainkan juga untuk membina pertumbuhan profesi dalam arti luas,
termasuk didalamnya pengadaan fasilitas yang menunjang kelancaran pelaksanaan tugas, peningkatan pengetahuan dan ketrampilan, pemberian dan pembinaan,
pemilihan serta penggunaan metode dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
Pembahasan secara umum tentang tujuan Puskesmas PONED sebagai upaya untuk menurunkan AKI dan AKB melalui penyelenggaraan pelayanan kesehatan
maternal dan neonatal dasar berkualitas harus sejalan dengan program atau kebijakan yang dikembangkan Departemen Kesehatan dalam Saifuddin, 2001 yaitu strategi
“Empat Pilar Safe Motherhood Four Pilars of Safe Motherhood” yang meliputi: Keluarga Berencana sebagai pilar pertama, Akses terhadap Pelayanan Antenatal
sebagai pilar kedua, Persalinan yang aman sebagai pilar ketiga, dan Cakupan pelayanan Obstetri Essensial Penatalaksanaan Komplikasi sebagai pilar keempat.
Untuk melaksanakan hal–hal di atas, sesuai pula dengan rekomendasi Safe Motherhood Technical Consultation di Srilangka tahun 1997, intervensi yang sangat
kritis adalah tersedianya tenaga penolong persalinan yang terlatih. Agar tenaga penolong yang terlatih tersebut dokter atau bidan dapat memberikan pelayanan yang
bermutu, maka diperlukan adanya Standar pelayanan, karena dengan standar para petugas kesehatan mengetahui kinerja apa yang diharapkan dari mereka, apa yang
harus mereka lakukan pada setiap tingkat pelayanan, serta kompetensi apa yang diperlukan. Adanya standar pelayanan akan meningkatkan mutu pelayanan yang
diberikan dengan cara dan oleh tenaga kesehatan yang tepat. Standar pelayanan juga berguna dalam penerapan norma dan tingkat kinerja yang diperlukan untuk mencapai
hasil yang diinginkan. Penerapan standar pelayanan akan sekaligus melindungi masyarakat, karena penilaian terhadap proses dan hasil pelayanan dapat dilakukan
dengan dasar yang jelas, dengan adanya standar pelayanan, yang dapat dibandingkan
Universitas Sumatera Utara
dengan pelayanan yang diperoleh, maka masyarakat akan mempunyai kepercayaan yang lebih mantap terhadap pelaksanaan pelayanan Depkes RI, 2000.
Dalam mewujudkan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal dasar berkualitas, Dinas Kesehatan KabupatenKota bertanggung jawab penuh untuk
perencanaan dan pelaksanaan pelayanan kesehatan kabupatenkota sesuai dengan pedoman dan peraturan pusat. Sementara bantuan pendanaan untuk program spesifik
dan proyek-proyek yang berasal dari pemerintah pusat tetap tersedia, anggaran terbesar yang diperlukan untuk penanaman modal dan biaya rutin dalam era
desentralisasi ditanggung pemerintah daerah kabupatenkota. Hal ini mempunyai implikasi negatif bagi kabupatenkota yang miskin, daerah yang telah kehabisan
sumberdaya dan dimana kesehatan, khususnya kesehatan maternal dan neonatal tidak merupakan prioritas tinggi. Pengembangan sumberdaya manusia untuk pelayanan
kesehatan merupakan tanggung jawab pula dari pemerintah kabupatenkota. Kurangnya kemampuan manajemen dari tim kesehatan kabupatenkota merupakan
suatu kendala. Desentralisasi memberikan peluang bagi tiap kabuptenkota untuk
meningkatkan kesehatan ibu dan anak, masalah-masalah yang telah dibahas di atas dapat menjadi tantangan bagi pelaksanaan program kesehatan maternal dan neonatal.
Bidan Desa dan Pustu sebagai satelit dari Puskesmas memiliki beberapa petugas paramedis, yang memberikan pelayanan maternal dan neonatal dasar yaitu pelayanan
selama kehamilan, persalinan dan nifas, maupun pertolongan obstetri pertama baik di fasilitas pelayanan maupun di rumah. Beberapa Puskesmas yang memiliki tenaga
Universitas Sumatera Utara
Dokter umum melaksanakan beberapa elemen dari Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar PONED. Bidan di Desa mendapat Bidan Kit dengan peralatan,
obat-obatan dan bahan-bahan untuk pelayanan maternal dan neonatal. Persediaan dan peralatan dasar dilengkapi loleh Kantor Dinas Kesehatan Provinsi. Di tingkat
puskesmas Dokter umum dan Bidan Puskesmas melakukan supervisi terhadap Bidan di Desa. Pada tingkat kabupatenkota Bidan supervisor melakukan koordinasi dan
supervisi terhadap kegiatan Bidan Puskesmas dan Bidan di Desa di wilayah kabupatenkota.
Puskesmas perawatan melakukan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar, sedangkan Puskesmas non perawatan hanya memberikan beberapa elemen
Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar PONED. Semua Rumah Sakit KabupatenKota dan Provinsi melakukan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi
Komprehensif PONEK. Kebijakan Departemen Kesehatan RI dalam upaya mempercepat penurunan
angka kematian maternal pada dasarnya mengacu kepada intervensi strategis ‘empat pilar safe motherhood’. Mengingat sekitar 90 kematian maternal terjadi di sekitar
persalinan dan kira–kira 95 penyebab kematian ibu adalah komplikasi obstetri yang sering tidak dapat diperkirakan sebelumnya, maka kebijaksanaan Depkes untuk
mempercepat penurunan angka kematian maternal adalah mengupayakan agar : setiap persalinan ditolong atau minimal didampingi oleh bidan, dan pelayanan obstetri
sedekat mungkin kepada semua ibu hamil.
Universitas Sumatera Utara
Dalam pelaksanaan operasional diterapkan strategi strategi safe motherhood: bidan harus mampu memberikan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan obstetri
neonatal dan puskesmas sanggup memberikan Pelayanan Obstetri Neonatal Esensial Dasar PONED, yang didukung RS Kabupaten sebagai fasilitas rujukan utama yang
mampu menyediakan Pelayanan Obstetri Neonatal Esensial Komprehensif PONEK 24 jam sehingga tercipta jaringan pelayanan obstetri yang mantap dengan bidan desa
sebagai ujung tombaknya.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN