Hubungan Karakteristik Orang Tua Dengan Pengetahuan Orang Tua Tentang Kekerasan Seksual Pada Anak Usia Prasekolah (3 – 5 Tahun) Di Kelurahan Grogol Selatan Kebayoran Lama Jakarta Selatan

(1)

SEKSUAL PADA ANAK USIA PRASEKOLAH (3-5 TAHUN)

DI KELURAHAN GROGOL SELATAN KEBAYORAN LAMA

JAKARTA SELATAN

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Oleh

DINA SETYA RAHMAH KELREY

1111104000040

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1436 H / 2015 M


(2)

(3)

iii

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Undergraduate Thesis, July 2015

Dina Setya Rahmah Kelrey, NIM: 1111104000040

The Relationship of Parents Characteristics with Parents Knowledge About Child Sexual Abuse in Preschooler (3-5 Years) in South Grogol Kebayoran Lama, South Jakarta

xviii + 86 pages +18 tables + 2 charts + 8 attachments

ABSTRACT

Sexual abuse in preschool children is a very serious problem. Knowledge of parents about the dangers of child sexual abuse have an important to decrease numbers of sexual assault on a child. Knowledge of parents affected by several factors, including the role of parents, age, education, employment status, marital status and income. The purpose of this study was to determine whether there is a relationship between the characteristics of parents with knowledge of the sexual abuse of preschooler in South Grogol. This method is quantitative correlative study design with 120 respondent who were taken using cluster sampling technique. The instrument is questionnaire with analyzed univariate and bivariate analysis (chi-square test). The results showed 55% of respondents have less knowledge about sexual abuse in preschool children and 45% of respondents have a good knowledge. There is a relationship between the role of parents (p = 0.01), education (p = 0.00), marital status (p = 0.01), and income (p = 0.00) with the knowledge of parents about sexual abuse in preschool children. The odds ratio (OR) role as parents show that father 0.373 times less likely to have good knowledge of the mothers and the elderly high income 4.07 times more likely to have better knowledge than low-income parents. There is no relationship between age (p = 0.507) and employment status (p = 0.66) with the knowledge of parents about child sexual abuse in preschool children. Expected to increase the awareness of parents to seek information about sexual abuse in children and can do prevention.

Keywords : Child sexual abuse, Parents Charecteristics, Parents Knowledge Bibliography : 55 (2005 - 2014)


(4)

iv

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Skripsi, Juni 2015

Dina Setya Rahmah Kelrey, NIM: 1111104000040

Hubungan Karakteristik Orang Tua Dengan Pengetahuan Orang Tua Tentang Kekerasan Seksual Pada Anak Usia Prasekolah (3 – 5 Tahun) Di Kelurahan Grogol Selatan Kebayoran Lama Jakarta Selatan

xviii + 86 halaman + 18 tabel + 2 bagan + 8 lampiran

ABSTRAK

Kekerasan seksual pada anak prasekolah merupakan masalah yang sangat serius. Pengetahuan orang tua tentang bahaya kekerasan seksual, memiliki peranan yang penting dalam penurunan angka kekerasan seksual pada anak. Pengetahuan orang tua dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya peran sebagai orang tua, usia, pendidikan, status pekerjaan, status pernikahan dan pendapatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara karakteristik orang tua dengan pengetahuan orang tua tetang kekerasan seksual pada anak praekolah di Kelurahan Grogol Selatan. Metode kuantitatif korelatif dengan 120 responden mnggunakan teknik cluster sampling. Instrumen kuesioner dengan analisis data univariat dan analisis bivariat (uji Chi Square). Hasil 55% responden memiliki pengetahuan kurang tentang kekerasan seksual pada anak prasekolah dan 45% responden memiliki pengetahuan baik. Ada hubungan antara peran sebagai orang tua (p=0,01), pendidikan (p=0,00), status pernikahan (p=0,01), dan pendapatan (p=0,00) dengan pengetahuan orang tua tentang kekerasan seksual pada anak prasekolah. Nilai (OR) peran sebagai orang tua menunjukkan bahwa ayah 0,373 kali lebih kecil kemungkinannya memiliki pengetahuan baik dari pada ibu dan orang tua berpendapatan tinggi 4,07 kali lebih besar kemungkinannya memiliki pengetahuan baik daripada orang tua berpendapatan rendah. Tidak ada hubungan antara usia (p= 0,507) dan status pekerjaan (p=0,66) dengan pengetahuan orang tua tentang kekerasan seksual pada anak prasekolah. Diharapkan dapat meningkatkan kesadaran orang tua untuk mencari informasi mengenai kekerasan seksual pada anak dan dapat melakukan pencegahan.

Kata Kunci : Karakteristik Orang tua, Kekerasan Seksual Pada AnakPrasekolah Pengetahuan Orang Tua


(5)

(6)

(7)

(8)

viii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : DINA SETYA RAHMAH KELREY

Tempat, tanggal lahir : Merauke, 14 Oktober 1993

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat : Jalan Siorok No.101

Kelurahan Aro IV Korong Kecamatan Lubuk Sikarah

Kota Madya Solok, Sumatera Barat

HP : 081363023094

E-mail : dinasetyakelrey@yahoo.com

Fakultas/Jurusan : Fakultas Kedokteran dan Imu Kesehatan/ Program Studi Ilmu Keperawatan

PENDIDIKAN

1. TK YAPIS Merauke 1998-1999

2. Sekolah Dasar Negeri 02 Aro IV Korong Kota Solok 1999-2005 3. Sekolah Menengah Pertama Negeri 5 Kota Solok 2005-2008 4. Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Kota Solok 2008-2011 5. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2011-2015


(9)

ix

Alhamdulillahirabbil’alamin segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan Judul “Hubungan Karakteristik Orang Tua dengan Pengetahuan Orang Tua tentang Kekerasan Seksual Pada Anak Usia Prasekolah (3-5 Tahun) di Kelurahan Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.” Salawat dan salam penulis haturkan kepada junjungan Muhammad SAW yang telah membawa cahaya islam yang penuh kedamaian dan ketentraman kepada seluruh umat manusia. Begitu pula bagi keluarga, sahabat dan pengikut beliau.

Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Karena itu penulis menyampaikan terimakasih kepada:

1. Dr. H. Arif Sumantri, SKM., M. Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Maulina Handayani, S. Kp., M. SC selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan sekaligus pembimbing kedua yang telah membimbing, memotivasi, mengkoreksi serta memberi banyak saran dan masukan dalam skripsi ini.

3. Bapak Jamaludin, S.Kp, M.Kep selaku pembimbing I yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan proposal skripsi ini.

4. Segenap Bapak dan Ibu dosen atau Staf Pengejar Program Studi Ilmu Keperawatan yang telah memberikan tempaan ilmu pengetahuan kepada penulis selama duduk di bangku perkuliahan serta staf akademik Bapak Syafi’i dan Ibu Syamsiyah yang telah banyak membantu.

5. Agung Wibowo, S.Si, MAP selaku Kepala Kelurahan Grogol Selatan yang telah memebrikan izin sehingga terlaksananya penelitian ini. 6. Orang tua serta keluarga besar yang telah memberikan semangat serta


(10)

x

7. Teman – teman angkatan 2011 yang telah memberikan semangat serta tempat bertukar pikiran bagi penulis selama penyelesaian tugas akhir ini, Khusunya Gilang Gumilar Permady yang selalu memberikan doa, dukungan dan semangat kepada penulis.

8. Semua pihak yang telah yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan proposal skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu - persatu dalam kesempatan ini.

Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat tidak hanya bagi penulis namun semua pihak untuk meambahnya wawasan dan motivasi. Demikianlah paparan kata pengantar dari penulis, mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan.

Jakarta, Juli 2015


(11)

xi

HALAMAN JUDUL...i

PERNYATAAN OROSINALITAS...ii

ABSTRACT...iii

ABSTRAK...iv

PERNYATAAN PERSETUJUAAN PEMBIMBING...v

LEMBAR PENGESAHAN...vi

LEMBAR PENGESAHAN SIDANG SKRIPSI...vii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP...viii

KATA PENGANTAR...ix

DAFTAR ISI...xi

DAFTAR TABEL...xv

DAFTAR BAGAN...xvii

DAFTAR LAMPIRAN...xviii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1

B. Rumusan Masalah...5

C. Pertanyaan Penelitian...6

D. Tujuan Penelitian...7

1. Tujuan Umum...7

2. Tujuan Khusus...7

E. Manfaat Penelitian...7

F. Ruang Lingkup Penelitian...9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anaka Usia Pra Sekolah...10

1. Pengertian...10

2. Tumbuh Kembang Anak Pra Sekolah...11

B. Kekerasan Seksual Pada Anak Pra Sekolah (Child Sexual Abuse)19 1. Pengertian Kekerasan Seksual Pada Anak...19

2. Jenis Kekerasan Seksual Pada Anak...19

3. Tanda dan Gejala Anak Korban Kekerasan Seksual...20

4. Pelaku Kekerasan Seksual Potensial...23


(12)

xii

C. Orang Tua...25

1. Pengertian Orang Tua...25

2. Peran Orang Tua Dalam Pencegahan Kekerasan Seksual...26

D. Karakteristik Orang Tua...31

1. Peran Sebagai Orang Tua...31

2. Usia Orang Tua...32

3. Status Pernikahan...32

4. Pendidikan...33

5. Pekerjaan...34

6. Pendapatan...35

E. Pengetahuan...36

1. Pengertian Pengetahuan...36

2. Tingkat Pengetahuan...36

F. Kerangka Teori...38

BAB III KERANGKA KONSEP A. Kerangka Konsep...39

B. Hipotesis...40

C. Definisi Operasional...41

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian...43

B. Lokasi dan Waktu Penelitian...43

1. Lokasi Penelitian...43

2. Waktu Penelitian...43

C. Populasi dan Sampel...44

1. Populasi...44

2. Sampel...44

D. Instrumen Pengumpulan Data...46

E. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen...49

1. Uji Validitas...49

2. Uji Reliabilitas...50

F. Langkah-langkah Pengumpulan Data...51


(13)

xiii

2. Analisa Bivariat...54

I. Etika Penelitian...55

BAB V HASIL PENELITIAN A. Gambaran Lokasi Penelitian...56

B. Analisa Univariat...57

1. Gambaran Karakteristik Responden...57

a. Peran Sebagai Orang Tua...57

b. Usia...58

c. Pendidikan...58

d. Status Pernikahan...59

e. Status Pekerjaan...59

f. Pendapatan...60

2. Pengetahuan...60

a. Tingkat Pengetahuan Responden...60

b. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden...61

C. Analisis Bivariat...65

1. Hubungan antara peran sebagai orang tua dengan pengetahuan tentang kekerasan seksual pada anak prasekolah...65

2. Hubungan antara usia responden dengan pengetahuan tentang kekerasan seksual pada anak prasekolah...66

3. Hubungan antara pendidikan responden dengan pengetahuan responden tentang kekerasan seksual pada anak prasekolah...67

4. Hubungan status pekerjaan orang tua dengan pengetahuan orang tua tentang kekerasan seksual...67

5. Hubungan status pernikahan responden dengan pengetahuan responden tentang kekerasan seksual pada anak prasekolah...68

6. Hubungan pendapatan responden dengan pengetahuan responden tentang kekerasan seksual pada anak prasekolah...69


(14)

xiv BAB VI PEMBAHASAN

A. Pembahasan Univariat...70

1. Karakteristik Responden...70

a. Peran Sebagai Orang Tua...70

b. Usia...71

c. Pendidikan...72

d. Status Pekerjaan...72

e. Status Pernikahan...73

f. Pendapatan...74

2. Pengetahuan...75

a. Tingkat Pengetahuan Responden...75

b. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden...76

B. Pembahasan Bivariat...78

1. Hubungan antara peran sebagai orang tua dengan pengetahuan tentang kekerasan seksual pada anak prasekolah...79

2. Hubungan antara usia responden dengan pengetahuan tentang kekerasan seksual pada anak prasekolah...80

3. Hubungan antara pendidikan responden dengan pengetahuan responden tentang kekerasan seksual pada anak prasekolah...81

4. Hubungan status pekerjaan orang tua dengan pengetahuan orang tua tentang kekerasan seksual...81

5. Hubungan status pernikahan responden dengan pengetahuan responden tentang kekerasan seksual pada anak prasekolah...82

6. Hubungan pendapatan responden dengan pengetahuan responden tentang kekerasan seksual pada anak prasekolah...83

C. Keterbatasan Penelitian...84

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan...85

B. Saran...86

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(15)

xv

1. Tabel 2.1 Pertumbuhan Fisik Anak Prasekolah... 11

2. Tabel 3.1 Definisi Operasional ...41

3. Tabel 4.1 Jumlah Anak Prasekolah di Kelurahan Grogol selatan...44

4. Tabel 4.2 Jumlah Sampel di RW.05 Kelurahan Grogol selatan...45

5. Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Peran Sebagai Orang Tua di Kelurahan Grogol Selatan Tahun 2015...57

6. Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia di Kelurahan Grogol Selatan Tahun 2015...58

7.Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan di Kelurahan Grogol Selatan Tahun 2015...58

8. Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Pekerjaan di Kelurahan Grogol Selatan Tahun 2015...59

9. Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Pernikahan di Kelurahan Grogol Selatan Tahun 2015...59

10.Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendapatan Perbulan di Kelurahan Grogol Selatan Tahun 2015...60

11.Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang Kekerasan Seksual Pada Anak Prasekolah di Kelurahan Grogol Selatan Tahun 2015...60

12.Tabel. 5.8. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Pada Kuesioner Pengetahuan...61

13.Tabel 5.9 Analisa Hubungan antara peran sebagai orang dengan pengetahuan orang tua tenyang kekerasan seksual pada anak prasekolah di Kelurahan Grogol Selatan...65

14.Tabel 5.10 Analisis Hubungan antara usia responden dengan pengetahuan tentang kekerasan seksual pada anak prasekolah di Kelurahan Grogol Selatan Tahun 2015...66


(16)

xvi

15. Tabel 5.11 Analisis Hubungan Antara Pendidikan Responden Dengan Pengetahuan Responden Tentang Kekerasan Seksual Pada Anak Prasekolah di Kelurahan Grogol Selatan Tahun 2015...67 16. Tabel 5.12 Analisis Hubungan Antara Status Pekerjaan Responden Dengan Pengetahuan Responden Tentang Kekerasan Seksual Pada Anak Prasekolah di Kelurahan Grogol Selatan Tahun 2015...67 17.Tabel 5.12 Analisis Hubungan Antara Status Pernikahan Responden Dengan Pengetahuan Responden Tentang Kekerasan Seksual Pada Anak Prasekolah di Kelurahan Grogol Selatan Tahun 2015...68 18. Tabel 5.10 Analisis Hubungan Antara Pendapatan Responden Dengan Pengetahuan Responden Tentang Kekerasan Seksual Pada Anak Prasekolah di Kelurahan Grogol Selatan Tahun 2015...69


(17)

xvii

Bagan 2. 1 Kerangka Teori...38 Bagan 3. 1 Kerangka Konsep...39


(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Permohonan Izin Studi Pendahuluan

Lampiran 2 Surat Izin Pengantar Studi Pendahuluan dari Kelurahan Grogol Selatan

Lampiran 3 Surat Izin Penelitian

Lampiran 4 Surat Pengantar Penelitian dari Kelurahan Grogol Selatan Lampiran 5 Kisi – Kisi Kuesioner Penelitian

Lampiran 6 Kuesioner Penelitian Lampiran 7 Hasil Uji Reliabilitas Lampiran 8 Hasil Perhitungan Statistik


(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kekerasan seksual pada anak merupakan masalah yang sangat serius dengan kerusakan yang singkat dan kerugian yang berat, serta lama bagi korban. Tidak hanya mencederai fisik anak, lebih dari itu kekerasan seksual pada anak juga mencederai psikologis dan mental anak. Kekerasan seksual pada anak adalah semua aktivitas seksual yang melibatkan anak sebelum usia dimana anak diperbolehkan untuk terlibat dalam aktivitas seksual (Barliner, 2011).

Kekerasan seksual dapat diartikan secara lebih spesifik menjadi kekerasan seksual secara fisik dan kekerasan seksual non-fisik. Kekerasan seksual secara fisik misalnya menyentuh secara tidak wajar bagian tubuh anak (payudara dan alat kelamin), bisa juga berupa penetrasi oral, anal, dan vaginal. Sedangkan kekerasan seksual pada anak secara non-fisik merujuk pada tindakan memaksa anak untuk berfoto telanjang, melibatkan atau mempertontonkan masturbasi, melibatkan atau mempertontonkan materi pornografi, dan mempertontonkan hubungan intim pada anak, baik peiode remaja, sekolah, maupun prasekolah (Johnson, 2004).

Anak prasekolah adalah anak dengan usia 3 sampai 5 tahun. Perkembangan seksual anak pada tahap ini merupakan fase yang sangat penting dimana pada fase ini anak membentuk kelekatan yang kuat dengan orang tua yang berlainan jenis kelamin sambil mengidentifikasi orang tua yang berjenis kelamin sama. Pada fase ini tentu anak sangat butuh dukungan dan penjelasan yang tepat mengenai seksualitas untuk identitas dan kepercayaan diri anak. Selain itu


(20)

2

eksplorasi seksual kini lebih menonjol seperti pertanyaan mengenai reproduksi seksual, asal usul keberadaannya sangat mungkin ditanyakan anak pada fase ini, sehingga anak sangat tertarik dengan bahasan seksual dan menjadikan anak sangat rentan terhadap kesalahan pemahaman maupun tindak kekerasan seksual (Wong, 2012).

Kekerasan seksual pada anak belakangan ini marak terjadi pada anak usia prasekolah, dimana pertahan diri mereka belum adekuat (Chen, 2007). Selain itu banyaknya pedofilia juga sangat meresahkan. Menurut aktivis antipornografi, Sony Set, terdapat 100.000 situs pornografi dengan objek anak – anak. Rata – rata pengunjung situs web ini adalah orang dewasa antara 35 – 49 tahun, dan diduga mereka adalah kaum pedofilia yang menyukai suatu aktifitas seksual melibatkan anak – anak (Chomaria, 2014).

Peningkatan angka kekerasan seksual pada anak menyita perhatian. Menurut perhitungan pemerintah United State of America tahun 2003 terdapat 78.000 anak korban kekerasan seksual, hal ini berarti terdapat 1,2 per 1000 anak di Amerika merupakan korban kekerasan seksual. Sedangkan di Indonesia menurut Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melaporkan bahwa telah tercatat selama tahun 2012, sebanyak 62 % atau 1.526 kasus tindakan kekerasan seksual terjadi pada anak. Kasus ini mengalami peningkatan signifikan hingga mencapai 10 persen sepanjang tahun 2012 dibandingkan tahun 2011 (BKKBN, 2013). Sedangkan data Polri 2014, mencatat ada 697 kasus kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi di separuh tahun 2014. Dari jumlah itu, sudah 726 orang yang ditangkap dengan jumlah korban mencapai 859 orang, dan DKI Jakarta menempati urutan teratas dengan jumlah kekerasan seksual pada anak sebanyak 814 kasus.


(21)

Tingginya tingkat kekerasan seksual pada anak menunjukkan pentingnya pengetahuan orang tua terhadap hal ini untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual pada anak. Pada masa prasekolah anak mulai menginjak periode estetik, yaitu anak sudah dapat dididik secara langsung, melalui pembiasaan kepada hal-hal yang baik. Bimbingan kearah pembiasaan ini dilaksanakan melalui belajar sambil bermain atau dapat pula dengan cara bergurau yang berupaya memberikan pengajaran dengan cara menggembirakan hati anak, atas dasar kasih sayang (Jalalludin, 2009).

Bimbingan serta pendidikan pada anak tidak hanya menjadi tanggung jawab seorang ibu, namun ayah dan ibu hendaknya bersinergi dalam hal ini. Rimm (2008) menyebutkan bahwa anak yang mendapat bimbingan dan arahan dari ayahnya tumbuh menjadi anak dengan kepercayaan diri yang baik. Mengingat dalam tahap perkembangan ini anak berada pada tahap meniru sehingga peran serta ayah sebagai figur atau contoh bagi anak sangat dibutuhkan. Selain itu seorang ayah juga akan merasa puas karena ikut terlibat dalam memberikan bimbingan dan pendidikan bagi anak.

Oleh karena itu dalam rangka mendidik dan melindungi anak, orang tua harus dibekali dengan pengetahuan yang memadai khususnya tentang kekerasan seksual. Pengetahuan orang tua meliputi pengertian, jenis, dan tanda gejala kekerasan seksual pada anak. Selain itu orang tua juga perlu tahu siapa yang berpotensi menjadi pelaku, dan anak yang berpotensi menjadi korban. Orang tua juga wajib dibekali pengetahuan untuk mencegah tindak kekerasan seksual pada anak (Barliner, 2011).


(22)

4

Penelitian terkait pengetahuan orang tua mengenai kekerasan seksual yang dilakukan oleh Chen pada tahun 2007 di Tiongkok menunjukkan bahwa banyak orang tua merasa mereka kurang percaya diri dan kurang memahami kosa kata mengenai kekerasan seksual, atau dengan kata lain pengetahuan orang tua sangat minim sehingga bahasan mengenai siapa pelaku yang mungkin dan apa yang harus dilakukan jika pelecehan seksual terjadi, tidak disampaikan kepada anak. Selain itu penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Pullins dan Jones tahun 2007 menunjukkan bahwa banyak orang tua kurang kesadaran tentang tanda-tanda peringatan dan indikator pelecehan seksual anak. Penelitian senada yang dilakukan oleh Tang dan Yan tahun 2004 menunjukkan bahwa pengetahuan orang tua dan pencegahan terhadap kekerasan seksual tampak dibatasi oleh mitos yang mengatakan bahwa kerentanan anak, karakteristik anak, dan pelaku itu relatif sehingga tidak dapat dikategorikan.

Kenyataannya terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan orang tua baik dari dalam invidu maupun dari luar. Notoadmodjo (2007) mengidentifikasi faktor – faktor yang mempengaruhi pengetahuan, yaitu pengalaman, tingkat pendidikan, keyakinan, fasilitas, penghasilan dan sosial budaya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hansson, et.al (2008) usia dapat mempengaruhi pengetahuan, dimana dalam hasil penelitiannya disebutkan bahwa bagian dari pengaruh negatif pada peningkatan usia terhadap kemampuan umum dapat dikompensasikan dengan peningkatan domain pengetahuan yang relevan.

Menurut Notoadmojo (2007) penghasilan juga dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang, walaupun tidak signifikan. Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mepengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap


(23)

seseorang terhadap sesuatu. Sedangkan penelitian yang dilakukan terkait resiko pelecehan seksual pada anak oleh Putnam (2003) menunjukkan tingkat sosial ekonomi keluarga yang rendah menyebabkan anak lebih beresiko terhadap kekerasan seksual. Hal ini disebabkan oleh kurangnya biaya dalam pemenuhan kebutuhan baik sandang, pangan, papan maupun keamanan. Selain itu ras dan etnis menurut Putnam juga beresiko lebih tinggi, dimana anak kulit hitam lebih beresiko dibandingkan anak kulit putih di Amerika Serikat.

Hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan di Kelurahan Grogol selatan, Kebayoran Lama, menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk merupakan masyarakat urban dengan latar belakang dan kebudayaan yang variatif. Sedangkan hasil wawancara yang dilakukan menunjukkan bahwa dari 24 orang tua, didapatkan bahwa pengetahuan orang tua masih sangat minim tentang kekerasan seksual pada anak, khususnya tanda gejala, pelaku yang potensial, dan cara pencegahan. Selain itu dari hasil demografi menunjukkan bahwa 18 dari 24 orang tua di Kelurahan Grogol Selatan, Kebayoran Lama yang peneliti wawancarai merupakan masyarakat dengan tingkat penghasilan, dan latar belakang pendidikan rendah.

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Hubungan Karakteristik Orang Tua dengan Pengetahuan Orang Tua Tentang Kekerasan Seksual pada Anak Usia Prasekolah (3-5 tahun) di Kelurahan Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.

B. Rumusan Masalah

Pengetahuan orang tua tentang kekerasan seksual diharapkan dapat mencegah kekerasan seksual pada anak, tetapi dalam kenyataannya tingkat


(24)

6

kekerasan seksual pada anak terus meningkat. Sedang karakteristik orang tua (peran orang tua sebagai ayah atau ibu, usia, status pernikahan,pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan), merupakan faktor – faktor yang dapat mepengaruhi pengetahuan. Oleh karena itu peneliti ingin melihat apakah ada hubungan antara karakteristik orang tua dengan pengetahuan orang tua tentang kekerasan seksual pada anak usia prasekolah (3 – 5 tahun).

C. Pertanyaan Penelitian

Melihat perumusan masalah diatas, maka yang menjadi pertanyaan penelitian adalah :

1. Bagaimana karakteristik (peran sebagai orang tua, usia, status pernikahan, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan) orang tua di Kelurahan Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan ?

2. Bagaimana pengetahuan orang tua tentang kekerasan seksual di Kelurahan Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.?

3. Apakah ada hubungan antara karakteristik orang tua dengan pengetahuan orang tua tentang kekerasan seksual diKelurahan Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan?


(25)

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara karakteristik orang tua dengan pengetahuan orang tua tentang kekerasan seksual pada anak usia prasekolah.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik orang tua (peran sebagai orang tua, usia, status pernikahan, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan) di Kelurahan Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.

b. Mengidentifikasi pengetahuan orang tua tentang kekerasan seksual pada anak prasekolah di Kelurahan Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.

c. Mengidentifikasi hubungan karakteristik orang tua dengan pengetahuan orang tua tentang kekerasan seksual pada prasekolah di Kelurahan Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Bagi Pendidikan

Manfaat penelitian ini bagi pendidikan adalah sebagai bahan pertimbangan terhadap pengembangan kurikulum pada pendidikan keperawatan untuk mengembangkan tema kekerasan seksual pada anak prasekolah.


(26)

8

2. Bagi Profesi Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi dunia keperawatan dan memberikan informasi bagi perawat sehingga dapat memahami karakteristik orang tua dalam memberikan intervensi untuk menurunkan tingkat kekerasan seksual pada anak (prasekolah).

3. Bagi Pelayanan Kesehatan Setempat

Gambaran pengetahuan orang tua yang kurang atau buruk terhadap kekerasan seksual pada anak dapat menjadi rekomendasi bagi pemberi pelayanan kesehatan di Kelurahan Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan untuk memberikan penyuluhan dan konseling terkait kekerasan seksual pada anak.

4. Bagi Responden

Setelah penelitian ini dilakukan diharapkan penelitian ini dapat memberi tambahan pengetahuan mengenai kekerasan seksual pada anak melalui pendidikan kesehatan yang dilakukan oleh penliti.

5. Bagi Penelitian

Penelitian ini juga dapat dijadikan acuan bagi penelitian berikutnya yang mengangkat tema kekerasan seksual pada anak. Penelitian ini juga diharapkan menjadi landasan untuk mengembangkan evidence based practice dalam ilmu kesehatan anak.


(27)

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada baik ayah maupun ibu yang memiliki anak usia prasekolah (3 – 5 tahun) yang berdomisili di Kelurahan Grogol Selatan Kebayoran Lama. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan rancangan analitik metode korelasional. Sampel dalam penelitian ini adalah responden yang dipilih dengan menggunakan teknik cluster sampling. Sedangkan untuk mengetahui karakteristik orang tua dan pengetahuan tentang kekerasan seksual pada anak usia prasekolah diperoleh data dengan menggunakan kuesioner. Penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui hubungan karakteristik orang tua dengan pengetahuan orang tua tentang kekerasan seksual pada anak usia prasekolah.


(28)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anak Usia Prasekolah 1. Pengertian

Anak usia prasekolah adalah anak yang berusia 3 – 5 tahun. Periode prasekolah adalah dimana kontrol mereka terhadap fungsi tubuh, kemampuan berinteraksi secara kerja sama dengan anak lain dan orang dewasa, serta meningkatnya rentang perhatian dan memori untuk mempersiapkan diri menuju fase berikutnya. Keberhasilan tingkat pertumbuhan dan perkembangan sebelumnya sangat penting bagi anak prasekolah untuk memperhalus tugas – tugas yang telah mereka kuasai selama masa todler. (Wong, 2012).

Karakteristik lain dari periode ini adalah egosentris, jenis berfikir di mana anak-anak hanya berfokus pada diri sendiri dan sulit untuk melihat sesuatu darui sudut pandang selain mereka. Pengetahuan dan pemahaman anak-anak dibatasi untuk pengalaman yang terbatas pada diri mereka sendiri, dan sebagai hasilnya, terjadi kesalah pahaman, salah satu dari kesalah pahaman ini adalah animisme. Kecendrungan dimana anak merasa hidup dengan benda mati. Ciri khas lain adalah berpikir intuitif, yaitu kecenderungan untuk berkonsentrasi pada objek yang terlihat luar biasa tanpa memperdulikan objek lainnya. (Price dan Gwin, 2008)


(29)

Komunikasi pada masa prasekolah merupakan kebutuhan, keinginan, dan perasaan yang diekspresikan anak melalui ucapan dan tindakan. Orang tua dan pengasuh harus mengobservasi komunikasi nonverbal anak yang dapat membantu mengungkapkan mana yang benar (Machado, 2013). 2. Tumbuh Kembang Anak Prasekolah

a. Perkembangan Biologis

Selama masa prasekolah pertumbuhan fisik melambat, dan semakin stabil. Price dan Gwin, 2008 mengklasifikasikan pertumbuhan fisik anak prasekolah sebagai berikut :

Tabel 2.1. Pertumbuhan Fisik Anak Prasekolah Umur Pertumbuhan Fisik

3 tahun Penambahan berat badan yang biasanya berkisar antar 1,8-2,7 kg Berat badan rata-rata 14,6 kg

Penambahan tinggi biasanya berkisar 7,5 cm Tinggi rata-rata 95 cm

Sudah dapat mengontrol buang air kecil dan buang air besar di malam hari

4 tahun Tingkat pertumbuhan mirip dengan tahun sebelumnya Berat badan rata-rata 16,7kg

Tinggi rata-rata 103 cm

Potensi maksimal untuk pengembangan amblyopia

5 tahun Berat badan rata-rata 18,7 kg Tinggi rata-rata 110 cm Gigi permanen mulai tumbuh.


(30)

12

Postur anak prasekolah lebih langsing, tetapi kuat, anggun, tangkas, dan tegap, sangat berbeda dengan masa todler. Bila dilihat dari segi jenis kelamin hanya terdapat sedikit perbedaan karakteristik yang biasanya ditentukan oleh faktor lain seperti pakaian atau potongan rambut. Sebagian besar sistem tubuh telah matur dan stabil. Sebagian besar anak di usia prasekolah sudah dapat menjalani toilet traning. Pada periode ini anak sangat dianjurkan untuk melakukan latihan yang tepat, nutrisi yang adekuat, dan istirahat yang cukup untuk mengoptimalkan perkembangan sistem muskuloskeletal. Karena pada usia prasekolah ini perkembangan otot dan pertumbuhan tulang belum matur (Wong, 2012).

b. Pekembangan Psikososial

Krisis psikososial pada anak usia dini muncul pada tahapan prasekolah. Pada tahapan ini anak prasekolah bersemangat untk memulai kegiatan baru namun merasa kecewa dan gagal saat upaya mereka tidak berhasil. Anak prasekolah berkembang sangat pesat dari segi fisik, kognitif, dan sosial yang menjadikan mereka bisa menentukan sendiri tujuan dan keinginan mereka sendiri. Tentu terkadang tujuan dan tindakan anak dapat bertentangan dengan aturan orang tua atau ketentuan sosial yang ada. Akibatnya anak harus belajar untuk menyeimbangkan keinginan mereka untuk lebih bertanggung jawab dengan belajar untuk mengendalikan impuls. Konflik keseimbanagn ini yang disebut dengan inisiatif oleh Erikson dalam tahap perkembanagn psikososial kemauan anak untuk bertanggung


(31)

jawab dan belajar hal baru terhadap rasa bersalah yaitu perasaan gagal dan menjadi cemas ketika mencoba hal – hal baru (Martin dan Fabes, 2009).

Pada anak usia prasekolah sering terjadi persaingan dengan orang tua, dimana terkadang anak mengharapkan salah satu orang tuanya pergi atau meninggal agar dia memenangkan persaingan. Pada keadaan seperti inilah peran orang tua dalam menjelaskan kepada anak bahwa harapan tersebut tidak dapat terjadi (Wong, 2012). Selain itu perkembangan superego dan kesadaran akan selesai pada periode prasekolah dan hal inilah yang akan menjadikan dasar untuk perkembangan moral (pemahaman yang benar dan salah) pada tahap perkembangan selanjutnya (Kyle, 2008).

c. Perkembangan Kognitif

Jean Piaget mengklasifikasikan anak usia prasekolah dalam tahap prakonseptual. Dimana dalam tahap ini anak didominasi pemikiran menggunakan sudut pandang diri sendiri dalam mengamati dunia sekitar. Dengan kata lain anak masih mempertahankan pemikiran egosentris sebagaimana tahap perkembangan sebelumnya. Dimana dalam pendekatan masalah, anak hanya menggunakan sudut pandang dirinya sendiri ( Ricci dan Kyle, 2009). Pada usia prasekolah ini anak cenderung berasumsi setiap orang memikirkan hal yang sama dengan apa yang mereka pikirkan. Seringkali anak menjelaskan apa yang dipikirkan dengan penjelasan yang singkat dan berpikir bahwa semua orang paham dengan apa yang mereka sampaikan, sebagaimana sifat


(32)

14

egosentris yang mereka miliki. Oleh karena sifat egosentris tersebut orang dewasa dituntut untuk dapat mengeksplorasi dan memahami pikiran anak dengan berbagai metode pendekatan, salah satunya dengan pendekatan nonverbal. Selain itu juga bisa dengan aktivitas bermain, yang dapat menjadikan anak mengembangkan potensi dengan kegiatan yang mereka sukai (Wong, 2012).

Pikiran magis, merupakan hal yang normal dialami oleh anak usia praekolah. Anak usia prasekolah merasa yakin bahwa pikiran mereka merupakan suatu hal yang kuat dan luar biasa. Mereka akan mulai memfantasikan hal – hal yang mereka pikirkan baik mereka tunjukkan secara aktual atau hanya sekedar ada di alam pikiran mereka. Melalui kepercayaan terhadap pemikirannya juga anak prasekolah dapat terpuaskan rasa ingin tahunya terhadap lingkungan sekitar (Ricci dan Kyle, 2009). Namun dengan pikiran tersebut memposisikan anak pada daerah yang rentan dimana anak tidak dapat merasionalkan sebab akibat suatu peristiwa dan kejadian, sehingga menyebabkan anak cenderung merasa bersalah terhadap kesalahan pemikiran mereka tersebut (Wong, 2012).

Usia prasekolah anak cenderung menggunakan bahasa tanpa paham betul tentang makna dari kata atau kalimat yang diucapkan (Wong, 2012). Menurut Ricci dan Kyle, 2009 pada tahap ini anak biaanya sudah dapat berhitung satu sampai sepuluh. Selain itu anak juga sudah dapat menyebutkan warna, minimal empat warna. Anak juga sudah mulai paham dengan konsep waktu namun masih secara garis


(33)

besar, sehingga anak cenderung menghubungkan dengan satu peristiwa untuk dapat menganalogikannya. Pemahaman terhadap benda – benda yang biasa dipakai sehari – hari juga sudah mulai muncul seperti makanan, uang, dan peralatan sehari – hari lainnya. Dalam hal ini anak sudah mulai memahami konsep yang benar namun masih sangat terbatas dengan hal – hal yang mereka sudah pelajari saja. Misalnya saat memakai sepatu anak cenderung hanya bisa memakainya dengan tepat bila jenis sepatunya sama, saat meeka memakai sepatu dengan jenis lain yang belum pernah dipakai, meraka dapat saja salah memakainya. Dengan kata lain konsep kanan kiri pada tahap ini belum dipahami dengan maksimal (Wong, 2012)

d. Perkembangan Moral

Kohelberg menempatkan anak usia prasekolah pada tahap prekonvensional atau pramoral. Anak pada usia prasekolah akan berorientasi pada hukuman dan kepatuhan, dimana mereka akan berperilaku sesuai dengan kebebasan dan aturan yang berlaku. Suatu tindakan akan dinilai anak baik buruknya berdasarkan dengan hukuman atau peghargaan yang diterimanya. Apabila anak dihukum berarti anak bertindak salah, tanpa anak memikirkan makna dari perbuatannya. Sehingga ketika orang tua tidak menghukum anak ketika berbuat salah maka anak akan mengganggapnya sebagai perbuatan yang benar.

Usia sekitar 4 sampai 7 tahun anak berada dalam tahap orientasi instrumental naif, yaitu dimana anak menujukan segala tindakan untuk pemuasan kebutuhannya. Tindakan keadilan yang konkret biasanya


(34)

16

terjadi pada tahap ini, anak akan melakukan hal serupa yang dilakukan terhadapanya. Seperti bila ia digigit maka dia akan membalas menggigit .Oleh karena itu dalam tahap ini anak prasekolah perlu belajar mengenai batasan moral dan juga perilaku sopan santun. Agar anak dapat memahami konsep didalam hubungan, seperti hubungan memberi dan menerima yang benar (Wong, 2012; Ricci dan Kyle, 2009).

e. Perkembangan Spiritual

Anak prasekolah memiliki konsep konkret mengenai Tuhan, yang sering dianggap anak sebagai teman imaginernya. Pemahan tentang konsep Tuhan sangat dipengaruhi oleh tingkat kognitif anak. Pada tahap ini anak sudah dapat meyakini konsep agama yang dianut orang tua. Berdoa sebelum tidur, bersyukur setelah makan, atau kisah sederhana dari kitab suci merupakan ritual dan kegiatan yang dapat dilakukan oleh anak pada tahap ini. Anak prasekolah penting untuk dikenalkan bahwa Tuhan merupakan pemberi cinta tanpa syarat, dan bukan sebagai pmberi hukuman apabila berbuat salah. Hal ini dikarenakan pada tahap ini anak sering mempunyai pemahaman bahwa apabila mereka sakit merupakan hukuman dari Tuhan. Selain itu dalam melakukan ritual dan kegiatan keagamaan anak harus diajarkan melakukannya dengan suasana cinta, karena hal ini akan sangan bermakna bagi anak (Wong, 2012; Mckinney et al, 2013).


(35)

f. Perkembangan Citra Tubuh

Seiring dengan meningkatnya pemahaman anak terhadap bahasa, anak telah dapat mengenali bahwa seseorang dapat berpenampilan sesuai dengan yang diinginkan atau sebaliknya. Selain itu anak dalam masa prasekolah juga sudah dapat mengenali perbedaan warna kulit, ras, dan bentuk tubuh. Namun anak prasekolah belum mampu mendefinisikan ruang lingkup tubuhnya dan pengetahuan tentang anatomi internalnya masih sangat terbatas. Anak prasekolah dalam tahap ini juga telah mengerti mengenai ungkapan cantik atau buruk tentang penampilannya. Penelitian menunjukkan bahwa anak perempuan usia prasekolah menunjukkan kekhawatiran yang lebih besar mengenai penampilan dan berat badannya di bandingkan anak laki – laki. Sehingga sangat penting bagi orang tua untuk untuk menanamkan prinsip – prinsip positif mengenai citra tubuh baik pada anak laki – laki maupun perempuan. Orang tua juga harus menekankan pada anak pentingnya menerima seseorang walaupun penampilannya berbeda atau penampilannya tidak seperti yang diharapkan anak (Wong, 2012; Perry et al, 2014).

g. Perkembangan Seksualitas

Masa prasekolah merupakan masa yang sangat penting bagi perkembangan seksual anak. Karena pada masa inilah anak mulai mengidentifikasi dan menumbuhkan kepercayaan seksual secara menyeluruh. Pengenalan anak terhadap gender juga sangat penting pada masa ini. Orang tua serta lingkungan hendaknya memberikan label


(36)

18

gender yang benar pada anak. Seperti anak perempuan memakai rok, sedang anak laki – laki memakai celana. Hal ini sangat penting karena pada masa ini anak berada pada tahapan imitasi peran seks, maksudnya adalah anak akan meniru cara berdandan ayah atau ibunya, oleh sebab itu orang tua harus memiliki respon yang tepat tentang pelabelan gender (Beevi, 2009; Wong, 2012)

Freud juga mengungkapkan bahwa anak prasekolah merupakan anak pada fase falik, dimana area genital merupakan area yang sensitif dan menarik bagi anak. Selain itu eksplorasi seksual juga pada fase ini lebih menonjol dari seblumnya, terutama dalam mengeksplorasi dan memanipulasi genital. Sehingga anak lebih sering bertanya mengenai perbedaan jenis kelamin, dan atribut – atribut yang membedakannya (Wong, 2012).

h. Perkembangan Sosial

Anak pada tahap ini sudah dapat mengatasi ketakutan terkait perpisahan. Proses ini sering dikenal proses indivuidualisasi perpisahan komplet. Anak telah dapat menoleransi perpisahan yang singkat dengan orang tua tanpa melakukan protes. Pada tahap ini anak juga keamanan dan kenyamanan dari benda – benda yang sudah dikenal seperti mainan, boneka, dan lain - lain. Sehingga anak pada tahap ini dapat mengatasi ketakutan melalui permainan dengan benda – benda yang telah dikenal anak. Hal ini sangat penting, terutama pada ketakutan yang muncul saat anak harus dihospitalisasi dengan waktu yang lama (Wong, 2012)


(37)

B. Kekerasan Seksual pada Anak Prasekolah (Child Sexual Abuse)

1. Pengertian Kekerasan Seksual pada Anak

Kekerasan seksual pada anak merupakan kontak atau interaksi antara anak dan orang dewasa, kemuadian anak dipergunakan untuk menstimulasi rangsangan seksual orang lain atau pelaku kejahatan dimana orang tersebut memiliki kekuatan atau kendali atas korban. Secara lebih spesifik kekerasan seksual pada anak juga termasuk di dalamnya adalah kontak fisik yang tidak wajar pada area mulut, dada, bokong, atau alat kelamin, membuat anak melihat tindakan seksual atau pornografi, memperlihatkan alat genital orang dewasa kepada anak, dan melihat bagian tubuh anak dengan keinginan untuk pemenuhan hasrat seksual. Dapat diartikan bahwa kekerasan seksual pada anak bukan hanya menjadikan anak sebagai korban pemerkosaan atau sodomi, namun lebih luas dikatakan bahwa anak menjadi korban kekerasan seksual bila anak tersebut dipergunakan sebagai objek yang berkenaan dengan kegiatan yang berbau seksual (Chomaria, 2014; Cruise, 2013). 2. Jenis Kekerasan Seksual pada Anak

Cruise (2013) mengelompokkan kekerasan seksual pada anak menjadi kekerasan seksual fisik dan kekerasan seksual non – fisik, dimana contoh kegiatannya sebagai berikut :

a. Kekerasan seksual fisik

1. Berciuman menggunakan lidah atau mencium dengan cara seksual pada anak.

2. Memberikan cumbuan pada bagian intim anak (payudara, bokong, dan alat kelamin)


(38)

20

3. Pelaku menggosok bagian intim terhadap tubuh atau pakaian anak 4. Kontak oral-genital atau oral-payudara

5. Penetrasi benda (memasukkan jari atau benda ke dalam anus anak atau vagina)

6. Intercourse

b. Kekerasan seksual non – fisik 1. Mengintip anak

2. Memotret bagian intim anak

3. Pelaku mengekspos bagian intimnya dihadapan anak

4. Dipaksa untuk menonton pelaku atau terlibat dalam perangsangan diri sendiri

5. Memaksa anak untuk melakukan masturbasi 6. Memaksa anak untuk melihat materi pornografi

7. Membuat komentar seksual kepada seorang anak secara pribadi, menulis, atau melalui telepon

3. Tanda dan Gejala Anak Korban Kekerasan Seksual

Menurut Indriati, 2014 tanda dan gejala anak korban kekerasan seksual dapat dikategorikan menjadi tanda dan gejala fisik serta tanda dan gejala psikologis, sebgai berikut :

a. Tanda dan Gejala Fisik :

1. Berkembangnya problem kesehatan yang tidak dapat diterangkan : sering pusing, sakit perut, sakit otot dan tulang (psikosomatik) 2. Mengeluh sakit pada waktu buang air kecil, serta vagina atau penis


(39)

3. Ada gejala - gejala ke arah bukti trauma fisik: lebam atau luka di daerah genital

4. Terdapat tanda – tanda infeksi: keluarnya nanah, berbau, merah, dan anak mengalami demam

5. Anak kehilangan nafsu makan, atau mual dan ingin muntah tanpa alasan.

6. Sakit dan berdarah pada waktu buang air besar, karena adanya luka pada anus (pada kasus sodomi)

7. Pelebaran pada anus.

8. Enkoporesis (problem buang air besar) sebagai kemungkinan terjadinya sodomi.

9. Enuresis (tidak dapat menahan buang air) sebagai kemungkinan gejala kemunduran, mudah cemas atau ketakutan yang berhubungan dengan kejahatan seksual

10. Penipisan hymen (selaput dara) yang terjadi karena orang dewasa memasukkan jarinya ke vagina anak

11. Pembesaran liang vagina pada kasus digitasi vagina (orang dewasa memasukkan jarinya ke vagina anak).

b. Tanda dan Gejala Psikologis 1. Mimpi buruk.

2. Sering tiba – tiba marah tanpa sebab yang berarti, dan tiba – tiba bicara sangat keras.

3. Pada saat tidur anak berteriak – teriak dan meronta dalam mimpi. 4. Mengalami regresi atau kemunduran pertumbuhan


(40)

22

5. Seringkali berperilaku ganjil seperti menunjukkan gerakan orang akan bercumbu.

6. Anak sering memegangi alat kelaminnya

7. Sangat ingin dilindungi pada waktu akan tidur atau menolak berangkat tidur.

8. Tiba – tiba sangat takut pada salah satu bagian rumah, seolah – olah anak telah mengalami kejadian buruk disitu.

9. Terbangun tidur tengah malam, berkeringat, gemetaran dan berteriak.

10. Sangat agresif terhadap anggota keluarga, teman, mainan, atau binatang piaraan.

11. Mengalami periode panic yang tidak bisa diterangkan sebabnya, yang kemungkinan karena ingatan masa lalu akan kekerasan seksual yang dialami

12. Tiba – tiba menolak sendirian dengan orang yang ia kenal.

13. Melukai diri sendiri: misalnya dengan benda tajam / tumpul dan melukai orangtuanya.

14. Tiba – tiba menarik diri dari aktivitas kelompok yang tadinya sangat senang diikuti anak

15. Prestasi sekolah yang menurun

16. Berkembang rasa takut yang tidak dapat diterangkan mengenai pria dan wanita. Misalnya takut pada kumis laki – laki, takut pada wanita yang mengenakan pakaian tidak biasa.


(41)

17. Menjadi sangat tergantung pada orang tua padahal sebelumnya anak lebih mandiri.

18. Berkembang rasa takut yang ekstrem pada waktu akan mandi, atau akan ke kamar mandi, saat ia harus membuka pakaian.

4. Pelaku Kekerasan Seksual Potensial

Tidak ada karakteristik yang pasti tentang pelaku pelecehan seksual. Namun mitos yang berkembang di masyarakat bahwa pelaku kekerasan seksual adalah orang asing, tidak selalu benar. Hal ini juga diungkapkan oleh Cruise (2013) bahwa mitos ini bahkan bertentangan dengan fakta yang ada, bahwa sebagian besar pelaku kekerasan seksual pada anak merupakan orang yang dikenal bahkan dekat dengan anak. Cruise juga menambahkan bahwa anak perempuan lebih mungkin secara seksual disalahgunakan oleh seseorang dalam keluarga mereka, seperti orang tua, orang tua tiri, kakek, paman, sepupu, atau saudara, sementara anak laki-laki lebih mungkin mengalami kekerasan seksual oleh seseorang di luar keluarga, seperti pelatih, guru, tetangga, atau pengasuh. Tingginya tingkat pedofilia saat ini juga sangat meresahkan, dimana merekalah yang pada umumnya menargetkan aksi kekerasan seksualnya pada anak di bawah umur. Pedofilia, merupakan bentuk dari penyimpangan seksual yang dapat diderita oleh seseorang tanpa menampakkan tanda atau ciri – ciri yang jelas. Chomaria (2014) bahwa pedofilia dapat “menular” artinya bahwa banyak yang mulai berubah orientasi seksualnya dari orang sebaya beralih kepada anak di bawah umur, hal ini dapat disebabkan oleh:


(42)

24

a. Anak yang dulunya merupakan korban kekerasan seksual pada umumnya akan menjadi pedofilia di waktu remaja atau dewasa dengan alasan ingin membalaskan dendamnya.

b. Banyaknya situs porno yang menampilkan hubungan tidak sehat anatara orang dewasa dan anak di bawah umur, baik sejenis maupun berlawanan jenis.

Kedua hal diatas sangat mempengaruhi seseorang sehingga akhirnya menjadi seorang pedofilia.

5. Korban Kekerasan Seksual Potensial

Terdapat beberapa faktor resiko anak menjadi korban kekerasan seksual adalah sebagai berikut:

a. Gender, Perempuan beresiko sekitar 2,5 sampai 3 kali lebih tinggi daripada anak laki-laki, meskipun sekitar 22% sampai 29% dari semua korban kekerasan seksual pada anak adalah laki-laki (U.S Departement of Health and Human Services, 2005). Anak laki-laki kurang terwakili dalam sampelnya, karena pada umumnya anak laki – laki lebih enggan untuk mengungkapkan kasus kekerasan seksual yang dialaminya (Lab et al., 2005).

b. Usia, resiko kekerasan seksual pada anak meningkat dengan usia (U.S Departement of Health and Human Services, 2000) dari tahun 1996 menunjukkan bahwa sekitar 10% dari korban adalah antara usia 0 dan 3 tahun. Usia 4 dan 7 tahun, persentase hampir tiga kali lipat (28,4%). Usia 8 sampai 11 tahun (25,5%) kasus, dengan anak-anak 12 tahun dan lebih tua sebanyak (35,9%).


(43)

c. Disabilities, resiko kekerasan seksual pada anak juga meningkat pada anak dengan kecacatan fisik umumya seperti kebutaan, tuli, dan retardasi mental (Westcott dan Jones, 2007).

d. Status sosial ekonomi, satus sosial ekonomi yang rendah merupakan risiko yang kuat terhadap terjadinya kekerasan seksual pada anak (Finkelhor, 2005)

Selain hal diatas dalam bukunya yang berjudul Pelecehan Seksual Kenali dan Tangani (Chomaria, 2014) mengungkapkan bahwa pelaku kekerasan seksual pada anak sering menargetkan anak – anak yang mudah diserang dengan nyata. Diantaranya adalah anak yang tidak populer, kurang kasih sayang, anak yang kurang diperhatikan oleh orang tua, anak dengan gangguan kepercayaan diri, dan anak yang mengalami masalah dalam keluarga.

C. Orang Tua

1. Pengertian Orang Tua

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengetian dari orang tua adalah ayah dan ibu kandung.Orang tua adalah ayah dan atau ibu seorang anak, baik melalui hubungan biologis maupun sosial. Umumnya, orang tua memiliki peranan yang sangat penting dalam membesarkan anak, dan panggilan ibu atau ayah dapat diberikan untuk perempuan atau pria yang bukan orang tua kandung (biologis) dari seseorang yang mengisi peranan ini. Contohnya adalah pada orang tua angkat karena adopsi atau ibu tiri, istri ayah biologis anak dan ayah tiri, suami ibu


(44)

26

biologis anak (Jallaudin, 2009). Tujuan dasar menjadi orang tua adalah untuk meningkatkan daya tahan fisik dan kesehatan anak, mengenbangkan keterampilan dan kemampuan untuk dapat tumbuh dan berkembang hingga dewasa sebagai pribadi yang mandiri dan dan dapat mengaktualisasikan diri (Wong, 2012)

2. Peran Orang Tua dalam Pencegahan Kekerasan Seksual pada Anak

Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan oleh orang tua untuk mencegah tindak kekerasan seksual pada anak yaitu (Cruise, 2013; Chomaria, 2014) :

a. Mengetahui tanda-tanda dan gejala kekerasan seksual, sehingga orang tua dapat mengenali seorang anak yang korban kekerasan seksual.

b. Bersedia untuk melaporkan kecurigaan tindak kekerasan seksual pada anak. Bukan tugas orang tua untuk membuktikan bahwa kekerasan seksual telah terjadi, dan laporan orang tua dapat menjaga anak dari bahaya lebih lanjut.

c. Melakukan komunikasi mengenai pendidikan seksual, yaitu mengenai cara berpakaian yang sopan, mengenalkan fungsi organ reproduksi bahwa penis dan vagina bukan hanya untuk tempat keluarnya air kencing tapi lebih dari sekdar itu. Selain itu orang tua juga harus menghindari memberi nama alat kelamin anak dengan sebutan yang tidak sebenarnya. Seperti


(45)

menamainya dengan “burung” atau “apem”, karena hal ini

dapat menjadikan pelaku kejahan seksual pada anak lebih mudah untk bernegosiasi dalam rangka melakukan pelecehan.

d. Ajarkan keterampilan anak perlindungan diri, bahwa mereka memiliki hak untuk mengatakan tidak atau berhenti dan terus mengatakannya hingga orang dewasa tersebut berhenti. e. Dukungan masyarakat dan program sekolah untuk mencegah

Kekerasan seksual harus terus dilakukan.

Upaya pencegahan kekerasan seksual pada anak juga dapat dilakukan dengan menginformasikan kepada anak mengenai The Underware Rule . Underware rule adalah panduan sederhana untuk membantu orang tua menjelaskan kepada anak dimana orang lain tidak harus mencoba untuk menyentuh mereka, dan bagaimana bereaksi ketika hal tersebut terjadi. The Underware Rule adalah sebagai berikut (Andrean, 2014):

a. Tubuhmu adalah Milikmu Sendiri

Anak-anak harus diajarkan bahwa tubuh mereka adalah milik mereka dan tidak ada yang bisa menyentuhnya tanpa izin mereka. Komunikasi yang terbuka dan lansung pada usia dini tentang seksualitas dan "Bagian pribadi tubuh", menggunakan nama-nama yang benar untuk alat kelamin dan bagian lain dari tubuh, akan membantu anak-anak


(46)

28

memahami apa yang tidak diperbolehkan. Anak-anak memiliki hak untuk menolak ciuman atau sentuhan, bahkan dari orang yang mereka cintai. Anak-anak harus diajarkan untuk mengatakan "Tidak", segera dan tegas, dengan kontak fisik yang tidak pantas, untuk menjauh dari situasi yang tidak aman dan memberitahu orang dewasa yang dipercaya.

b. Sentuhan Baik dan Sentuhan Buruk

Anak-anak tidak selalu mengenali sentuhan tepat dan pantas. Oleh sebab itu orang tua harus memberi tahu anak tidak baik atau tidak boeh jika seseorang melihat atau menyentuh bagian pribadi mereka atau meminta mereka untuk melihat atau menyentuh bagian pribadi orang lain. Aturan Underwear membantu mereka untuk memahai dengan jelas dan mudah diingat sebagai, batasan: celana dalam. Hal ini juga membantu orang tua untuk memulai diskusi dengan anak. Jika anak-anak tidak yakin apakah perilaku seseorang dapat diterima, pastikan mereka tahu untuk bertanya pada orang tua atau orang dewasa yang terpercaya untuk meminta bantuan. Orang tua dapat menjelaskan bahwa beberapa orang dewasa (seperti perawat, orang tua atau dokter) mungkin harus menyentuh


(47)

anak-anak, tetapi anak-anak harus didorong untuk mengatakan "Tidak" jika situasi membuat mereka merasa tidak nyaman.

c. Rahasia Baik dan Rahasia Buruk

Kerahasiaan adalah taktik utama pelaku seksual. Itulah mengapa penting untuk mengajarkan perbedaan antara rahasia yang baik dan buruk dan untuk menciptakan kepercayaan diri. Setiap rahasia yang membuat mereka cemas, tidak nyaman, takut atau sedih tidak baik dan tidak harus disimpan; itu harus diberitahu pada orang dewasa yang dapat dipercaya (orang tua, guru, polisi, dokter). Orang tua harus mendorong anak-anak untuk berbagi rahasia buruk dengan orang tua.

d. Pencegahan dan Perlindungan Merupakan Tanggung Jawab Orang Tua

Pencegahan dan perlindungan merupakan tanggung jawab orang tua ketika anak-anak dilecehkan mereka merasa malu, bersalah dan takut. Orang tua harus menghindari membuat hal seputar seksualitas merupakan hal yang tabu untuk didiskusikan, dan pastikan anak tahu kepada siapa mereka harus mengadu ketika jika mereka khawatir, cemas atau sedih.


(48)

30

e. Petunjuk Bermanfaat Lainnya 1. Pelaporan dan pengungkapan.

Anak-anak perlu diberi tahu tentang siapa saja orang dewasa yang bisa menjadi bagian dari orang yang dapat menjaga keamanan mereka. Bantu anak untuk menentukan siapa orang yang dapat dipercaya anak, karena anak juga harus memiliki salah satu orang yang dapat dipercaya diluar lingkungan keluarga.

2. Pelaku adalah orang yang dikenal.

Dalam kebanyakan kasus pelaku adalah seseorang yang dikenal anak. Hal ini terutama sulit bagi anak-anak untuk memahami bahwa seseorang yang tahu mereka bisa menyiksa mereka. Oleh sebab itu anak harus menginformasikan orang tua secara teratur tentang seseorang yang memberi hadiah, meminta untuk menjaga rahasia atau mencoba untuk menghabiskan waktu sendirian dengan anak.

3. Pelaku yang tidak diketahui

Dalam beberapa kasus pelaku adalah orang asing. Ajarkan anak aturan sederhana tentang kontak dengan orang asing: tidak pernah masuk ke dalam mobil dengan orang asing, tidak pernah menerima hadiah atau undangan dari orang asing.


(49)

4. Bantuan.

Orang tua harus mengenalkan beberapa orang yang profesional yang dapat mebantu anak (guru, pekerja sosial, dokter, psikolog, polisi) dan bahwa ada bantuan apabila anak menghubungi orang – orang tersebut.

D. Karakteristik Orang Tua 1. Peran Sebagai Orang Tua

Peran sebagai orang tua yakni adalah ayah dan ibu bagi anak (Djamarah, 2014). Ayah yaitu laki – laki sebagai orang tua kandung atau angkat bagi anak. Sedangkan ibu adalah perempuan yang telah melahirkan anak tersebut (KBBI, 2014). Sebagai anak, khususnya pada masa prasekolah yang masih sangat bergantung pada orang tua, mereka membutuhkan peran orang tua yang sesuai untuk menghindari terjadinya kekerasan seksual. Peran orang tua yang selalu terbuka terhadap anaknya adalah sesuatu yang dibutuhkan anak dan orang tua harus sudah mulai menerapkan pengetahuan-pengetahuan tentang seksualitas kepada anaknya tetapi sesuai dengan umur dan metode yang tepat serta sebagai orangtua, selain itu orang tua harus membantu mereka untuk membentuk karakter pribadi yang kuat untuk sang anak, karena itu adalah bekal pribadi yang bisa digunakan kelak (Kurnia dan Tjandra, 2012) .


(50)

32

2. Usia Orang Tua

Menurut Wong (2012) usia yang paling memuaskan untuk membesarkana anak adalah antara 18 dan 35 tahun. Selama waktu ini orang tua dianggap berada dalam kesehatan yang optimum, dan dengan perkiraan usia harapan hidup yang cukup dan memadai untuk membangun keluarga. Pembagian umur berdasarkan psikologi perkembangan (Hurlock, 2005) terbagi atas :

a. Masa Dewasa Dini, berlangsung antara usia 18 - 40 tahun b. Masa Dewasa Madya, berlangsung antara usia 41 - 60 tahun c. Masa Lanjut Usia, berlangsung antara usia > 61 tahun 3. Status Pernikahan

Perceraian dalam rumah tangga akan sangat berdampak bagi keluarga tersebut. Baik saat masa perceraian berlangsung maupun setelah vonis cerai. Orang tua yang berda pada masa perceraian cenderung menurun koping individunya, terlalu sibuk memikirkan perasaan sendiri sehingga waktu dengan anak sangat berkurang. Kondisi umum yang dapat dilihat pada keluarga yang menbesarkan anak dalam status perceraian meliputi emosi orang tua dan anak yang mudah meledak, kemampuan kontrol orang tua terhadap anak berkurang, dan berkurangnya keteraturan rutinitas dalam rumah tangga. Dampak jangka panjang pada anak dalam keluarga yang becerai adalah masalah psikologis dan sosial yang dapat berlangsung selama bertahun tahun. Hal ini terjadi karena pada umumnya anak akan mengingat masa perpisahan orang tuanya sebagai sebuah duka yang


(51)

mendalam, sama halnya seperti duka saat bencana alam. Walaupun sangat banyak hasil yang menunjukkan dampak negatif bagi anak yang dibesarkan dalam status perceraian, terdapat banyak juga keluarga yang dapat melalui periode ini sebgai bahan evaluasi. Sehingga terdapat peningkatan kualitas hidup setelah perceraian baik menjadi orang tuanggal maupun dengan membentuk keluarga baru (Wong, 2012). 4. Pendidikan

Menurut Dictionary of Education (2014) pendidikan adalah proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk tingkah laku lainnya di dalam lingkungan masyarakat. Berdasarkan definisi tersebut dapat diartikan bahwa pendidikan merupakan alat yang digunakan untuk merubah perilaku manusia. Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses atau kegiatan untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan individu atau masyarakat. Ini berarti bahwa pendidikan adalah suatu pembentukan watak yaitu sikap disertai kemampuan dalam bentuk kecerdasan, pengetahuan dan keterampilan. Menurut Undang – Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyebutkan jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah pertama, pendidikan menengah atas, dan pendidikan tinggi.

Pendidikan tentu turut berperan dalam pengembangan pengetahuan seseorang. Seperti yang juga diungkapkan oleh Notoadmojo (2012) tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah


(52)

34

tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh, pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang makin baik pula pengetahuannya. Dengan dasar tersebut pengetahuan orang tua tentang kekerasan seksual pada anak tentu juga di pengaruhi olehtingkat pendidikan orang tua. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Putnam (2005) bahwa pada umumnya kasus kekerasan seksual yang dilaporkan ke pihak berwajib merupakan anak yang latar belakang pendidikan orang tuanya rendah.

5. Pekerjaan

Pekerjaan secara umum didefinisikan sebagai sebuah kegiatan aktif yang dilakukan oleh manusia . Dalam arti sempit, istilah pekerjaan digunakan untuk suatu tugas atau kerja yang menghasilkan sebuah karya bernilai imbalan dalam bentuk uang bagi seseorang. Dalam pembicaraan sehari-hari istilah pekerjaan dianggap sama dengan profesi (Robins dan Judge, 2008).

Rata – rata orang indonesia bekerja 7 – 8 jam sehari atau 4o jam perminggu (Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan). Jumlah jam kerja tersebut tentu sangat berpengaruh terhadap intensitas pertemuan antara orang tua dan anak. Dengan kata lain pengawasan orang tua, dan pemberian pendidikan pada anak sangatlah minim, hal ini tentu akan memicu besarnya peluang anak menjadi korban kekerasan seksual (Kurnia & Tjandra, 2014). Senada dengan hal ini penelitian yang dilakukan oleh Gibson dan Leintenberg (2010) terhadap 86 anak korban kekerasan seksual di Boston


(53)

menyebutkan bahwa 80% orang tua hanya memiliki waktu sekitar 5 sampai 8 jam bahkan kurang dalam sehari bertemu dengan anak mereka.

6. Pendapatan

Tingkat pendapatan keluarga yaitu jumlah penghasilan riil dari seluruh anggota keluarga yang disumbangkan untuk memenuhi kebutuhan bersama atau perseorangan. Pendapatan keluarga riil dihitung dengan menjumlah semua pendapatan riil masing– masing anggota keluarga, di mana pendapatan masing-masing keluarga merupakan pendapatan perseorangan (personal income), yaitu pendapatan yang berupa upah, gaji, pendapatan dari usaha, termasuk hadiah dan subsidi menurut BPS (2006). Berdasarkan upah minimum profinsi tahun 2014 maka upah minimum di Jakarta adalah sebesar Rp. 2,441,301.

Menurut Putnam (2005) bahwa sosio ekonomi, dapat menjadi resiko anak menjadi target kekrasan seksual. Karena mnurut hasil survey yang dilakukannya, laporan yang diterima Child Protective Services menunjukkan korban kekerasan seksual dari tahun – ketahun didominasi oleh anak dari keluarga ekonomi yang rendah.


(54)

36

E. Pengetahuan

1. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari informasi yang didapat seseorang, terhadap pengindraannya pada objek tertentu. Pengindraan ini terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penghidu, perasa, dan peraba. Tindakan seseorang sangat dipengaruhi oleh pengetahuan orang tersebut (Notoatmodjo, 2013) 2. Tingkatan Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2013) pengetahuan dapat dibagi tingkatannya dalam enam tingkatan sebagai berikut :

a. Tahu (know). Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari atau rangsangan yang pernah diterima hal ini sering disebut dengan

recall atau mengingat kembali. Tingkat pengetahuan ini merupakan tingkat pengetahuan terendah.

b. Memahami (comprehension). Memahami merupakan tingkatan pengetahuan dimana seseorang sudah dapat menginterpretasikan atau menjelaskan materi atau rangsangan yang pernah diterimanya.

c. Aplikasi (Application). Aplikasi dapat diartikan sebagai penggunaaan atau pemakaian materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.


(55)

d. Analisis (Analysis). Analisis adalah tingkatan pengetahuan dimana individu dapat menjabarkan materi atau objek ke dalam komponen – komponen, walaupun masish di dalam struktur yang sama, atau masih ada kaitannya satu sama lain. e. Sintesis (synthetic). Sintesis merupakan kemampuan

menghubungkan bagian – bagian yang telah dipelajari sebelumnya ke bentuk keseluruhan hal baru. Dengan kata lain sinstesis artinya dapat memformulasikan informasi atau materi yang pernah di dapat.

f. Evaluasi (evaluation). Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap materi atau objek. Justifikasi tersebut dapat didasrkan pada kriteria yang ditentukan sendiri oleh individu atau menggunakan standar yang telah ada.


(56)

38

F. Kerangka Teori

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Sumber : Finkelhor, 2000; Wong, 2012; Notoadmodjo, 2012; Cruise, 2013; Chomaria, 2014; Indriati, 2014 (diolah kembali)

Keterangan :

= Adanya hubungan sebab akibat Karakteristik orang tua :

Peran sebagai orang tua Usia

Status pernikahan Pendidikan Pekerjaan Pendapatan

Pengetahuan Orang tua tentang kekerasan seksual pada anak usia prasekolah


(57)

39 BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Landasan teori yang telah dibuat pada bab sebelumnya menjadi dasar dalam pembentukan kerangka konsep. Kerangka konsep ini mencakup variabel yang akan diteliti. Variabel karakteristik orang tua sebagai variabel independen yang mempengaruhi sedangkan variabel pengetahuan orang tua tentang kekerasan seksual pada anak prasekolah (3 – 5 tahun) merupakan variabel dependen atau variabel yang dipengaruhi. Bagan berikut menjelaskan secara singkat konsep penelitian.


(58)

40

B. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini sehubungan dengan kerangka teori diatas sebagai berikut:

1. Ada hubungan antara peran sebagai orang tua dengan pengetahuan orang tua tentang kekerasan seksual pada anak prasekolah di Kelurahan Grogol Selatan.

2. Ada hubungan antara usia dengan pengetahuan orang tua tentang kekerasan seksual pada anak prasekolah di Kelurahan Grogol Selatan.

3. Ada hubungan antara pendidikan orang tua dengan pengetahuan orang tua tentang kekerasan seksual pada anak prasekolah di Kelurahan Grogol Selatan.

4. Ada hubungan antara status pernikahan orang tua dengan pengetahuan orang tua tentang kekerasan seksual pada anak prasekolah di Kelurahan Grogol Selatan.

5. Ada hubungan antara status pekerjaan orang tua dengan pengetahuan orang tua tentang kekerasan seksual pada anak prasekolah di Kelurah Grogol Selatan.

6. Ada hubungan antara pendapatan orang tua dengan pengetahuan orang tua tentang kekerasan seksual pada anak prasekolah di Kelurahan Grogol Selatan.


(59)

C. Definisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Pengukuran Karakteristik

Orang Tua

( Peran orang tua, Usia, Status penikahan, pendidikan, pekerjaan, pendapatan )

Data demografi berupa kuisoner

a. Peran orang tua: Ayah dan ibu

b. Usia (Hurlock, 2005) : 1. Masa Dewasa Dini,

usia 18 - 40 tahun 2. Masa Dewasa

Madya, usia 41 - 60 tahun

3. Masa Lanjut

4. Usia, usia > 61 tahun c. Status pernikahan :

Menikah dan bercerai d. Pendidikan (UU No.

20 Th.2003) : 1. Sekolah Dasar

Kuesioner a. Peran orang tua : 1 = Ayah

2 = Ibu

b. 1 = Dewasa Dini 2 = Dewasa Madya 3 = Lanjut Usia

c. 1 = Menikah 2 = Bercerai

d. 0 = Tidak sekolah 1 = SD

2 = SMP 3 = SMA

Nominal

Ordinal

Nominal


(60)

42

2. Pendidikan

menengah pertama 3. Pendidikan

menengah atas 4. Pendidikan tinggi e. Status pekerjaan:

Bekerja dan Tidak bekerja

f. Pendapatan(UMP DKI Jakarta) :

Rp. 2,441,301 per bulan

4 = PT

e. 1 = Bekerja 2 = Tidak Bekerja

f. Pendapatan: > Rp. 2,441,301 per bulan = Baik (1) < Rp. 2,441,301 per bulan = Kurang (2)

Nominal

Ordinal

Pengetahuan Pengetahuan orang tua tentang kekerasan seksual pada anak prasekolah (3 – 5 tahun) : pengertian, jenis, tanda dan gejala,pelaku, korban, dan cara pencegahan.

Kuisioner 1 = Pengetahuan baik ≥ Mean (22,72)

2 = Pengetahuan kurang <Mean (22,72)


(61)

43 BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan rencana menyeluruh peneliti untuk memperoleh jawaban dari pertanyaan penelitian dan untuk menguji hipotesis penelitian (Polit dan Beck, 2006). Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan rancangan analitik metode penelitian korelasional. Penelitian korelasional adalah penelitian yang didesain untuk menguji hubungan di antara dua atau lebih variabel dalam sebuah kelompok. Selain itu penelitian ini juga berguna untuk melihat arah dari hubungan (positif atau negatif) serta kekuatan hubungan variabel penelitian (Dharma, 2011; Swardjana, 2012). Variabel independen dari penelitian ini adalah karakteristik orang tua sedangkan variabel dependen adalah pengetahuan orang tua tentang kekerasan seksual pada anak prasekolah. Sehingga peneliti ingin melihat hubungan serta arah dari dua variabel tersebut.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Grogol Selatan, Kebayoran Lama.

2. Waktu Penelitian


(62)

44

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek yang akan diteliti. Dalam hal ini subjek memiliki karakter atau spesifikasi tertentu yang sesuai dengan arah penelitian yang ditetapkan oleh peneliti (Wood dan Kerr, 2011). Populasi dalam penelitian ini adalah orang tua dari anak prasekolah usia (3 - 5) tahun. Jumlah anak prasekolah di Kelurahan grogol selatan sebanyak 874 orang yang tersebar pada 10 RW. (Data Kantor Kelurahan Grogol Selatan, 2014).

Tabel 4.1. Jumlah Anak Prasekolah di Kelurahan Grogol selatan

2. Sampel

Pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik cluster sampling yaitu pengambilan sampel pada cluster yang ada. Dimana

No. RW Jumlah Anak Prasekolah

RW. 01 78 orang

RW. 02 89 orang

RW. 03 96 orang

RW. 04 99 orang

RW. 05 120 orang

RW. 06 87 orang

RW. 07 78 orang

RW. 08 77 orang

RW. 09 81 0rang

RW.10 69 orang


(63)

individu didalam kelompok bersifat heterogen tetapi antar kelompok tidak memiliki perbedaan. (Budiarto, 2008; Dharma, 2011).

Langkah pertama adalah dengan megurutkan jumlah anak prasekolah (3 - 5) tahun di Kelurahan Grogol selatan berdasarkan domisili di dalam RW. Setelah itu secara sistematis di pilih salah satu cluster atau RW dengan hasil studi pendahuluan yang menyatakan pengetahuan orang tua tentang kekerasan seksual pada anak prasekolah masih kurang . Hal ini ini juga didukung dengan jumlah anak prasekolah terbanyak sehingga dapat mewakili dan merepresentasikan seluruh populasi orang tua anak prasekolah di Kelurahan Grogol Selatan. Maka dipilih RW.05 sebagai sampel dalam penelitian ini, dengan jumlah sampel 120 orang, berikut sebaran jumlah sampel di RW.05 Kelurahan Grogol Selatan:

Tabel 4.2. Jumlah Sampel di RW.05 Kelurahan Grogol selatan RT Jumlah Anak Prasekolah

RT. 01 23 orang

RT. 02 12 orang

RT. 03 8 orang

RT. 04 13 orang

RT. 05 22 orang

RT. 06 21 orang

RT. 07 12 orang

RT. 08 14 orang


(64)

46

D. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen penelitian merupakan alat bantu yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data penelitian dengan cara melakukan pengukuran (Widoyoko, 2013). Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah kuesioner yang mengacu pada teori yang sesuai dengan dasar penelitian. Skala yang digunakan dalam kuesioner untuk variabel pengetahuan adalah Skala Guttman. Dimana skala ini berupa sederet pernyataan tentang objek yang sesuai dengan penelitian secara berurutan. Skala pengukuran dengan tipe ini akan didapatkan jawaban yang tegas dan konsisten “benar” atau “salah” (Notoadmojo, 2012; Widoyoko, 2013)

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas dua bagian yaitu :

a. Karakteristik Responden

1. Peran sebagai orang tua, untuk mengetahui hubungan responden dengan anak. Pertanyaan nomor 1 pada kuesioner bagian A ini dinilai dengan menggunakan skala nominal 1=ayah dan 2=ibu 2. Usia, pertanyaan mengenai usia responden dikelompokkan

kedalam 3 kategori menurut Hurlock (2005) yaitu 1=masa dewasa dini (18 – 40 tahun), 2=masa dewasa madya (41 – 60 tahun), 3=masa lanjut usia (>61 tahun)

3. Pendidikan,pertanyaan ini terkait tingkat pendidikan terakhir responden. Pendidikan diklasifikasikan menjadi 0=Tidak Sekolah, 1= Sekolah Dasar (SD), 2= Sekolah Menengah Pertama (SMP), 3=Sekolah Menengah Atas (SMA), dan 4=Perguruan Tinggi (PT).


(65)

4. Status Pernikahan, pertanyaan mengenai status pernikahan dengan skala 1=Menikah, 2=Bercerai. Hal ini untuk mengetahui bagaimana status pernikahan responden di dalam kelurga.

5. Status pekerjaan, pertanyaan mengenai status pekerjaan terkait dengan apakah responden bekerja atau tidak. Penilainnya dengan 1=Bekerja, 2=Tidak bekerja

6. Pendapatan, pertanyaan ini bertujuan untuk mengukur status ekonomi responden melalui pendapatan perbulannya. Bedasarkan UMP DKI. Jakarta sebesar Rp. 2.441.301 maka penilainnya dengan 1=Tinggi, jika pendapatan perbulan responden ≥ Rp. 2.441.301 dan 2=Rendah, jika pendapatan perbulan responden <Rp. 2.441.301

b. Pengetahuan

Bagian kedua kuesioner untuk menilai tingkat pengetahuan responden tentang kekerasan seksual pada anak prasekolah dengan jumlah pernyataan sebanyak 31 pernyataan sebagai berikut:

1. Pengertian kekerasan seksual pada anak prasekolah. Pernyataan tentang pengertian kekerasan seksual pada anak praseolah terdapat pada nomor P1, P10, P16.

2. Jenis kekerasan seksual pada anak prasekolah. Pernyataan mengenai hal tersebut terdapat pada pernyataan nomor P5, P11, P23, P24, P31.


(66)

48

3. Pelaku kekerasan seksual pada anak prasekolah. Pernyataan mengenai pelaku kekrasan seksual pada anak prasekolah terdiri dari 5 pernyataan yaitu pada nomor P2, P6, P12, P18, P25.

4. Korban kekerasan seksual. Pernyataan ini pada kuesioner terdiri dari 3 pernyataan yaitu pada nomor P7, P13, P19,.

5. Tanda dan gejala kekerasan seksual pada anak prasekolah. Pernyataan ini ada kuesinoer terdapat pada nomor P3, P8, P14, P20, P21, P26.

6. Pencegahan kekerasan seksual pada anak prasekolah. Pernyataan ini pada kuesioner terdiri dari 8 pernyataan yaitu pada nomor P4, P9, P15, P22, P27, P28, P29, P30.

Penilaian menggunakan skala Guttman dengan skor 0=Salah dan 1=Benar untuk pernyataan nomor P1, P2, P3, P4, P5, P6, P8, P9, P10, P14, P15, P16, P17, P20, P21, P22, P23, P24, P25, P26, P27, P28, P29, P30, P31. Sedangkan untuk P7, P11, P12, P13, P18, P19 penilaian 0=Benar dan 1=Salah. Jumlah skor teringgi 31 dan jumlah skor terendah adalah 0.

Uji normalitas terhadap data skoring pengetahuan menggunakan uji Kolmogorov – Smirnov menghasilkan nilai p = 0,092. Nlai p > 0,05 membuktikan bahwa data tersebut memilik distribusi normal. Oleh karena itu pengkategorian pengetahuan menggunakan mean bukan

median, dimana nilai mean adalah 22,72. Responden dikatakan memiliki pengetahuan kurang apabila memiliki skor total < 22,72 dan dikatakan memiliki pengetahuan baik apabila skor total ≥ 22,72.


(67)

E. Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen 1. Uji Validitas

Uji validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkatan kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi. Instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang ingin diteliti dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat (Arikunto, 2006).

a. Content Validity

Content validity merupakan jenis uji validitas instumen yang paling jelas, dan penting untuk dilakukan, untuk mengetahui apakah isi dari instrumen penelitian telah sesuai dengan apa yang memang seharusnya di ukur dalam penelitian. Content validity didasarkan pada penilaian intuitif oleh para ahli di bidangnya, dalam hal ini ahli di bidang keperawatan anak. Content validity ini sangat berhubungan dengan penentuan penulisan, kejelasan konten, dan kesesuaian konten (Brink, 2008) .

Peneliti menyusun serangkaian pernyataan berdasarkan landasan teori, dalam bentuk kisi – kisi kuesioner untuk selanjutnya dilakukan uji validitas instrumen penelitian berupa Content validy. Content validity ini di lakukan kepada tiga orang dosen mata ajar keperawatan anak Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hal ini dikarenakan


(68)

50

menggunakan lebih dari dua ahli dalam uji validitas akan menurunkan tingkat kesalahan (standard error) pada kuesioner (Corkins, 2009)

Setelah peneliti melakukan content validity pada ketiga dosen tersebut maka diperoleh hasil instumen penelitian terdapat beberapa pernyataan di dalam kuesioner yang perlu diperbaiki redaksionalnya dan beberapa pernyataan perlu dianulir sehingga didapatkan hasil 31 pernyataan pada kuesioner penelitian yang telah sesuai dengan kaidah penulisan, ketepatan konten, dan kesesuaian konten dengan isi penelitian.

2. Uji Reliabiliitas

Reliabilitas artinya dapat dipercaya. Suatu instrumen dikatakan dapat dipercaya (reliable) jika memberikan hasil yang tetap atau ajeg (konsisten) apabila dilakukan pengukuran berulang kali. Teknik pengujian reliabilitas intrumen pada penelitian ini menggunakan teknik

Kuder-Richardson (KR-20) . Dalam metode ini tidak mensyaratkan pernyataan dalam instrumen harus sama tingkat kesulitannya. Selain itu metode ini hanya memerlukan tiga buah buah informasi yaitu: jumlah item pernyataan kuesioner, rata-rata (Mean), dan standar deviasi (SD). Metode ini sering digunakan untuk alat ukur dengan skala dikotomi (2 pilihan jawaban). Sehingga dapat dikatakan metode ini paling sesuai untuk mengukur reliabilitas instrumen dengan skala Guttman (Dharma, 2011; Simamora, 2005).


(1)

Hubungan Pendidikan Orang Tua dengan dengan Pengetahuan Orang Tua

tentang Kekerasan

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Pendidikan Terakhir * kategoriP

120 100,0% 0 0,0% 120 100,0%

Pendidikan Terakhir * kategoriP Crosstabulation

kategoriP Total

baik buruk

Pendidikan Terakhir SD

Count 1 23 24

Expected Count 10,8 13,2 24,0

% within Pendidikan Terakhir

4,2% 95,8% 100,0%

SMP

Count 11 30 41

Expected Count 18,5 22,6 41,0

% within Pendidikan Terakhir

26,8% 73,2% 100,0%

SMA

Count 23 9 32

Expected Count 14,4 17,6 32,0

% within Pendidikan Terakhir

71,9% 28,1% 100,0%

Perguruan Tinggi

Count 19 4 23

Expected Count 10,4 12,7 23,0

% within Pendidikan Terakhir

82,6% 17,4% 100,0%

Total

Count 54 66 120

Expected Count 54,0 66,0 120,0

% within Pendidikan Terakhir


(2)

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig.

(2-sided)

Pearson Chi-Square 44,120a 3 ,000

Likelihood Ratio 49,874 3 ,000

Linear-by-Linear Association

41,282 1 ,000

N of Valid Cases 120

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,35.

Hubungan Status Pernikahan dengan Pengetahuan Orang Tua tentang

Kekerasan Seksual

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Status pernikahan * kategoriP

120 100,0% 0 0,0% 120 100,0%

Status pernikahan * kategoriP Crosstabulation

kategoriP Total

baik buruk

Status pernikahan

Menikah

Count 53 55 108

Expected Count 48,6 59,4 108,0

% within Status pernikahan 49,1% 50,9% 100,0%

Bercerai

Count 1 11 12

Expected Count 5,4 6,6 12,0

% within Status pernikahan 8,3% 91,7% 100,0%

Total

Count 54 66 120

Expected Count 54,0 66,0 120,0


(3)

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 7,243a 1 ,007

Continuity Correctionb 5,690 1 ,017

Likelihood Ratio 8,586 1 ,003

Fisher's Exact Test ,011 ,006

Linear-by-Linear Association

7,182 1 ,007

N of Valid Cases 120

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,40. b. Computed only for a 2x2 table

Hubungan Status Pekerjaan Orang Tua dengan Pengetahuan Orang Tua

tentang Kekerasan Seksual

Peran sebagai orang tua * Status pekerjaan Crosstabulation

Status pekerjaan Total

Bekerja Tidak Bekerja

Peran sebagai orang tua

Ayah

Count 50 1 51

% within Peran sebagai orang tua

98,0% 2,0% 100,0%

ibu

Count 39 30 69

% within Peran sebagai orang tua

56,5% 43,5% 100,0%

Total

Count 89 31 120

% within Peran sebagai orang tua

74,2% 25,8% 100,0%

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Status pekerjaan * kategoriP


(4)

Status pekerjaan * kategoriP Crosstabulation

kategoriP Total

baik buruk

Status pekerjaan

Bekerja

Count 39 50 89

Expected Count 40,1 49,0 89,0

% within Status pekerjaan 43,8% 56,2% 100,0%

Tidak Bekerja

Count 15 16 31

Expected Count 14,0 17,1 31,0

% within Status pekerjaan 48,4% 51,6% 100,0%

Total

Count 54 66 120

Expected Count 54,0 66,0 120,0

% within Status pekerjaan 45,0% 55,0% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square ,194a 1 ,660

Continuity Correctionb ,053 1 ,818

Likelihood Ratio ,193 1 ,660

Fisher's Exact Test ,680 ,408

Linear-by-Linear Association

,192 1 ,661

N of Valid Cases 120

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13,95. b. Computed only for a 2x2 table

Hubungan Status Ekonomi dengan Pengetahuan Orang tua tentang Kekerasan

seksual

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Penghasilan perbulan * kategoriP


(5)

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 12,273a 1 ,000

Continuity Correctionb 10,947 1 ,001

Likelihood Ratio 12,409 1 ,000

Fisher's Exact Test ,001 ,000

Linear-by-Linear Association 12,170 1 ,000

N of Valid Cases 120

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18,00. b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Penghasilan perbulan (lebih dari Rp.2.441.301 / kurang dari Rp.2.441.301)

4,077 1,818 9,144

For cohort kategoriP = baik 2,000 1,375 2,909

For cohort kategoriP = buruk ,491 ,306 ,787

N of Valid Cases 120

Penghasilan perbulan * kategoriP Crosstabulation

kategoriP Total

baik buruk

Penghasilan perbulan

lebih dari Rp.2.441.301

Count 27 13 40

Expected Count 18,0 22,0 40,0

% within Penghasilan perbulan

67,5% 32,5% 100,0%

kurang dari Rp.2.441.301

Count 27 53 80

Expected Count 36,0 44,0 80,0

% within Penghasilan perbulan

33,8% 66,3% 100,0%

Total

Count 54 66 120

Expected Count 54,0 66,0 120,0

% within Penghasilan perbulan


(6)

HASIL UJI RELIABILITAS

Jumlah item

31

SUMpq

2,85

Varian Skor

7,098889

KR 20

0,61


Dokumen yang terkait

Pengaruh pengawasan orang tua terhadap pendidikan akhlak anak di MTs Sa'adatuddarain Mapang Jakarta selatan: studi kasus di MtS Sa'adtudarain Mampang Jakarta Selatan

0 15 84

Gambaran Persepsi Ibu terhadap Obesitas Pada Anak Usia Prasekolah di Kelurahan Grogol Selatan Kebayoran Lama Jakarta Selatan Tahun 2015

3 20 95

HUBUNGAN PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG PENCEGAHAN TBC DENGAN KEJADIAN TBC BERULANG PADA ANAK Hubungan Pengetahuan Orang Tua Tentang Pencegahan Tbc Dengan Kejadian Tbc Berulang Pada Anak Usia Prasekolah Di Puskesmas Grogol Kabupaten Sukoharjo.

0 1 16

PENDAHULUAN Hubungan Pengetahuan Orang Tua Tentang Pencegahan Tbc Dengan Kejadian Tbc Berulang Pada Anak Usia Prasekolah Di Puskesmas Grogol Kabupaten Sukoharjo.

0 2 5

HUBUNGAN PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG PENCEGAHAN TBC DENGAN KEJADIAN TBC BERULANG PADA ANAK PRASEKOLAH Hubungan Pengetahuan Orang Tua Tentang Pencegahan Tbc Dengan Kejadian Tbc Berulang Pada Anak Usia Prasekolah Di Puskesmas Grogol Kabupaten Sukoharjo.

0 1 13

GAMBARAN PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK DI KELURAHAN KEBON JAYANTI KECAMATAN KIARACONDONG KOTA BANDUNG.

0 0 2

HUBUNGAN PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI ANAK USIA 4-5 TAHUN

0 0 6

HUBUNGAN PENGETAHUAN ORANG TUA DENGAN PERILAKU KEKERASAN VERBAL PADA ANAK

0 1 7

HUBUNGAN STIMULASI OLEH ORANG TUA TERHADAP PERKEMBANGAN MOTORIK HALUS PADA ANAK USIA PRASEKOLAH (3 - 5 TAHUN)

0 2 7

HUBUNGAN DUKUNGAN ORANG TUA SAAT HOSPITALISASI DENGAN LAMA RAWAT PADA ORANG TUA ANAK USIA TODDLER DI RSKA EMPAT LIMA PATANG PULUHAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - HUBUNGAN DUKUNGAN ORANG TUA SAAT HOSPITALISASI DENGAN LAMA RAWAT PADA ORANG TUA ANAK USIA TOD

0 0 15