BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kaldu Nabati
Kaldu merupakan sari dari tulang dan daging sapi atau ayam. Kaldu diperoleh dengan cara merebus tulang, daging, atau sayuran dan diambil sarinya
atau air rebusan tersebut, sebagai contoh adalah kaldu ayam dan kaldu daging sapi. Kaldu digunakan pada masakan atau makanan untuk menambah dan
memperkuat rasa dan juga bau dari masakan atau makanan tersebut. Kaldu nabati
adalah istilah yang digunakan untuk produk kaldu yang diperoleh dengan cara memfermentasikan kacang-kacangan dengan kapang
Rhizopus sp. atau Aspergillus sp. untuk memperoleh fraksi gurih Susilowati,
et.al. 2006. Pemecahan asam-asam amino dari protein oleh aktivitas protease
kapang tersebut akan membentuk senyawa-senyawa flavour. Ini merupakan alternatif penggunaan kacang-kacangan selain dikonsumsi langsung dapat juga
dikonsumsi secara tidak langsung dalam pengolahanya pada produk pangan sebagai penyedap rasa dan pengaroma, seperti halnya tauco dan miso Jepang.
4
Gambar 1. Kaldu kacang hijau terfermentasi oleh Rhizopus-C
1
selama 18 minggu pada suhu 30
o
C.
5
Kaldu nabati
selain sebagai savoury flavour juga merupakan produk pangan fungsional yang mengandung peptida tinggi, mengandung pigmen cokelat
yang merupakan inhibitor lemak untuk proses peroksidasi dan anti penuaan, merupakan sumber vitamin B
2
yang mereduksi proses-proses oksidasi dalam tubuh dan sifat-sifat fungsional lain yang mempunyai peranan bagi kesehatan
selain dari rasa enak yang ditimbulkannya. Menurut Nagodawithana 1994, savoury flavour
dapat diperoleh dari khamir, yaitu konsentrat fraksi terlarut dari khamir. Ekstrak khamir digunakan sebagai prekursor dari savoury flavour karena
mengandung asam-asam amino, peptida, nukleotida serta gula reduksi
2.2. Flavour Analog Daging Meatlike Flavour
Ditinjau dari segi jenisnya, flavour analog daging termasuk ke dalam kelompok savoury flavour. Beberapa senyawa mampu memperkuat atau
memperbaiki citarasa makanan, misalnya NaCl sebagai pemberi rasa asin dan Mono Sodium Glutamat sebagai pemberi rasa gurih. Terdapat tanggap rasa dasar
terhadap asam amino, terutama asam glutamat. Rasa ini kadang-kadang dinyatakan dengan kata umami, berasal dari bahasa Jepang yang artinya
kesedapan deMan, 1989. Bahan penyedap atau flavouring adalah suatu zat atau komponen yang dapat memberikan rasa dan aroma tertentu pada bahan makanan.
Flavour merupakan sensasi yang dihasilkan bahan makanan ketika diletakkan
dalam mulut terutama yang ditimbulkan oleh rasa dan bau, termasuk perasaan ”mouth fell”.
Bahan pangan analog daging dapat didefinisikan sebagai produk dengan nutrisi yang seimbang, dan tidak berisi protein daging ataupun produk daging.
Analog daging ini dikembangkan dari segi penampakan, tekstur, dan rasa. Protein pada analog daging diperoleh dari sayuran dan sumber non-daging lainnya
Heinze, et.al. 1978. Flavour
daging muncul karena adanya reaksi Maillard dan degradasi senyawa sulfur misalnya tiamin dan sistein selama proses flavouring
berlangsung dihasilkan senyawa volatil yang khas pada daging. L-sistein merupakan senyawa sulfur yang bertanggung jawab pada pembentukan senyawa
flavour analog daging melalui degradasi Strecker dengan senyawa dikarbonil
menghasilkan markaptoasetaldehid, aldehid dan H
2
S sebagai produk flavour daging yang ditunjukkan pada Gambar 2 K.B. de Roos, 1992. Senyawa flavour
daging meliputi 4-markapto-5metil tetrahidro-3 furanon, 2,5-dimetil-2,4- dihidroksi-3-2H-tiopen, 2-metil-3-furantiol, 2-furfuriltiol, 2-metil-3-metiltio-
furan, bis-2-metil-3-furildisulfida, 2-furil-2-metil-3-furil-disulfida, 1,2,4- tritiolan, 1,2,4,6,tetratiepen, 1-2-metil-2-tientio-etantiol, 1-2-metilfuritio-
etantiol Bailley, 1998.
As.amino α-dikarbonil
Basa Schiff
Aldehid α-amino karbonil
Gambar 2. Degradasi Strecker dari Sistein Acree dan Roy, 1993
6
Heinze, et.al.
1978 mengatakan bahwa flavouring yang terjadi pada analog daging ini meliputi dua hal utama yaitu pengembangan karakteristik
7
flavour daging dan aplikasinya pada analog daging. Banyak karakteristik flavour
yang ditemukan, tetapi tidak ditemukan karakteristik senyawa volatil yang dominan ketika flavour pada bahan-bahan nabati dibandingkan dengan flavour
daging. Masalah yang biasanya terjadi selama flavouring untuk menghasilkan
analog daging adalah interaksi antara aroma daging yang terbentuk dengan bahan analog misalnya sistein dan tiamin sehingga menimbulkan off-flavour atau
kehilangan aroma. Selama proses flavouring, keberadaan bahan analog yang digunakan sangat berpengaruh pada terbentuknya flavour yang kuat dan
timbulnya off-flavour Heinze, et.al. 1978. Untuk mencegah terjadinya off- flavour
dapat dilakukan dengan melakukan reaksi flavouring pada kondisi optimum.
Banyak penelitian tentang flavour daging yang telah berkembang menggunakan teknologi modern, namun tidak semua aroma daging dibuat
analognya. Sebagian besar penelitian lebih konsentrasi pada analog daging sapi, analog daging babi, dan analog ayam Heinze, et.al. 1978. Hal ini telah diteliti
oleh Ouweland dan Leonard Schutte tahun 1978 tentang aplikasi protein pada kedelai sebagai pengganti daging. Selanjutnya pada tahun 1992 de Roos juga
melakukan penelitian mengenai timbulnya flavour daging dari sistein dan gula. Perbedaan
antara flavour
analog daging dari kaldu nabati dengan flavour daging adalah flavour analog daging kaldu nabati diperoleh dari bahan nabati
kacang-kacangan terfermentasi yang bebas kolesterol sehingga aman untuk dikonsumsi. Sedangkan, flavour daging diperoleh dari bahan-bahan hewani.
2.3. Reaksi Maillard