Dinamika Perkembangan Pesantren
2. Dinamika Perkembangan Pesantren
Pesantren adalah kampung peradaban yang didambakan setiap orang. Pondok pesantren secara berkesinambungan memproduksi ulama dengan keintelektualan yang khas. Pesantren terbukti telah mampu memproduksi kader dalam jumlah besar yang pada akhirnya tampil sebagai lokomotif perubahan dan keterbukaan di Indonesia. Kemampuan pesantren membangun peradaban tidak bisa dilepaskan dari kiai dengan segala pemikiran dan karyanya sebagai tulang punggung
pesantren. 96
Keberadaan (eksistensi) pesantren beserta perangkatnya yang ada adalah sebagai lembaga pendidikan dan dakwah serta lembaga kemasyarakatan yang telah memberikan warna daerah pedesaan. Latar belakang pesantren yang paling patut diperhatikan yakni peranannya sebagai alat transformasi kulutral yang
menyeluruh dala kehidupan masyarakat. 97
Sebagai lembaga pendidikan Islam yang paling variatif, pesantren dapat dibagi dua: pesantren tradisional (salafi) dan pesantren modern (khalafi). Pesantren salafi bersifat konservatif, sedangkan pesantren khalafi bersifat adaptif. Adaptasi dilakukan terhadap perubahan dan pengembangan pendidikan yang
merupakan akibat dari tuntutan perkembangan sains dan teknologi. 98
Pondok Pesantren dewasa ini adalah merupakan lembaga gabungan antara sistem Pondok dan Pesantren yang memberikan pendidikan dan Pengajaran
96 Nurul Huda, “ Tradisi Menulis Populer di Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari,
Yogyakarta “Jurnal Islam-Indonesia, Vol. 1, No. 1, Tahun 2009, pp. 107-143.
97 Muhammad Nasichin hasan, Karakter dan Fungsi Pesantren, dalam Dinamika
Pesantren: Kumpulan Makalah Seminar Internasional Pesantren, (Jakarta: Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat, 1988), hlm. 109.
98 Qomar Mujamil, Manajemen Pendiidikan Islam Strategi baru Pengelolaan Lembaga
Pendidikan Islam, (Malang: Erlangga, 2010), hlm. 58.
Agama Islam dengan sistem Blandongan, Sorogan, ataupun Wetan dengan para santri disediakan pondokan ataupun merupakan santri kalong yang dalam istilah pendidikan Pondok Modern memenuhi keriteria pendidikan nonformil serta menyelenggarakan juga pendidikan formil berbentuk madrasah dan bahkan sekolah umum dalam berbagai bentuk tingkatan dan aneka kejuruan menurut
kebutuhan masyarakat masing-masing. 99 Secara faktual ada beberapa tipe pondok pesantren yang berkembang dalam
masyarakat, yang meliputi:
a. Pondok Pesantren Tradisional
Pondok pesantren ini masih tetap mempertahankan bentuk aslinya dengan semata-mata mengajarkan kitab yang ditulis oleh ulama abad ke 15 dengan menggunakan bahasa Arab. Pola pengajarannya dengan menerapkan sistem “halaqoh” yang dilaksanakan di masjid atau surau. Hakekat dari sistem pengajaran halaqoh adalah penghapalan yang titik akhirnya dari segi metodologi cenderung terciptanya santri yang menerima dan memiliki ilmu.
Artinya ilmu itu tidak berkembang ke arah paripurnanya ilmu itu, melainkan hanya terbatas pada apa yang diberikan oleh kiyainya. Kurikulumnya tergantung sepenuhnya kepada para kiyai pengasuh pondoknya. Santrinya ada yang menetap di dalam pondok (santri mukim),
dan santri yang tidak menerap di dalam pondok (santri kalong). 100
99 Syarif, dkk., Kapita Selekta Pondok ......., hlm. 162.
Bahri Ghazali, Pendidikan Pesantren Berwawasan Lingkungan, (Jakarta: Pedoman
Ilmu Jaya, 2001), hlm. 14.
b. Pondok Pesantren Modern
Pondok pesantren ini merupakan pengembangan tipe pesantren karena orientasi belajarnya cenderung mengadopsi seluruh sistem belajar secara klasik dan meninggalkan sistem belajar tradisional. Penerapan sistem belajar modern ini terutama nampak pada penggunaan kelas-kelas belajar baik dalam
bentuk madrasah maupun sekolah. 101
Kurikulum yang diapakai adalah kurikulum sekolah atau madrasah yang berlaku secara nasional. Santrinya ada yang menetap ada yang tersebar di sekitar desa itu. Kedudukan para kyai sebagai koordinator pelaksana proses
belajar mengajar. Pada perkembangannya, pondok pesantren dilakukan suatu inovasi dalam pengembangan sistem pendidikannya. Dengan demikian,
agama Islam semakin tersebar sehingga dapat dikatakan bahwa lembaga pendidikan pesantren merupakan anak panah penyebaran Islam. 102
Perbedaan pesantren tradisional dengan pesantren modern dapat diidentifikasi dari perspektif manajerialnya. Pesantren modern telah dikelola secara rapi dan sistematis dengan mengikuti kaidah-kaidah manajerial yang umum. Sementara itu, pesantren tradisional berjalan secara alami tanpa berupaya mengelola secara
efektif. 103
Diantara lembaga pendidikan yang berkembang, pondok-pondok pesantren memiliki karakteristik yang kuat dalam rangka pembentukan peserta didik (santri)
Hasan, dkk, Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,
2003), hlm. 94.
102 Ibid. 103 Qomar, Mujamil, Manajemen Pendiidikan Islam ........ , hlm. 58.
yang mandiri. Hal ini terbukti secara empiris di beberapa pondok pesantren. 104 Keberhasilan pendidikan karakter pada pesantren dipengaruhi oleh teladan dan
contoh nyata dalam kehidupan dan dalam kegiatan pembelajaran. 105
Dalam Pesantren, kiyai merupakan elemen yang paling esensial dari pesantren. Perkembangan sebuah pesantren bergantung sepenuhnya kepada kemampuan pribadi kiyainya. Kyai merupakan cikal-bakal dan elemen yang
pokok dari sebuah pesantren. 106
Pondok pesantren menerapkan prinsip tasamuh
(toleran), tawasuth wal i’tidal (sederhana), tawazun (penuh pertimbangan), dan ukhuwah (persaudaraan). 107
Kiyai tidak hanya dikategorikan sebagai elite agama, tetapi juga sebagai elite pesantren, yang memiliki otoritas tinggi dalam menyimpan dan menyebarkan pengetahuan keagamaan serta berkompeten mewarnai corak dan bentuk kepemimpinan yang ada di pesantren. Tipe karismatik yang melekat pada dirinya
menjadi tolak ukur kewibawaan pesantren. 108
Peranan kiyai dan santri dalam menjaga tradisi keagamaan akhirnya membentuk sebuah subkultur pesantren, yaitu suatu gerakan sosial budaya yang dilakukan komunitas santri dengan karakter keagamaan dalam kurun waktu relatif
Uci Sanusi, “Pendidikan Kemandirian di Pondok Pesantren,” Jurnal Pendidikan
Agama Islam- Ta’lim, Vol. 10, No. 2, 2012, hlm. 123-139.
105 Kamin Sumardi, “ Potret Pendidikan Karakter di Pondok Pesantren Salafiah, “ Jurnal
Pendidikan Karakter, Vol. 2, No. 3, Oktober 2012, pp. 280-292.
Zamakhsari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai,
(Jakarta: LP3ES, 1992), hlm. 61.
Syawaludin, Peranan Pengasuh Pondok Pesantren dalam Mengembangkan Budaya
Damai di Provinsi Gorontalo, (Jakarta: Kementrian Agama RI Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2010), hlm. 132.
Sukamto, Kepemimpinan Kiyai Dalam Pesantren, (Jakarta: Pustaka LP3ES, 1999),
hlm. 13.
panjang. Subkultur yang dibangun komunitas pesantren senantiasa berada dalam sistem sosial budaya yang lebih besar. 109
Keberadaan pondok pesantren dan masyarakat merupakan dua sisi yang tidak dapat dipisahkan, karena keduanya saling mempengaruhi. Sebagian besar pesantren berkembang dari adanya dukungan masyarakat, dan secara sederhana muncul atau berdirinya pesantren merupakan inisiatif masyarakat baik secara
individual maupun kolektif. 110
Peran pesantren sebagai lembaga sosial dijadikan pijakan untuk menjadikan pesantren sebagai agen perubahan (agent of change) terhadap masyarakat sekitarnya, sebagai lembaga perantara yang diharapkan dapat berperan sebagai dinamisator dan katalisator pembangunan masyarakat di desa, tidak hanya bidang
keagamaan tapi juga dalam bidang sosial, ekonomi dan kebudayaan. 111
Tujuan pendidikan pesantren adalah menciptakan dan mengembangkan kepribadian Muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat, mampu berdiri sendiri, bebas dan teguh dalam kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan Islam dan kejayaan umat di tengah-tengah masyarakat dan mencintai ilmu dalam rangka
mengembangkan kepribadian manusia. 112
Tujuan pendidikan pesantren tersebut berada disekitar terbentuknya manusia yang memiliki kesadaran setinggi-tingginya akan bimbingan agama Islam,
109 Sukamto, Kepemimpinan Kiyai, ........ hlm. 2. 110 Bahri Ghazali, Pendidikan ........, hlm. 13. 111
Irchamni Sulaiman, Pesantren Mengembangkan Teknologi Tepat Guna ke Pedesaan,
dalam Pergulatan Dunia Pesantren, (Jakarta: P3M, 1985), hlm. 246.
Qomar, Mujamil, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi
Institusi, (Jakarta: Erlangga, 2002), hlm. 4.
persoalan makna hidup (weltanschaung) yang bersifat menyeluruh, dan diperlengkapi dengan kemampuan setinggi-tingginya untuk mengadakan responsi terhadap tantangan-tantangan dan tuntutan-tuntutan hidup dalam konteks ruang
dan waktu yang ada: Indonesia dan dunia abad sekarang. 113
Demi terwujudnya fungsi dan tujuan pesantren, maka pesantren dituntut melakukan terobosan-terobosan sebagai berikut: 114
a. Membuat kurikulum terpadu, gradual, sistematik, egaliter, dan bersifat bottom up.
b. Melengkapi sarana penunjang proses pembelajaran, seperti perpustakaan buku-buku klasik dan kontemporer, majalah, sarana berorganisasi, olahraga dan internet.
c. Memberikan kebebasan santri yang ingin mengembangkan talenta mereka baik yang berkenaan dengan pemikiran, ilmu pengetahuan, teknologi, maupun kewirausahaan.
d. Menyediakan wahana aktualisasi diri di tengah-tengah masyarakat. Jika melihat dinamika perkembangan pesantren, setidaknya terdapat tiga
fungsi pokok pesantren, yaitu: 115
a. Transmisi ilmu pengetahuan Islam (Transmission of Islamic Knowledge)
b. Pemeliharaan tradisi Islam (Maintenance of Islamic Tradition)
c. Pembinaan calon-calon ulama (Reproduction of Ulama)
Nurcholis Madjid, Merumuskan Kembali Tujuan Pendidikan Pesantren, dalam
Pergulatan Dunia Pesantren, (Jakarta: P3M, 1985), hlm. 8.
114 Amin Haedari, Masa Depan Pesantren: Dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan Komplesitas Global, (Jakarta: IRD Press, 2004), hlm. 199.