Kecenderungan dalam Kajian al-Qur`ân

B. Kecenderungan dalam Kajian al-Qur`ân

Darwazah merupakan salah seorang sosok yang aktif dalam berbagai pergerakan dan politik. Hal ini dibuktikan dengan keikut sertaannya dalam berbagai pergerakan dan menduduki posisi penting dalam pergerakan tersebut. seluruh aktivitasnya ini diarahkan untuk membangun pergerakan Islam baik melalui lisan maupun tulisannya. Salah satu bidang yang ditekuninya dalam membangun pergerakannya tersebut adalah melalui kajian al-Qur`ân dan

10 Tentang aktivitas Darwazah dalam bidang pemerintahan, politik dan pergerakan, dapat pula dilihat

dalam http://www.passia.org/palestine_facts/personalities/alpha_d.htm, juga dalam http://encarta.msn.com/encyclopedia_761580047/Darwazah

_izzat_muhammad.html,http://www.answers.com/topic/muhammad-izzat-Darwazah , diakses tanggal, 24-8-2008

11 C.E. Bosworth, etal., The Encyclopedia of Islam, New Edition, Vol. VII, (Leiden: E. J. Brill, 1993), h. 442.

12 Dunia politik ditinggalkan Darwazah sejak tahun 1948, karena kondisi fisiknya tidak memungkinkan lagi untuk beraktifitas di dunia tersebut, di karenakan sakit berat yang dideritanya.

Lebih lanjut dapat dilihat dalam Tarjamah al-Mu`allif dalam al-Tafsîr al-Hadîts, Juz X, cet. ke-2, h. 25

13 Muhammad Ali ‘Iyâzi, al-Mufassirûn: Hayâtuhum wa Manhajuhum, h. 453 13 Muhammad Ali ‘Iyâzi, al-Mufassirûn: Hayâtuhum wa Manhajuhum, h. 453

tersebut yang dikenal dengan istilah silsilah al-Qur`âniyah yang disajikan dalam volume yang terbilang cukup panjang. Serial ini mencakup ‘Asr al-Nabi wa Bî’atuhu Qabl al-Bi’tsah; Suwar al-Muqtabasah Min al-Qur`ân al-Karîm wa Dirâsât wa Tahlîlât Qur`âniyah, Sîrah al-Rasûl Sallallâhu ‘Alaihi Wasallam; Suwar al-Muqtabasah Min al-Qur`ân al-Karîm dan al-Dustûr al-Qur`âniyah wa

al-Sunnah al-Nabawiyah fî Syu`ûn al-Hayât. 15 Setelah penulisan ketiga bukunya tersebut, ia menulis sebuah tafsir utuh 30 juz yang dikenal denga al-Tafsîr al-

Hadîts, yang prinsip umum penafsirannya dilandaskan pada ketiga karya sebelumnya. 16

14 Di samping kajian tafsir, Darwazah juga memberikan perhatian besar terhadap kajian sosial kemasyarakatan, politik, pendidikan dan sejarah. Ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan langkah dan

perannya dalam pembangunan gerakan Islam modern. diantara karya-karyanya tersebut adalah: Wufûdu al-Nu’mân ‘alâ Kisrâ Anû Syarwan, Durûs fî Fann-i al-Tarbiyah, Bawâ‘its al-Harb al- ‘Âlamiyah al-Ûlâ, al-Wahda al-‘Arabiyah, Fî Sabîl Qadiyah Falistîn wa al-Wahdah al-‘Arabiyah, Al- ‘Udwân al-Isrâ`îlî al-Qadîm wa al-‘Udwân al-Sahyûnî al-Hadîts wa Marâhil al-Sarâ’i Baina Ahl al- Bilâd wa al-Mu’taddîn wa Masîr Hâdzâ al-Sarâ’i, Risâlah Naqdiyah Li Kitâb Anîs al-Sa`igi, Mudzakarât ‘Unwânihâ, Târîkh al-‘Arûbah Tahta Râyah al-‘Abbâsiyyîn, Târîkh al-‘Arûbah fî al- Andalus, Târîkh al-‘Arûbah fî Jazîrah al-‘Arab, Majmû’ah Maqâlât fî Syu`ûn Islâmiyah Mutanawwi’ah, Majmû’ah Maqâlât fî Sadadi al-Qadiyah al-Falistînitah, Majmû’ah Ta’lîqât ‘Alâ Kutub Qara`ahâ,Majmû’ah Muhâdarât Akhlâqiyah wa Ijtimâ’iyah Alqâhâ fî Madrasah al-Najjâh wa Andiyah Falistîn. Lihat Darwazah, Sîrah al-Rasûl Shuwar Muqtabasah min al-Qur`ân al-Karîm, Jilid

ي I, h. 15 Penamaan terhadap ketiga karyanya ini oleh Darwazah sendiri, karena ketiga karya tersebut

secara umum didasarkan pada al-Qur`ân. Lihat Darwazah, Al-Qur`ân al-Majid, fi Muqaddimah al- Tafsîr al-Hadîts, h. 278. dan ketiga bukunya tersebut ditulis dikala ia dipenjara tahun 1939, lebih lanjut lihat Hasan ‘Abd al-Rahmân Salwâdî, Min A’lâmi al-Fikr fî Falistîn, (al-Qudsi: Dâr al-Qudsi, 1991), cet. ke-1, h. 37-61

16 Darwazah, Muqaddimah al-Tafsîr al-Hadîts, jilid I, h. 5. Karya Darwazah lainnya yang berhubungan dengan kajian al-Qur`ân, tafsir dan hadits adalah: (1) Al-qur`ân al-Majîd, (2) Târîkh Banî

Isrâ`îl min al-Qur`ân, (3) Al-Qur`ân wa al-Mar`ah, (4) Al-Qur`ân wa al-Insân al-Ijtimâ’î, (5) Al- Qur`ân wa al-Damân al-Ijtima’î, (6) Al-Qur`ân wa al-Mulhidûn, (7) Târîkh al-Jins al-‘Arabî fî al- Islâm Tahta Râyah al-Nabî Saw, (8) Al-Tafsîr al-Hadîts, (9) Al-Qur`ân wa al-Yahûdi, (9) Al-Qur`ân wa al-Mubasysyirûn, (10) Al-Jihâd fî Sabîl Allah fî al-Hadîts wa al-Sunnah, dan (11) Riwâyah Wufûd al-Nu’mân ‘Alâ Kisrâ Anû Syarwân. Lihat Muhammad Ali ‘Iyâzi, al-Mufassirûn: Hayâtuhum wa Manhajuhum, h. 453. Lihat juga Darwazah , Sîrah al-Rasûl Shuwar Muqtabasah min al-Qur`ân al-

Karîm, Jilid I, (Beirut: Mansyûrât al-Maktabah al-‘Ashriyah, t.th), h. و - ب

Kecenderungan Darwazah dalam kajian al-Qur`ân dan tafsir, sebagaimana pengakuannya sendiri sudah terpendam sejak kecil, iapun berusaha mendalami pola kalimatnya yang indah (al-râ’i) dan mulia dalam berbagai topik atau tema, seruan, arahan, dan ketetapannya. Selain itu ia juga menelaah sejumlah kitab- kitab tafsîr dan kitab lainnya baik yang klasik maupun yang modern, yang berhubungan dengan tema, prinsip dasar dan tujuan al-Qur`ân. Akan tetapi obsesi Darwazah ini terabaikan karena aktifitasnya di dunia politik, dan baru menemukan momentum terbaik untuk menyusun sebuah tafsir utuh ketika ia

dipenjara oleh pemerintah Inggris (1939-1941). 17 Kehidupan Darwazah lebih banyak didekasikan dalam berinteraksi dengan

al-Qur`ân dan persoalan sosial, khususnya sejak penjeblosannya kedalam penjara. Darwazah meyakini bahwa mengkaji al-Qur`ân dan menafsirkannya merupakan dasar dalam melakukan pembaharuan dan pengembangan Islam, sosial, dan pemikiran politik, serta meyakini pula bahwa al-Qur`ân merupakan satu-satunya

sumber bagi reinterpretasi pemikiran Islam. 18 Untuk mengukur apakah Darwazah memiliki dasar kredibilitas sebagai

seorang mufassir atau tidak, ada baiknya terlebih dahulu memaparkan syarat- syarat yang harus dimiliki oleh seorang mufassir. Mannâ' Khalîl al-Qattân menyebutkan terdapat sebilan syarat yang harus dipenuhi oleh seorang mufassir, yaitu:

Pertama, memiliki akidah yang benar. Syarat ini sangat penting dimilki oleh seorang mufassir, karena akidah memiliki pengaruh kuat terhadap jiwa mufassir yang dapat mendorong mufassir untuk mengubah nas-nas dan berkhianat dalam menyampaikan berita. Sehingga dalam menafsirkan al-Qur`ân khususnya ayat-ayat yang berhubungan dengan akidah di takwilkannya sesuai dengan

17 Darwazah, al-Qur`ân al-Majid, fi Muqaddimah al-Tafsîr al-Hadîts, h. 141

18 Ismail K. Poonawala, “Muhammad ‘Darwazah ’s Principles of modern exegesis: A contribution toward quranic hermeneutics”, in Approaches To The Qur’an, h. 239 18 Ismail K. Poonawala, “Muhammad ‘Darwazah ’s Principles of modern exegesis: A contribution toward quranic hermeneutics”, in Approaches To The Qur’an, h. 239

Kedua, bersih dari hawa nafsu. Karena hawa nafsu akan mendorong pemiliknya untuk membela kempentingan mazhab yang dianutnya, sehingga manusia tertipu dengan ungkapan kata-kata halus dan keterangan menarik, sebagaimana yang dilakukan oleh golongan Qadariyah, Syi'ah Rafidah, Mu'tazilah dan para pendukung mazhab yang sejenis lainnya.

Ketiga, terlebih dahulu menafsirkan al-Qur`ân dengan al-Qur`ân, karena sesuatu yang masih global pada satu ayat telah terperinci dalam ayat yang lain, dan sesuatu yang dikemukakan secara singkat dalam satu ayat telah diuraikan di ayat yang lainnya.

Keempat, mencari penafsiran ayat dari sunnah, karena sunnah berfungsi sebagai pensyarah al-Qur`ân dan penjelasannya. Karena al-Qur`ân sendiri menyebutkan bahwa semua hukum (ketetapan) Rasulullah berasal dari Allah, sebagaimana bunyi ayat berikut:

Dalam ayat yang lain disebutkan bahwa sunnah merupakan penjelas bagi al- kitâb (al-Qur`ân), bunyi ayat tersebut adalah:

Kaitannya dengan hal tersebut, Imam al-Syafi'I berkata: "segala sesuatu yang di putuskan Rasulullah adalah hasil pemahamannya terhadap al-Qur`ân". Kelima, apabila tidak didapatkan penafsirannya dalam sunnah, hendaklah meminjam pendapat para sahabat karena mereka lebih mengetahui tentang tafsir

19 Q.S. 4 : 105 20 Q.S. 16 : 44 19 Q.S. 4 : 105 20 Q.S. 16 : 44

Keenam, apabila tidak ditemukan juga dalam al-Qur`ân, sunnah, maupun dalam pendapat para sahabat maka sebagian ulama, dalam hal ini, memeriksa pendapat tabi'in (generasi setelah sahabat).

Ketujuh, pengetahuan bahasa Arab dengan segala cabangnya, hal ini diperlukan karena al-Qur`ân diturunkan dalam bahasa Arab dan pemahaman tentangnya amat bergantung pada penguraian mufradât (kosa kata) lafazh-lafazh dan pengertian-pengertian yang ditunjukkannya menurut letak kata-kata dalam rangakaian kalimat. Dalam hal ini Mujahid berkata: "tidak diperkenankan bagi orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk berbicara tentang kitab Allah apabila ia tidak mengetahui berbagai dialek bahasa Arab".

Kedelapan, pengetahuan tentang pokok-pokok ilmu yang berkaitan dengan al-Qur`ân, seperti ilmu qirâ`ah, karena dengan ilmu ini diketahui bagaimana cara mengucapkan (lafazh-lafazh) al-Qur`ân dan dapat memilih qirâ`ah mana yang lebih kuat diantara berbagai ragam qirâ`ah yang diperkenankan. Ilmu Tauhid, dengan ilmu ini seorang mufassir diharapkan tidak menakwilkan ayat-ayat khususnya yang berhubungan dengan hak-hak Allah dan sifat-Nya secara berlebih-lebihan, dan ilmu usûl khususnya usûl al-tafsîr, dengan mendalami kaidah-kaidah yang dapat memperjelas suatu makna dan dapat meruluskan maksud-maksud al-Qur`ân, seperti pengetahuan tentang asbâb al- nuzûl, nâsikh-mansûkh, dan lain sebagainya.

Kesembilan, pemahaman yang cermat sehingga seorang mufassir dapat mengukuhkan suatu makna atas yang lain atau menyimpulkan makna yang

sejalan dengan nas-nas syari'at. 21

21 Mannâ' Khalîl al-Qattân, Mabâhits fî 'Ulûm al-Qur`ân, h. 329-332, lihat juga al-Suyûtî, al- Itqân fî 'Ulûm al-Qur`ân, juz II, h. 467

Jika maksud semua syarat yang telah disebutkan diatas dipahami sebagaimana yang dipahami oleh ulama pada masa klasik mutlak dikuasai oleh seorang mufassir, maka mayoritas mufassir pada masa modern ini, termasuk Darwazah tidak memiliki dasar kuat dan kredibilitas sebagai seorang mufassir. Karena dalam pandangan penulis, hampir semua orang khususnya mufassir pada masa modern ini tidak akan bias terlepas dari pengaruh sebuah mazhab ataupun golongan yang diikutinya dan akan tetap terdapat nuansa mazhap ataupun golongan ketika seseorang menafsirkan al-Qur`ân. sebagai contoh misalnya al- Zamakhsyari yang tafsirnya di jadikan rujukan oleh mufassir setelahnya adalah seorang pendukung golongan Muktazilah.

Di sisi lain belum tentu semua mufassir pada era modern ini menguasai secara mendalam segala ilmu yang berhubungan dengan penafsiran atau pada diri mereka terdapat semua syarat yang telah disebutkan diatas. Meskipun dipandang telah menguasai secara mendalam bidang yang berhubungan dengan penafsiran, tapi hal itu hanya beberapa cabang saja dari cabang ilmu yang berhubungan dengan penafsiran al-Qur`ân atau usûl al-tafsîr.

Demikian halnya dengan Darwazah, jika melihat pada latar belakang pendidikan yang ditempuhnya yang hanya sampai pada tingkat I'dâdi, yang kemudian mempelajari beberapa kitab yang berkaitan dengan kajian keislaman secara otodidat, maka dari sisi ini Darwazah belumlah dapat dikatakan sebagai seorang yang mempunyai kredibilitas mufassir. Akan tetapi bila makna mufassir dalam konteks ini di pahami secara luas atau memiliki kemampuan mendalam terhadap beberapa dari cabang-cabang ilmu yang berhubungan dengan penafsiran, maka Darwazah dan mayoritas mufassir modern.

Meskipun Darwazah dalam kategori sebagaimana yang telah dipaparkan diatas, akan tetapi tidak ada salahnya jika karya tafsirnya yang terdiri dari beberapa jilid tersebut dan karya-karya tafsir modern lainnya perlu di apresiasi. Karena meskipun dalam karya Darwazah dan tafsir-tafsir modern lainnya terdapat kekurangan, akan tetapi semua karya tersebut dapat menambah wacana dan Meskipun Darwazah dalam kategori sebagaimana yang telah dipaparkan diatas, akan tetapi tidak ada salahnya jika karya tafsirnya yang terdiri dari beberapa jilid tersebut dan karya-karya tafsir modern lainnya perlu di apresiasi. Karena meskipun dalam karya Darwazah dan tafsir-tafsir modern lainnya terdapat kekurangan, akan tetapi semua karya tersebut dapat menambah wacana dan