Niekha Zoelienna Ilyas- Uji Stabilitas Fisik Dan Penentuan Nilai Sun Protection Factor (SPF) Krim Rice Bran Oil

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI STABILITAS FISIK DAN PENENTUAN NILAI

SUN PROTECTION FACTOR

(SPF)

KRIM

RICE BRAN OIL

SKRIPSI

NIEKHA ZOELIENNA ILYAS

1111102000111

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

DESEMBER 2015


(2)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI STABILITAS FISIK DAN PENENTUAN NILAI

SUN PROTECTION FACTOR

(SPF)

KRIM

RICE BRAN OIL

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Farmasi

NIEKHA ZOELIENNA ILYAS

1111102000111

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

DESEMBER 2015


(3)

(4)

(5)

(6)

Program Studi : Farmasi

Judul : Uji Stabilitas Fisik dan Penentuan Nilai Sun Protection Factor (SPF) Krim Rice Bran Oil

Dedak (bran) merupakan hasil samping pengolahan padi yang belum dimanfaatkan secara optimal. Dedak dapat diambil minyaknya. Minyak dedak padi (RBO) merupakan sumber alami antioksidan karena mengandung gamma-oryzanol yang memiliki peran protektif pada sinar UV dan digunakan sebagai agen tabir surya. RBO sebagai komponen dalam sediaan krim lebih baik daripada minyak mineral karena lebih mudah bercampur dengan lemak kulit, dan memiliki gaya adhesi yang lebih kuat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas tabir surya dengan mengukur nilai SPF dari sediaan krim mengandung minyak dedak padi yang diekstraksi dengan metode cold press (RBOcp) yang kemudian

dibandingkan dengan nilai SPF krim yang mengandung minyak dedak padi yag dijual dipasaran (RBOTM). Terdapat 3 formula, formula pertama mengandung basis krim saja, formula kedua mengandung RBOTM, dan formula ketiga mengandung RBOcp. Nilai SPF sediaan krim diuji secara in vitro menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Evaluasi fisik sediaan krim dilakukan dengan beberapa parameter uji, yaitu pengamatan organoleptik, pengukuran pH, pengujian homogenitas, pengukuran viskositas, pengujian stabilitas dengan metode sentrifugasi yang dilakukan selama 21 hari dan pengujian cycling test sebanyak 6 siklus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sediaan krim RBOcp memiliki

efektivitas tabir surya dengan proteksi yang minim. Ketiga formulasi sediaan krim menunjukkan ketidakstabilan secara fisik.

Kata kunci: Rice bran oil, cold press, krim, nilai SPF, in vitro, spektrofotometer UV-Vis, stabilitas fisik.


(7)

Program Study : Pharmacy

Title : Physical Stability Test and Determination of Sun Protection Factor (SPF) Value in Rice Bran Oil Cream Bran is a byproduct of rice processing that has not been used optimally. Bran oil can be taken. Rice Bran Oil (RBO) is a natural source of antioxidants because it contains gamma-oryzanol which has a protective role in UV light and is used as a sunscreen agent. RBO as a component in cream is better than mineral oil because it is more easily mixed with the fat of the ski, and has a stronger adhesion force. This study aims to determine the effectiveness of a sunscreen with an SPF value of the creamcontaining rice bran oil extracted by cold press method (RBOcp) which is compared with the value of SPF cream containing rice bran oil sold in the market (RBOTM). There are 3 formulas, the first formula only contains cream base, the second formula contains RBOTM, and the last formula contains RBOcp. SPF value of the cream preparations were tested in vitro using UV-Vis spectrophotometer. Physical evaluation cream preparation is done with several test parameters, namely the organoleptic observations, measurements of pH, homogeneity testing, measurement of viscosity, stability testing with centrifugation method were performed for 21 days and testing cycling test as much as 6 cycles. The results showed that the cream preparations RBOcp have sunscreen effectiveness with minimal protection. The third formulation cream physically unstable. SPF value of the cream were tested in vitro using UV-Vis spectrophotometer. The evaluation on physical characteristics was done based on organoleptic, pH, homogenity, viscosity, stability test using sentrifugation method for 21 days, and cycling test for 6 cycles. The results showed that the RBOcp

cream have sunscreen effectiveness with minimal protection. Both of cream formulation showed physical instability.

Keywords: Rice bran oil, cold pressed, cream, SPF value, in vitro, UV-Vis spectrophotometer, physical stability.


(8)

Bismillahirrahmanirrahim.

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam ditunjukkan kepada junjungan besar Nabi Muhamad SAW yang telah memberikan petunjuk kebenaran sebagai rahmat sekalian alam.

Skripsi dengan judul “Uji Stabilitas Fisik dan Penentuan Nilai Sun Protection Factor (SPF) Krim Rice Bran Oil” ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana farmasi di Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa tanpa adanya bantuan dan bimbingan dari banyak pihak, penelitian dan penyelesaian penulisan skripsi ini akan mengalami banyak hambatan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Ofa Suzanti Betha, M.Si., Apt dan Ibu Nelly Suryani, M.Si., Apt, Ph.D. selaku pembimbing yang telah meluangkan banyak waktu untuk memberikan bimbingan, motivasi, petunjuk, serta dorongan bagi penulis dari awal hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

2. Ibu Yuni Anggraeni, M.Farm., Apt dan Ibu Ismiarni Komala, Ph.D., Apt selaku penguji yang telah meluangkan banyak waktu untuk memberikan petunjuk, serta arahan bagi penulis hingga skripsi ini dapat terselesaikan. 3. Untuk ayahanda R. Deni Ilyas dan ibunda Eka Sugestiana yang tiada

hentinya memberikan bantuan materil, non materil, motivasi dan juga doa kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

4. Untuk Wa Emi dan Wa Imo serta seluruh keluarga besar yang tiada hentinya memberikan bantuan materil, non materil, motivasi dan juga doa kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Adikku tercinta Demyrio Lathieffo yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.


(9)

7. Bapak Yardi, Ph.D., Apt., selaku Kepala Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Bapak dan Ibu staf pengajar Prodi Farmasi dan tata usaha di lingkungan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan berbagai ilmu pengetahuan dan informasi kepada penulis.

9. Sahabat Ana, Ambar, Faradhila, Khairunisa, Sukma, Ikna, Miyadah, Afif, Dzaki, Fatnan, Fakhri, Birry, Fattah, Aditya, Galih, dan Askandari yang tidak pernah berhenti memberikan semangat, bantuan dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10.Seluruh sahabat dan teman Program Studi Farmasi angkatan 2011 sebagai teman seperjuangan yang telah memberikan dukungan dan semangat. 11.Semua laboran yang telah memberikan pengetahuan dan informasi tentang

teknis pengerjaan di laboratorium kepada penulis.

12.Semua pihak yang tidak dapat dituliskan satu persatu yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga amal baik dan bantuannya mendapat ganjaran dari Allah SWT dan laporan ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca umumnya. Tidak ada manusia yang luput dari sesalahan dan kekhilafan, demikian pula dengan penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun dari semua pihak pembaca. Semoga dalam penulisan skripsi ini, bermanfaat bagi semua pihak khususnya dalam dunia kefarmasian.

Jakarta, Desember 2015


(10)

(11)

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... HALAMAN PENGESAHAN... ABSTRAK ... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ... BAB 1 PENDAHULUAN ...

ii iii iv v vi vii viii x xi xiii xiv xv 1 1.1 1.2 1.3 1.4

Latar Belakang ... Rumusan Masalah ... Tujuan Penelitian ... Manfaat Penelitian ...

1 2 2 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3

2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 2.9

Tanaman Padi ... Bekatul / Dedak ... Minyak Dedak Padi (Rice Bran Oil / RBO) ... γ –Oryanol ... Cold Press ... Sediaan Krim ... Kulit ... Radiasi Ultraviolet ... Tabir Surya ...

3 3 6 8 10 11 11 12 13 2.9.1 2.9.2

Syarat Tabir Surya ...

Sun Protection Factor (SPF) ... 14 15 2.10 Preformulasi Bahan Sediaan Krim ... 17

2.10.1 2.10.2 2.10.3 2.10.4 2.10.5 2.10.6 2.10.7

Asam Stearat ... Gliserin ... Setil Alkohol ... Trietanolamin ... Metil Paraben ... Propil Paraben ... Aquades ... 17 18 19 20 21 22 24 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN... 25

3.1 3.2

Lokasi dan Waktu Penelitian ... Bahan dan Alat ...

25 25 3.2.1 3.2.2 3.2.3 Alat ... Bahan Utama ... Bahan Kimia ...

25 25 25 3.3 Prosedur Kerja ... 25


(12)

3.4.2.2 Ekstraksi Dedak Padi Dengan Metode Cold Press....... 26 3.4.3

3.4.4 3.4.5 3.4.6

Karakterisasi RBO ... Formula Sediaan Krim ... Pembuatan Sediaan Krim ... Evaluasi Sediaan Krim ...

26 27 27 28 3.4.6.1 Uji Evaluasi Fisik ... 28

3.4.6.1.1 3.4.6.1.2 3.4.6.1.3 3.4.6.1.4 3.4.6.1.5 3.4.6.1.6 3.4.6.1.7

Pengamatan Organoleptis ... Pengukuran pH ... Uji Homogenitas ... Pengukuran Viskositas ... Uji Stabilitas ... Cycling Test ... Uji Sentrifugal ...

28 28 28 28 28 29 29 3.4.6.2 Uji In Vitro Nilai SPF Sediaan Krim ... 29 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

4.1 4.2

Hasil Preparasi Dedak Padi ... Pengolahan Minyak Dedak ...

30 30 4.2.1

4.2.2

Stabilisasi Dedak Padi ... Ekstraksi Dedak Padi Dengan Metode Cold Press ...

30 30 4.3

4.4 4.5

Karakterisasi RBOcp ...

Hasil Pembuatan Sediaan Krim... Hasil Evaluasi Fisik Krim Rice Bran Oil...

32 33 33 4.5.1 4.5.2 4.5.3 4.5.4 4.5.5 4.6

Hasil Pengamatan Organoleptis ... Hasil Uji Homogenitas ... Hasil Pengukuran pH ... Hasil Pengukuran Viskositas ... Hasil Uji Sentrifugal Krim RBO ... Hasil Uji Nilai SPF Dengan Metode In Vitro...

33 34 35 36 37 37 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 38

5.1 5.2 Kesimpulan ... Saran ... 38 38 DAFTAR PUSTAKA... 39


(13)

Tabel 2.2 Tabel 2.3 Tabel 3.1 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8 Tabel 4.9 Tabel 4.10 Tabel 4.11

Komposisi Asam Lemak Rice Bran Oil...... Keefektifan Sediaan Tabir Surya Berdasarkan Nilai SPF... Formula Sediaan Krim ... Hasil Ekstraksi RBOcp...

Hasil Pengamatan Organoleptis RBOcp ...

Hasil Karakterisasi RBOcp ...

Formula Sediaan Krim... Hasil Pengamatan Organoleptis Hari Ke-0 ... Hasil Pengamatan Organoleptis Hari Ke-21 ... Hasil Uji Homogenitas ... Hasil Pengukuran pH ... Hasil Pengukuran Viskositas ... Hasil Uji Sentrifugal ... Hasil Uji Nilai SPF ...

7 16 27 32 32 32 33 34 34 35 35 36 36 37


(14)

Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5 Gambar 2.6 Gambar 2.7 Gambar 2.8 Gambar 2.9 Gambar 2.10 Gambar 2.11 Gambar 2.12

Dedak Padi... Mesin Penggiling... Struktur Kimia Komponen Utama γ-Oryzanol... Data Penyerapan UV dari γ-Oryzanol... Hydraulic Expressing dan Expeller Expressing...

Struktur Molekul Asam Stearat ... Struktur Molekul Gliserin ... Struktur Molekul Setil Alkohol ... Struktur Molekul Trietanolamin ... Struktur Molekul Metil Paraben ... Struktur Molekul Propil Paraben ...

5 5 8 10 10 17 18 19 20 21 22


(15)

Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9. Lampiran 10. Lampiran 11.

Gambar Alat Cold Press...... Gambar RBOcp: dan Gambar RBOTM ...

Kandungan RBOTM ... Sertifikat Pengujian RBOcp ...

Tabel Data Serapan Krim Rice Bran Oil... Perhitungan Nilai SPF Krim Hari Ke-0 ... Perhitungan Nilai SPF Krim Hari Ke-21 ... Hasil Pengamatan Organoleptis ... Hasil Uji Homogenitas ... Hasil Uji Sentrifugal ...

46 47 48 49 50 52 55 58 59 60


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dedak (bran) adalah hasil samping proses penggilingan padi, terdiri atas lapisan sebelah luar butiran padi dengan sejumlah lembaga biji. Dedak merupakan hasil samping pengolahan padi yang belum dimanfaatkan secara optimal. Bila produksi beras tahun 2004 yang menurut data Departemen Pertanian mencapai 31,8 juta ton maka bekatul yang dihasilkan sekitar 3,18 juta ton, jumlah yang sangat berlimpah sehingga perlu usaha-usaha memanfaatkannya (Hadipernata, 2007). Selama ini, dedak hanya dimanfaatkan sebagai makanan ternak dan unggas selebihnya dipakai untuk bahan abu gosok atau dibiarkan begitu saja (Adi, 2003).

Dedak dapat diambil minyaknya dan dapat berpotensi sebagai antioksidan alami dan sebagai bioaktif untuk mencegah bebagai penyakit kronis (Xu, 2001). Fitokimia bioaktif dalam dedak padi adalah antioksidan yang terjadi secara alamiah termasuk tokoferol, tokotrienol, ɣ-oryzanol, lesitin dan karotenoid, flavon TRICIN dan α-octakosanol dan squalene. Konsentrasi tokoferol, tokotrienol (0,10-0,14%) dan ɣ-oryzanol (0,9-2,9%) di RBO bervariasi yang sebagian besar pada faktor-faktor genetik dan lingkungan (Singanusong, 2014).

Sejumlah studi klinis telah melaporkan bahwa γ-oryzanol sangat bermanfaat dalam beberapa pengobatan. γ-oryzanol memiliki peran protektif pada sinar UV yang diinduksi pada peroksida lipid dan karena itu digunakan sebagai agen tabir surya (Patel & Naik, 2004).

Tabir surya digunakan untuk melindungi kulit manusia dari radiasi UVA dan UVB matahari, yang merupakan risiko utama dalam sunburns, photoaging

dan kanker kulit (Badea et al, 2014). Tabir surya dapat dibuat ke dalam sediaan topikal (Shaath, 1990).

Minyak dedak padi (RBO) sekarang sudah banyak dimanfaatkan menjadi minyak goreng (Hadipernata, 2006), bahan biodiesel (Ju dan Vali, 2005), nano partikel (Yingngam, 2007), nano-emulsi (Bernardi et al, 2001), dan nano carrier


(17)

Pemanfaatan RBO sebagai komponen dalam sediaan krim lebih baik daripada minyak mineral karena lebih mudah bercampur dengan lemak kulit, lebih mampu menembus sel-sel stratum korneum dan memiliki daya adhesi yang lebih kuat (Tranggono, 2007).

Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan diatas dan belum adanya laporan mengenai RBO di Indonesia yang digunakan sebagai sediaan kosmetik tabir surya, maka dibuatlah sediaan krim tabir surya yang berbahan dasar RBO yang didapat dengan cara cold press dan RBO komersil.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah: Belum adanya informasi dari pemanfaatan RBO dari ekstrak padi ciherang sebagai komponen utama sediaan krim yang berfungsi sebagai tabir surya.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

1. Mengukur nilai SPF krim RBOcp (RBO yang didapat dengan cara cold

press) yang kemudian dibandingkan dengan nilai SPF krim RBOTM (RBO komersil).

2. Membuat sediaan krim tabir surya yang aman dan nyaman untuk digunakan.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi nilai SPF krim RBO agar bisa menjadi krim tabir surya yang efektif untuk proteksi dan menghasilkan sediaan krim tabir surya yang aman dan nyaman untuk digunakan.


(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Padi

Tanaman padi merupakan tanaman musiman golongan rumput-rumputan yang memiliki klasifikasi sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monotyledonae Family : Gramineae (Poaceae)

Genus : Oryza

Species : Oryza spp.

Terdapat 25 spesies Oryza, yang dikenal adalah O. sativa dengan dua subspesies yaitu Indica (padi bulu) yang ditanam di Indonesia dan Sinica (padi cere). Padi dibedakan dalam dua tipe yaitu padi kering (gogo) yang ditanam di dataran tinggi dan padi sawah di dataran rendah yang memerlukan penggenangan, tanaman padi dapat hidup dengan baik di daerah yang berhawa panas dan banyak mengandung uap air. Dengan kata lain, padi dapat hidup baik pada daerah yang beriklim panas yang lembab (AKK,1990).

2.2 Bekatul / Dedak

Beras yang dihasilkan dari tanaman padi merupakan komoditas yang sangat penting di Indonesia. Sebagai bahan makanan pokok, menjadi sumber zat gizi dan pangan fungsional bagi rakyat Indonesia. Rata-rata konsumsi beras masyarakat Indonesia 139,15 kg/kapita/tahun. Di Indonesia beras menyumbang energi (63,1%), zat besi (25-30%) dari kebutuhan tubuh manusia. Berbagai beras dapat ditemukan di Indonesia (Darmadjati, 2007).

Beras umumnya melalui berbagai tahapan proses sebelum dapat dikonsumsi dan merupakan hasil utama yang diperoleh dari proses penggilingan gabah hasil tanaman padi (Oryza sativa L.) yang seluruh lapisan sekamnya terkelupas dan seluruh atau sebagian lembaga serta lapisan bekatulnya dipisahkan (BSNI, 2008). Setelah padi digiling akan menghasilkan hasil sampingan berupa


(19)

bekatul, yaitu lapisan terluar dari beras yang terlepas saat padi digiling dimana bekatul itu terdiri dari lapisan aleuron, endosperm, dan germ. Warna bekatul adalah krem kecoklatan yang mempunyai aroma yang sama seperti aroma beras. Penggilingan padu menghasilkan beras sebanyak 60-65% dan bekatul sekitar 8 - 12%. Dedak atau bekatul adalah kulit ari yang dihasilkan dari proses penyosohan. Sebenarnya bekatul memiliki karakteristik cita rasa lembut dan agak manis. Namun pada kenyataannya, cita rasa bekatul sering digambarkan bau tengik, apek, dan asam. Hal ini terjadi karena bekatul mudah mengalami kerusakan. Penurunan mutu bekatul ditandai dengan bau tengik dan struktur menggumpal. Hal ini disebabkan aktivitas lipase yang menghidrolisis lipid bekatul menjadi asam lemak bebas dan gliserol (Widowati, 2001).

Dedak padi yang diperoleh selama proses penggilingan beras mempunyai potensi yang sangat besar karena memiliki banyak nutrisi yang bermanfaat dan mempunyai efek biologis (Patel & Naik, 2004). Menurut Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, berdasarkan definisinya, dedak (bran) adalah hasil samping proses penggilingan padi yang terdiri atas lapisan sebelah luar butiran padi dengan sejumlah lembaga biji. Sementara bekatul (polish) adalah lapisan sebelah dalam dari butiran padi, termasuk bagian kecil endosperm berpati. Namun, karena alat penggilingan tidak memisahkan antara dedak dan bekatul maka umumnya bercampur menjadi satu dan disebut dengan dedak atau bekatul saja.

Untuk memperoleh bekatul yang tidak mudah tengik dan memperpanjang masa simpan, maka bekatul harus diawetkan segera setelah diperoleh dari penggilingan padi (Damayanthi, 2004).


(20)

Gambar 2.2 Dedak Padi (Dokumen Pribadi)

Gambar 2.3 Mesin Penggiling (Dokumen Pribadi)

Bekatul mengandung lemak tidak jenuh tinggi, sehingga aman untuk dikonsumsi oleh penderita kolesterol dan penyakit jantung. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa bekatul memiliki kualitas atau nutrisi yang baik


(21)

seperti lemak, protein, serat, vitamin, mineral dan komponen bioaktif (antioksidan). Menurut Luh (1980), komponen kimia bekatul terdiri dari protein 11,8 – 13,0%, lemak 10,1 – 12,4%, abu 5,2 – 7.3%, karbohidrat 51,1 – 55,0%, serat kasar 2,3 – 3,2% dan lain – lain. Lalu Mazza (1998) mendapatkan komposisi kimia bekatul yang sangat bervariasi, tergantung pada faktor agronomis, varietas padi, dan proses penggilingannya. Secara umum bekatul mengandung protein (11,5%-17,2%), lipid (10-23%), karbohidrat (51,1%-55%), abu (8%-17,7%), serat kasar (6,2%-31,5%), mineral dan vitamin.

2.3 Minyak Dedak Padi (Rice Bran Oil / RBO)

Minyak dedak padi (Rice Bran Oil) merupakan minyak hasil ekstraksi dari dedak padi (Nursalim & Razali, 2007). Rice Bran Oil (RBO) memiliki keunggulan dibandingkan minyak nabati lainnya karena memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang tinggi sehingga dapat menurunkan kadar kolesterol. Dan juga mengandung komponen komponen kimia yang baik bagi kesehatan manusia (Nursalim & Razali, 2007; Hadipernata, 2007).

RBO memiliki umur simpan yang sangat baik jika dibandingkan dengan minyak nabati lainnya karena adanya antioksidan alami didalamnya. RBO memiliki beberapa sifat unik yang sangat menarik dan memberikan kekhasan sendiri. Antara lain adanya aroma khas seperti kacang dan ketika diekstrak memiliki kestabilan yang tinggi. Namun karakteristik yang paling terkenal adalah memiliki kandungan komponen fungsional yang tinggi seperti γ-oryzanol, tokotrienol, dan tokoferol (Ghosh, 2007).

Menurut Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, RBO mengandung beberapa jenis lemak, yaitu 47% lemak monounsaturated, 33%

polyunsatured, dan 20% saturated, serta asam lemak yaitu asam oleat 38,4%, linoleat 34,4%, palmitat 21,5%, dan stearat 2,9%.


(22)

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Rice Bran Oil(Sukma, 2011)

No Komponen Kandungan (mg/100gr)

1 Tokol 11

2 Tokoferol 4

3 Tokotrienol 7

4 Gamma Oryzanol 1176

5 Sikloartanol 106

6 Sikloartenol 482

7 24-Metilen Sikloartenol 492

8 Fitosterol 1806

9 Campesterol 51

10 Stigmasterol 271

11 Beta-Sitosterol 885

12 Squalen 756

13 Fosfolipid 4200

14 Lilin 3000

Tabel 2.2 Komposisi Asam Lemak Rice Bran Oil (Tahira, 2007)

Karbon Nama Sistematik Nama Trivial Kandungan (%)

C10:0 Kapric Asam kaprat 0,31

C14:0 Tetradekanoat Asam miristat 0,02 C16:0 Heksadekanoat Asam palmitat 16,74 C16:1 Cis-9-heksadekenoat Asam palmitoleat 0,22 C17:0 Heptadekanoat Asam heptadeknoat 0,07 C18:0 Oktadekanoat Asam stearat 1,79 C18:1 cis-9-oktadekanoat Asam oleat 42,79

C18:2 9,12-oktadekadienoat Asam linoleat 34,65

C18:3 6,9,12-oktadekatrienoat Asam linolenat 0,19

C20 Eikosanoat Asam arachidat 0,64

C20:1 Cis-11-eikosenoat Asam eikosamonoeonat 0,70

C22:0 Dokosanoat Asam behenat 0,20

Minyak dedak padi (rice bran oil) mempunyai manfaat yang sangat baik bagi kesehatan, diantaranya : antioksidan (Rana, 2004), penurunan kolesterol dalam darah (Kahlon, 1996), hiperlipidaemia (Kuriyan, 2005), penurunan LDL (Low Density Lipoprotein) tanpa penurunan HDL (High Density Lipoprotein)


(23)

(Anon, 2004), pencegahan penyakit kardiovaskular, kanker, menghambat waktu menopause (Anon, 2007), menyerap UV (Ando, 1982), serta mengatasi iritasi dan kulit kering (Shikakuma, 1984,).

2.4 γ-Oryzanol

Salah satu komponen paling penting dalam bekatul adalah kandungan antioksidan alami oryzanol. Oryzanol adalah antioksidan yang hanya terdapat pada bekatul, sangat kuat mencegah oksidasi dan lebih efektif mencegah radikal bebas dibanding vitamin E (Hadipernata, 2007).

Kandungan fitokimia yang ditemukan dengan konsentrasi tinggi dalam beras adalah γ-oryzanol, sekelompok asam ferulat dari fitosterol dan alkohol triterpen. Kandungan γ-oryzanol pada satu jenis bekatul dari padi tidak bisa menjadi acuan yang mutlak, karena menurut penelitian Chen dan Bergman (2005) kandungan γ-oryzanol pada masing-masing varietas akan berbeda. Butsat dan Siriamornpun (2010) menyatakan bahwa kandungan γ-oryzanol pada padi dipengaruhi oleh varietas dan kondisi tempat tumbuh, karena komponen antioksidan akan memberikan respon yang berbeda terhadap perubahan lingkungan.

Tiga komponen utama γ-oryzanol (C40H58O4) adalah Campesterol ferulate, Cycloartenol ferulate, dan 24-methylenecycloartanol ferulate. γ-oryzanol baik disimpan pada suhu kamar di wadah gelap dan dalam kondisi di segel atau di tutup. Hindari tempat dengan suhu tinggu dan kelembaban tinggi.


(24)

γ-oryzanol mempunyai manfaat yang sangat tinggi bagi kesehatan. -oryzanol dapat menurunkan kadar kolesterol darah, mempunyai aktivitas antiinflamasi, serta dapat menghambat oksidasi kolesterol (Rong, 1997). -oryzanol terbukti dapat meningkatkan massa otot, memiliki aktivitas anti karsinogenik, menurunkan serum TSH, mengobati hiperlipidemia dan merupakan nutrisi penting untuk mencegah proses penuaan kulit (Patel & Naik, 2004).

γ-oryzanol mempunyai aktivitas yang tinggi sebagai antioksidan, bahkan empat kali lebih efektif menghentikan oksidasi dalam jaringan tubu h dibanding vitamin E (Patel & Naik 2004). Hal ini disebabkan karena -oryzanol mengandung asam ferulat yang merupakan antioksidan asam fenolik. Ketiga komponen utama γ-oryzanol mempunyai aktivitas antioksidan lebih tinggi dibanding empat komponen vitamin E (alfa dan gamma tokoferol serta alfa dan gamma tokotrienol). Menurut Xu (2001), komponen γ-oryzanol yang mempunyai aktivitas antioksidan paling tinggi adalah 24-methylenecycloartenyl ferulate.

γ-oryzanol dianggap menghambat kemajuan melanin pigmentasi dengan menahan aktivitas eritema tirosinase karena memotong sinar ultraviolet di permukaan kulit dan menghalangi sinar ultraviolet untuk transmisi. Hal ini meningkatkan sirkulasi mikro, dan membantu melindungi kulit terhadap bitik -bintik dan penuaan. Karena γ-oryzanol adalah minyak larut, mudah diserap ke dalam kulit dan memiliki efek merangsang sirkulasi darah dibawah kulit, diakui sebagai nutrisi yang efektif untuk kulit. Kamimura (1963) melaporkan bahwa aplikasi topikal dari γ-oryzanol meningkatkan suhu permukaan kulit dan pemberian secara oral juga dapat meningkatkan sirkulasi kulit yang menyebabkan peningkatan suhu permukaan kulit. Ibata (1980) awalnya mendapatkan bahwa γ -oryzanol dapat menyerap sinar UV. Sementara Ando (1982) Melaporkan bahwa aplikasi topikal dari γ-oryzanol mengurangi eritema karena paparan sinar UV di Guinea.

γ-oryzanol bebas larut dalam kloroform, sedikit larut dalam etanol dan larut dalam air. Stabil pada suhu 30oC mencapai 80 hari. γ-oryzanol memiliki peran protektif dalam sinar UV yang menyebabkan peroksidasi lipid dan karena itu digunakan sebagai agen tabir surya. Gambar dibawah ini menunjukkan penyerapan UV dari 1 mg γ-oryzanol dilarutkan dalam 100 mL n-heptana. Dari


(25)

hasil penelitian, penyerapan UV-B diamati, SPF yang didapatkan dari 1% krim γ -oryzanol adalah 1,7.

Gambar2.5. Data Penyerapan UV dari -Oryzanol (Tsuno.co.jp)

2.5 Cold Press

Tekanan dingin (cold pressing) atau pengepresan (expression) merupakan segala proses fisika dimana glandula minyak essensial pada kulit buah dihancurkan atau dirusak untuk melepaskan minyak essensial. Pembuatan minyak essensial dengan cara tekanan dingin merupakan dengan cara pengepresan tanpa pemanasan, dilakukan terhadap bahan berupa biji, buah atau kulit buah yang dihasilkan dari tanam yang termasuk jenis sitrus, karena minyak dari jenis tanaman tersebut akan mengalami kerusakan bila dibuat dengan cara destilasi.

Berdasarkan tipe alat tekanan dibedakan menjadi 2 macam yaitu (Widyanati, 2011):

1) Hydraulic Expressing, dan 2) Expeller Expressing


(26)

2.6 Sediaan Krim

Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, krim adalah bentuk sediaan setengah padat, berupa emulsi mengandng air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar. Sedangkan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.

Sifat umum sediaan krim ialah mampu melekat pada permukaan tempat pemakaian dalam waktu yang cukup lama sebelum sediaan ini dicuci atau dihilangkan. Krim dapat memberikan efek mengkilap, berminyak, melembapkan, dan mudah tersebar merata, mudah berpenetrasi pada kulit, mudah/sulit diusap, mudah/sulit dicuci air (Anwar, 2012).

Ada beberapa tipe krim seperti emulsi, air terdispersi dalam minyak (A/M) dan emulsi minyak terdispersi dalam air (M/A). Sebagai pengemulsi dapat digunakan surfaktan anionik, kationik dan non anionik. Untuk krim tipe A/M digunakan : sabun monovalen, tween, natrium lauril sulfat, dan lain-lain. Krim tipe M/A mudah dicuci. (Anief,1994).

Fungsi krim adalah:

1. Sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit 2. Sebagai bahan pelumas bagi kulit

3. Sebagai pelindung untuk kulit yaitu mencegah kontak langsung dengan zat-zat berbahaya. (Anief,1999)

2.7 Kulit

Kulit adalah organ yang terletak palig luar dan membatasi dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 2m2 dengan berat kira-kira 16% beraat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangan kompleks, elastis dan sensitif, bervariasi pada iklim, umur, jenis kelamin, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh (Tortora, Derrickson, 2009).

Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu lapisan epidermis, lapisan dermis, dan lapisan subkutis. Tidak ada garis tegas


(27)

yang memisahkan dermis dan subkutis. Subkutis ditandai dengan adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak (Tortora, Derrickson, 2009).

Epidermis adalah lapisan kulit paling dangkal. Hal ini sangat penting dari segi kosmetik, karena lapisan ini yang memberikan tekstur kulit dan kelembaban, dan menyumbang pada warna kulit. Jika permukaan epidermis adalah kering atau kasar, kulit tampak tua. Pengetahuan tentang struktur dasar epidermis yang baik memungkinkan seorang praktisi untuk meningkatkan penampilan kulit pasien (Baumann, 2009).

Kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu epidermis, termasuk lapisan korneum, dermis, dan hipodermis. Dermis mengandung melanosit yang menghasilkan pigmen melanin yang bertanggung jawab atas warna kulit. Paparan sinar dengan panjang gelombang dalam wilayah UV-A akan merangsang pembentukkan melanin, yang berfungsi sebagai lapisan pelindung pada kulit. Kulit akan ditampilkan bersama dengan jumlah radiasi UV yang menembus setiap lapisan. Radiasi UV 300nm (UV-B) menembus dengan baik stratum korneum dan epidermis yang eneergik cukup parah menyebabkan pembakaran (erhytema) kulit, terutama pada individu berkulit putih. Radiasi dengan panjang gelombang lebih panjang dari 350nm mulai menembus dermis sehingga merangsang pembentukkan melanin dan menghasilkan pencoklatan (tanning) yang melindungi kulit dari terbakar langsung akibat paparan sinar matahari. Meskipun sinar UV-A merupakan energi yang lebih rendah daripada sinar UV-B, yang kenyataannya bahwa mereka dapat menembus lebih jauh ke dalam hipodermis, menyebabkan

elastosis (kekurangan dukungan struktural dan elastisitas kulit) dan kerusakan kulit lainnya yang berpotensi mengarah ke kanker kulit (Shaath, 2005).

2.8 Radiasi Ultraviolet

Sejak ditemukan sinar X oleh Rontgent dan sinar ultraviolet orang mulai menyelidiki pengaruhnya terhadap bakteri atau mikroba yang lain. Sinar ulraviolet mempunyai panjang gelombang 210 – γ10 nm, sinar X, sinar , sinar , sinar α dan sinar netron dapat dihasilkan oleh radiasi gelombang elektromagnetik. Penyerapan energi dari radiasi dengan sinar ultraviolet dapat menimbulkan dua


(28)

hal penting dalam bakteri yaitu kematian sel atau terjadi mutasi (Wanto & Arief, 1981).

Sinar ultraviolet (UV) adalah salah satu sinar yang dipancarkan oleh matahari yang berada pada kisaran panjang kelombang 200-400 nm. Spektrum UV terbagi menjadi tiga kelompok berdasarkan panjang gelombang, yaitu:

1. UV A (320 – 400 nm) : UV A1 (340 – 400 nm) & UV A2 (320 - 340 nm) 2. UV B (290 – 320 nm)

3. UV C (200 – 290 nm) (COLIPA, 2006).

Tidak semua radiasi sinar UV dari matahari mencapai permukaan bumi. Sinar UV C yang memiliki energi terbesar tidak dapat mencapai permukaan bumi karena mengalami penyerapan di lapisan ozon. Lapisan ozon adalah gas cadangan yang berada 10 sampai 50 km di atas permukaan bumi. Energi dari radiasi sinar ultraviolet yang mencapai permukaan bumi dapat memberikan tanda dan gejala terbakarnya kulit. Diantaranya adalah eritema, yaitu timbulnya kemerahan pada permukaan kulit, rasa sakit, kulit melepuh dan terjadinya pengelupasan kulit (Parrish, Jaenicke & Anderson, 1982).

UV B sangat berperan dalam menyebabkan luka bakar (sunburn) dan kanker kulit, sedangkan UV A berperan dalam menyebabkan kulit hitam (tanning) dan fotosensitivitas. Keduanya sama-sama berperan dalam menyebabkan kanker kulit walaupun sebenarnya UV B lebih karsinogenik 1000 – 10.000 kali dibanding UV A, karena sinar ultraviolet UV B memiliki kekuatan 1000 kali lebih kuat daripada UV A pada peristiwa pembentukkan eritema pada kulit (McKinlay & Diffey, 1987).

2.9 Tabir Surya

Tabir surya didefinisikan sebagai senyawa yang secara fisik atau kimia dapat digunakan untuk menyerap sinar matahari secara efektif terutama daerah emisi gelombang UV sehingga dapat mencegahh gangguan pada kulit akibat pancaran langsung sinar UV (Soeratri, 1993).

Secara alami, kulit berusaha melindungi dirinya beserta organ di bawahnya dari bahaya sinar UV, yaitu dengan membentuk butir–butir pigmen


(29)

(melanin) yang akan memantulkan kembali sinar matahari. Ada dua tipe reaksi melanin ketika kulit terpapar sinar matahari, yaitu:

1. Perubahan melanin secara cepat ke permukaan kulit dan pembentukkan tambahan melanin baru.

2. Pembentukkan tambahan melanin yang berlebihan dan terus – menerus akan membentuk noda hitam pada kulit (Tranggono, 2007).

2.9.1 Syarat Tabir Surya

Untuk mendapatkan sediaan tabir surya yang sesuai terdapat beberapa syarat yang diperlukan menurut Wilkinson dan Moore (1982), yaitu:

a) Efektif dalam menyerap sinar eritmogenik pada rentang panjang gelombang 290 – 320 nm tanpa menimbulkan gangguan yang akan mengurangi efisiensinya atau yang akan menimbulkan toksik atau iritasi. b) Memberikan transmisi penuh pada rentang panjang gelombang 300 – 400

nm untuk memberikan efek terhadap tanning maksimum. c) Tidak mudak menguap dan resisten terhadap air dan keringat.

d) Memiliki sifat – sifat mudah larut yang sesuai untuk memberikan formulasi kosmetik yang sesuai.

e) Tidak berbau dan memiliki sifat – sifat yang memuaskan, misalnya daya lengketnya, dan lain – lain.

f) Tidak menyebabkan toksik, tidak iritan, dan tidak menimbulkan sensitisas. g) Dapat mempertahankan daya proteksinya selama beberapa jam.

h) Stabil dalam penggunaan.

i) Tidak memberikan noda pada pakaian.

Tidak toksik dan dapat diterima secara dermatologis merupakan hal yang penting. Sebagai kosmetik tabir surya sering digunakan dalam penggunaan harian pada daerah permukaan tubuh yang luas. Selalin itu tabir surya juga dapat digunakan pada bagian kulit yang telah rusak karena matahari. Tabir surya mungkin juga digunakan pada asemua kelompok umur dan kondisi kesehatan yang bervariasi (Wilkinson & Moore, 1982).


(30)

Preparasi tabir surya sangat dibutuhkan untuk mencegah ataupun meminimalkan efek bahaya yang ditimbulkan dari radiasi matahari. Penggunaan tabir surya diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Sunburn preventive agent

Tabir surya yang mengabsorpsi 95% atau lebih dari radiasi UV dengan panjang gelombang 290 – 320 nm.

b. Suntanning agents

Tabir surya yang mengabsorbsi sedikitnya 85% dari radiasi UV dengan rentang panjang gelombang dari 290 – 320 nm tetapi meneruskan sinar UV pada panjang gelombang yang lebih besar dari 320 nm dan menghasilkan tan ringan yang bersifat sementara. Bahan-bahan ini akan menghasilkan eritema tanpa adanya rasa sakit.

c. Opaque sunblock agents

Tabir surya yang memberikan perlindungan maksimum dalam bentuk penghalang secara fisik. Titanium dioksida dan zink oksida merupakan senyawa yang paling sering digunakan dalam kelompok ini. Titanium dioksida memantulkan dan memencarkan semua radiasi pada rentang UV – Vis (290 – 320nm), sehingga dapat mencegah atau meminimalkan kulit terbakar (sunburn) dan pencoklatan kulit (suntan) (Panda, 2000).

2.9.2 Sun Protection Factor (SPF)

Efektifitas dari suatu sediaan tabir surya dapat ditunjukkan salah satunya dengan nilai SPF yang didefinisikan sebagai jumlah energi UV yang dibutuhkan untuk mencapai minimal erythema dose (MED) pada kulit yang dilindungi oleh suatu tabir surya, dibagi dengan jumlah energi UV yang dibutuhkan untuk mencapai MED pada kulit yang diberikan perlindungan. Semakin besar nilai SPF, maka semakin besar perlindungan yang diberikan oleh produk tabir surya tersebut (Wilkinson & Moore, 1982). MED didefinisikan sebagai waktu jangka waktu terendah atau dosis radiasi sinar UV yang dibutuhkan untuk menyebabkan terjadinya eritema (Wolf, 2001).


(31)

Tabel 2.3 Keefektifan Sediaan Tabir Surya Berdasarkan Nilai SPF (Wilkinson & Moore, 1982)

No Nilai SPF Kategori Proteksi Tabir Surya

1. 2 – 4 Proteksi minimal 2. 4 – 6 Proteksi sedang 3. 6 – 8 Proteksi ekstra 4. 8 – 15 Proteksi maksimal 5. ≥ 15 Proteksi ultra

Pengukuran nilai SPF suatu sediaan tabir surya dapat dilakukan secara in vitro. Metode pengukuran nilai SPF secara in vitro secara umum terbagi dalam dua tipe yaitu:

a. Dengan mengukur serapan atau transmisi radiasi UV melalui produk tabik surya pada plat kuarsa atau biomembran.

b. Dengan menentukkan karakteristik serapan tabir surya menggunakan analisis secara spektrofotometri larutan hasil pengenceran dari tabir surya yang diuji (Fourneron et al., 1999).

Nilai SPF dihitung dengan terlebih dahulu menghitung luas daerah di bawah kurva serapan (AUC) dari nilai serapan pada panjang gelombang 290 – 400 nm dengan interval 2 nm. Nilai AUC dihitung menggunakan rumus berikut:

[AUC] = x dPa–b Ket: Aa = Absorbansi pada panjang gelombang a nm

Ab = Absorbansi pada panjang gelombang b nm dPa-b = Selisih panjang gelombang a dan b

Nilai total AUC dihitung dengan menjumlahkan semua nilai AUC pada tiap segmen panjang gelombang. Nilai SPF masing – masing konsentrasi ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Log SPF = [

] x FP Ket: λn = Panjang gelombang terbesar

λ1 = Panjang gelombang terkecil (β90 nm)

n-1 = interval aktivitas eritemogenik FP = faktor pengenceran


(32)

Penilaian SPF mengacu pada ketentuan FDA yang mengelompokkan keefektifan sediaan tabir surya berdasarkan SPF (Wilkinson & Moore, 1982).

2.10 Preformulasi Bahan Sediaan Krim 2.10.1 Asam Stearat (Rowe, 2009)

a. Struktur Molekul

Gambar 2.7 Struktur Molekul Asam Stearat

b. Rumus empiris dan Berat Molekul

C18H36O2

BM : 284,47

c. Fungsional Kategori

Agen pengemulsi, agen pelarut.

d. Aplikasi dalam Formulasi dan Teknologi Farmasi

Dalam formulasi topikal, asam stearat digunakan sebagai agent pengemulsi dan pelarut. Asam stearat juga banyak digunakan dalam produk kosmetik.

e. Deskripsi

Stearat adalah asam keras, putih atau agak berwarna kuning, agak glossy, kristal padat putih atau bubuk putih atau kekuningan. memiliki sedikit bau dan rasa seperti lemak.

f. Sifat Khas

Nilai asam : 195-212 Titik didih : 383oC Titik lebur : 69 – 70oC g. Kelarutan

Terlarut bebas dalam benzena, karbon tetraklorida, kloroform, dan eter; larut dalam etanol (95%), heksana, dan propilen glikol; praktis tidak larut dalam air.


(33)

h. Stabilitas dan Kondisi Penyimpanan

Asam stearat merupakan bahan yang stabil; dan juga dapat ditambahkan antioksida; Disimpan wadah di tempat yang sejuk dan kering.

i. Inkompatibilitas

Asam stearat tidak kompatibel dengan kebanyakan logam hidroksida dan juga mungkin dengan basa, zat pereduksi, dan oksidator.

2.10.2 Gliserin (Rowe, 2009) a. Struktur Molekul

Gambar 2.8 Struktur Molekul Gliserin b. Rumus Empiris dan Berat Molekul

C3H8O3 BM: 92,09

c. Kategori Fungsional Emollient; humektan.

d. Aplikasi dalam Formulasi dan Teknologi Farmasi

Dalam formulasi farmasi topikal dan kosmetik, gliserin digunakan terutama untuk humektan dan sifat emolien. Gliserin digunakan sebagai pelarut atau cosolvent dalam krim dan emulsi.

e. Deskripsi

Gliserin adalah, tidak berwarna, tidak berbau, kental, cairan higroskopis jelas; memiliki rasa manis, kira-kira 0,6 kali semanis sukrosa.

f. Stabilitas dan Kondisi Penyimpanan

Gliserin bersifat higroskopis. Gliserin murni tidak rentan terhadap oksidasi oleh atmosfer di bawah kondisi penyimpanan biasa, tetapi terurai pada pemanasan. Campuran dari gliserin dengan air, etanol (95%), dan propilen glikol stabil secara kimiawi. Gliserin dapat


(34)

mengkristal jika disimpan pada suhu rendah; kristal tidak meleleh sampai hangat untuk 20oC. Gliserin harus disimpan dalam wadah kedap udara, di tempat yang sejuk dan kering.

g. Inkompatibilitas

Gliserin dapat meledak jika dicampur dengan oksidator kuat seperti kromium trioksida, potasium klorat, atau kalium permanganat. Dalam larutan encer, hasil reaksi pada tingkat yang lebih lambat dengan beberapa produk oksidasi yang terbentuk. Hitam warna gliserin terjadi di hadapan cahaya, atau kontak dengan seng oksida atau dasar bismuth nitrat.

2.10.3 Setil Alkohol (Rowe, 2009) a. Struktur Molekul

Gambar 2.9 Struktur Molekul Setil Alkohol

b. Rumus Empiris dan Berat Molekul

C16H34O

BM : 242.44

c. Kategori Fungsional

Agen pengemulsi dan agen pengeras.

d. Aplikasi dalam Formulasi dan Teknologi Farmasi

Dalam lotion, krim, dan salep, setil alkohol digunakan karena emolien yang, penyerapan air, dan sifat pengemulsi. Hal ini meningkatkan stabilitas, memperbaiki tekstur, dan meningkatkan konsistensi. Sifat emolien terjadi karena penyerapan dan retensi setil alkohol di epidermis dimana ia melumasi dan melembutkan kulit.

e. Deskripsi

Setil alkohol berbentuk lilin, serpihan putih, butiran, atau kubus. Memiliki bau khas yang samar dan rasa hambar.


(35)

f. Sifat Khas

Titik Didih 316–344oC dan Titik Leleh 45-52oC g. Kelarutan

Terlarut bebas dalam etanol (95%) dan ether, kelarutan meningkat dengan meningkatnya suhu; praktis tidak larut dalam air. Larut bila dilelehkan dengan lemak, cairan dan parafin padat, dan isopropil miristat.

h. Stabilitas dan Kondisi Penyimpanan

Setil alkohol stabil dengan adanya asam, alkali, cahaya, dan udara; tidak menjadi tengik. Setil alkohol harus disimpan dalam wadah yang tertutup di tempat yang sejuk dan kering.

i. Inkompatibilitas

Tidak kompatibel dengan oksidator kuat.

2.10.4 Trietanolamin (Rowe, 2009) a. Struktur Molekul

Gambar 2.10 Struktur Molekul Trietanolamin b. Rumus Empiris dan Berat Molekul

C6H15NO3 BM: 149.19

c. Kategori Fungsional

Agen pengemulsi; agen pengalkali.

d. Aplikasi dalam Formulasi dan Teknologi Farmasi

Banyak digunakan dalam formulasi farmasi topikal, terutama dalam pembentukan emulsi.

e. Deskripsi

Trietanolamin adalah cairan kental berwarna kuning jernih, tidak berwarna pucat memiliki bau amonia sedikit. Ini adalah campuran dari basis, terutama 2,2’,β’’-nitrilotriethanol, meskipun juga mengandung β,β’


(36)

-iminobisethanol (dietanolamina) dan jumlah yang lebih kecil dari 2- aminoethanol (monoethanolamine).

f. Sifat Khas

Titik didih: 335oC; Titik beku: 21,6oC; Titik leleh: 20 – 21oC. g. Stabilitas dan Kondisi Penyimpanan

Trietanolamin dapat berubah coklat pada paparan udara dan cahaya. 85, trietanolamin cenderung stratifikasi bawah 15oC; homegenisitas dapat dikembalikan dengan pemanasan dan pencampuran sebelum digunakan. Triethanolamine harus disimpan dalam wadah kedap udara terlindung dari cahaya, di tempat yang sejuk dan kering.

h. Inkompatibilitas

Trietanolamin adalah amina tersier yang berisi kelompok hidroksi; ia mampu menjalani reaksi khas amina tersier dan alkohol. Triethanolamine akan bereaksi dengan asam mineral untuk membentuk garam kristal dan ester. Dengan asam lemak lebih tinggi, trietanolamina membentuk garam yang larut dalam air dan memiliki karakteristik sabun. Triethanolamine juga akan bereaksi dengan tembaga untuk membentuk garam kompleks. Perubahan warna dan curah hujan dapat terjadi dengan adanya garam logam berat.

2.10.5 Metil Paraben (Rowe, 2009) a. Struktur Molekul

Gambar 2.11 Struktur Molekul Metil Paraben

b. Rumus empiris dan Berat Molekul C8H8O3 BM : 152,15

c. Kategori Fungsional Pengawet antimikroba.


(37)

d. Aplikasi dalam Formulasi dan Teknologi Farmasi

Metilparaben banyak digunakan sebagai pengawet antimikroba dalam kosmetik, produk makanan, dan formulasi farmasi paraben atau dengan agen antimikroba lainnya. Dalam kosmetik, Metilparaben adalah yang paling sering digunakan sebagai pengawet antimikroba.

e. Deskripsi

Metil Paraben merupakan kristal tidak berwarna atau bubuk kristal putih, tidak berbau atau hampir tidak berbau dan memiliki rasa sedikit terbakar f. Sifat Khas

Titik lebur 125-128oC g. Kelarutan

1 : 2 dalam etanol; 1 : 60 dalam gliserin; 1 : 3 dalam etanol (95%); 1 : 400 dalam air (20 0C); dan 1 : 10 dalam eter.

h. Stabilitas dan Kondisi Penyimpanan

Metil parabean menunjukan aktivitas antimikroba, pH 4-8 efikasi pengawet menurun dengan meningkatnya pH karena pembentukan anion prenolat. Disimpan dalam wadah tertutup rapat dan ditempat sejuk dan kering

i. Inkompatibilitas

Aktivitas antimikroba berkurang dengan adanya surfaktan nonionik, metyl parabean berubah warna dengan adanya besi dan terhidrolisis dengan adanya basa lemah dan asam kuat.

2.10.6 Propil Paraben (Rowe, 2009) a. Struktur Molekul


(38)

b. Rumus empiris dan Berat Molekul

C10H12O3

BM : 180.20

c. Fungsional Kategori Pengawet Antimikroba.

d. Aplikasi dalam Formulasi dan Teknologi Farmasi

Propil paraben banyak digunakan sebagai pengawet antimikroba dalam kosmetik, produk makanan, dan formulasi farmasi. Ini dapat digunakan sendiri, dalam kombinasi dengan ester paraben lain, atau dengan agen antimikroba lainnya. Ini adalah salah satu pengawet yang paling sering digunakan dalam kosmetik

e. Deskripsi

Propil paraben terjadi sebagai putih, kristal, tidak berbau, dan bubuk hambar.

f. Sifat Khas

Titik Didih 295oC dan Stabil pada pH 3-6 g. Kelarutan

Aseton : terlarut bebas; Etanol (95%) : 1 dalam 1.1; Etanol (50%) : 1 dalam 5,6; Eter : terlarut bebas; Gliserin : 1 dalam 250; Mineral oil : 1 dalam 3330; Minyak kacang tanah : 1 dalam 70; Propilen glikol : 1 dalam 3,9; Propylene glycol (50%) : 1 dalam 110; Air : 1 dalam 4350 pada 15oC; 1 dalam 2500; dan 1 dalam 225 di 80oC.

h. Stabilitas dan Kondisi Penyimpanan

Larutan propil paraben pada pH 3-6 dapat disterilkan dengan autoklaf, tanpa dekomposisi. Pada pH 3-6, larutan air yang stabil (kurang dari 10% dekomposisi) sampai sekitar 4 tahun pada suhu kamar, sedangkan larutan pada pH 8 atau lebih akan terhidrolisis cepat (10% atau lebih setelah sekitar 60 hari pada ruang suhu).

i. Inkompatibilitas

Aktivitas antimikroba dari propil paraben berkurang jauh di hadapan surfaktan non-ionik sebagai akibat dari micellization. Penyerapan propil paraben oleh plastik telah dilaporkan, dengan jumlah yang diserap


(39)

tergantung pada jenis plastik dan pembawa. Magnesium aluminium silikat, magnesium trisilikat, oksida besi kuning, dan Ultramarine biru juga telah dilaporkan untuk menyerap propil paraben, sehingga mengurangi efektivitas pengawet.

2.10.7 Aquades (Rowe, 2009)

a. Rumus empiris dan bobot molekul H2O

BM : 18,02 b. Deskripsi

Pemerian Cairan jernih, tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa c. Fungsional Kategori

Pelarut. d. Kelarutan

Dapat bercampur dengan pelarut polar lainnya e. Sifat Khas

D dan itik beku 0 C dan itik didi 100 C f. Stabilitas dan kondisi penyimpanan

Stabil disemua keadaan fisik (padat, cair, gas). Disimpan pada wadah yang dapat membatasi pertumbuhan mikroorganisme dan mencegah kontaminasi

g. Inkompatibilitas

Air dapat bereaksi dengan obat dan berbagai eksipien yang rentan akan hidrolisis pada peningkatan temperatur. Air bereaksi secara kuat dengan logam alkali dan bereaksi cepat dengan logam alkali tanah dan oksidanya seperti kalsium oksida dan magnesium oksida. Air juga bisa bereaksi dengan garam anhidrat menjadi bentuk hidrat.


(40)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Industri Agro, Laboratorium Formulasi Sediaan Padat, Laboratorium Penelitian II, dan Laboratorium Sediaan Steril Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Waktu penelitian dimulai pada bulan Februari sampai dengan September 2015.

3.2 Bahan dan Alat 3.2.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: spatula, batang pengaduk, labu ukur, pipet tetes, cawan penguap, kaca arloji, penangas air,

magnetic stirer, termometer, gelas ukur, gelas piala, timbangan, kertas perkamen, kertas whatmann no.42, object glass, wadah, kuvet, Viskometer Brookfield, pH Universal Indicator Paper, pH meter, Oven, Spektrofotometer UV-Vis, Mesh 20,

Sentrifuge, alat press hydraulic, vacuum filter, dan filter membrane.

3.2.2 Bahan Utama

Bahan utama yang digunakan adalah dedak padi. 3.2.3 Bahan Kimia

Bahabahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya: dedak, n-heksan, etil asetat, TEA, gliserin,asam stearat, setil alkohol, metil paraben, propil paraben, aquadest, dan air.

3.3 Prosedur Kerja 3.3.1 Preparasi Dedak Padi

Sampel bekatul didapatkan dari daerah Kampung Cijolang, Desa Linggasari, Kecamatan Darangdan, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Dedak yang didapat berasal dari jenis Padi Ciherang.

Untuk mendapatkan bekatul yang diinginkan, padi digiling menggunakan alat hiller yang ada. Padi digiling sampai didapatkan beras yang bersih dari


(41)

sekam dan bekatul, yaitu dua kali proses penggilingan. Setelah proses penggilingan selesai, bekatul diambil disimpan dalam wadah kering dan tertutup.

Dedak yang didapat lalu diayak menggunakan mesh 20 untuk menyamakan ukuran partikel serta untuk memisahkan dari bahan pengotor lainnya.

3.3.2 Pengolahan Minyak Dedak

3.3.2.1 Stabilisasi Dedak Padi (Nasir, 2009)

Dedak di stabilisasi dengan melakukan pemanasan menggunakan oven selama 15 menit dengan suhu 110oC.

3.3.2.2 Ekstraksi Dedak Padi dengan Metode Cold Press

(Sesuai Standar BBIA)

Dedak yang sudah di stabil lalu di ekstraksi menggunakan metode Cold Press. Dedak sebanyak 4kg di basahi menggunakan n-heksan sebanyak 4L dan dimasukkan ke alat press, alat ditekan untuk mendapatkan minyak mentah menggunakan sekrup jenis hydraulic. Setelah didapatkan larutan ekstrak, larutan lalu di evaporasi dengan suhu 40oC untuk memisahkan minyak dengan pelarut n-heksan. Dan didapatlah Crude Rice Bran Oil (CRBO).

CRBO yang didapat lalu di murnikan untuk memisahkan kandungan pati dan pengotor yang terdapat didalamnya. CRBO di saring menggunakan kertas saring whatmann no.42 pada corong buchner dan di vakum. Lalu minyak yang didapat dimasukkan ke dalam corong pisah dan dicampur dengan air panas. Kocok dan diamkan beberapa saat.

Akan terbentuk 3 fase yaitu minyak (atas), pati (tengah) dan air (bawah). Keluarkan fase bagian tengah dan bawah, sampai tersisa hanya fase minyaknya saja. Campurkan kembali minyak dengan air panas, lalu kocok kembali dan diamkan sampai terjadi pemisahan fase kembali. Dan pisahkan kembali minyak dari fase lainnya. Lalu minyak yang didapat di sentrifuge untuk memastikan ada atau tidaknya endapan (pati) yang tersisa. Maka didapatkan Rice Bran Oil (RBO). 3.3.3 Karakterisasi RBO (Sesuai Standar BALLITRO)

Minyak RBO yang didapat di karakterisasi dengan metode titrimeri sesuai standar BALLITRO untuk mendapatkan bilangan penyabunan, bilangan iod dan bilangan peroksida.


(42)

3.3.4 Formula Sediaan Krim (Iswindari, 2014)

Formula sediaan krim tabir surya, komposisi tiap formulasi dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 3.1 Formula Sediaan Krim

Fase Bahan Jumlah (%)

Formula 1 Formula 2 Formula 3

I

Rice Bran Oil - 10 10

Asam Stearat 12 12 12

Setil Alkohol 0,2 0,2 0,2

Propil Paraben 0,08 0,08 0,08

II

Trietanolamin 2 2 2

Gliserin 10 10 10

Metil Paraben 0,1 0,1 0,1

Aquadest Add 100% Add 100% Add 100%

Ket: Formula 2 menggunakan RBOTM dan Formula 3 menggunakan RBOcp.

3.3.5 Pembuatan Sediaan Krim (Iswindari, 2014)

Proses diawali dengan penimbangan bahan-bahan yang akan digunakan. Bahan-bahan yang larut dalam air (fase II) seperti trietanolamin, gliserin, metil paraben dicampur ke dalam aquades dan dipanaskan hingga 70oC. Pada bagian lain bahan-bahan yang tergolong fase minyak (Fase I) seperti RBO, asam stearat, setil alkohol dan propil paraben dicmpur dan dipanaskan pada temperatur yang sama yaitu 70oC.

Fase air kemudian ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam fase minyak dan dilakukan proses pengadukan dengan menggunakan homogenizer agar diperoleh sediaan krim yang homogen dengan kecepatan 2000 rpm selama 25 menit. Krim yang terbentuk kemudian dipindahkan dalam wadah dan dilakukan pendinginan pada suhu kamar hingga diperoleh sediaan krim yang mengental.


(43)

3.3.6 Evaluasi sediaan Krim

3.3.6.1 Uji Evaluasi Fisik (Sharon, 2013)

Evaluasi fisik sediaan krim yang dilakukan selama 21 hari meliputi pengamatan organoleptik krim, pengujian homogenitas, pengukuran pH, pengukuran viskositas dan pengujian stabilitas dengan metode sentrifugasi.

3.3.6.1.1 Pengamatan Organoleptis (Faradiba, 2013)

Pengamatan organoleptis sediaan krim meliputi pengamatan terhadap warna, tekstur, dan bau dari sediaan krim.

3.3.6.1.2 Pengukuran pH (Aswal, 2013)

Pengukuran pH menggunakan pH meter. Ditimbang sebanyak 0,5 gram krim dan dilarutkan dalam 50 mL aquadest, kemudian pH-nya diukur. Rentang toleransi pH krim berkisar antara 4,0 – 7,5.

3.3.6.1.3 Uji Homogenitas (Ditjen POM, 1979)

Pemeriksaan homogenitas dilakukan dengan menggunakan gelas objek. Sejumlah tertentu krim dioleskan pada kaca objek dan diamati adanya butiran kasar secara visual.

3.3.6.1.4 Pengukuran Viskositas (Elya, 2013)

Pengukuran viskosiitas dilakukan dengan menggunakan Viskometer HAAKE ViscoTester 6R. Sediaan diimpan dalam beaker glass 100 mL. Power alat ditekan dan alat akan mengkalibrasi terlebih dahulu kemudian dipilih spindel yang cocok dengan kecepatan 2 rpm.

3.3.6.1.5 Uji Stabilitas pada Suhu Kamar, dan Suhu 40±2oC (Djajadisastra, 2004 dengan modifikasi)

Tiap formula disimpan pada suhu kamar, dan suhu 40±2oC dan diukur parameter – parameter kestabilannya seperti bau, warna, pH dan viskositas selama 21 hari dengan pengamatan pada hari pertama dan hari ke 21.


(44)

3.3.6.1.6 Cycling Test (Djajadisastra, 2004)

Sampel disimpan pada suhu 4oC selama 24 jam lalu dipindahkan ke dalam oven bersuhu 40±2oC selama 24 jam, waktu selama penyimpanan dua suhu tersebut dianggap satu siklus. Uji stabilitas dilakukan sebanyak 6 siklus kemudian diamati ada tidaknya pemisahan fase dan inversi (Djajadisastra, 2004).

3.3.6.1.7 Uji Sentrifugal

Pengujian stabilitas dilakukan dengan menempatkan sampel krim ke dalam tube sentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 10 menit (Iswindari, 2014).

3.3.6.2 Uji In Vitro Nilai SPF Sediaan Krim (Mokodompit, 2013)

Penentuan efektivitas tabir surya dilakukan dengan menentukkan nilai SPF secara in vitro dengan alat spektrofotometer UV-Vis. Krim di encerkan 4000 ppm, dengan mengambil masing-masing 0,1 gram dan dilarutkan dalam etil asetat sebanyak 25mL lalu dicampur hingga homogen. Sebelumnya spektoftometer dikalibrasi menggunakan etil asetat.

Sebany ak 1 mL sampel dimasukkan kedalam kuvet lalu dimasukkan dalam spektofotometer UV-Vis untuk proses kalibrasi. Buat kurva serapa uji dalam kuvet, dengan panjang gelombang antara 290-320 nm, gunakan etil asetat sebagai blanko. Tetapkan serapan rata-ratanya (Ar) dengan interval 5 nm.

Hasil absorbansi dicatat kemudian dihitung nilai SPFnya dengan rumus sebagai berikut: (Theresia, 2010)

(i) AUC = ( )(λn+1–λn) (ii) AUC = L1+L2+L3+L4+L5

(iii) LogSPF = (

) x 2


(45)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Preparasi Dedak Padi

Padi digiling dengan alat penggiling untuk memisahkan beras dengan sekam. Hasil penggilingan pertama menghasilkan beras yang masih terbalut dengan dedak, lalu digiling kembali untuk memisahkan dedak dari beras tersebut. Dedak yang didapat lalu diayak menggunakan mesh 20 untuk

menyamakan ukuran partikelnya yaitu ≤ 0,510 mm sekaligus untuk memisa kan

dari pertikel pengotor yang masih tercampur seperti sekam dan kotoran lainnya.

4.2 Pengolahan Minyak Dedak

Menurut Hadipernata (2007), pengolahan minyak dedak meliputi dua faktor penting yaitu stabilisasi dan ekstraksi.

4.2.1 Stabilisasi Dedak Padi

Menurut Hadipernata (2007), stabilisasi dengan panas menyebabkan enzim lipase dalam dedak terdeaktivasi pada pada suhu 100o – 120oC dalam waktu beberapa menit. Dedak padi di stabilisasi dengan pemanasan menggunakan oven dengan suhu 110oC selama 15 menit, karena Nasir (2009) mengungkapkan bahwa itu adalah waktu stabilisasi dedak yang optimal. Stabilisasi dilakukan bertujuan untuk menghancurkan enzim lipase yang terdapat didalam dedak sehingga rendemen minyak meningkat dan kadar asam lemak bebas menurun.

4.2.2 Ekstraksi Dedak Padi Dengan Metode Cold Press

Dedak yang sudah stabil lalu diekstraksi menggunakan metode Cold Press. Dedak sebanyak 4kg dibasahi menggunakan n-heksan sebanyak 2L dan diaduk agar pembasahannya merata. Dedak yang sudah dibasahi lalu dimasukkan kedalam kain dan dimasukkan pada wadah alat press, alat ditekan untuk mendapatkan minyak mentah menggunakan sekrup jenis hydraulic. Ampas dedak yang sudah digunakan dibasahi kembali dengan n-heksan 2L dan lakukan metode


(46)

press seperti yang sudah dilakukan sebelumnya, lalu didapatlah ekstrak n-heksan minyak dedak (EkstraknRBO).

Menurut Hadipernata (2007), ekstraksi dengan menggunakan pelarut mudah menguap merupakan cara terbaik untuk mengambil minyak, dan pelarut yang dapat digunakan adalah etanol dan n-heksan. Pada penelitian ini pelarut yang digunakan adalah n-heksan, sesuai dengan apa yang dikatakan Patel dan Naik (2004), bahwa n-heksan bisa digunakan sebagai pelarut untuk mengekstrak minyak dari dedak padi. Dan penelitian Nasir (2009) menunjukkan bahwa persentase Crude Rice Bran Oil (CRBO) yang dihasilkan dengan pelarut n-heksan lebih tinggi dibanding dengan menggunakan pelarut etanol. Rendemen CRBO sebesar 17,055%, sesuai pernyataan Hadipernata(2007), bahwa minyak dedak kadarnya kurang dari 25%. Pada penelitian yang dilakukan Nasir (2009), ekstraksi dedak padi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang sama mendapatkan rendemen CRBO sebesar 18,34%.

Perhitungan Rendemen CRBO (Nasir, 2009): % CRBO =

x 100%

=

gr x 100% % CRBO = 17,055 %

Selanjutnya minyak dedak hasil ekstraksi dipisahkan dari pelarut melalui penguapan. Setelah didapatkan larutan ekstrak n-heksan, larutan lalu dievaporasi dengan suhu 40oC untuk memisahkan minyak dengan pelarut n-heksan

Murnikan CRBO yang sudah didapat untuk memisahkan kandungan pati dan pengotor yang terdapat didalamnya. CRBO di saring menggunakan kertas saring whatmann no.42 pada corong buchner dan di vakum. Lalu minyak yag didapat dimasukkan ke dalam corong pisah dan dicampur dengan air panas. Kocok dan diamkan beberapa saat.

Akan terbentuk 3 fase yaitu minyak (atas), pati (tengah) dan air (bawah). Setelah fase terpisah sempurna, pisahkan fase minyak. Lalu minyak yang didapat di sentrifuge untuk memisahkan sisa kandungan pati yang tersisa di dalam minyak. Didapatkan Rice Bran Oil (RBOcp) dengan bentuk cairan berwarna coklat yang beraroma khas dedak.


(47)

Tabel 4.1 Hasil Ekstraksi RBOcp

Sampel Keterangan

Berat Dedak Awal 4 Kg

Berat Minyak Dedak 267,19 Gr

Rendemen CRBO 17,055 %

Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Organoleptis RBOcp

Organoleptis

Warna Coklat

Bentuk Larutan

Bau Bau Dedak

4.3 Karakterisasi RBOcp

RBO yang didapat di karakterisasi dengan metode titrimeri sesuai standar BALLITRO untuk mendapatkan bilangan penyabunan, bilangan iod dan bilangan peroksida.

Tabel 4.3 Hasil Karakterisasi RBOcp

Sampel Jenis Pengujian /

Pemeriksaan

Hasil Pengujian /

Pemerikaan Metode Pengujian

Rice Bran Oil

1. Bilangan Penyabunan 2. Bilangan Iod

3. Bilangan Peroksida (m/kg)

184,32 91,88

22,15 Titrimetri

Bilangan penyabunan RBO yang didapat sebesar 184,32 yang menyatakan bahwa hasil sesuai dengan range yang ada menurut FAO yaitu sebesar 180-195.

Bilangan Iod yang didapat sebesar 91,88, dimana nilai itu masih termasuk dalam range. FAO menyatakan bahwa RBO memiliki nilai penyerapan iod dengan range 90 – 105, dimana berisi 29 – 42 % asam linoleat dan 0,8 – 1,0 % asam linolenat. Hal ini menyatakan bahwa RBO adalah minyak yang kaya akan vitamin E dan berbagai sterol.

ASA (2000), menyatakan bahwa mutu dari suatu minyak dapat diketahui dari rasa dan aromanya. Salah satunya adalah ketengikan atau adanya peroksida. Peroksida merupakan suatu tanda adanya pemecahan atau kerusakan paa minyak


(48)

karena terjadi oksidasi yang menyebabkan aroma tengik pada minyak. Semakin tinggi bilangan peroksda maka semakin tinggi tingkat ketengikan suatu minyak.

Wildan (2002), mengatakan bahwa bilangan peroksida pada nilai diatas 50 sudah menunjukkan ketengikan, yang berarti RBO tidak menunjukkan ketengikan karena bilangan peroksida yang didapat adalah sebesar 22,15.

4.4 Hasil Pembuatan Sediaan Krim

Krim dibuat tiga formulasi, dimana formulasi pertama hanya basis krim tanpa adanya kandungan minyak dedak padi. Formulasi kedua mengandung minyak dedak padi yang dijual dipasaran (RBOTM). Dan formulasi ketiga mengandung minyak dedak padi hasil ekstraksi menggunakan metode cold press

(RBOcp).

Tabel 4.4 Formula Sediaan Krim

Fase Bahan

Jumlah (%)

Formula 1 Formula 2 Formula 3

I

Rice Bran Oil - 10 10

Asam Stearat 12 12 12

Setil Alkohol 0,2 0,2 0,2

Propil Paraben 0,08 0,08 0,08

II

Trietanolamin 2 2 2

Gliserin 10 10 10

Metil Paraben 0,1 0,1 0,1

Aquadest Add 100% Add 100% Add 100%

Ket: Formula 2 menggunakan RBOTM dan Formula 3 menggunakan RBOcp.

4.5 Hasil Evaluasi Fisik Krim Rice Bran Oil

4.5.1 Hasil Uji Organoleptis

Hasil pengamatan organoleptis krim RBO pada F1, F2, dan F3 pada hari ke-0 menunjukkan bahwa F1 menunjukkan warna putih transparan dengan bau khas base krim serta tekstur yang lembut dan tidak terasa lengket, F2 menunjukkan warna putih dengan bau khas RBO serta tekstur yang lembut dan tidak terasa lengket, F3 menunjukkan warna putih gading dengan bau khas RBO yang lebih pekat serta tekstur yang lembut dan tidak terasa lengket.


(49)

Setelah dilakukan penyimpanan selama 21 hari tidak ada perubahan yang signifikan pada ketiga formulasi, hasil pengujian organoleptis menunjukkan bahwa F1 menunjukkan warna putih transparan dengan bau khas base krim serta tekstur yang lembut dan tidak terasa lengket, F2 menunjukkan warna putih dengan bau khas RBO serta tekstur yang lembut dan tidak terasa lengket, F3 menunjukkan warna putih gading dengan bau khas RBO yang lebih pekat serta tekstur yang lembut dan tidak terasa lengket.

Tabel 4.5 Hasil Pengamatan Organoleptis Hari Ke – 0

Hari Ke – 0 Formulasi

Organoleptis

Warna Bau Tekstur

F1 Putih Transparan Base Krim Lembut, tidak terasa lengket

F2 Putih Bau RBO Lembut, tidak terasa lengket

F3 Putih Tulang Bau RBO lebih pekat Lembut,tidak terasa lengket

Tabel 4.6 Hasil Pengamatan Organoleptis Hari Ke – 21

Hari Ke – 21 Formulasi

Organoleptis

Warna Bau Tekstur

F1 Putih Transparan Base Krim Lembut, tidak terasa lengket

F2 Putih Bau RBO Lembut, tidak terasa lengket

F3 Putih Tulang Bau RBO lebih pekat Lembut,tidak terasa lengket

4.5.2 Hasil Uji Homogenitas

Pada hari ke–0, krim RBO formulasi 1, 2, dan 3 menunjukkan bahwa krim homogen. Pada hari ke–21, krim RBO formula 2 dan 3 menunjukkan homogen. Dan pada formulasi 1 menjadi tidak homogen dikarenakan adanya partikel-partikel kecil zat padat yang memisah. Dicurigai hal tersebut terjadi karena masuknya udara dalam sediaan pada saat pembuatan. Menurut Lachman (1994),


(50)

homogenitas sistem emulsi dipengaruhi oleh teknik atau cara pencampuran yang dilakukan serta alat yang digunakan pada proses emulsi tersebut. Pengadukan juga dapat memecah emulsi. Pengadukan dengan kecepatan tinggi dapat menyebabkan masuknya udara ke dalam produk, tetapi pencampuran yang lambat tidak dapat membentuk emulsi yang baik.

Tabel 4.7 Hasil Uji Homogenitas

Krim RBO

Homogenitas

Hari Ke – 0 Hari Ke – 21 Cycling Test

Suhu Ruang Suhu Tinggi

F1 + - + +

F2 + + + +

F3 + + + +

Keterangan: (+) homogen, (-) tidak homogen

4.5.3 Hasil Pengukuran pH

Semua nilai pH yang didapat pada saat pembuatan awal tidak sesuai dengan pH kulit. Menurut Tranggono (2007) nilai pH sediaan harus mendekati nilai pH kulit yaitu 4,5 – 6,5. Nilai pH krim RBO F1, F2, dan F3 pada hari ke-0 berturut – turut yaitu 7,364, 7,417, dan 7,26. Terjadi perubahan pH pada ketiga formulasi setelah dilakukan penyimpanan pada hari ke-21 suhu ruang, hari ke-21 suhu tinggi dan pengujian cycling test. Sediaan yang mempunyai pH terlalu basa akan menyebabkan kulit menjadi bersisik (Sharon, 2013). Nilai pH yang basa tersebut kemungkinan disebabkan karena proses penyimpanan dan lingkungan saat dilakukan pengujian. Diperlukan preformulasi sediaan untuk mendapatkan pH sediaan krim yang sesuai dengan pH kulit.

Tabel 4.8 Hasil Pengukuran pH

Formula Hari Ke-0

Hari Ke-21

Cycling Test

Suhu Ruang Suhu Tinggi

I 7,364 8,84 8,138 8,452

II 7,417 8,392 8,524 8,058


(51)

4.5.4 Hasil Pengukuran Viskositas

Viskositas cairan akan menurun jika temperatur dinaikkan (Sinko, 2011). Pada hari ke-0 nilai viskositas krim RBO F1, F2, dan F3 berturut-turut adalah 129160 cPs, 186500 cPs, dan 179600 cPS. Setelah dilakukan penyimpanan selama 21 hari, viskositas krim RBO berubah yaitu berturut-turut 138110 cPs, 194100 cPs, dan 126100 cPs. Menurut Lachman (1994), peningkatan viskositas disebabkan oleh adanya bulatan gumpalan. Pada F3 viskositas menurun, yang disebabkan oleh efek akibat proses homogenisasi. Ketidaksesuaian hasil dengan teori yang ada kemungkinan disebabkan karena saat proses pengujian, dimana suatu molekul dalam aliran dapat berbalik, berputar, dan bermanuver dalam suatu ruang (Sinko, 2011).

Tabel 4.9 Hasil Pengkuran Viskositas

Formulasi Hari Ke – 0 Hari Ke – 21 Cycling Test

Suhu Ruang Suhu Tinggi

F1 129160 138110 133690 144010

F2 186500 194100 174100 164800

F3 128700 126100 172600 149500

4.5.5 Hasil Uji Sentrifugal Krim RBO

Menurut Lachman (1994), jika suatu emulsi membentuk krim ke atas (naik ke atas) atau membentuk krim ke bawah (endapan), emulsi bisa tetap dapat diterima secara farmasetik selama emulsi tersebut dapat dibentuk kembali dengan pengocokkan biasa, tetapi dalam kosmetik pembentukkan krim biasanya tidak dapat diterima. Hasil pengujian stabilitas pada Krim RBO F1, F2, dan F3 ini menunjukkan tidak adanya pemisahan fase pada semua uji.

Tabel 4.10 Hasil uji Sentrifugal

Krim RBO

Pemisahan

Hari ke – 0 Suhu Ruang

Hari ke – 21

Suhu Tinggi

Hari ke -21 Cycling Test

F1 - - - -

F2 - - - -

F3 - - - -


(52)

4.6 Hasil Uji Nilai SPF Dengan Metode In Vitro

Berdasarkan data yang diperoleh hasil menunjukkan bahwa F1 yang hanya berupa base krim tidak mempunya keefektifan sebagai tabir surya karena mempunyai nilai dibawah nilai proteksi minimal. F2 yang mengandung minyak

rice bran oil yang di jual di pasaran diketahui mempunyai kandungan γ-oryzanol

sebesar 229mg/100ml juga tidak mempunyai keefektifan sebagai tabir surya karena nilai tidak mencapai nilai SPF minimal. F3 menggunakan minyak rice bran oil yang dibuat dari ekstraksi denga metode cold press memiliki keefektifan sebagai tabir surya tetapi hanya termasuk dalam kategori proteksi minimal. Dimana menurut Wilkinson dan Moore (1982), kategori proteksi tabir surya minimal mempunyai rentang nilai SPF dari 2 – 4. Nilai SPF pada F3 tersebut belum bisa dikatakan karena mengandung γ-oryzanol, sebab belum dilakukan pengujian untuk mengetahui kandungan senyawa RBOcp, dan hal itu kemungkinan terjadi karena banyaknya senyawa kompleks yang terdapat di dalam RBOcp.

Tabel 4.11 Hasil Uji Nilai SPF

Pengujian Nilai SPF

F1 (base krim) F2 (RBOTM) F3 (RBOcp)

Hari ke – 0 1,024856 1,232318 2,074319

Hari Ke – 21 Suhu Ruang 0,86165 1,036597 2,16277

Hari Ke – 21 Suhu Tinggi 1,07014 1,300337 2,466987


(53)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Ketiga formulasi sediaan krim tidak stabil secara fisik. Sediaan krim yang mengandung 10% RBOcp yang diekstraksi dengan metode cold press

mempunyai nilai SPF yang menunjukkan bahwa sediaan krim mempunyai proteksi UV yang minimal, sedangkan nilai SPF krim dengan kandungan RBOTM 10% tidak mempunyai efektivitas proteksi tabir surya.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan identifikasi kandungan senyawa minyak rice bran oil

dengan HPLC.

2. Perlu dilakukan optimasi formulasi untuk mendapatkan sediaan yang stabil dan untuk mendapatkan pH sediaan yang sesuai dengan pH kulit.

3. Perlu dilakukan pengujian secara in vivo untuk mengetahui efektivitas tabir surya pada krim rice bran oil.

4. Perlu dilakukan pengujian menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada rentang panjang gelombang 300-400 nm.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Nurdiansyah. 2003. Ekstraksi Minyak dari Dedak Padi dengan Pelarut n-Hexane. Proceeding Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia.

Yogyakarta.

Ando, Y. 1982. Fragrance Journal, No. 53, 125-6.

AKK., 1990. Budidaya Tanaman Padi. Yogyakarta: Kanisius.

Anief, M. 1994. Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Anief, M., 1999. Sistem Dispersi, Formulasi Suspensi dan Emulsi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Ansel, Howard. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Famasi. Jakarta: UI Press. Anwar, Effionora. 2012. Eksipien dalam Sediaan Farmasi (Karakterisasi dan

Aplikasi). Jakarta: Dian Rakyat.

ASA. 2000. Feed Quality Managemeng Workshop. Penentuan Bilangan Peroksida. Ciawi.

Aswal, A., Kalra, M., & Rout, A. 2013. Preparation and Evaluation of Polyherbal Cosmetic Cream. Der Pharmacia Lettre.

Badan Standarisasi Nasional Indonesia, 2008. Persyaratan Mutu Beras Giliing. SNI 01-6128-2008.

Badea, Nicoleta., Bogdan Stefan., Stan Roluca., Aurelia Meghea., Gabriela Niculae., & Ioana Lacatus. 2014. Rice Bran and Rasberry Seed Oil Based Nanocarriers With Self-Antioxidative Property as Safe Photoprotective

Formulations. Romania: PubMed.

Baumann, Leslie. 2009. Cosmetic Dermatology Principles and Practice 2nd. New York: McGraw Hill Companies Inc.

Bernardi, Daniela A., Tatiana A., Naira R., Josiane Bortoloto., Gisely S., Gustavo C., & Pedro A. 2011. Formation and Stability of Oil-in-Water Nanoemulsions Containing Rice Bran Oil: In Vitro and In Vivo Assessments. Journal of Nanobiotechnology. 9:44.

Butsat, Sunan., Siriamornpun, Sirithon. 2010. Antioxidant Capacities and Phenolic Compounds of the Husk, Bran and Endosperm of Thai Rice.


(55)

Chen, MH., Bergman, CJ. 2005. A Rapid Procedure for Analysing Rice Bran Tocopherol, Tocotrienol and Gamma Oryzanol Contents. Journal of Food Composition and Analysis. 18 : 139-151.

COLIPA. 2006. COLIPA Guidelines: International Sun Protection Factor Test Method.

Damayanthi, E., D. Muchtadi, H. Syarief, F. R. Zakaria, C. H. Wijaya dan D. S Darmadjati. 2003. Pengaruh Derajat Sosoh Terhadap Kandungan Gizi,

Serat, Pangan, dan Oryzanol Bekatul Padi (Oryza sative) Awet. Media

Gizi & Keluarga.

Damayanthi, E. dkk. 2004. Aktivitas Antioksidan Minyak Bekatul Padi Awet dan Fraksinya Secara In Vitro. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, Vol 15, No. 1, pp. 11-19

Damayanthi, E., L. T. Tjing, L. Arbianto. 2007. Rice Bran. Penerbit Swadaya, Jakarta.

Darmadjati. D.S. 1997. Masalah dan Upaya Peningkatan Kualitas Beras Ditinjau dari Aspek Pra dan Pasca Panen dalam Menghadapi Era Globalisasi. Makalah pada Seminar HUT BULOG ke-36. Jakarta

Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Elya, B., Dewi, R., & Budiman, M. H. 2013. Antioxidant Cream of Solanum lycopersicum L. International Journal of Pharmtech Vol. 5, No.1, pp. 233-238.

Faradiba., Attammi, Faisal., Maulida, Ruhama. 2013. Formulasi Krim Wajah Dari Sari Buah Jeruk Lemon (Citrus lemon L.) Dan Anggur Merah (Vitis vinifera L.) Dengan Variasi Konsentrasi Emulgator. Majalah Farmasi dan Farmakologi, Vol. 17, No. 1, ISSN: 1410-7031.

FDA. 2009. Sunburn Protection Factor (SPF). Dapat diakses melalui

http://www.fda.gov/aboutfda/centersoffices/officeofmedicalproductsandto bacco/cder/ucm106351.htm.


(56)

Fourneron, J. D., et al. 1999. Sur la measure in vitro de la protection solaire de cremes cosmetiues. Paris: C. R. Acad. Sci.

Ghosh, M. 2007. Review on Recent Trends in Rice Bran Oil Processing. Journal

of the American Oil Chemist’s Society.

Hadipernata, M. 2007. Mengolah Dedak Menjadi Minyak Rice Bran Oil. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 29, No. 4, 2007.

Ibata, Y. 1980. Fragrance Journal, 8 (6), 92-7

Iswindari, Desti. 2014. Formulasi dan Uji Aktivitas Antioksidan Krim Rice Bran Oil. Jakarta.

J, Parrish., K, Jaenicke., R, Anderson. 1982. Erythema and Melanogenesis Action

Spectra of Normal Human Skin. Photochem Photobiol; 36: 187-191.

Ju, Yi-Hsu dan Shaik Ramjan Vali. 2005. Rice Bran Oil as Potential Resources for Biodiesel: A Review. J. Scientific & Industrial Research. 64: 866-882. Kamimura, M., Takahashi S., & Sato S. 1964. Influence of γ-Oryanol on The Skin

Microcirculation. Vitamins, 30, 341-344.

Lachman, L., Lieberman, H. A., Kanig, J. L. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri II. Jakarta: UI Press.

Mansur, L. S., et al. 1986. Determination of Sun Protection Factor For

Spectrophotometry. Rio de Janeiro: An. Bran. Dermatologhy.

Marshall, et al. 1994. Rice science and Technology. New York : Marcel Dekker , Inc.

McKinlay, A. & Diffey, B. (1987). A References spectrum for Ultraviolet Induced Erythema in Human Skin.

Mokodompit, A. N., Edy, H. J., Wiyono, E. 2013. Penentuan Nilai Sun Protection Factor (SPF) Secara In Vitro Krim Tabir Surya Ekstrak Etanol Kulit Alpukat. Pharmacon Vol. 2 No. 03. ISSN 2302-2493

Nasir, Subriyer., Fitriyanti., & Kamila, Hilma. 2009. Ekstraksi Dedak Padi Menjadi Minyak Mentah Dedak Padi (Crude Rice Bran Oil) dengan Pelarut

N-Hexane dan Ethanol. Jurnal Teknik Kimia No.2, Vol. 16.

Nursalim, Y. & Z. Y. Razali. (2007). Bekatul Makanan yang Menyehatkan.


(57)

Panda, H. 2000. Herbal Cosmetics Handbook. India: Asia Pasific Business Press Inc.

Pakki, Ermina. Fatmawaty, Aisyah. Aswad, M. Fauziah N. dan Sumarheni. 2010.

Uji Kestabilan Fisik Krim Minyak Dedak Padi Menggunakan Emulgator Nonionik. Fakultas Farmasi Universitas Hasanudin Makassar.

Patel, M. and Naik, S. N. 2004. Gamma-Oryzanol From Rice Bran Oil - A Review. Journal of Scientific and Industrial Research. 63, 569-578

Rong, N., Ausman L. M., & Nicolosi R. J. 1997. Oryzanol Decreases Cholesterol Absorption and Aortic Fatty Streaks in Hamsters, Lipids.

Rowe, R.C., Sheskey P. J., & Owen S. C. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th edition. London: Pharmaceutical Press.

Setiawan, Tri. 2010. Uji Stabilitas Fisik dan Penentuan Nilai SPF Krim Tabr Surya Yang Mengandung Ekstrak Daun Teh Hijau (Camelia sinensis L.),

Oktil Metoksisinamat dan Titanium Dioksida. FMIPA UI.

Shaath, N. A. 1990. The Chemistry of Sunscreens, in Sunscreen: Development,

Evaluation, and Regulatory Aspect. New York: Marcel Dekker Inc.

Shaath, N. A. 2005. Sunscreen 3rd Ed. New York: Taylor & Francis Group. Sharon, N., Anam, S., & Yuliet. 2013. Formulasi Krim Ekstrak Etanol Bawang

Hutan (Eleutherine palmifolia L. Merr). Journal of Natural Sciences. Vol 2(3): 111-122.

Singanusong, R. Junsangsree, P. Noitup, P. Katsri, K. 2014. Physical, Chemical and Microbiological Properties of Mixed Hydrogenated Palm Kernel Oil and Cold-Pressed Rice Bran Oil As Ingredients In Non-Dairy Creamer. Natural Resources and Environment, Naresuan University, Mueang, Phitsanulok, 65000 Thailand. Songklanakarin J. Sci. Technol. 36 (1), 73-81, Jan. - Feb. 2014

Sinko, Patrick J. 2011. Martin’s Physical Pharmacy and Pharmaceutical

Sciences. Jakarta: EGC.

Soeratri, W., Hadinoto, I., & Anastasia, T. Penentuan Nilai SPF In Vitro Sediaan Krim Tabir Surya Matahari Etilheksil-p-metoksisinamat dan Oksibenson.


(1)

Lampiran 8. Perhitungan Nilai SPF Krim Hari Ke-21 Perhitungan formula I, sebagai berikut:

(i) AUC = ( )(λn+1–λn) L1 = ( )(295 - 290) = - 0,15

L2 = ( )(300 - 295) = - 0,165

L3 = (

)(305 - 300) = - 0,165

L4 = (

)(310 - 305) = - 0,165

L5 = ( )(315 - 310) = - 0,1625

L6 = ( )(320 - 315) = - 0,16

(ii) ∆AUC = L1+L2+L3+L4+L5+L6

= -0,15 + -0,165 + -0,165 + -0,165+ -0,1625+ -0,16 = -0,9675

(iii) LogSPF = (

) x FP = (

) x 2

= -0,0645

(iv) SPF = Arc . Log SPF

= 0,86198

Perhitungan formula II, sebagai berikut:


(2)

L3 = ( )(305 - 300) = 0,0325

L4 = ( )(310 - 305) = 0,03

L5 = ( )(315 - 310) = 0,0375

L6 = ( )(320 - 315) = 0,05

(ii) ∆AUC = L1+L2+L3+L4+L5+L6

= 0,0625 + 0,02 + 0,0325 + 0,03 + 0,0375 + 0,05 = 0,2325

(iii) LogSPF = (

) x FP = (

) x 2

= 0,0155

(iv) SPF = Arc . Log SPF

= 1,03633

Perhitungan formula III, sebagai berikut:

(i) AUC = ( )(λn+1–λn)

L1 = ( )(295 - 290) = 0,785

L2 = (

)(300 - 295) = 0,7875

L3 = (

)(305 - 300) = 0,79

L4 = (

)(310 - 305) = 0,8175

L5 = ( )(315 - 310) = 0,875


(3)

(ii) ∆AUC = L1+L2+L3+L4+L5+L6

= 0,785 + 0,7875 + 0,79 + 0,8175 + 0,875 + 0,94 = 4,995

(iii) LogSPF = (

) x FP = (

) x 2

= 0,333

(iv) SPF = Arc . Log SPF


(4)

Lampiran 9. Hasil Pengamatan Organoleptis

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

Keterangan: (a) F1 hari ke-0; (b) F2 hari ke-0; (c) F3 hari ke-0; (d) F1 hari ke-21; (e) F2 hari ke-21; (f) F3 hari ke-21.


(5)

Lampiran 10. Hasil Uji Homogenitas

(a) (b)

(c) (d)

Keterangan: (a) hari ke-0; (b) hari ke-21 suhu ruang; (c) hari ke-21 suhu tinggi; (d) cycling test.


(6)

Lampiran 11. Hasil Uji Sentrifugal

(a) (b)

(c) (d)

Keterangan: (a) hari ke-0; (b) hari ke-21 suhu ruang; (c) hari ke-21 suhu tinggi; (d) cycling test.