Peranan pembimbing agama dalam meningkatkan ibadah shalat pada lansia di balai perlindungan sosial dinas sosial provinsi Banten

(1)

DALAM MENINGKATKAN IBADAH SHALAT

PADA LANSIA DI BALAI PERLINDUNGAN SOSIAL

DINAS SOSIAL PROVINSI BANTEN

SKRIPSI

Diajukan kepada Ilmu Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh

Hari Kohari Permasandi

NIM 104052001976

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H/ 2011 M


(2)

DALAM MENINGKATKAN IBADAH SHALAT

PADA LANSIA DI BALAI PERLINDUNGAN SOSIAL

DINAS SOSIAL PROVINSI BANTEN

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh

Hari Kohari Permasandi

NIM 104052001976

Di bawah bimbingan,

Drs. Sugiharto, MA NIP. 19660806 199603 1 001

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H/ 2011 M


(3)

Skripsi berjudul Peranan Pembimbing Agama Dalam Meningkatkan Ibadah Shalat Pada Lansia Di Balai Perlindungan Sosial Dinas Sosial Provinsi Banten telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Jum’at, 17 Juni 2011.

Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos. I) pada Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam.

Jakarta, 17 Juni 2011

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota Sekertaris Merangkap Anggota

Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si Drs. Sugiharto, MA

NIP. 19690607 199503 2 003 NIP. 19660806 199603 1 001

Anggota

Penguji I Penguji II

Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si Dra. Rubiyanah, MA

NIP. 19690607 199503 2 003 NIP. 19730822 199803 2 001

Pembimbing

Drs. Sugiharto, MA


(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang di ajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos. I) di Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasi jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 12 Juni 2011


(5)

i

Hari Kohari . P

Peranan Pembimbing Agama Dalam Meningkatkan Ibadah Shalat Pada Lansia di Balai Perlindungan Sosial Dinas Sosial Provinsi Banten

Hidup manusia itu tidak terlepas dari ibadah, dengan kata lain semua yang di lakukan manusia bermuatan ibadah. Dalam pengertiannya ibadah merupakan bentuk penghambaan manusia kepada tuanNya. Secara garis besar Islam membagi ibadah kedalam dua bagian yaitu ibadah yang secara umum dan ibadah secara khusus. Akan tetapi ibadah yang paling utama di dalam Islam adalah ibadah shalat.Ibadah shalat merupakan pokok dari agama Islam dan tiangnya, ibadah shalat adalah perintah pertama setelah syahadat. Dan mengenai pelaksanaannya wajib bagi orang mukmin. Dalam kehidupannya manusia memerlukan orang lain begitu pula para lansia yang berada di Balai Perlindungan Sosaial Dinas Sosial Provinsi Banten yang memerlukan bimbingan agama untuk memahami, melaksanakan atau mempratekan, serata meningkatkan ibadah shalatnya.

Dalam peneletian ini penulis ingin mengetahui bagaimana peranan pembimbing agama dalam meningkatkan ibadah shalat para lansia yang berada di Balai Perlindungan Sosial Dinas Sosial Provinsi Banten. Melalui pendekatan kualitatif dan teknik pengumpulan datanya yaitu dengan cara wawancara, observasi dan dokumentasi. Dan yang menjadi subyek dalam penelitian ini adalah pembimbing agama, sedangkan yang menjadi objek dalam peneltian ini adalah para lansia. Dan dalam penelitian ini penulis fokuskan pada masalah tata cara sholat, pengetahuan sholat, faktor pendorong, serta ada tidaknya peranan pembimbing dalam meningkatkan shalat.

Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa metode yang digunakan pembimbing agama dalam meningkatkan ibadah shalat pada lansia tak berbeda dari metode pembimbing yang lainnya seperti metode ceramah dan tanya jawab, akan tetapi ada metode yang penulis baru ketahui dalam penelitian ini yang berbeda dengan metode pembimbing yang lain pada umumnya yaitu metode pama-pami. Dan dari metode yang digunakan pembimbing agama dalam meningkatkan ibadah shalat pada lansia kesemuanya digunakan.


(6)

ii

Assalmu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata’ala, atas

rahmat dan karuniannya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Peranan Pembimbing Agama Dalam Meningkatkan Ibadah Shalat Pada Lansia di

Balai Perlindungan Sosial Dinas Sosial Provinsi Banten” sebagai salah satu

persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Program Sarjana di Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Tak lupa shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW. yang telah menjadi suri tauladan bagi seluruh manusia, begitupun bagi seluruh keluarga dan sahabat-sahabatnya yang berjuang bersama beliau.

Pada dasarnya dalam proses penulisan skripsi ini, penulis banyak mengalami kesulitan, akan tetapi karena kekuasaan Allah SWT. melalui bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan walaupun banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu penulis perlu menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setingi-tingginya terutama kepada :

1. Bapak DR. H. Arif Subhan, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Bapak Drs. Wahidin Saputra, MA selaku Pembantu Dekan I, Drs. Mahmud Jalal, MA selaku Pembantu Dekan II serta Bapak Drs. Study Rizal, MA selaku Pembantu Dekan III.

2. Ibu Dra. Rini Laili Prihatini, Msi selaku Ketua Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam serta Bapak Drs. Sugiharto, MA selaku Sekretaris


(7)

iii

telah memberikan waktu untuk memberikan bimbingan hingga penulis dapat menyelesaikannya.

3. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu kepada penulis.

4. Pimpinan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan pelayanan dan fasilitasnya.

5. Seluruh pegawai Balai Perlindungan Sosial Dinas Sosial Provinsi Banten terutama kepada Bapak H. Sukaemi, S. Pd yang telah membantu penulis untuk melakukan penelitian skripsi.

6. Sembah sujud teruntuk kedua orangtua penulis Bapak Syamhudi (Almarhum) dan Ibu Kusniah, yang penulis hormati yang telah memberikan kasih sayang tak berujung kepada penulis, hanya saja penulis belum bisa memberikan yang terbaik untuk kedua orangtua penulis. 7. Kakak-kakak dan Adik-adik penulis yang begitu besar telah membantu

dan memberikan motivasi untuk menyelesaikan kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Keluarga Besar penulis, terutama kepada Paman Drs. Lukmanul Hakim Msi terimakasih atas rekomendasinya sehingga penulis dapat melakukan penelitian di Balai Perlindungan Sosial Dinas Sosial Provinsi Banten. 9. Keluarga Besar BPI yang telah memberikan kenagan kepada penulis


(8)

iv disebutkan satu persatu.

11. Kepada kawan-kawan penulis Begeng, Sinden, Boy, Ali, Iyus, Away, Tays, Keluarga Besar UKM khususnya FORSA serta umumnya UKM yang lain yang tidak bisa di sebutkan satu persatu serta kepa KM UIN, dan Anak-anak tongrongan SANYO BOY makasih atas motivasinya. Begitu banyak nama yang tak tercantum dalam penulisan skripsi ini, namun keterbatasan jua yang tak mengizinkan menaruhnya. Penulis melayangkan

do’a berharap semoga Allah membalas budi baik semuanya. Semoga skripsi ini dapat membawa manfaat bagi khalayak umum. Amin.

Billahutaufiqwalhidayah

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Ciputat, Juni 2011


(9)

v

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Metodologi Penelitian ... 7

E. Tinjauan Pustaka ... 9

F. Sistematika Penulisan ... 10

BABII LANDASAN TEORI A. Peranan ... 13

1. Pengertian Peranan ... 13

2. Bentuk dan Macam-macam Peranan ... 14

3. Tujuan dan Manfaat Peranan ... 16

4. Langkah-langkah Peranan ... 16

B. Pembimbing Agama ... 18

1. Pengertian Pembimbing Agama ... 18

2. Syarat Pembimbing Agama... 20

3. Tugas Pembimbing Agama ... 24


(10)

vi

1. Pengertian Ibadah Shalat ... 28

2. Syarat Ibadah Shalat... ... 29

3. Dasar Hukum Ibadah Shalat... 31

D. Lansia ... 32

1. Pengertian Lansia ... 32

2. Karakteristik Lansia ... 33

BAB III GAMBARAN UMUM BALAI PERLINDUNGAN SOSIAL DINAS SOSIAL PROVINSI BANTEN A. Sejarah Berdirinya ... 36

B. Visi dan Misi dan Maksud dan Tujuan ... 37

C. Tugas dan Fungsi ... 38

D. Sasaran Garapan, Penerimaan dan Pelayanan ... 40

E. Sarana dan Prasarana... 44

BAB IV ANALISIS PERANAN PEMBIMBING AGAMA DALAM MENINGKATKAN IBADAH SHALAT PADA LANSIA DI BALAI PERLINDUNGAN SOSIAL DINAS SOSIAL PROVINSI BANTEN A. Implementasi Pembimbing Agama Dalam Meningkatkan Ibadah Shalat Pada Lansia ... 46

B. Metode Pembimbing Agama Dalam Meningkatkan Ibadah Shalat Pada Lansia ... 50

C. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Dalam Meningkatkan Ibadah Shalat Pada Lansia ... 53


(11)

vii

A. Kesimpulan ... 57 B. Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59


(12)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada hakekatnya manusia di ciptakan oleh Allah S.W.T untuk tujuan beribadah kepadaNya. Ibadah merupakan bentuk penghambaan manusia sebagai mahluk kepada Allah Sang Pencipta. Karena ibadah merupakan fitrah (naluri) manusia, maka ibadah kepada Allah membebaskan manusia dari pemujaan dan pemujaan yang salah dan sesat.1

Allah S.W.T berfirman dalam Surat Adz Dzariyat/51: 56 sebagai berikut :





Artinya: “Tidaklah kuciptakan jin dan manusia melainkan untuk mengabdi

kepada-Ku”

Ayat tersebut diatas mengandung makna bahwa manusia dan jin haruslah tunduk atau taat kepada sang penciptaNya. Dalam Islam ibadah memiliki aspek yang sangat luas, segala sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah baik berupa perbuatan maupun ucapan, secara lahir maupun batin, semua merupakan ibadah. Maka dengan demikian, segenap tindakan yang dilakukan sepanjang siang dan malam tidak terlepas dari ibadah, seperti senyum kepada orang lain termasuk kedalam ibadah.

Secara garis besar dalam Islam ibadah dapat di bagi menjadi dua bagian yaitu ibadah umum dan ibadah khusus. Ibadah umum adalah segala

1


(13)

perbuatan manusia, yang cara dan syaratnya tidak di tentukan secara detail, seperti tolong menolong, mencari nafkah dan sebagainya. Sedangkan ibadah khusus adalah ibadah yang ditentukan cara dan syaratnya secara detail dan biasanya bersifat ritus2, ruang lingkup, batasan dan aturanya sesuai dengan syarak, seperti puasa, zakat, haji dan sebagainya.3

Akan tetapi dalam ajaran Islam ibadah shalat memiliki kedudukan tertinggi diantara ibadah-ibadah lainnya, bahkan kedudukan terpenting dalam Islam yang tak tertandingi oleh ibadah lain, karena ibadah shalat yang terdahulu sebagai konsekwensi iman, tidak ada syariat samawi lepas darinya.4

Allah S.W.T berfirman dalam Surat Ibrahim/14 : 40 sebagai berikut :









Artinya: “Wahai Tuhanku, jadikanlah aku dan anak-cucuku sebagai

orang-orang yang mendirikan shalat....”

Ayat di atas mengandung makna bahwa ibadah shalat merupakan ibadah utama selain ibadah-ibadah yang lainnya. Benarlah bahwa shalat adalah pokok dari Islam dan tianngnya, ia adalah penghubung antara seorang hamba yang sadar akan kehambaanya, yang menasehati dirinya, dengan Tuhannya yang selalu memeliharanya dan memelihara alam semesta dengan nikmat-nikmat dan keutamaanNya. Shalat adalah tanda cinta seorang hamba pada Rabbnya dan penghargaan atas nikmat-nikmatNya, juga merupakan bentuk syukurnya atas karunia dan kebaikannya.5

2 Ibid. 3

Yunasril Ali, Agar Shalat Menjadi Penolongmu,Penyejuk Hatimu, (Jakarta: Zaman, 2009),Cet. Ke-1, h. 19.

4

Shalih bin Ghanim as- Sadlan, Fiqih Shalat Berjamaah, (Jakarta: Pustaka as-Sunnah,2006), Cet. Ke-1, h. 30.

5


(14)

Shalat adalah perintah pertama dalam Islam sesudah pengucapan dua kalimat syahadat. Mengenai kewajibannya adalah umum bagi laki-laki dan perempuan, budak sahaya dan merdeka, miskin dan kaya, orang yang mukmin (menetap) ataupun musafir dan yang sehat ataupun sakit. Kewajiban ini tidak gugur bagi siapa saja yang sampai pada usia baligh, dalam keadaan bagaimanapun juga, tidak seperti puasa, zakat dan haji yang diwajibkan dengan beberapa syarat dan sifat, dalam waktu tertentu dan dengan batas yang tertentu pula.6

Shalat merupakan pijakan utama dalam mewujudkan sistem sosial Islam. Karena itu, Al-Qur’an menekankan pentingnya shalat. Kemalasan dan keenganan melaksanakannya merupakan tanda melalaikannya dan merupakan tanda hilangnya iman.7

Agama diturunkan Allah adalah untuk menjadi pedoman, bimbingan dan petunjuk bagi manusia dalam menjalani kehidupannya, agar hidup tenteram, bahagia dan saling menyayangi antara satu sama lain.8

Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, tak seorang pun bisa mandiri dan lepas dari bantuan orang lain. Tidak ada orang yang sanggup menunaikan semua tugas dan kewajibannya tanpa uluran tangan pihak lain.9

Maka bimbingan agama diperlukan agar dalam pelaksanaan ibadah shalat dapat dilaksanakan dengan baik dan sesuai dengan tuntunan yang di ajarkan agama. Dalam hal ini, pembimbing agama memiliki peranan yang

6

Abdulhasan Ali Abdul Hayyi Al-Hasani An-Nadwi,Empat Sendi Agama Islam (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), Cet. Ke-1, h. 21.

7

Sudirman Tebba, Nikmatnya Shalat Jamaah, (Banten: Pustaka irVan, 2008), Cet. Ke-1. h. 17.

8

Zakiah Daradjat, Psikitrapi Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2002), Cet. Ke-1, h. 19.

9

Komarudin Hidayat, Psikilogi Ibadah, (Jakrta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2008), Cet. Ke-1, h. 18.


(15)

sangat penting sekali dalam mengarahkan, memberi jalan atau menuntun orang lain kearah yang telah di ajarkan oleh agama.

Kehidupan manusia mengenal fase-fase yang dilalui oleh setiap manusia, mulai dari fase kanak-kanak sampai fase sudah lanjut usia. Rangkaian fase-fase itu meliputi secara berturut-turut fase kanak-kanak, fase anak, fase dewasa awal, fase setengah umur, dan fase berumur tua/lanjut usia.

Pada fase lanjut usia, terjadi berbagai penurunan kemampuan berpikir. Mereka juga lebih banyak mengingat masa lalu dan sering sekali melupakan apa yang baru di perbuatnya. Kemampuan untuk memusatkan perhatian, berkonsentrasi dan berpikir logis menurun, bahkan sering kali terjadi loncatan gagasan. Al-Qur’an menggambarkan periode ini sebagai periode di mana manusia dipanjangkan umurnya pada umur yang paling lemah.10

Dewasa ini penyandang masalah kesejahtraan sosial khususnya masalah lanjut usia terlantar semakin banyak, hal ini merupakan sebagai dampak dari era globalisasi dan krisis yang melanda Republik Indonesia mengakibatkan meningkatnya Penyandang Masalah Kesejateraan Sosial (PMKS) baik kualitas maupun kuantitasnnya.

Dinas Sosial Provinsi Banten sebagai intansi pemerintah yang memiliki tugas dan tanggung jawab meminimalisir permasalahan sosial yang ada di Provinsi Banten khususnya, melalui berbagai macam kebijakan, salah satu diantaranya adalah mendirikan Balai Perlindungan Sosial.

Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten adalah salah satu Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Dinas Sosial Provinsi Banten yang memiliki

10

Aliah. B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami: menyikap rentang

kehidupan manusia dari prakelahiran hingga pascakematian, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,


(16)

tugas dan tanggung jawab memberikan pelayanan dan perlindungan sosial kepada lanjut usia terlantar, balita terlantar, wanita korban tindak kekerasan dan tuna grahita.

Para lansia yang berada di Balai Perlindungan Sosial Dinas Sosial Provinsi Banten sangat memerlukan bimbingan dalam memahami, melaksanakan atau memperaktekan ibadah shalat atau ibadah lainnya. Oleh sebab itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang dituangkan dalam

bentuk skripsi dengan judul “PERANAN PEMBIMBING AGAMA

DALAM MENINGKATKAN IBADAH SHALAT PADA LANSIA DI BALAI PERLINDUNGAN SOSIAL DINAS SOSIAL PROVINSI BANTEN.”

B. Pembatasan dan Perumusan Maslah 1. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari pembahasan yang lebih luas, maka penulis membatasi masalah hanya pada Peranan Pembimbing Agama Dalam Meningkatkan Ibadah Shalat Pada Lansia Di Balai Perlindungan Sosial Dinas Sosial Provinsi Banten. Meliputi implementasi dan metode serta faktor pendukung dan penghambat.

2. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah ini adalah :

a. Bagaimana Implementasi Pembimbing Agama dalam Meningkatkan Ibadah Shalat pada Lansia?

b. Metode apa yang di lakukan Pembimbing Agama dalam Meningkatkan Ibadah Shalat pada Lansia?


(17)

c. Apa saja yang menjadi faktor pendukung dan penghambat pembimbing agama dalam Meningkatkan Ibadah Shalat pada Lansia?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui dan menganalisis implementasi yang dilakukan pembimbing agama dalam meningkatkan ibadah shalat?

b. Untuk mengetahui dan menganalisis metode apa yang dipakaai pembimbing agama dalam meningkatkan ibadah shalat?

c. Untuk mengetahui faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat pembimbing agama dalam meningkatkan ibadah shalat?

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Akademis

Secara akademis penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan wawasan keilmuan mengenai kondisi para lansia serta bagaimana cara dan metode menangani lansia dalam hal urusan ibadah pada umumnya dan ibadah shalat khususnya.

b. Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis penelitian ini untuk menjadi bahan acuan dan bahan pertimbangan bagi pribadi penulis khususnya, serta pada umumnya bagi pihak-pihak yang konsen dalam menangani masalah mengenai penanganan lansia. Dimana perlu kita ketahui bahwa penaganan lansia perlu perhatian yang lebih.


(18)

D. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian

Dalam peneltian ini penulis menggunakan metode pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfatkan berbagai metode ilmiah.11

2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kantor Dinas Sosial Provinsi Banten yang beralamat di Jln. Ki Ajurum No. 3 Cipocok Jaya, Serang 42121 Telp. (0254) 216866 Fax. (0254) 219784. Adapun waktu pelaksanaan penelitian yaitu pada bulan April 2011 sampai dengan bulan Mei 2011.

3. Subjek dan Objek Penelitian

Adapun pada penelitian ini yang menjadi subjek yaitu para pembimbing agama yang berada di Balai Perlindungan Sosial Dinas Sosial Provinsi Banten yang memiliki peranan penting dalam rangka meningkatkan ibadah shalat. Sedangkan objek penelitiannya secara formal adalah lansia yang berada di balai perlindungan sosial Dinas Sosial Provinsi Banten sedangkan secara materialnya adalah bimbingan agama, melalui implementasi, metode, serta faktor pendukung dan penghambat apa oleh pembimbing agama untuk meningkatkan ibadah shalat.

11

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosada Karya, 2004),Cet. Ke-1. h. 6.


(19)

4. Sumber Data

a. Data Primer

Yaitu data yang diperoleh secara langsung dari pihak-pihak terkait yang berhubungan dengan penelitian ini, dengan berupa wawancara ataupun hal yang lainya.

b. Data Sekunder

Yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung, data ini berupa dokumen-dokumen, buku-buku, diktat serta sumber-sumber lain.

5. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh dan menghimpun data yang objektif, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan instrumen penelitian sebagai berikut :

a. Observasi

Merupakan teknik atau pendekatan untuk mendapatkan data primer dengan cara mengamati langsung obyek datanya.12 Dalam hal ini penulis melakukan tinjauan langsung ke tempat penelitian, dan hal-hal yang telah di tinjau atau di lihat oleh penulis kemudian dicatatat, sebagai bahan penelitian.

b. Wawancara

Adalah komunikasi dua arah untuk mendapatkan data dari responden.13 Dimana penulis melakukan wawancara dengan para pihak yang terkait dalam penelitian ini.

12

Jogiyanto, Metodologi Penelitian Sistem Informasi, (CV. Andi Offset, 2008), Cet. Ke-1, h .89.

13


(20)

c. Dokumentasi

Yaitu Mengumpulkan dan menelaah dokumentasi dan arsif yang di miliki Balai Perlindungan Sosial Dinas Sosial Provinsi Banten.

6. Teknik Analisa Data

Dalam melakukan analisa data, penulis mengumpulkan catatan lapangan baik berupa observasi, wawancara, ataupun dokumentasi yang di peroleh dari hasil lapangan, yang kemudian menyimpulkannya, serta menganalisis persoalan yang telah ditetapkan. Kemudian di kelompokan sesuai dengan persoalan lalu menganalisisnya secara sistematis.

7. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan skripsi ini penulis berpedoman pada Buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Desertasi) yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Devlopment and Assurance) Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

E. Tinajuan Pustaka

Penelitian ini melakukan tinjauan pustaka dengan tujuan bahwa penulisan skripsi ini bukan merupakan hasil dari skripsi sebelumya. Berikut ini judul-judul skripsi yang dijadikan sebagai tinjauan pustaka :

1. Khayrul MuttaQori Baini, dengan judul “Peran Pembimbing Dalam Memberikan Motivasi Hidup Pada Lansia di Pusaka Cengkareng Jakarta

Barat”. Yang berisi lebih mengenai bagimana menekankan motivasi hidup pada lansia.


(21)

2. Mumun Mulyanah, dengan judul skripsi “ Upaya Pembimbing Agama Dalam Meningkatkan Pengetahuan Ibadah Shalat Siswa di SDN Kunciran

4 Pinang Kota Tangerang”. Pada skripsi yang di tulis saudari Mumun

Mulyanah lebih di tekankan aspek siswa mengenai pengetahuan ibadah shalat.

3. Sofhal Jamil, dengan judul skripsi Peranan Pembimbing Agama Dalam Mewujudkan Kemandirian Bagi Anak-anak Yatim di Pondok Pesanteren Yatim Al-akhyar Kelurahan Beji Kota Depok”. Skripsi yang ditulis Shofal Jamil ini berisi tentang bagaimana pembimbing agama dapat mewujudkan anak-anak yatim agar bisa mandiri.

Berbeda dengan dengan penelitian dengan yang sebelumnya di atas, pada penelitian ini penulis membahas mengenai peranan pembimbing agama agar dapat meningkatkan ibadah shalat para lansia melalui implementasi, metode atau cara serta faktor pendukung dan faktor penghambatnya.

F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini di butuhkan sistematika penulisan, agar terarah dan mempermudah maka penulis menggunakan sistematika sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini berisikan tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metedologi penelitian dan sistematika penulisan.


(22)

BAB II LANDASAN TEORI

Landasan teori berisikan tentang pengertian-pengertian yang di bahas dalam skripsi ini diantaranya, pengertian perana, benntuk dan macam-macam peranan, tujuan dan manfaat peranan, langkah-langkah peranan, pengertian pembimbing agama, syarat pembimbing agama, tugas pembimbing agama, bentuk dan tujuan pembimbing agama, pengertian ibadah shalat, syarat ibadah shalat, dasar hukum ibadah shalat, pengertian lansia, karakteristik dan tipe lansia.

BAB III GAMBARAN UMUM BALAI PERLINDUNGAN SOSIAL

DINAS SOSIAL PROVINSI BANTEN

Gambaran umum ini berisikan tentang sejarah berdirinya, visi, misi, maksud dan tujuan, tugas dan fungsi, sasaran garapan, penerimaan dan pelayanan dan sarana dan prasarana.

BAB IV ANALISIS PERANAN PEMBIMBING AGAMA DALAM MENINGKATKAN IBADAH SHALAT PADA LANSIA DI BALAI PERLINDUNGAN SOSIAL DINAS SOSIAL PROVINSI BANTEN

Berisikan tentang implementasi pembimbing agama dalam meningkatkan ibadah shalat pada lansia, metode pembimbing agama dalam meningkatkan ibadah shalat pada lansia, faktor pendukung dan penghambat dalam meningkatkan ibadah shalat pada lansia.


(23)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan dan saran ini berisikan tentang hasil kesimpulan dari penelitian dan saran bagi yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.


(24)

13

LANDASAN TEORI

A. Peranan

1. Pengertian Peranan

Dalam kamus bahasa Indonesia peranan kata dasarnya adalah

“peran” yang berarti tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang

berkedudukan dalam masyarakat.1 Dalam kamus ilmiah populer, peranan di artikan fungsi, kedudukan, bagian kedudukan.2

Peranan menurut Levinson sebagaimana dikutip oleh Soejono Soekamto sebagai berikut :

“Peranan suatu konsep prihal apa yang dilakukan individu yang

penting bagi struktur sosial masyarakat, peranan meliputi norma-norma yang dikembangkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat, peranan dalam arti ini merupakan rangkaian

peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat”.3

David Berry mendefinisikan peranan sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenalkan pada invidu yang menempati kedudukan sosial,4dalam pola prilaku normatif yang diharapkan pada status 5 dan norma yang berlaku bagi kelompok yang spesifik dalam suatu masyarkat.6

1

Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), Cet. Ke-2, h. 854.

2

Pius.A.Pratanto dan M.Dahlan AL Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola), h. 585.

3

www.arisandi.com

4

David Berry, Pokok-Pokok dalam Sosiologi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), Cet. Ke-3, h. 99.

5

M. Amin Nurdin dan Ahmad Abrori, Mengerti Sosiologi (Pengantar untuk Memahami

Konsep-konsep Dasar), (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), Cet. Ke-1. h. 49.

6

Ujang Saefullah, Kapita Selekta Komunikasi Pendekatan Agama dan Budaya, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007), Cet. Ke-1, h. 214.


(25)

Dalam ilmu psikilogi sosial peranan diartikan sebagai suatu prilaku atau tindakan yang diharapkan oleh orang lain dari seorang yang memiliki suatu status di dalam kelompok tertentu.7

Dari penjelasan mengenai pengertian peranan diatas penulis dapat simpulkan bahwa peranan adalah tingkah laku yang dimiliki seseorang, yang memiliki harapan-harapan penting dan mempunyai fungsi bagi stuktur kehidupan masyarakat.

2. Bentuk dan Macam-macam Peranan

a. Bentuk Peranan

Melihat dari pengertian mengenai peranan maka bentuk peranan bisa dilihat dalam bentuk individu, norma atau aturan, intitusi atau lembaga, dan lain sebagainya tergantung fungsi dan kegunaan serta harapan-harapan yang diinginkan oleh masyarakat itu sendiri, misalkan seorang pemain sepak bola yang kawakan akan bebeda dengan seorang pemain musik yang bermain musik untuk mengisi waktu luang saja.

b. Macam-macam Peranan

Peranan yang ada dalam masyarakat dapat diklasifikasikan menurut bermacam-macam cara sesuai dengan banyaknya sudut pandang. Berbagai macam peranan dapat disebutkan sebagai berikut :

1) Berdasarkan pelaksanaannya

Berdasarkan pelaksanaannya peranan dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu :

7


(26)

a) Peranan yang diharapkan (exected roles), yaitu cara ideal dalam pelaksanaan peranan menurut penilaian masyarakat. Masyarakat menghendaki peranan yang diharapkan secermat-cermatnya dan peranan ini tidak dapat ditawar dan harus dilaksanakan seperti yang ditentukan. Peranan jenis ini antara lain peranan hakim, peranan protokoler diplomatik, dan sebagainya.

b) Peranan yang disesuaikan (actual roles), yaitu cara bagaimana sebenarnya peranan itu dijalankan. Peranan ini pelaksanaanya lebih luwes, dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi tertentu. Peranan yang disesuaikan mungkin tidak cocok dengan situasi setempat, tetapi kekurangan yang muncul dapat dianggap wajar oleh masyarakat.8

2) Berdasarkan cara memperolehnya

Sementara itu, berdasarkan cara memperolehnya, peranan dapat dibedakan menjadi :

a) Peranan bawaan (ascribed roles), yaitu peranan yang diperoleh secara otomatis, bukan karena usaha, misalnya peranan sebagai nenek, anak, bupati, dan sebagainya.

b) Peranan pilihan (achives role), yaitu peranan yang diperoleh atas dasar keputusannya sendiri, misalnya seseorang yang memutuskan untuk memilih kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan

8

J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan, (Jakarta: Kencana, 2007), Cet. Ke-3. h. 160.


(27)

Ilmu Politik, Universitas Airlangga dan menjadi mahasiswa program studi sosiologi.9

3. Tujuan dan Manfaat Peranan

Setiap peranan bertujuan agar antar individu yang melaksanakan peranan dengan orang-orang sekitarnya yang berhubungan dengan peranan tersebut terdapat hubungan yang diatur oleh nilai-nilai sosial yang diterima dan ditaati oleh kedua belah pihak.10

Peranan dapat membimbing seseorang dalam berperilaku, karena manfaat peranan sendiri adalah sebagai berikut :

a. Memberi arah pada proses sosialisasi.

b. Pewarisan tradisi, kepercayaan, nilai-nilai, norma-norma dan pengetahuan.

c. Dapat mempersatukan kelompok atau masyarakat.

d. Menghidupkan sistem pengendali dan kontrol, sehingga dapat melestarikan kehidupan masyarakat.11

4. Langkah-langkah Peranan

Dalam menentukan langkah-langkah peranan seseorang ada baiknya memperhatikan apa yang disebutkan oleh Levinson sebagaimana dikutip oleh Basrowi, bahwa peranan paling sedikit harus mencakup tiga hal sebagi berikut :

a. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Dalam hal ini, peranan merupkan

9

Ibid.

10

Basrowi, Pengantar Sosiologi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), Cet. Ke-1, h. 64.

11


(28)

peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat.

b. Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

c. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.12

Pembahasan perihal aneka macam peranan yang melekat pada individu-individu dalam masyarakat penting bagi hal-hal sebagai berikut : a. Bahwa peranan-peranan tertentu harus dilaksanakan apabila struktur

hendak dipertahankan kelangsungannya.

b. Peranan tersebut seyogyanya diletakan pada individu-individu yang oleh masyarakat dianggap mampu melaksanakannya. Mereka harus terlebih dahulu terlatih dan mempunyai hasrat untuk melaksanakannya.

c. Dalam masyarakat kadangkala dijumpai individu-individu yang tak mampu melaksanakan peranannya sebagaimana diharapkan oleh masyarakat. Karena mungkin pelaksanaannya memerlukan pengorbanan arti kepentingan-kepentingan pribadi yang terlalu banyak.

d. Apabila semua orang sanggup dan mampu melaksanakan peranannya, belum tentu masyarakat akan dapat memberikan peluang-peluang yang seimbang. Bahkan seringkali terlihat betapa masyarakat terpaksa membatasi peluang-peluang tersebut.13

12

Basrowi, Pengantar Sosiologi. h. 6.

13

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998), Cet. Ke-25, h. 272.


(29)

B. Pembimbing Agama

1. Pengertian Pembimbing Agama

Menurut kamus bahasa Indonesia pembimbing adalah orang yang membimbing atau menuntun.14Bimbingan merupakan terjemahan dari

guidance” dalam bahasa Inggris. Secara harfiyah “guidance” dari akar

kata “guide” berarti (1) mengarahkan (to direct), (2) memandu (to pilot), (3) mengelola (to manage), dan (4) menyetir (to sterr). Banyak pengertian bimbingan yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya sebagai berikut.

Shertzer dan Stone mengartikan bimbingan sebagai :

“... Process of helping an individual to understand himself and his

world (proses pemberian bantuan kepada individu agar mampu

memahami diri dan lingkungannya).”

Sunaryo Kartadinata mengartikan sebagai :

“Proses membantu individu untuk mencapai perkembangan optimal.”

Sementara Rochman Natawidjaja mengartikan :

“Bimbingan sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu

yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya, sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat, dan kehidupan pada

umumnya.”15

Bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu untuk menghindari kesulitan-kesulitan di dalam kehidupannya sehingga individu atau sekumpulan individu itu dapat mencapai kesejahtraannya.16

14

Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), Cet. Ke-2, h. 152.

15

Syamsu Yusuf. L.N dan A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. Ke-2. h. 5-6.

16


(30)

Dari berbagai definisi diatas penulis dapat simpulkan bahwa pembimbing adalah seseorang yang memberikan proses bantuan kepada individu yang di lakukan secara berkala, yang bertujuan agar individu tersebut dapat mengembangkan dirinya secara maksimal sesuai dengan apa yang diharapkannya.

Sedangkan agama dalam kamus besar bahasa Indonesia agama diartikan kepercayaan kepada Tuhan dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu.17

Sedangkan agama menurut Harun Nasution berasal dari kata “ ad-din”, religi (relegere, religare) dan agama. Dalam bahasa arab berarti menguasai, menundukan, patuh, balasan, dan kebiasaan. Sedangkan dari religi (latin) atau relegere berarti engumpulkan dan membaca. Kemudian religare berarti mengikat. Adapun kata agama terdiri dari dua suku kata

“a” berarti “tidak” dan “gam” berarti “pergi” artinya “tidak pergi”, tetap

ditempat, diwarisi turun temurun.18

Tylor mendefinisikan agama adalah kepercayaan kepada wujud spiritual.19 Dan Clifford Geertz yang mendefinisikan agama sebagai sistem

dari “simbol-simbol yang suci” yang berfungsi “untuk mensintesakan

etos-etos manusia dan pandangan dunia mereka” sepenuhnya tidak

memperhatikan pertanyaan apakah pandangan dunia yang disokong oleh keyakinan keagamaan tertentu adalah salah atau benar.20

17

Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), Cet.Ke-1, h. 9.

18

Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1985), Cet. Ke-5, h. 1-2.

19

Yusron Razak dan Ervan Nurtawab, Antropologi Agama, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), h. 13.

20


(31)

J. Militon Yinger melihat agama sebagai sistem kepercayaan dan praktek dengan mana suatu masyarakat atau kelompok manusia berjaga-jaga menghadapi masalah terakhir dari hidup ini.21

Sedangkan D. Hendro Puspito mendefinisikan agama ialah suatu jenis sistem sosial yang berporos pada kekuatan-kekuatan nonempiris yang dipercayainya dan didayagunakan untuk mencapai keselamatan bagi diri mereka dan masyarakat luas umumnya.22

Dari pemaparan di atas penulis dapat simpulkan bahwa yang di maksud dengan agama adalah suatu kepercayaan kepada Tuhan yang Maha Esa yang di landasi oleh ketaatan pada ajarannya serta mempunyai aturan-aturan yang harus di ikuti oleh pengikutnya yang diwarisi secara turun temurun dengan bertujuan untuk mencapai keselamatan bagi diri mereka dan masyarakat luas pada umumnya

Yang di maksud dengan pembimbing agama adalah sesorang yang memberikan bantuan kepada individu secara berkala dengan berlandaskan kepercayaan kepada Tuhan yang Maha Esa dengan bertujuan untuk mencapai keselamatan bagi dirinya sesuai apa yang diharapkannya.

2. Syarat Pembimbing Agama

Supaya pembimbing dapat menjalankan pekerjaannya dengan sebaik-baiknya, maka pembimbing harus memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu :

a. Seorang pembimbing harus mempunyai pengetahuan yang cukup luas, baik dari segi teori maupun segi praktik.

21

D. Hendro Puspito, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 1983), h. 35.

22


(32)

b. Dari segi psikologis, seorang pembimbing harus dapat mengambil tindakan yang bijaksana jika pembimbing telah cukup dewasa secara psikologis, yang dalam hal ini dimaksudkan sebagai adanya kemantapan atau kestabilan di dalam psikisnya, terutama dalam hal emosi.23

c. Seorang pembimbing harus sehat jasmani dan psikisnya. Apabila jasmani dan psikis tidak sehat maka hal itu akan mengganggu dalam menjalankan tugasnya.

d. Seorang pembimbing harus mempunyai kecintaan terhadap pekerjaannya dan juga terhadap anak atau invidu yang dihadapinya. e. Seoarang pembimbing harus mempunyai inisiatif yang baik sehingga

usaha bimbingan dan konseling dapat berkembang ke arah keadaan yang lebih sempurna.

f. Seorang pembimbing harus supel, ramah tamah, dan sopan.

g. Seoarang pembimbing diharapkan mempunyai sifat-sifat yang dapat menjalankan prinsip-prinsip, serta kode etik bimbingan dengan sebaik-baiknya.24

Sesuai dengan persyaratan atau kemampuan yang mesti dimiliki pembimbing dan konselor agama (Islam) tersebut, maka M.Arifin sebagaimana dikutip oleh M. Lutfi merumuskan syarat-syaratnya sebagai berikut :

a. Menyakini akan kebenaran agama yang dianutnya, mengahayati dan mengamalkan, karena ia menjadi pembawa norma agama (religious)

23

Bimo Walgito, Bimbingan dan Konseling (Studi & Karier), (CV. Andi Offset, 2004), h. 40.

24


(33)

yang konsekuen, serta menjadikan dirinya idola (tokoh yang dikagumi) sebagai muslim sejati, baik lahir maupun batin di kalangan orang yang dibimbingnya.25

b. Memiliki sikap dan kepribadian yang menarik, terutama bagi orang yang dibimbingnya dan lingkungan kerja atau masyarakat sekitarnya. c. Memiliki rasa tanggung jawab, rasa berbakti yang tinggi dan loyalitas

terhadap profesi yang ditekuninya, sekalipun berhadapan dengan kondisi masyarakat yang selalu berubah-ubah.

d. Memiliki kematangan jiwa dalam menghadapi permasalahan yang memerlukan pemecahan (dalam berfikir dan emosional).

e. Mampu berkomunikasi dan bekerjasama dengan berbagai pihak, terutama dengan klien (konseli) dan pihak lain dalam kesatuan tugas atau profesinya.

f. Mempunyai sikap dan perasaan terikat dengan nilai-nilai keislaman dan kemanusiaan, klien harus ditempatkan sebagai individu yang normal yang memiliki harkat dan martabat sebagai mahluk Tuhan. g. Memiliki keyakinan bahwa setiap klien yang dibimbing memiliki

kemampuan dasar (potensi) yang mungkin dikembangkan menjadi lebih baik.26

h. Memiliki rasa cinta dan kasih sayang yang mendalam terhadap klien, sehingga selalu berupaya untuk mengatasi dan memecahkan masalahnya.

25

M. Lutfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, (Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 156.

26


(34)

i. Memiliki ketangguhan, kesabaran, dan keuletan dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, sehingga tidak mudah menyerah apalagi putus asa dalam menghadapi kesulitan-kesulitan tugas.

j. Memiliki sikap yang tanggap dan jiwa yang peka terhadap semua yang kesulitan yang disampaikan klien.

k. Memiliki watak dan kepribadian yang familier, sehingga setiap klien yang menggunakan jasanya merasa terkesan dan kagum dengan cara-cara pelayanannya.27

l. Memiliki jiwa yang progresif (ingin maju) dalam profesinya, sehingga ada upaya untuk meningkatkannya sesuai dengan perkembangan yang ada dalam masyarakat.

m. Memiliki kepribadian yang bulat dan utuh, sehingga punya kemampuan dalam menangkap dan menyikapi masalah-masalah mental/rohaniyah yang dirasakan klien.

n. Dan memiliki pengetahuan dan pengalaman teknis yang dibutuhkan dalam menjalankan tugas atau profesinya.28

Adapun syarat yang harus dimiliki pembimbing agama antara lain sebagai berikut :

a. Memiliki sifat baik, setidak-tidaknya sesuai ukuran si terbantu. b. Bertawakal, mendasrkan sesuatu atas nama Allah S.W.T.

c. Sabar, utamnya tahan menhadapi si terbantu yang menentang keinginan untuk diberikan bantuan.

27

Ibid. h. 157.

28


(35)

d. Tidak emosional, artinya tidak mudah terbawa emosi dan dapat mengatasi diri dan si terbantu.

e. Retorika yang baik, mengatasi keraguan si terbantu dan dapat meyakinkan bahwa ia dapat memberikan bantuan.

f. Dapat membedakan tingkah laku klien yang berimplikasi terhadap hukum wajib, sunnah, mubah, makruh, haram terhadap perlunya taubat atau tidak.29

3. Tugas Pembimbing Agama

Sesungguhnya dalam Islam setiap pembimbing atau konselor

berperan atau berfungsi sebagai “juru dakwah” atau “muballigh” yang

mengemban tugas dalam menyampaikan pesan-pesan ajaran Islam ke tengah-tengah kehidupan umat manusia, baik dalam bentuk individu maupun kelompok, agar diyakini dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan Islam pembimbing atau konselor bertugas mengarahkan kliennya agar masuk ke dalam ajaran Islam secara utuh, menyeluruh dan universal. 30

Dalam psikotrapi berwawasan Islam bahwa pembimbing mempunyai tugas terhadap kesembuhan, keselamatan dan kebersihan ruhani klien dunia akhirat. Karena aktifitas bimbingan adalah berdimensi ibadah, berefek sosial, dan bermuatan teologis tidak semata-mata bersifat kemanusiaan.31

29 Elfi Mu’awanah dan Rifa Hidayah,

Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar,

(Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009), Cet. Ke-1, h. 142.

30

M. Lutfi, Op.cit., h. 158.

31

Isep Zainal Arifin, Bimbingan Penyuluhan Islam Pengembangan Dakwah bimbingan


(36)

Samsul Nizar mengutip pendapat Imam Al-Ghazali, bahwa tugas pembimbing yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan, mensucikan, serta membawa hati manusia untuk selalu mengingat Allah.32

4. Bentuk dan Tujuan Pembimbing Agama

a. Bentuk bimbingan agama

Ada bebagai jenis atau bentuk layanan bimbingan yang bisa diberikan kepada klien, baik yang sudah mengalami kesulitan atau untuk pengembangan diri seseorang, yaitu :

1) Layanan orientasi keyakinan dan pemahaman agama („aqidah). 2) Layanan pengamalan ajaran agama („ibadah).

3) Layanan konseling perorangan.

4) Layanan konseling pernikahan atau keluarga Islami. 5) Layanan Bimbingan atau Pendidikan Islami.

6) Layanan Bimbingan Kerja Islami (Ikhtiar).

7) Layanan Bimbingan Keperawatan (pasien rumah sakit). 8) Layanan Bimbingan Kehidupan Sosial Islami.33

b. Tujuan pembimbing agama

Menurut W.S. Winkel dan M.M. Sri hastuti tujuan pelayanan bimbingan adalah :

1) Supaya sesama manusia mengatur kehidupannya sendiri. 2) Menjamin perkembangan dirinya sendiri seoptimal mungkin. 3) Memikul tanggung jawab sepenuhnya atas arah hidupnya sendiri.

32

Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), Cet. Ke-1, h. 44.

33


(37)

4) Menggunakan kebebasannya sebagai manusia secara dewasa dengan berpedoman pada cita-cita yang mewujudkan semua potensi yang baik padanya.

5) Menyelesaikan semua tugas yang dihadapi dalam kehidupan ini secara memuaskan.34

Menurut M. Hamdan Bakran Adz Dzaky seperti dikutip oleh Tohirin merinci tujuan bimbingan dan konseling Islam sebagai berikut:

1) Untuk mengahasilkan suatu perubahan, perbaikan, kesehatan, dan kebersihan jiwa dan mental. Jiwa menjadi tenang, jinak dan damai

(muthmainnah), bersikap lapang dada (radhiyah) dan mendapatkan

pencerahan taufid dan hidayhNya (mardhiyah).35

2) Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan dan kesopanan tingkah laku yang dapat memberikan manfaat pada diri sendiri, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah atau madrasah, lingkungan kerja, maupun lingkungan sosial, dan alam sekitarnya.36

3) Untuk menghasilkan kecerdasan rasa (emosi) pada individu sehingga muncul dan berkembang rasa toleransi (tasammukh), kesetiakawanan, tolong menolong dan rasa kasih sayang.

4) Untuk menghasilkan kecerdasan spiritual pada diri individu sehingga muncul dan berkembang keinginan untuk berbuat taat

34

W.S. Winkel dan M.M. Sri Hastuti, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, (Yogyakarta: Media Abadi, 2004), Cet. Ke-3. h. 31.

35

Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (berbasis integrasi), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h.37.

36


(38)

kepadaNya, ketulusan mematuhi segala perintahNya, serta ketabahan menerima ujianNya.

5) Untuk menghasilkan potensi Ilahiyah, sehingga dengan potensi itu individu dapat melakukan tugas-tugasnya sebagai khalifah dengan baik dan benar, dapat dengan baik menanggulangi berbagi persoalan hidup, dan dapat memberikan kemanfaatan dan keselamatan bagi lingkungannya pada berbagai aspek kehidupan.37

Adapun menurut Aunur Rahim Faqih tujuan bimbingan agama Islam sendiri dapat dibagi kedalam dua bagian yaitu secara umum dan secara khusus yang dirumuskan sebagai berikut :

1) Tujuan Umum

Membantu individu mewujudkan dirinya menjadi manusia seutuhnya agar mencapai kebahagian dunia dan akherat.38

2) Tujuan Khusus

Membantu individu mengatasi masalah yang seang di hadapinya. Membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang baik atau yang telah baik agar tetap lebih baik, sehingga tidak akan menjadi sumber masalah bagi dirinya dan orang lain.39

37 Ibid. 38

Ainur Rohim Faqih, Bimbingan dan Konseling Islam, (Yogyakarta: UI Press, 2001), Cet. Ke-2, h. 31

39


(39)

C. Ibadah Shalat

1. Pengertian Ibadah Shalat

Shalat menurut lughat berarti do’a yang baik, sedangkan menurut istilah syara’ shalat ialah seperangkat perkataan dan perbuatan yang

dilakukan dengan beberapa syarat tertentu, dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam.40

Imam Rafi’i berkata :

Pertama, “Shalat adalah beberapa perkataan dan perbuatan yang

dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam, yang dengannya kita beribadah kepada Allah, menurut syarat-syarat yang telah ditentukan.”41

Kedua, “Menghadapkan hati kepada Allah dengan penuh rasa takut serta hormat pada keagunganNya dan kesempurnaan kuasaNya.”

Ketiga, “Hakikat shalat ialah menampakan hajat dan keperluan kita

kepada Allah yang kita sembah, dengan perkataan dan pekerjaan, atau dengan kedua-duanya.”

Keempat, “Ruh shalat ialah menghadapkan hati kepada Allah, khusyu’ di hadapanNya dan ikhlas karenaNya, serta hadir hati dalam berdzikir, berdo’a dan memujiNya.” 42

Menurut Hasbi Ash Shiddiqy “Ta’arif yang melengkapi hakekat

dan rupa shalat ialah berhadap hati dan jiwa kepada Allah yang mendatangkan rasa takut serta patuh kepada kebesaran dan perintahNya

40

Lahmuddin Nasution, Fiqh, (Logos), h. 55.

41

Abdul Manan bin H. Muhammad Sobari, Jangan Asal Shalat: Rahasia Shalat Khusyuk

dari Tuntutan Bersuci, Fiqh Shalat, Macam-macam Shalat hingga Amalan-amalan Sunnah,

(Bandung: Pustaka Hidayah, 2007), Cet. Ke-4. h. 31

42 Ibid.


(40)

dengan melakukan gerakan dan ucapan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam.43

Dari berbagai definisi di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa

ibadah shalat adalah menampakan do’a hamba kepada tuanNya yang

diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam, serta dibarengi dengan menghadapkan hati dan jiwa kepadaNya, dengan niat ikhlas karenaNya.

2. Syarat Ibadah Shalat

Syarat-syarat ibadah shalat ada dua macam diantaranya : a. Syarat wajib shalat

1) Islam 2) Baligh

Seorang dihukumi baligh jika telah sampai pada salah satu dari tiga hal berikut :

a) Sempurna berusia 15 tahun (bagi laki-laki dan perempuan) b) Mimpi jima‟, minimal pada usia 9 tahun (bagi laki-laki dan

perempuan)

c) Mengalami haid, minimal pada usia 9 tahun (bagi perempuan) 3) Berakal

b. Syarat sah shalat

1) Suci dari hadast kecil dan besar (dalam keadaan mampu/normal). 2) Suci dari najis (tubuh, pakaian maupun tempatnya).

3) Menutup aurat (dalam keadaan mampu). 4) Mengetahui telah masuk waktu shalat.

43

Sujarwo, Ibadah Shalat, Hikmah dan Fungsinya Bagi Umat Islam,artikel diakses tanggal 29 Maret 2011 dari http://www.sujarwohart.wordpres.com.


(41)

5) Menghadap qiblat, yakni Ka’bah.44

Selain syarat-syarat, juga terdapat rukun shalat yang wajib dipenuhi oleh orang yang menjalankan ibadah shalat, jika salah satu rukun shalat itu ditinggalkan maka shalatnya menjadi gugur. Rukun shalat tersebut adalah sebagai berikut :

a. Niat

b. Berdiri bagi yang kuasa. c. Takbiratul ihram.

d. Membaca Surat Al Fatihah. e. Ruku’.

f. I’tidal.

g. Sujud dua kali.

h. Duduk diantara dua sujud. i. Duduk akhir.

j. Membaca tasyahud.

k. Membaca shalawat atas Nabi Muhammad SAW. l. Memberi salam.

m. Menertibkan rukun.45

Shalat itu tidak sah apabila salah satu yang rukunnya tidak dilaksanakan atau ditinggalkan dengan sengaja. Dan shalat itu tidah sah dengan hal-hal yang seperti di bawah ini :

a. Berhadast.

b. Terkena najis yang tidak dimaafkan.

44

Abdul Manan bin H. Muhammad Sobari, Op.cit, h. 33-34.

45

Sujarwo, Ibadah Shalat, Hikmah dan Fungsinya Bagi Umat Islam,artikel diakses tanggal 29 Maret 2011 dari http://www.sujarwohart.wordpres.com.


(42)

c. Berkata-kata dengan sengaja walaupun dengan satu yang memberikan pengertian.

d. Terbuka auratnya. e. Mengubah niat.

f. Makan atau minum meskipun sedikit.

g. Bergerak berturut-turut tiga kali seperti melangkah atau berjalan sekali yang bersangatan.

h. Membelakangi kiblat.

i. Menambah rukun yang berupa perbuatan, seperti rukuk dan sujud. j. Tertawa terbahak-bahak.

k. Mendahului imamnya dua rukun. l. Murtad, artinya keluar dari Islam.46

3. Dasar Hukum Ibadah Shalat

Ibadah shalat merupakan fardhu „ain atau kewajiban bagi setiap orang yang telah baligh dan beragama Islam serta berakal sehat. Hal tersebut di ungkapkan oleh Salman Harun bahwa :

“Sembahyang diwajibkan atas tiap-tiap orang yang dewasa dan

berakal sehat, ialah lima waktu sehari semalam.”47

Jadi jelaslah bahwa shalat merupakan kewajiban bagi umat Islam, dan yang di maksud dengan wajib sebagaimana dikemukakan oleh Hasbi Ash Shiddieqy bahwa :

“Wajib ialah yang dituntut oleh syara’ kita mengerjakannya dengan

tuntutan yang keras dan dicela meninggalkannya.”48

46M. Rifa’i,

Risalah Tuntunan Shalat Lengkap,

47

Sujarwo, Ibadah Shalat, Hikmah dan Fungsinya Bagi Umat Islam,artikel diakses tanggal 29 Maret 2011 dari http://www.sujarwohart.wordpres.com.

48

Sujarwo, Ibadah Shalat, Hikmah dan Fungsinya Bagi Umat Islam,artikel diakses tanggal 29 Maret 2011 dari http://www.sujarwohart.wordpres.com.


(43)

Jadi dengan istilah lain bahwa wajib adalah adanya keharusan untuk melaksanakannya dan berdosa jika ditinggalkan. Sebagaimana firman Allah dalam Surat Al Baqarah/2:43 yang berbunyi











Artinya: “Dan dirikanlah shalat, dan keluarkanlah zakat, dan

tunduklah/rukuk bersama-sama orang-orang yang pada rukuk.”

Dan dalam Surat Al Ankabut/29:45 yang berbunyi :











Artinya: “Bacalah Al-Qur‟an yang telah diwahyukan kepadamu dan dirikanlah sembahyang (tetaplah mendirikan sembahyang). Sesungguhnya sembahyang itu mencegah kamu dari pekerti-pekerti buruk dan perbuatan yang munkar. Dan menyebut Allah (shalat), sungguh lebih besar dari

segala sesuatu. Dan Allah mengetahi apa yang kamu kerjakan”.

Selanjutnya dalil dari Hadist yang bersumber dari Abdilah bin Umar sebagai berikut : “Islam itu dibina atas lima perkara : bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah, menegakan sembahyang, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji,

dan berpuasa bulan Ramadhan”. ( HR. Muslim).49

D. Lansia

1. Pengertian Lansia

Usia lanjut merupakan usia yang mendekati akhir siklus kehidupan manusia di dunia. Usia tahap ini dimulai dengan usia 60 tahunan sampai

49 Ibid.


(44)

dengan akhir kehidupan.50 Menurut Pasal 1 ayat 2, 3, 4 UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.51

2. Karakteristik dan Tipe Lansia

a. Karakteristik Lansia

Menurut Budi Anna Keliat, lansia memiliki karakteristik sebagai berikut :

1) Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 ayat 2 UU No. 13 tentang Kesehatan).

2) Kebutuhan dan masalah yang bervareasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif.

3) Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.52 b. Tipe Lansia

Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental sosial dan ekonominya. Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :

1) Tipe arif bijaksana

Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah

50

Aliah. B. Purwakania Hasan, Psikilogi Perkembangan Islami: Menyingkap Rentang

Kehidupan Manusia dari Prakelahiran hingga Pascakematia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2008), h. 117.

51

R.Siti Maryam, dkk., Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya, (Jakarta: Salemba Medika, 2008), h. 32.

52


(45)

hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan dan menjadi panutan.53

2) Tipe Mandiri

Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, slektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman dan memenuhi undangan. 3) Tipe tidak puas

Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut.

4) Tipe pasrah

Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama dan melakukan pekerjaan apa saja.

5) Tipe bingung

Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif dan acuh tak acuh.54

Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe dependen (kebergantungan), tipe defensif (bertahan), tipe militan dan serius, tipe pemarah/frustrasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu), serta tipe putus asa (benci pada diri sendiri).

Sedangkan bila dilihat dari tingkat kemandiriannya yang dinilai berdasrkan kemampuan untuk melakukan aktifitas sehari-hari (indeks kemandirian Katz), para lansia dapat digolongkan menjadi beberapa tipe, yaitu lansia mandiri sepenuhnya, lansia mandiri dengan bantuan

53

Ibid. h. 34.

54 Ibid.


(46)

langsung keluarganya, lansia mandiri dengan bantuan secara tidak langsung, lansia dengan bantuan badan sosial, lansia di panti wreda, lansia yang dirawat di rumah sakit dan lansia dengan gangguan mental.55

55 Ibid.


(47)

36

GAMBARAN UMUM BALAI PERLINDUNGAN SOSIAL DINAS SOSIAL PROVINSI BANTEN

A. Sejarah Berdirinya

Tahun 1983 berdasarkan Keputusan Mentri Sosial RI No.06/Huk/1979

tanggal 28 Februari 1979 didirikan Sasana Tresna Wreda (STW) “Cipocok Jaya” berlokasi di Kelurahan Cipocok Jaya Kabupaten Serang, yang merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Departemen Sosial dengan sasaran pelayanan Lanjut Usia Terlantar.

Pada tahun 1994 berdasrkan Surat Keputusan Mentri Sosial RI No.14 Tahun 1994 tanggal 23 April 1994 Sasana Tresna Wreda (STW) “Cipocok

Jaya” Serang.

Seiring dengan diberlakukannya Otonomi Daerah (OTDA) dan terbentuknya Provinsi Banten disertai penyerahan aset Departemen Sosial, maka berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Banten No. 40 Tahun 2002 tanggal 13 Desember 2002, Panti Sosial Tresna Wreda (PSTW) “Cipocok

Jaya” Serang berganti nomenklatur menjadi “Balai Perlindungan Sosial” yang

merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Dinas Sosial dan Tenaga Kerja dengan sasaran pelayanan meliputi Lanjut Usia terlantar, Wanita Korban Tindak Kekerasan, Tuna Grahita, dan Balita terlantar.

Sehubungan dengan berubahnya Sususnan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Sosial dan Tenaga Kerja berubah menjadi Dinas Sosial sesuai dengan


(48)

tetap tidak berubah dan sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Dinas Sosial Provinsi Banten.

B. Visi dan Misi, Maksud dan Tujuan

1. Visi dan Misi a. Visi

Perlindungan terbaik dan pelayanan prima bagi masyarakat. b. Misi

1) Meningkatnya kualitas pelayanan dan perlindungan sosial terhadap Penyandang Masalah Kesejahtraan Sosial (PMKS).

2) Memperluas jangkauan pelayanan kesejahtraan sosial. 2. Maksud

Balai Perlindungan Sosial (BPS) sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) yang menagnai permasalahan sosisl lanjut usia terlantar, wanita korban tindak kekerasan, tuna grahita dan baliata terlantar

mempunyai maksud “Memberikan perlindungan dan pelayanan dalam

suatu penampungan guna terselengaranya proses rehabilitasi fisik, mental, dan sosial, serta bimbingan keterampilan.”

3. Tujuan

Adapun tujuan Balai Perlindungan Sosial (BPS) adalah sebagai berikut :

a. Terlindungi dan terawatnya para lanjut usia terlantar, wanita tindak kekerasan, tuna grahita dan balita terlantar.

b. Meminimalisir permasalahan kesejahtraan sosial yang ada di masyarakat.


(49)

c. Pemenuhan kebutuhan dasar dalam rangka perubahan sikap dan perilaku para penyandang masalah kesejahtraan sosial.

d. Pemulihan kemauan, kemampuan dan harga diri penyandang masalah kesejahtraan sosial sehingga dapat melaksanakan fugsi sosialnya dalam kehidupan bermasyarakat.

e. Menumbuhkan kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang keadaan, permasalahan dan kebutuhan lanjut usia terlantar, wanita korban tindak kekerasan, tuna grahita dan balita terlantar sehingga masyarakat dapat mendukung dan berpartisipasi dalam kegiatan usaha kesejahtraan sosial.

C. Tugas dan Fungsi

Balai Perlindungan Sosial (BPS) Provinsi Banten adalah salah satu alternatif dari sekian banyak lembaga pemerintah maupun swasta yang memberikan pelayanan sosial kepada para penyandang masalah kesejahtraan sosial khususnya lanjut usia terlantar, wanita tindak kekerasan, tuna grahita, dan balita terlantar.

Departemen sosial RI tahun 1998 menjabarkan peran fungsi dan tugas panti sosial adalah sebagai berikut :

1. Sebagai pusat pelayanan kesejahtraan sosial, dengan tugas dan fungsinya adalah :

a. Menggugah, meningkatkan dan mengembangkan kesadaran sosial, tanggung jawab sosial, prakarsa dan peran serta perseorangan, kelompok dan masyarakat.


(50)

b. Memberikan pelayanan dan perlindungan kepada lanjut usia terlantar, wanita korban tindak kekerasan, balita terlantar dan tuna grahita. c. Penyantunan dan penyedian bantuan sosial.

d. Mengadakan bimbingan lanjut.

2. Sebagai pusat informasi masalah kesejahtraan sosial, tugas dan fungsinya adalah :

a. Menyiapkan dan menyebarluaskan informasi tentang data penyandang masalah kesejahtraan sosial dan teknis penaganannya.

b. Menyelenggarakan konsultasi pelayanan sosial bagi masyarakat. 3. Sebagai pusat pengembangan kesejahtraan sosial, tugas dan fungsinya

adalah :

a. Mengembangkan kebijaksanaan dan perencanaan sosial. b. Mengembangkan metode pelayanan sosial.

Panti sosial sedikitnya mempunyai ketiga fungsi tersebut, namun menurut Siahaan, yang dikutip oleh tim peneliti di bidang pelatihan dan pengembangan usaha kesejahtraan sosial Departemen Sosial RI (2003), masih ada satu fungsi lagi yaitu fungsi pendidikan dan pelatihan, mengingat bahwa dalam sebuah panti terdapat penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan kepada klien secara langsung dalam meningkatkan kemampuan pelayanan kesejahtraan sosial.

Adapun Balai Perlindungan Sosial (BPS) Provinsi Banten yang intinya merupakan Panti Sosial yang berganti nama sebagaimana Surat Keputusan Gubernur Banten No. 40 Tahun 2002 tentang pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten, Mempunyai Tugas Pokok dan Fungsi, yaitu :


(51)

1. Tugas Pokok

Balai Perlindungan Sosial (BPS) Provinsi Banten, mempunyai tugas melaksanakan sebagian kewenagan Dinas dibidang desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang berkaitan dengan urusan pelayanan dan perlindungan sosial.

2. Fungsi

Dalam pelaksanaan tersebut Balai Perlindungan Sosial (BPS) Provinsi Banten mempunyai tugas sebagai berikut :

a. Pengelolaan dibidang pelayanan sosial. b. Pengelolaan dibidang perawatan.

c. Pengelolaan dibidang pelatihan dan keterampilan.

D. Sasaran Garapan, Penerimaan dan Pelayanan

1. Sasaran Garapan

a. Lanjut Usia terlantar dengan kriteria : 1) Usia 60 tahun keatas

2) Tidak mempunyai penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan pokok, meliputi sandang, pangan dan kesehatan yang layak

3) Tidak mempunyai penyakit menular 4) Mampu mengurus diri sendiri

b. Wanita Korban Tindak Kekerasan dengan kriteria : 1) Wanita yang teraniyaya/megalami penyiksaan 2) Korban pemerkosaan


(52)

4) Berusia 6 sampai 45 tahun

5) Tidak mempunyai penyakit menular

c. Penyandang Cacat Grahita/retradasi dengan kriteria : 1) Usia 6 samapi dengan 18 tahun

2) Mengalami cacat mental retradasi 3) Tidak mempinyai penyakit menular 4) Tidak mengalami gangguan jiwa 5) Tidak menderita epilepsi

6) Mampu mengurus diri sendiri d. Anak Balita terlantar dengan kriteria :

1) Usia dibawah 5 tahun 2) Ibu sibuk diluar rumah

3) Ditinggalkan di rumah sakit (ibunya melarikan diri setelah melahirkan)

4) Mengalami kekurangan gizi 5) Kurang dan atau tidak terurus 2. Penerimaan

Proses penerimaan klien pada Balai Perlindungan Sosial meliputi : a. Pendekatan Awal

Yang mencakup kegiatan orientasi dan konsultasi, identifikasi, motivasi, seleksi dan home visit.

b. Penerimaan

Yang mencakup kegiatan registrasi, pengungkapan dan penelahaan masalah serta penenpatan dalam program pelayanan rehabilitasi sosial.


(53)

Adapun persyaratan dan kelengkapan administrasi untuk dapat diterima sebagai klien Balai Perlindungan Sosial (BPS) Provinsi Banten adalah :

1) Telah mengikuti sleksi dan motivasi serta home visit dengan rekomendasi layak untuk menjadi calon klien Balai Perlindungan Sosial (BPS) Provinsi Banten.

2) Memenuhi kriteria sebagai sasaran pelayanan/perlindungan. 3) Adanya persetujuan keluarga atau wali yang bertanggung jawab. 4) Adanya rujukan dari Dinas/Intansi Sosial Kabupaten/Kota atau

Instansi terkait lainnya sesuai domisili calom klien, yang menerangkan bahwa yang bersangkutan perlu mendapatkan perlindungan.

5) Menandatangani perjanjian dan atau kontrak. 3. Pelayanan

Dengan memperhatikan pendapatan Asli Daerah Provinsi Banten serta DPA yang disetujui untuk Dinas Sosial Provinsi Banten, maka Balai Perlindungan Sosial (BPS) Provinsi Banten dalam memberikan pelayanan saat ini menganut 2 (sistem) yaitu sistem pelayanan berkesinambungan dan sistem pelayanan berdasarkan program.

Sistem pelayanan berkesinambungan yaitu pelayanan yang diberikan kepada klien tanpa batas waktu atau sampai klien bersangkutan diambil kembali oleh keluarga yang bersangkutan atau klien meninggal dunia. Sistem ini diberikan khusus kepada klien lanjut usia terlantar.

Sistem pelayanan berdasarkan program yaitu, pelayanan yang diberikan kepada klien dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan


(54)

program yang telah ditentukan pada tahun yang bersangkutan. Sistem ini diberikan kepada klien wanita korban tindak kekerasan, penyandang cacat grahita/retradasi dan balita terlantar.

Adapun pokok-pokok pelayanan untuk seluruh sistem pelayanan adalah :

a. Penampungan dan Perawatan

Pelayanan ini meliputi pengasramaan, pemberian makan minum dan perawatan kesehatan.

b. Bimbingan

1) Bimbingan Fisik

Kegiatan ini diarahkan agar klien memperoleh kesegaran dan kebugaran jasmani melalui kegiatan olah raga/senam kesehatan lain-lain.

2) Bimbingan Mental Agama

Kegiatan ini merupakan kegiatan mental spiritual, bimbingan mental intelektual, yang dimaksudkan agar klien lebih banyak mengenal nilai atau norma yang berlaku dalam masyarakat, memiliki rasa percaya diri, harga diri serta memiliki kondisi psikologis yang sehat dalam berfikir, bersikap dan bertindak. c. Bimbingan Sosial

Kegiatan ini dimaksudkan untuk membina kesadaran dan tanggung jawab sosial agar mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya dan dapat membantu diri sendiri.

d. Bimbingan Keterampilan Kerja

Bimbingan ini diberikan kepada klien lanjut usia, wanita korban tindak kekerasan dan penyandang cacat grahita/retradisi, dimaksudkan agar


(55)

para klien memiliki keterampilan kerja dasar dan keterampilan kerja kejurua/usaha untuk menjamin masa depannya khususnya untuk wanita korban tindak kekerasan, dan penyandang cacat grahita/retradisi, sedangkan untuk lanjut usia untuk mengisi waktu luangnya.

e. Pembinaan Lanjut

Kegiatan ini diarahkan kepada mantan klien wanita korban tindak kekerasan, penyandang cacat grahita/retardasi dan keluarga balita terlantar agar dapat mengembangkan usaha/kerja sehingga berdaya guna dan berhasil guana.

f. Pemberian Bantuan Sosial

Pemberian bantuan sosial ini ditujukan kepada klien wanita korban tindak kekerasan, penyandang cacat grahita/retardasi, dan balita terlantar sebagai persiapan pelaksanaan penyaluran.

g. Terminasi

Setelah melalui masa bimbingan lanjut selama satu tahun dan dinilai bahwa mantan klien tersebut sudah memiliki kemampuan untuk mandiri maka dilakukan terminasi yaitu penghentian pelayanan.

E. Sarana dan Prasarana

Sebagai sebuah balai perlindungan, Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten telah dilengkapi berbagai sarana dan prasarana yang cukup memadai untuk proses pelayanan. Berbagai upaya pembenahan sarana terus dilakukan agar pelayanan yang diberikan dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi masyarakat. Beberapa sarana yang ada tersebut adalah :


(56)

1. Sarana gedung yang cukup representatif meliputi : a. Tanah seluas 11.970 m2

b. Gedung Kantor

c. Rumah Dinas pegawai

d. Wisma/Asrama klien sebanyak 8 (delapan) unit, jumlah kamar 41 kamar tidur dengan daya tampung 75 orang klien, yang terdiri dari 45 orang Lanjut Usia, 20 orang Wanita Korban Tindak Kekerasan dan 10 orang Balita.

e. Ruang Poliklinik f. Ruang Isolasi

g. Ruang Keterampilan h. Aula

i. Dapur j. Mushola

k. Gudang dan Garasi l. Tanah Kuburan

2. Sarana peralatan keterampilan a. Peralatan Menjahit

b. Peralatan Menyulam


(57)

46

ANALISIS PERANAN PEMBIMBING AGAMA DALAM MENINGKATKAN IBADAH SHALAT PADA LANSIA DI BALAI PERLINDUNGAN SOSIAL DI DINAS SOSIAL PROVINSI BANTEN

A. Implementasi Pembimbing Agama Dalam Meningkatkan Ibadah Shalat Pada Lansia

Dari hasil wawancara penulis dengan para lansia, Pembimbing Agama dan Pembina Lansia di Balai Perlindungan Sosial Dinas Sosial Provinsi Banten Penulis menemukan bahwa implementasi pembimbing agama dalam meningkatkan ibadah shalat terhadap para lansia tidak terlepas oleh beberapa aspek waktu, aspek materi yang di berikan, serta cara peyamapiannya.

Adapun waktu pelaksanaan bimbingan agama di lakukan satu minggu dua kali, yaitu pada hari selasa dan hari kamis sore. Pada hari selasa pagi pelaksanaan bimbingan agama di mulai dari pukul 08.15 – 09.15 dalam pelaksanaan bimbingan agama pada hari selasa ini di lakukan oleh tiga pembimbing yaitu oleh Ustad Bayi, Ibu Hj. Susi dan Ibu Hj. Toyibah, untuk Ibu Hj. Susi dan Ibu Hj. Toyibah biasanya mereka memberikan bimbingan agama itu hanya sebulan sekali, sedangkan pada hari kamis sore di mulai dari pukul 17.00 – 18.00 (Adzan Maghrib) dan kegiatan yang di lakukan hanya pengajian Yasin yang di pimpin oleh Usatad Bayi yang tujuannya untuk

mendo’akan para teman-teman dan keluarga para lansia yang sudah meninggal.


(58)

Sedangkan materi yang di sampaikan dalam bimbingan agama dalam meningkatkan ibadah shalat pada lansia di balai perlindungan sosial dinas sosial provinsi banten adalah materi yang berhubungan dengan masalah kehidupan sehari-hari yaitu masalah fiqh, ahlak, dan pembacaan Al-Qur,an.

Dalam masalah fiqh pembimbing lebih menekankan kepada masalah

ibadah shalat, sperti bagaimana sujudnya, rukunya, do’a iftitahnya serta hal

yang lainnya. Sedangkan untuk masalah ahlak lebih di tekankan pada masalah bagaimana pergaulan dengan teman-teman, dimana sesama para lansia masih sering saja terlihat bertengkar seperti anak kecil kadang-kadang pagi bertengkar sore sudah baikan lagi.1 Dan untuk materi pembacaan Al-Qur’an ini para lansia di tekankan agar mereka para lansia bisa membaca dengan baik dan benar syang di arahkan untuk di pakai dalam ibadah shalat.

Dalam cara penyampainnya para pembimbing agama ini menggunakan metode ceramah yang di selangi dengan praktek-praktek yang di lakukan secara simulasi, metode tanya jawab atau diskusi, dan metode pama-pami. Dalam hal ini pembimbing agama banyak memberikan motivasi, dorongan, himbauan serta arahan kepada para lansia agar para lansia ini dapat meningkatkan ibadah shalatnya, serta mudah-mudahan apa yang materi pembimbing berikan dapat di pahami dan juga berharap agar para lansia rukun dengan teman-temannya.2

Dengan adanya bimbingan agama di Balai Perlindungan Sosial Dinas Sosial Provinsi Banten membuat para lansia bertambah pengetahuannya mengenai ilmu agama memang diantara semua para lansia yang berada di

1

H. Sukaemi, Wawancara Pribadi, Serang, April 2011.

2


(59)

Balai Perlindungan Sosial Dinas Sosial Provinsi Banten ini ada saja yang mengerti atau paham mengenai ilmu agama, akan tetapi dari semua yang ada kebanyakan para lansia ini kurang mengerti mengenai katakanlah ilmu agama lebih khususnya menyangkut sholat sehingga perlu banyak diberikan arahan

dan bimbingan baik tata cara, do’a-do’anya itu sih pada dasarnya atau misalnya bagaimana tertibnya sholat, bacaan-bacaan khususnya surat Al-Fatiha3, Hal ini tidak terlepas dari latar belakang para lansia yang hampir semuanya berpendidikan rendah.

Pada dasarnya penerapan pelaksanaan mengenai ibadah shalat para lansia yang berada di Balai Perlindungan Sosial Dinas Sosial Provinsi Banten setelah mengikuti bimbingan agama banyak di antara para lansia yang mengakui adanya pengaruh besar bimbingan agama terhadap ibadah shalatnya

hal tersebut di utarakan oleh Mbah Sofi “Penerapan pelaksanaanya pa ustad untuk meningkatkan ibadah shalat itu ada, selalu memberitahukan “kita

masih ada ambekan kapan lagi tidak ngaji, eh tidak sembahyang itu di

wajibkan sembahyang lima waktu” syukur bagus yang lebih dari itu. Jadi kita

seolah waktu kapan lagi, alhamdulillah mbah ini umur 68 tahun masih bisa ikut pengajian alhamdulillah berubah puji syukur sama Allah”4.

Secara garis besar implementasi pembimbing agama dalam meningkatkan ibadah shalat pada lansia di balai perlindungan sosial dinas sosial provinsi banten ini di lakukan dengan baik dan bisa di terima oleh para lansia, ini bisa di lihat dengan antusias para lansia yang banyak hadir pada acara bimbingan agama, walaupun masih saja ada para lansia yang tidak hadir

3

H. Sukaemi, Wawancara Pribadi, Serang, April 2011.

4


(60)

itu pun yang tidak hadir karena sakit. Dan ada juga para lansia yang merasakan manfaat adanya bimbingan agama, seperti yang di katakan oleh Ibu

Neneh “Alhamdullilah ya ada peningkatan”.5

Hal senada juga di katakan oleh

Ma Iyah “Pa Ustad pengaruh sholatnya ada iya Alhamdulillah”.6

Kegiatan bimbingan agama yang di adakan di Balai Perlindungan Dinas Sosial Provinsi Banten mempunyai tujuan untuk yaitu kehidupan dalam ketenangan menghadapi hari tua dan di hari akhir serta juga agar para lansia paham mengenai ilmu agama.

Setelah melakukan penelitian mengenai peranan Pembimbing Agama dalam meningkatkan ibadah shalat pada lansia di Balai Perlindungan Sosial Dinas Sosial Provinsi Banten, penulis dapat menyimpulkan bahwa peranan pembimbing agama dalam meningkatkan ibadah shalat terhadap para lansia diantaranya :

1. Sebagai Orang Yang Mengarahkan

Dalam peranan ini pembimbing mengarahkan para lansia untuk dapat memahami dan mempraktekan apa yang telah diajarkan oleh pembimbing, seperti bagaimana cara berwudhu yang baik dan benar serta bagaimana cara shalat yang baik dan benar.

2. Sebagai Orang Yang Membimbing

Disini peranan pembimbing sebagai seorang yang membimbing para lansia dalam melakukan ibadah shalat, dimana para lansia yang tadinya melakukan shalat terburu-buru supaya jangan terburu-buru, yang tadinya bacaan shalatnya salah pembimbing mengasi tahu bagaimana cara melakukan yang benar.

5

Ibu Neneh, Wawancara Pribadi, Serang, April 2011.

6


(61)

3. Sebagai Guru

Pembimbing disini bukan hanya bertugas membimbing dan mengarahkan para lansia saja pembimbing di sini juga di jadikan guru oleh para lansia, dimana peranan seorang guru disini bertugas untuk menjawab persoalan-persolan dan memecahkan permasalahan yang bersangkutan dengan masalah agama, seperti masalah mengenai ibadah, fiqh dan lain sebagainya.

4. Sebagai Motivator

Peranan pembimbing sebagai motivator adalah pembimbing harus bisa memacu para lansia untuk dapat melakukan ibadaih , yang tadinya shalatnya jarang-jarang pembimbing bertugas untuk melakukan agar supaya shalat para lansia lebih giat lagi.

B. Metode Pembimbing Agama Dalam Meningkatkan Ibadah Shalat Pada Lansia

Berbagai upaya di lakukan oleh lembaga/instansi serta para Pembiming Agama untuk memberikan pelayanan yang maksimal bagi para lansia yang berada di Balai Perlindungan Sosial Dinas Sosial Provinsi Banten agar para lansia ini dapat merasakan manfaat dari pelayanan bimbingan mental spritual, yang dimaksudkan agar lansia lebih banyak mengenal nilai atau norma yang berlaku dalam masyarakat, memiliki rasa percaya diri, harga diri serta memiliki kondisi psikologis yang sehat dalam berfikir, bersikap dan bertindak. Adapun metode/cara yang digunakan pembimbing agama dalam meningkatkan ibadah shalat pada lansia di balai perlindungan sosial dinas sosial provinsi banten sebagai berikut :


(62)

1. Metode Ceramah

Ceramah merupakan suatu tehknik pembinaan atau bimbingan yang memberikan uraian atau penjelasan secara ucapan atau lisan yang banyak diwarnai oleh karakteristik dan gaya bicara seorang da’i atau

pembina kepada mad’u atau terbimbing. Dalam ceramah ini terkadang

pembimbing agama mempraktekan dengan cara simulasi.

Dalam metode ini, pembimbing agama memberikan materi bimbingan agama kepada para lansia dengan berpedoman pada Al-Qur’an dan Hadist. Dalam menyampaikan materinya pembimbing agama membacakan kitab kuning yang di artikan ke dalam bahasa jawa serang, setelah itu baru di artikan ke dalam bahasa Indonesia.

Adapun materi ceramah atau bimbingan yang di sampaikan dalam meningkatkan ibadah shalat pada lansia di balai perlindungan sosial dinas sosial provinsi banten adalah tentang fiqh, aqidah, ahlak, pembacaan

Al-qur’an yang baik dan benar, serta sejarah mengenai ke Islaman.

2. Metode Dialog atau Tanya Jawab

Dialog atau tanya jawab merupakan kegiatan bimbingan yang di lakukan setelah ceramah atau penyampain secara lisan yang di laukan oleh ustad, kegiatan ini merupakan bagian dari program bimbingan bagi para lansia.

Dialog atau tanya jawab yang di lakukan ini bertujuan untuk menambah pengetahuan keagamaan para lansia misalnya tentang pemahaman ibadah shalat seperti mengenai bagaimana cara sujudnya, rukunya dan lain-lain.


(1)

Pertanyaan : Perasaan apa yang bapak rasakan setelah melakukan ibadah shalat?

Jawaban : Tidak ada perasaan apa-apa polos saja, monoton ke adaannya. Pertanyaa : Bagaimana implementasi pembimbing agama dalam

meningkatkan ibadah shalat?

Jawaban : Ya kadang tidak ada, kosong sama sekali, jalan pikirannya lain dengan dengan saya. Ya tapi kadang ada saja yang menempel, tetapi tidak sama sekali.

Pertanyaan : Metode/Cara apa yang di gunakan pembimbing agama dalam meningkatkan ibadah shalat?

Jawaban : Tidak ada ko cara khususnya, tidak ada metode yang yang harus diinikan. Penyampainnya bisanya pesan sponsor.

Pertanyaan : Faktor pendukung apa yang membuat bapak meningkatkan ibadah shalat?

Jawaban : Karena saya orang beragama, selain itu tidak ada, tidak ada faktor lain.

Pertanyaan : Faktor penghambat apa yang membuat bapak untuk meningkatkan ibadah shalat?

Jawaban : Tidak ada.

Pertanyaan : Apa harapan bapak setelah mengikuti bimbingan agama? Jawaban : Harapannya rukun kepada teman-teman gitu aja.

Penanya


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)