Interaksi Sosial Gay di Masyarakat
menular. Juga dikarenakan adanya kewajiban mereka untuk menjaga nama keluarganya.
Oleh karena itu, hampir tidak ada gay yang menunjukkan identitas mereka di hadapan masyarakat umum. Mereka tampil seperti biasa dan orang-orang
disekitarnya pun memperlakukan mereka biasa saja. Dalam komik “Free Punch” diceritakan bahwa keluarga Yamada memiliki
kedai sake dan kegiatan sehari-hari Yamada apabila tidak bersekolah adalah menjaga kedai sake tersebut. Tidak ada kecaman yang didapatkan Yamada karena
ia tidak menunjukkan orientasi seksualnya sebagai gay.
Cuplikan V
Tetangga : Selamat pagi, Yamada..
Yamada : Selamat pagi.
Tetangga : Berangkat sekolah? Hati-hati di jalan..
Yamad a : Ya, terima kasih. Chapter III
Analisis
Dialog singka t di atas, hampir tidak memiliki arti jika kita meninjaunya dari kalimat-kalimatnya yang sederhana dan terlalu biasa. Tetapi hal ini dapat
menjelaskan banyak hal dimana Yamada yang terlihat kasar cukup dimengerti oleh tetangga-tetangganya. Orang-orang sekitarnya memahami bahwa Yamada
hanya terlihat kasar di luar, tetapi sebenarnya baik di dalam. Sekalipun Yamada tidak terlihat ramah, tetapi kebaikannya tercermin dari perilakunya. Ia tidak
banyak bicara tetapi ia mau menyapa tetangga-tetangga yang kebetulan ditemuinya.
Cuplikan V
Suatu hari saat Yamada sedang menjaga kedai, ia melihat sekelompok anak nakal menjahili seorang anak kecil di depan kedainya. Anak-anak itu
kemudian meninggalkan anak kecil tersebut setelah membuatnya menangis. Yamada menghampiri anak tersebut. Melihat Yamada anak tersebut ketakutan, ia
terdiam tetapi air matanya masih terus mengalir. Yamada
: Dimana rumahmu? Anak kecil
: Tidak menjawab Yamada
: Merogoh sakunya, mencari-cari dan kemudian memberikan sebuah permen Ini, jangan menangis lagi..
Pulanglah, orang tuamu akan cemas.. Apa kau mau aku mengantarmu?
Anak kecil : Melihat pemen dengan wajah berbinar-binar Tidak apa-apa.
Aku bisa pulang sendiri. Terima kasih.. Chapter III
Analisis
Yamada bersikap baik terhadap anak kecil walaupun dari wajahnya terlihat bahwa ia merasa direpotkan. Dan sekalipun anak tersebut sempat terkejut dan
takut saat melihat Yamada tetapi ia langsung dapat merasakan kebaikan hati Yamada. Tentu saja baik tidaknya tingkah laku seseorang tidak ada kaitannya
dengan seksualitas.
Cuplikan di atas membuktikan bahwa gay di Jepang memiliki perhatian yang tinggi terhadap sekitarnya. Bukan karena ia gay dan selalu berusaha
menutupi identitasnya, lantas membuatnya menutup diri dari masyarakat umum dan menghindari interaksi dengan masyarakat sekitar. Bahkan hingga bisa
mencegahnya berbuat baik terhadap orang lain.
Cuplikan VI
Suatu hari sepulang sekolah Amano Nao : Selamat sore, bibi..
Tetangga : Selamat sore, Sensei..
Amano Nao : Berbelanja? Kelihatannya berat.. Biar saya bawakan.. Mengambil sebagian belanjaan tanpa menunggu jawaban dari
pemiliknya Tetangga
: Aaah, terima kasih.. Berbelanja untuk persediaan juga.. Setelah sampai di depan apartemen sang bibi
Tatangga : Terima kasih, Sensei..
Amano Nao : Jangan sungkan.. Tetangga
: Sensei, silahkan.. Sayuran baik untuk tubuh.. Memberikan sebuah bungkusan berisi beberapa macam sayuran
Amano Nao : Ah, tidak usah, bibi.. Tidak apa-apa.. Chapter III
Analisis
Amano Nao yang memiliki wajah ramah dan murah senyum lebih terkenal lagi. Ia senang membantu orang lain yang sedang kesulitan. Amano Nao sering
mendapatkan kiriman bahan makanan dari para tetangganya. Hanya saja, entah bagaimana ia tidak cukup populer di kalangan wanita.
Tidak ada wanita yang digambarkan tertarik padanya. Cuplikan-cuplikan diaatas sekaligus menjadi bukti bahwa para gay di
Jepang menghindari tampilan yang mencolok yang dapat menunjukkan identitas gay mereka, juga bahwa para gay di Jepang tidak hidup terisolir tetapi mereka
menjalani hidup bermasyarakat dan mamasuki lembaga sosial seperti sekolah. bahkan dalam kasus Amano Nao, ia bisa menjadi guru yang disukai oleh banyak
muridnya Membuktikan bahwa sebagian besar pria homoseksual di Jepang berusaha
keras untuk tampil seperti pria normal Straight men—sebutan untuk pria bukan homoseksual dihadapan kenalan dan orang tuanya dan menghindari tampilan
apapun yang mungkin menunjukkan kecenderungan homoseksual. Mereka juga memiliki pekerjaan tetap, cenderung memakai pakaian yang umum dan setelan
putih layaknya karyawan pada umumnya. Baik Amano Nao maupun Yamada tidak terlibat dalam komunitas gay.
Bagi para gay, mereka mungkin hanya dianggap sebagai orang yang melakukan perilaku homoseksual dan bukan merupakan gay. Tetapi bagi penulis, ini cukup
menjadi bukti dan penjelasan yang masuk akal tentang kehidupan gay di Jepang.
Kisah dalam komik “Free Punch” karya Isaku Natsume ini memang sederhana dan dapat dikatakan hampir tidak memiliki konflik terutama mengenai
homoseksualitas mereka, tetapi komik ini dapat membuktikan realitas kehidupan gay di Jepang yang memang menghindari masalah serta cenderung menutupi
identitas gay mereka. Menurut penulis, ciri-ciri gay di Jepang tidak berbeda jauh dengan di
Indonesia dan negara barat. Hanya saja di Barat, terutama di Amerika, gay memiliki lebih banyak kebebasan untuk mengekspresikan dirinya. Mereka bisa
mengakui dirinya sebagai gay dan dapat menikah. Tetapi di Jepang dan Indonesia hal itu mustahil. Para gay di kedua negara ini harus ke luar negeri dengan banyak
pertimbangan jika benar-benar ingin mendapatkan kebebasan seperti halnya di Amerika.
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN