Hubungan Para Gay Dengan Orang Tua
Orang Jepang diajarkan untuk tahu malu dan menjaga nama keluarganya serta nama keluarga orang lain, sebisa mungkin tidak mebuat kesalahan yang
membuat malu keluarganya dan orang-orang yang mengenalnya. Mereka tumbuh dengan pemahaman bahwa mereka memiliki kewajiban moral yang menjadi
tanggungan mereka terhadap keluarga dan orang-orang di sekitar mereka Doi, 1988:49
Amae merujuk pada pengertian manja dan memperbolehkan manja terhadap orang lain yang dianggap dekat. Dimana seseorang sangat merasa
ketergantungan terhadap orang lain dan membutuhkan orang yang dianggap lebih superior. Tetapi sama sekali tidak merujuk pada seksualitas Doi, 1988:113. Hal
ini terkadang justru dapat membuat orang tua tidak dapat menginterpretasi bahwa anaknya seorang gay karena menganggap bahwa hubungan yang dekat dengan
seseorang apakah itu guru atau teman sesama jenis adalah bagian dari amae. Hampir semua gay di Jepang tidak menunjukkan adanya kelainan ataupun
tingkah laku yang berbeda di hadapan orang tuanya. Mereka cenderung menyembunyikan identitas mereka sebagai gay, karena ketakutan akan penolakan
yang akan didapatnya apabila mereka mengatakan yang sebenarnya. Faktanya dalam banyak kasus yang sering terjadi, keberadaan homoseksual dalam sebuah
rumah dianggap sebagai aib bagi keluarga tersebut sehingga orang tua tidak menginginkan orang lain mengetahui hal tersebut. Hal yang banyak terjadi adalah
orang tua akan mengurung anaknya jika diketahui anaknya adalah gay. Sementara yang lainnya jelas-jelas menolak dan memilih untuk mengusir anaknya
http:intersections.anu.edu.au.
Apabila diketahui bahwa dalam sebuah keluarga ternyata ada seorang gay dan kemudian mengakui keadaannya pada orang tuanya, ia telah mulai
menempatkan orang tua dalam posisi yang sulit dalam kehidupan bermasyarakat. Meskipun keluarga dekat telah menerima keadaannya sebagai gay tetapi seperti
dikatakan oleh Summerhawk dalam McLelland 2000:212 tekanan justru datang dari dan kepada orang tua. Orang tua akan terganggu oleh pertanyaan orang-orang
sekitar tentang status lajang putra mereka. Oleh karena itu, ketika seorang pria gay keluar rumah atas nama orang tuanya untuk urusan yang akan melibatkan
keluarganya, orang tua akan mulai menempatkan mereka dalam posisi yang sulit tentang jaringan sosial mereka, para orang tua merasa memiliki kewajiban untuk
tidak mengungkapkan alasan mengapa anak mereka tidak menikah. Dengan kata lain menutupi identitas anak mereka yang merupakan seorang gay jika tidak mau
mendapatkan cercaan dari masyarakat sekitar. Dapat disimpulkan bahwa para gay tidak mempunyai kebebasan sekalipun
dalam keluarganya sendiri berkaitan dengan identitas seksual mereka sebagai gay. Selama orang tua tidak mengetahui identitas gay seorang anak, pada dasarnya
mereka akan mempunyai hubungan yang biasa saja layaknya hubungan kebanyakan pria normal dengan keluarganya. Tetapi memang pada kenyataannya
para gay tidak terlalu banyak berinteraksi dengan orang tuanya, mereka cenderung menutup diri agar orang tuanya tidak dapat mengetahui identitas seksual mereka.