Kerangka Teoretis dan Kerangka Konseptual 1. Kerangka Teoretis

F. Kerangka Teoretis dan Kerangka Konseptual 1. Kerangka Teoretis

Teori berasal dari kata theoria dalam bahasa latin yang berarti perenungan, yang pada gilirannya berasal dari kata thea dalam bahasa yunani yang secara hakiki menyiratkan sesuatu yang disebut dengan realitas. Dalam banyak literatur, beberapa ahli menggunakan kata ini untuk menunjukkan bangunan berfikir yang tersusun sistematis, logis rasional, empiris kenyataan, juga simbolis. 25 Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Kemanfaatan Utilitarisme. Utilitarisme dipelopori oleh Jeremy Bentham 1748-1832. Bagi Jeremy Bentham, hukum barulah dapat diakui sebagai hukum, jika memberikan kemanfaatan yang sebesar-besarnya terhadap sebanyak-banyaknya orang. Prinsip ini dikemukakan oleh Bentham dalam karyanya Introduction to the Principles of Morals and Legislation 1789, yang bunyinya adalah the greatest happiness of the greatest number kebahagiaan yang sebesar-besarnya untuk sebanyak-banyaknya orang. 26 Bahwa tujuan perundang-undangan adalah untuk menghasilkan kebahagiaan bagi masyarakat. Oleh karena itu perundang-undangan harus berusaha untuk mencapai empat tujuan, yaitu 27 1. Untuk memberi nafkah hidup to provide subsistence; : 2. Untuk memberikan makanan yang berlimpah to provide abundance; 25 HR. Otje Salman S dan Anton F Susanto, Teori Hukum, Bandung : Refika Aditama, 2005, hlm. 21. 26 Achmad Ali, Menguak Teori Hukum Legal Theory dan Teori Peradilan Judicialprudence, Jakarta : Kencana, 2009, hlm. 76. 27 Ibid., hlm. 77. Universitas Sumatera Utara 3. Untuk memberikan perlindungan to provide security; 4. Untuk mencapai persamaan to attain equality. Utilitarisme berasal dari kata latin utilis yang berarti bermanfaat. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tetapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu atau dua orang melainkan masyarakat secara keseluruhan. 28 Kemanfaatan di sini diartikan sebagai kebahagiaan happiness, yang tidak mempermasalahkan baik atau tidak adilnya suatu hukum, melainkan bergantung kepada pembahasan mengenai apakah hukum dapat memberikan kebahagiaan kepada manusia atau tidak. 29 Bahwa dengan memegang prinsip manusia akan melakukan tindakan untuk mendapatkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan mengurangi penderitaan. Atas dasar ini, baik buruknya suatu perbuatan diukur apakah perbuatan itu mendatangkan kebahagiaan atau tidak. Demikian juga terhadap perundang-undangan, baik buruknya ditentukan pula oleh ukuran tersebut di atas. Bahwa undang-undang yang banyak memberikan kebahagiaan pada bagian terbesar masyarakat akan dinilai sebagai undang-undang yang baik. 30 Bentham menemukan bahwa dasar yang paling objektif adalah dengan melihat apakah suatu kebijaksanaan atau tindakan tertentu membawa manfaat atau hasil yang berguna atau sebaliknya yaitu kerugian bagi orang-orang yang terkait. 28 K. Bertens, Pengantar Etika Bisnis, Yogyakarta : Kanisius, 2010, hlm. 66. 29 Muhamad Erwin, Filsafat Hukum: Refleksi Kritis Terhadap Hukum, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2012, hlm. 179. 30 Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2010, hlm. 64. Universitas Sumatera Utara Menepati janji, berkata benar, atau menghormati milik orang adalah baik karena hasil baik yang dicapai dengannya, bukan karena suatu sifat intern dari perbuatan- perbuatan tersebut. Sedangkan, mengingkari janji, berbohong atau mencuri adalah perbuatan buruk karena akibat buruk yang dibawakannya, bukan karena suatu sifat dari perbuatan-perbuatan itu. Utilitarisme dapat memberi tempat juga kepada kewajiban, tetapi hanya dalam arti bahwa manusia harus menghasilkan kebaikan dan bukan keburukan. 31 Secara lebih konkret, dalam kerangka etika utilitarisme dapat dirumuskan tiga kriteria objektif yang dapat dijadikan dasar objektif sekaligus norma untuk menilai suatu kebijaksanaan atau tindakan, antara lain 32 a. Kriteria pertama adalah manfaat, yaitu bahwa kebijaksanaan atau tindakan itu mendatangkan manfaat atau kegunaan tertentu. Kebijaksanaan atau tindakan yang baik adalah yang menghasilkan hal yang baik, sebaliknya kebijaksanaan atau tindakan yang tidak baik adalah yang mendatangkan kerugian tertentu. : b. Kriteria kedua adalah manfaat terbesar, yaitu bahwa kebijaksanaan atau tindakan itu mendatangkan manfaat terbesar atau dalam situasi tertentu lebih besar dibandingkan dengan kebijaksanaan atau tindakan alternatif lainnya. Atau jika yang dipertimbangkan adalah soal akibat baik dan akibat buruk dari kebijaksanaan atau tindakan, maka suatu kebijaksanaan atau tindakan dinilai baik secara moral kalau mendatangkan lebih banyak manfaat dibandingkan dengan kerugian. Dalam situasi tertentu, ketika kerugian tidak bisa dihindari, dapat dikatakan bahwa tindakan yang baik adalah tindakan yang menimbulkan kerugian terkecil termasuk kalau dibandingkan dengan kerugian yang ditimbulkan oleh kebijaksanaan atau tindakan alternatif. c. Kriteria ketiga adalah manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang. Suatu kebijaksanaan atau tindakan yang baik dan tepat dari segi etis menurut etika utilitarisme adalah kebijaksanaan atau tindakan yang membawa manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang atau sebaliknya membawa akibat merugikan yang sekecil mungkin bagi sedikit mungkin orang. 31 A. Sonny Keraf, Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya, Yogyakarta : Kanisius, 1998, hlm. 93. 32 Ibid., hlm. 94-95. Universitas Sumatera Utara Secara umum, utilitarisme dapat dipakai dalam dua wujud yang berbeda, antara lain 33 a. Sebagai proses untuk mengambil sebuah keputusan, kebijaksanaan, ataupun untuk bertindak sebagai prosedur untuk mengambil keputusan. Yaitu menjadi sebuah metode untuk bisa mengambil keputusan yang tepat tentang tindakan atau kebijaksanaan yang akan dilakukan. : b. Sebagai standar penilaian bagi tindakan atau kebijaksanaan yang telah dilakukan. Yaitu menilai tindakan atau kebijaksanaan yang telah terjadi berdasarkan akibat atau konsekuensinya, sejauhmana mendatangkan hasil terbaik bagi banyak orang. Teori kemanfaatan ini menggambarkan tentang apa yang sesungguhnya dilakukan oleh orang yang rasional dalam mengambil keputusan dalam hidup ini, khususnya keputusan moral, termasuk juga dalam bidang bisnis. Teori ini merumuskan prosedur dan pertimbangan yang banyak digunakan dalam mengambil suatu keputusan, khususnya yang menyangkut kepentingan banyak orang. Teori ini juga bisa membenarkan suatu tindakan sebagai tindakan yang baik dan etis, yaitu ketika tujuan atau akibat dari tindakan itu bermanfaat bagi banyak orang. 34 33 Ibid., hlm. 98-99. 34 Ibid., hlm. 95. Hal ini dapat dipahami dari alasan diberikannya bantuan dalam penyelamatan kredit macet yaitu dengan melakukan restrukturisasi kepada debitur yang masih mungkin diselamatkan misalnya melalui penurunan suku bunga kredit, pengurangan tuggakan bunga danatau pokok kredit, penambahan fasilitas kredit dan lain sebagainya. Teori utilitarisme mengedepankan kepentingan umum yang dalam hal ini difokuskan kepada peran Bank Indonesia mengemban berbagai kepentingan umum yakni kepentingan masyarakat debitur yang mengalami kredit bermasalah. Universitas Sumatera Utara Teori utilitarisme memberikan pemahaman bahwa sesuatu yang baik jika membawa manfaat. Manfaat restrukturisasi yang dilakukan di Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai sangat dirasakan oleh debitur yang mengalami kredit macet. Dengan dilaksanakannya restrukturisasi, debitur yang masih memiliki prospek usaha dan itikad baik dapat memenuhi kewajiban-kewajibannya kembali dengan cara diberikan kelonggaran tertentu oleh pihak bank sebagai kreditur. Selain itu manfaat dari restrukturisasi sangat membawa dampak yang positif bagi debitur. Dengan restrukturisasi kredit, terbuka kesempatan bagi debitur yang masih mau membayar namun kapasitas membayarnya menurun sehingga pembayaran tidak cukup untuk menutupi angsurannya. Dengan adanya pengaturan tentang restrukturisasi kredit bermasalah dalam praktek perbankan, debitur dan kreditur dapat mencapai kesepakatan baru yang dirasa lebih bermanfaat bagi keduanya. Sebagai contoh, bagi debitur usaha kecil menengah, meskipun jumlah pinjaman dari mereka relatif kecil tetapi jumlah mereka sebagai debitur sangat banyak. Apabila restrukturisasi dilakukan bagi mereka maka yang memperoleh manfaat adalah rakyat banyak. Manfaat restrukturisasi dapat dirasakan oleh kedua pihak yaitu debitur dan kreditur. Bagi debitur yaitu untuk menyelamatkan usaha agar kembali sehat, akan membuka kembali kemungkinan terbayarnya piutang baik pokok maupun bunga dan menjaga nama baik debitur itu sendiri pada perbankan. Sedangkan, bagi kreditur yaitu untuk menyelamatkan kredit, menjaga kolektibilitas kredit debitur dan meminimalkan Universitas Sumatera Utara pembentukan risiko kredit macet agar tingkat kesehatan bank tetap terjaga dengan baik.

2. Kerangka Konseptual