1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pada era globalisasi sekarang ini, kesadaran masyarakat dunia akan pentingnya pelestarian lingkungan semakin meningkat, hal ini dicetuskan oleh
adanya kekhawatiran akan terjadinya bencana yang dapat mengancam lingkungan hidup yang bukan hanya sekedar kesehatan tetapi juga pada kelangsungan hidup
manusia dan keturunannya. Bukti-bukti yang ditunjukkan para pemerhati lingkungan dan ilmuwan
seperti: penipisan lapisan ozon yang secara langsung memperbesar prevelensi kanker kulit dan berpotensi mengacaukan iklim dunia dan pemanasan global,
memperkuat alasan kekhawatiran tersebut. Bahkan sekarang, sampah menjadi masalah besar karena jumlah sampah yang semakin banyak dan banyaknya
sampah yang sulit didaur ulang. Kesadaran kehancuran sumber daya alam telah mengangkat masalah
perlindungan lingkungan, yang pada gilirannya telah menciptakan konsumsi ramah lingkungan yang disebut
“green consumerism” Moisander, 2007. Meningkatkan kesadaran pelanggan tentang isu-isu lingkungan dan peraturan
yang ketat diperkenalkan oleh pemerintah nasional, terutama di negara-negara industri maju membawa permintaan untuk produk ekologi ke dalam fokus yang
tajam Polonsky et al., 1998, Prothero, 1996. Sebagai isu perlindungan lingkungan telah mendapat perhatian, etika lingkungan telah berdampak pada
2 kegiatan konsumen Amerika Serikat Kangun et al., 1991; Martin dan Simintiras,
1995; Todd, 2004. Situasi seperti itu akhirnya memunculkan green consumerism. Green
consumerism adalah kelanjutan dari gerakan konsumerisme global yang dimulai dengan adanya kesadaran konsumen akan hak-haknya untuk mendapatkan produk
yang layak, aman, dan produk yang ramah lingkungan environment friendly Shaputra, 2013, oleh sebab itu produsen mulai beralih menggunakan bahan baku
produksi yang tidak merusak lingkungan atau bisa dikatakan menggunakan bahan baku yang ramah lingkungan. Perusahaan menerapkan isu-isu lingkungan hidup
sebagai salah satu strategi pemasarannya atau yang telah kita kenal sebagai green marketing Balawera, A. 2013. Adanya dinamika pasar serta perubahan orientasi
dan perilaku konsumen membuat para pemasar mencari cara-cara baru dalam memasarkan produk mereka Pinondang, 2013. Secara khusus, permintaan
konsumen Amerika Serikat telah menyebabkan peningkatan keanekaragaman kategori produk hijau, seperti deterjen, produk perawatan pribadi, dan elektronik
hemat energi Martin dan Simintiras, 1995; Schlegelmilch et al., 1996. Karena produk hijau telah mendapatkan popularitas di pasar, lebih banyak konsumen
telah mencari produk-produk hijau Nimse et al., 2007. Setelah sektor pangan, sektor perawatan pribadi menyumbang bagian kedua terbesar dari penjualan di
industri organik Amerika Serikat Organic Trade Association, 2006. DSouza et al. 2006 menyatakan bahwa kekhawatiran ekologi konsumen mungkin menjadi
faktor kunci dalam pemasaran produk kosmetik.
3 Kendati pertumbuhan cepat dalam penjualan produk organik dan
perawatan alami telah ditarik oleh kepentingan para peneliti, kebanyakan penelitian yang ada pada industri organik perawatan pribadi telah ditangani
dengan strategi pemasaran lebih ke perilaku konsumen. Tanpa pemahaman mendalam tentang perilaku konsumen untuk kategori produk ini, sulit untuk
merancang strategi pemasaran yang efektif. Meskipun ada banyak penelitian mengenai sikap konsumen dan perilaku pembelian produk hijau Chen, 2007;
Magnusson et al., 2001; Padel dan Foster, 2005; Zanoli dan Naspetti, 2002, studi ini telah berfokus terutama pada produk organik dan dilakukan di luar Amerika
Serikat. Dalam studi tahun 1992 dari 16 negara, lebih dari 50 konsumen di setiap
negara, selain Singapura, menunjukkan mereka peduli terhadap lingkungan Ottman, 1993. Studi tahun 1994 di Australia menemukan bahwa 84,6 dari
sampel percaya semua individu memiliki tanggung jawab untuk peduli terhadap lingkungan. 80 mengindikasikan bahwa mereka telah memodifikasi perilaku
mereka, termasuk perilaku pembelian mereka, karena alasan lingkungan. Pada pertengahan 1990-an minat green consumerism mulai melambat.
Mintel 1995 menindaklanjuti laporan lingkungan tercatat hanya sedikit peningkatan konsumen hijau sejak tahun 1990. Namun, Garau et al. 2005,
mengamati bahwa pasar untuk merek hijau tumbuh secara eksponensial di tingkat global. Sayangnya, tidak banyak penelitian telah difokuskan pada perspektif
konsumen dan strategi pemasaran yang dapat menggerakan mereka dari hanya kepedulian terhadap pembelian aktual. Literatur pemasaran mengakui bahwa
4 konsumen memainkan peran penting dalam memengaruhi organisasi dan pasar
Rivera-Camino, 2007. Meskipun ketertarikan besar dalam pemasaran hijau oleh para peneliti dan aktivis lingkungan, permintaan untuk merek hijau tidak setinggi
yang diharapkan. Mintel 1995, mengidentifikasi kesenjangan yang signifikan antara kepedulian dan pembelian aktual - gambaran yang direplikasi di penelitian
manajemen berikutnya Wong et al., 1998;. Peattie, 2001; Bangau, 2000. Rendahnya tingkat pembelian produk organik juga ditemukan oleh Julina
2013 yaitu banyak konsumen yang memiliki sikap positif terhadap lingkungan tetapi tidak berperilaku menurut sikap mereka. Terdapat beberapa alasan untuk
menjelaskan hal tersebut, yaitu harga produk hijau yang relatif lebih mahal, kesediaan produk hijau yang terbatas, kebiasaan konsumen yang sudah berakar,
penampilan produk hijau yang kurang menarik, serta terbatasnya informasi yang tersedia untuk produk hijau.
Perilaku konsumen dalam memutuskan untuk melakukan suatu tindakan membeli dan memakai produk yang ramah lingkungan tidak hanya dipengaruhi
oleh sikap sesorang, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor eksternal individu berupa ajakan atau saran dari orang-orang yang dianggap penting atau disebut norma
subjektif. Norma subjektif muncul melalui rasa percaya dan motivasi. Penelitian Marhaini 2008 menunjukkan bahwa sikap konsumen dan norma subjektif,
secara parsial maupun simultan berpengaruh signifikan terhadap niat dan perilaku konsumen. Penelitian Asmara dkk. 2012 mendapatkan bahwa kecenderungan
perilaku membeli ataupun mengkonsumsi produk organik lebih dikarenakan oleh
5 faktor pengaruh orang lain norma subjektif dibandingkan kepercayaan dan
evaluasi terhadap produk. Perilaku seseorang tidak terjadi begitu saja, ada faktor internal dari
individu itu sendiri yang mendorong untuk berperilaku, yang disebut sebagai kontrol perilaku. Kontrol perilaku persepsian yaitu perasaan seseorang mengenai
mudah atau sulitnya mewujudkan suatu perilaku Fishbein dan Ajzen, 1975. Rezai et al. 2012 menemukan bahwa kontrol perilaku persepsian berpengaruh
terhadap konsumsi produk hijau yaitu kontrol kepercayaan control belief bahwa produk hijau lebih berkualitas dan lebih sehat dan dapat menjaga kelestarian
lingkungan. Kontrol perilaku persepsian untuk membeli produk perawatan rambut dan kulit berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap niat beli produk-
produk tersebut. Makin kuat kontrol perilaku, maka makin kuat hubungan antara sikap dengan niat membeli produk hijau Kim dan Chung, 2011.
M enggemanya semangat “back to nature,” banyak perusahaan-perusahaan
yang mulai sadar akan keramahan lingkungan yaitu dengan saling berupaya menghadirkan produk kosmetik aman dikarenakan perusahaan khawatir akan
image perusahaan itu sendiri. Image perusahaan harus dibangun sebaik mungkin guna memberikan keamanan bagi konsumen yang menggunakan produk kosmetik
tersebut. Dengan memberikan keamanan kepada konsumen, maka dapat memengaruhi konsumen dari pemilihan produk kosmetik. Selain dapat
memengaruhi konsumen dalam hal pemilihan produk, dapat juga memengaruhi dari segi pemasaran produknya. Konsumen lebih memilih suatu produk yang
6 bertanggung jawab dan ramah terhadap lingkungan hidup serta didukung dengan
munculnya green consumerism. Banyak orang di seluruh dunia khususnya di Indonesia kini makin
menggandrungi produk-produk yang terbuat dari bahan alami dan proses produksinya tidak merusak alam. Dari sisi konsumen, sebagian besar konsumen di
Indonesia sudah mulai mempertimbangkan aspek lingkungan dari produk yang dibeli, meskipun dipastikan harga dari green product lebih mahal daripada produk
biasa, para konsumen tetap memilih green product yang dijamin mengenai keamanan dan kealamian bahan dasar yang digunakan dibandingkan dengan
produk biasa. Di Indonesia, dalam hal pemilihan produk kecantikan adalah sesuatu yang mudah namun ada beberapa hal yang menyebabkan pemilihan
menjadi susah. Hal tersebut dikarenakan para konsumen dihadapkan pada banyak nya pilihan yang dapat menyebabkan kebingungan dalam memilih produk
manakah yang ramah terhadap lingkungan dengan memiliki kualitas yang baik serta aman untuk digunakan. Jika salah dalam memilih produk kecantikan, maka
dapat berakibat yang cukup fatal bagi kesehatan dan keindahan kulit konsumen itu sendiri. Oleh sebab itu, PT. Mustika Ratu sebagai salah satu produk kosmetika
tradisional Indonesia yang saat ini sudah mencapai puncaknya berusaha untuk terus menyempurnakan dan mengembangkan setiap aspek usahanya. Bila dilihat
dari jumlah penduduk Indonesia yang besar, dan hampir lebih dari setengahnya adalah kaum wanita, Mustika Ratu mempunyai kesempatan untuk mendominasi
pasar kosmetika nasional dengan produk-produknya yang berbahan dasar alami.
7 Pendiri Mustika Ratu, BRA. Mooryati Soedibyo mempelajari
keterampilan meramu bahan-bahan alami sebagai jamu untuk perawatan kesehatan serta kecantikan sejak Beliau masih kecil dari dalam istana Keraton
Surakarta. Saat ini Mustika Ratu sendiri telah memiliki lebih dari 40 jenis jamu yang bermanfaat untuk pelangsing, penurun kolesterol, detoks, penurun asam urat,
mengatasi gangguang sulit tidur, jamu untuk perawatan khusus wanita, jamu untuk perawatan khusus pria, perawatan kesehatan mulut dan gigi, serta minuman
ready to drink kesehatan http:mustika-ratu.co.id
. Berdasarkan uraian di atas, tujuan utama dari studi ini adalah untuk
menguji perilaku pembelian konsumen terhadap produk perawatan pribadi organik dengan menggunakan Theory of Planned Behavior TPB oleh Ajzen
1985. Secara khusus, studi ini mempertimbangkan nilai-nilai konsumen sebagai anteseden dari sikap dan pengalaman masa lalu konsumen sebagai prediktor niat
membeli. Selain itu, untuk mengetahui pengaruh variabel intervening kontrol perilaku persepsian pada hubungan sikap-niat pembelian yang diteliti.
1.2. Rumusan Masalah Penelitian