Sketsa Biografi Intelektual Izzah Darwazah

A. Sketsa Biografi Intelektual Izzah Darwazah

Nama lengkapnya Muhammad Izzah bin ‘Abd al-Hâdî Darwazah, dan lebih masyhur dengan sebutan Muhammad Darwazah. Darwazah dilahirkan di

Nablus, Palestina pada tahun 1305 H/1887 M. 1 Ayahnya bernama ‘Abd al-Hâdî bin Darwîsy ibn Ibrâhîm ibn Hasan Darwazah 2 , seorang pedagang kain di Nablus.

Darwazah termasuk dari keluarga menengah bermarga Farihat (al-farîhât) yang mendiami desa Kafranjah kabupaten Ajlun bagian Timur Yordania (syarq al- ardana), kemudian pada awal abad ke-10 H sebagian besar dari keluarganya

1 Mûjaz Tarjamah Hayât al-Mu`allif al-Ustadz Muhammad ‘Darwazah wa Âtsâruhu al- ‘Ilmiyah, dalam Darwazah, Sîrah al-Rasûl Shuwar Muqtabasah min al-Qur`ân al-Karîm, Jilid I,

(Beirut: Mansyûrât al-Maktabah al-‘Ashriyah, t.th), h. i

2 Kata “Darwazah” merupan penisbatan kepada julukan yang diberiukan kepada keluarganya yang berarti penjahit. Julukan ini diidentakkan kepada keluarga Darwazah, karena sebagian dari

kakeknya berprofesi sebagai penajhit. Lihat Tarjamah al-Mu`allif dalam Darwazah, al-Tafsîr al- Hadîts; Tartîb al-Suwar Hasba al-Nuzûl, Juz X, (Beirut: Dâr al-Garb al-Islâmiy, 2000), h. 23. Lihat juga http://www.thaqafa.org/Main/default, 18 Maret 2008 kakeknya berprofesi sebagai penajhit. Lihat Tarjamah al-Mu`allif dalam Darwazah, al-Tafsîr al- Hadîts; Tartîb al-Suwar Hasba al-Nuzûl, Juz X, (Beirut: Dâr al-Garb al-Islâmiy, 2000), h. 23. Lihat juga http://www.thaqafa.org/Main/default, 18 Maret 2008

Darwazah memulai pendidikan non-formalnya yakni belajar qirâ`ah, menulis dan tajwid al-Qur`ân dalam usia yang tergolong dini tatkala ia berumur lima tahun kepada seorang penulis di kota Nablus. Tiga tahun kemudian tepatnya tahun 1895 Darwazah menempuh pendidikan formalnya pada salah satu sekolah dasar Negeri, kemudian ia melanjutkan pada Madrasah al-Rasydiyah di Nablus hingga tingkat menengah dan tamat tahun 1906 M. Karena kondisi keluarganya yang kurang mampu menanggung biaya pandidikannya ke jenjang yang lebih tinggi, ia pun tidak dapat melanjutkan studinya ke pergeruan tinggi. Namun keadaan keluarganya ini tidak menyurutkan semangat belajarnya, iapun membangun wawasannya secara otodidak dan berkesinambungan dengan menelaah berbagai macam buku-buku yang ditemuainya, seperti kitab-kitab yang berkaitan dengan bahasa, adab, syair-syair, sejarah, sosial, filsafat, tafsir, hadits, fiqih, dan kalam. Kondisi ini menunjukkan bahwa Darwazah merupakan tipe

seorang yang memang haus akan ilmu pengetahuan. 4 Selain membaca kitab-kitab yang berbahasa Arab, Darwazah juga membaca dan mempelajari buku-buku yang

berbahasa Turki dan buku-buku yang berbahasa Asing dalam berbagai tema bahasannya. 5

Dalam usianya yang relatif muda yaitu 16 tahun, Darwazah mulai mengabdikan diri pada negara, dimana ia sebagai pegawai kantor pos utsmani. pada perkembangan selanjutnya, karirnya cukup gemilang dalam bidang tersebut sehingga ia menjabat sebagai kepala kantor pos Beirut, juga pernah ditugaskan sebagai pengawas kantor pos pusat di sina. Kemudian dalam bidang pemerintahan

3 Husein Hammâdah, Muhammad Darwazah; Shafahât min Hayâtih wa Jihâdih wa Mu`allafâtih, (Damaskus: Dâr al-Basyâ`ir, 1982), cet. ke-2, h. 9.

4 Muhammad Ali ‘Iyâzi, al-Mufassirûn: Hayâtuhum wa Manhajuhum, h. 452 5 Tarjamah al-Mu`allif dalam Darwazah, al-Tafsîr al-Hadît, juz X, h. 26 4 Muhammad Ali ‘Iyâzi, al-Mufassirûn: Hayâtuhum wa Manhajuhum, h. 452 5 Tarjamah al-Mu`allif dalam Darwazah, al-Tafsîr al-Hadît, juz X, h. 26

menjabat sebagai aparat pemerintah. 6 Setelah pembubaran itu, Darwazah memulai karirnya dibidang politik dan

pergerakan, ia pun bergabung dalam berbagai partai pergerakan dan sekaligus sebagai pejuang dalam membebaskan Palestina dari penjajahan Inggris, dengan tujuan mewujudkan konsep kesatuan negara Arab-Syria Raya. Konsep tersebut muncul, karena adanya keinginan untuk mencari identitas nasional dan perjuangan politik Arab yang berada di bawah panji Arabisme dan ketika ideologi nasionalisme mulai mencari bentuk dan jati diri. Keikut sertaan Darwazah dalam organisasi tersebut didasari atas pandangannya, bahwa Nasionalisme Arab tidaklah bertentangan dengan Islam, bahkan antara keduanya saling berhubungan dan komplementer. Dengan demikian Nasionalisme ini diharapkan dapat menyatukan Arab yang memberikan identitas dan budaya nasional dihadapan penjajah yang tamak, dan membebaskan mereka dari penindasan pendatang asing,

sehingga dapat hidup bebas dan bermartabat, dan itulah tujuan akhir Islam. 7 Karirnya pun tidak jauh berbeda ketika ia sebagai pegawai pemerintahan.

Dalam bidang ini Darwazah menduduki posisi dan peran penting, ia menjabat sebagai sekretaris cabang di Hezb al-I`tilâf Nablus (1909), sekretaris al- Jami’iyyah al-‘Ilmiyah al-‘Arabiyah (1911), anggota Jam’iyah al-fatât al- Syuriyah (1916), anggota sekaligus sekretaris Hai`ah al-Markaziyah di Damaskus (1919-1920), anggota sekaligus sekretaris al-Jam’iyah al-Wataniyah Nablis

6 Tarjamah al-Mu`allif dalam Darwazah, al-Tafsîr al-Hadîts; Tartîb al-Suwar Hasba al- Nuzûl, Juz X, h. 23-24

7 Ismail K. Poonawala, “Muhammad ‘Darwazah ’s Principles of modern exegesis: A contribution toward quranic hermeneutics”, in Approaches To The Qur’an, h. 237-238

(1919), kemudian dari tahun 1921-1932, dan dalam beberapa muktamar yang diselenggarakan, Darwazah menjadi anggota maupun sekretaris seperti dalam muktamar Arab Palestina di Qudsi tahun 1919 dan dari tahun 1921-1928, Muktamar umum Suriya tahun 1919-1920, dan dalam berbagai kepanitiaan partai maupun pergerakan lainnya. pada tahun 1936 pasukan kolonial Inggris dapat menumpas perjuangan Palestina dan sekaligus mematahkan aktivitas dan karir politik Darwazah.

Pada akhirnya, Darwazah difonis hukuman penjara selama lima tahun yaitu sejak tahun 1936 sampai tahun 1940 oleh pemerintahan Prancis dalam persidangan Mahkama Militer di Damaskus, disebabkan aktivitasnya dalam mendukung dan menggerakkan perlawanan rakyat Palestina terhdap penguasa

Inggris. 8 Penjeblosan Darwazah kedalam penjara memberikan pengaruh dan

pengalaman luar biasa dalam kehidupan dan pemikirannya. Selama penahanannya tersebut, Darwazah justru merasakan nikmat dan memiliki kesempatan yang luang untuk berinteraksi secara intensif dengan al-Qur`ân dan berbagai disiplin ilmu al-Qur`ân dan tafsir. Dalam penahanannya di Damskus ini, Darwazah menyelesaikan tiga seri bukunya yang berkaitan dengan al-Qur`ân. Setelah masa penahannya di damaskus, Darwazah tidak bisa kembali ke Nablus, karena penguasa Inggris menahannya (1941-1945). Iapun diberangkatkan ke Turki hingga tahun 1945. Pada masa penahanannya di Turki inilah ia merealisasikan angan-angannya untuk menulis tafsir modern dengan kekayaan literatur yang

ditemuinya. 9

8 Tarjamah al-Mu`allif dalam Darwazah, al-Tafsîr al-Hadîts; Tartîb al-Suwar Hasba al- Nuzûl, Juz X, h. 25

9 Lihat Darwazah, al-Qur`ân al-Majid, fi Muqaddimah al-Tafsîr al-Hadîts, (Beirut: Dâr al- Gharb al-Islâmi, 2000), h. 6

Pasca penahanannya, Darwazah masih sempat beraktivitas di beberapa organisasi yakni menjadi anggota al-Hai`ah al-‘Arabiyah al-‘Ulya, serta Lajnah

al-Siyâsiyah wa al-‘Askariyah. 10 Dan pada tahun 1960 Darwazah menjadi anggota konsultan Majma’ al-Lugah al-‘Arabiyah di Kairo dan al-Majlis al-A’la

Li Ri’âyah al-Funûn al-Âdâb wa al-‘Ulûm al-Ijtimâ’iyah di Syria. 11 Menjelang akhir masa hidupnya, aktifitas Darwazah difokuskan pada berbagai kegiatan di

bidang ilmiah dan sosial. Ia aktif menulis dan menjadi nara sumber dalam berbagai seminar dan perkuliahan, serta menulis artikel di berbagai koran dan majalah yang terbit di Arab, seperti Palestina, Syria, Libanon, Damaskus dan

Mekkah. 12 Pada tanggal 26 Juni 1984, Darwazah meninggal dunia dalam usia 96 tahun di Damaskus. 13