Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Perekonomian Kaltim pada triwulan I 2015 diproyeksi melambat disumbang oleh masih

6.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Perekonomian Kaltim pada triwulan I 2015 diproyeksi melambat disumbang oleh masih

tertahannya produksi batubara Kaltim seiring dengan masih lambatnya pertumbuhan permintaan energi di Tiongkok. Perlambatan juga disumbang oleh sektor migas sebagai dampak masih akan terjadinya penurunan di sektor yang tidak terbarukan tersebut. Selain itu berdasarkan hasil FGD, perbankan di Kaltim cenderung menghindari penyaluran kredit di sektor konstruksi karena dinilai masih berisiko tinggi. Demikian pula sektor pertanian yang diperkirakan akan melambat pada triwulan awal tahun karena belum terjadinya musim panen. Selain itu, harga komoditas CPO juga masih belum membaik sehingga berpotensi menurunkan nilai tambah bagi subsektor perkebunan. Tingginya gelombang yang berpotensi membuat nilai tambah di subsektor perikanan diperkirakan melambat. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2014 yang tumbuh 3,83% (yoy). Perlambatan ini sejalan dengan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan oleh KPw BI Prov. Kaltim yang mengindikasikan bahwa pada awal Saldo Bersih Tertimbang (SBT) perkiraan dunia usaha sektor pertambangan yang melambat dari 0,00% menjadi -4,78% atau mengalami kontraksi.

Dari sisi permintaan, faktor-faktor penarik pertumbuhan akan berasal dari perlambatan konsumsi domestik akibat masih lesunya sektor utama Kaltim yang diduga berpotensi menurunkan daya beli masyarakat. Masih lesunya sektor utama yang merupakan penghasil komoditas berbasis ekspor juga berdampak pada penurunan ekspor Kaltim. Perlambatan yang terjadi pada konsumsi rumah tangga diperkirakan merupakan dampak dari masih terus terkoreksinya harga batubara yang memperkirakan tingkat konsumsi pada tahun 2015 akan lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Perkiraan melambatnya pengeluaran masyarakat juga diperkuat dengan indikator Indeks Ekspektasi Konsumen yang mengindikasikan masyarakat berekspektasi perekonomian cenderung masih lemah dibandingkan dengan periode sebelumnya.

Dari sisi sektoral, turunnya level permintaan Tiongkok masih menjadi isu terdepan dalam bisnis batubara, khususnya untuk regional Asia. Sebagai importir dan konsumen batubara terbesar di dunia, permintaan Tiongkok memainkan peranan penting dalam pembentukan harga batubara. Perlambatan ekonomi yang terjadi di Tiongkok menjadi penyebab utama masih akan tertahannya produksi batubara Kaltim. Pemerintah Tiongkok bahkan

memberlakukan kebijakan pemotongan angka produksi sebesar 150 juta ton dan impor sejumlah 50 juta ton dalam menyikapi rendahnya harga di level domestik. Selain kebijakan tersebut, efektif per 15 Oktober Pemerintah Tiongkok juga mulai memberlakukan pajak impor bagi batubara untuk memproteksi penambang lokal. Sama dengan Tiongkok, sentimen negatif juga masih terjadi pada pasar batubara Kaltim dengan negara tujuan Korea Selatan. Dalam menyikapi penerapan pajak impor yang baru, yakni US$16,2/ton untuk kalori kurang dari 5.000kc dan US$18,2 untuk yang lebih dari kalori tersebut, importir Korea mulai mengalihkan permintaan batubara dari Indonesia ke Australia dan Rusia. Selain itu, pengusaha Korea juga mengajukan review atas pajak impor tersebut, khususnya untuk batubara dengan kalori yang banyak dikonsumsi, yakni 3.800kc NAR. Importir mengusulkan agar khusus untuk kalori tersebut, pajaknya diubah menjadi US$14,2/ton namun tampaknya review ini tidak ditanggapi oleh pemerintah. Meskipun demikian, perkembangan ekspor batubara Kaltim masih dapat terbantu dengan peningkatan permintaan batubara di India meskipun relatif masih terbatas. Di sisi lain, peningkatan permintaan India yang dikonfirmasi dengan Purchasing Manager Index (PMI) India yang masih terus berekspansi selama satu tahun terakhir menjadi faktor penahan perlambatan kinerja subsektor batubara Kaltim. India diperkirakan akan menambah jumlah impor sebesar 42 juta ton per tahun untuk memenuhi kebutuhan listriknya. Namun demikian, dalam memenuhi kebutuhannya, India tidak hanya melakukan impor dari Indonesia saja tetapi juga dari negara penghasil batubara lainnya, yakni Australia dan Afrika Selatan. Dari sisi produksi, penutupan ratusan tambang ilegal yang dilakukan juga diproyeksi menjadi sumber tambahan kuota impor India. Dari sisi harga, pelaku usaha di India pun cenderung melakukan impor dari Indonesia karena harga transportasi batubara domestik hampir dua kali lebih mahal dibandingkan dengan impor dari Indonesia.

Pada sektor migas, hasil liaison KPw BI Prov.Kaltim mengindikasikan bahwa sampai dengan awal 2015, penurunan lifting diperkirakan masih akan terus terjadi. Penurunan ini merupakan dampak belum adanya kepastian perpanjangan salah satu blok migas. Sentimen positif yang menjadi pendukung sedikit tertahannya kontraksi di sektor pertambangan migas terutama karena mulai berproduksinya beberapa proyek dengan total produksi sekitar 615 mmscfd.

Dengan melihat perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi Kalimantan Timur pada triwulan I 2015 diperkirakan pada kisaran 1,7%-2,1% (yoy). Sedangkan untuk keseluruhan tahun 2015 diperkirakan pada kisaran 1,8%-2,2% (yoy).