Klasifikasi Anak Tunarungu Kajian Mengenai Anak Tunarungu

21 ditangkan melalui visualnya. Media pembelajaran yang dipergunakan untuk anak tunarungu hendaknya dibuat semenarik dan penuh warna- warni supaya anak tunarungu lebih mempunyai minat dalam belajar dan menjadikan apa yang ia pelajari dapat diterimanya secara maksimal.

3. Klasifikasi Anak Tunarungu

Haenudin 2013:62-63 menyebutkan, ketunarunguan secara anatomi fisiologis anak tunarungu dapat dikelompokan menjadi tiga jenis yaitu : a. Tunarungu hantaran atau konduksi, yaitu hambatan dalam indera pendengaran yang dikarenkan adanya gangguan atau tidak berfungsinya bagian-bagian dari telinga yang berfungsi sebagai penghantar getaran suara yang berada di telinga bagian tengah. b. Tunarungu syaraf atau sensorineural, yaitu hambatan dalam indera pendengaran yang dikarenkan adanya gangguan atau tidak berfungsinya bagian-bagian dari telinga pada bagian dalam syaraf pendengaran yang berfungsi untuk menyalurkan getaran ke pusat pendengaran pada Lobus Temporalis. c. Tunarungu campuran, yaitu hambatan dalam indera pendengaran yang dikarenakan adanya kerusakan pada bagian telinga yang berfungsi sebagai penghantar suara dan karena adanya kerusakan pada syaraf- syaraf telinga. Pendapat tersebut menjelaskan bahwa ketunarunguan secara anatomi dan fisiologis telinga dapat dibedakan berdasarkan letak kerusakan organ pendengaran yang dialami oleh anak. Letak kerusakan organ pendengaran 22 dibagi menjadi tiga bagian, yaitu kerusakan telinga bagian tengah, bagian dalam, dan campuran bagian tengah dan dalam. Berbeda dengan pendapat Uden dalam Murni Winarsih 2007:26-27 yang mengklasifikasikan ketunarunguan berdasarkan penguasaan bahasa terdapat dua macam yaitu : a. Tuli Pra bahasa, yaitu anak tunarungu yang menjadi tidak mendengar sebelum dikuasainya suatu bahasa usia 1,6 tahun artinya anak menyamakan tanda tertentu seperti mengamati, menunjuk, meraih dan sebagainya namun belum mampu membentuk sistem lambang. b. Tuli purna bahasa, yaitu anak tunarungu yang menjadi tidak mendengar setelah menguasai bahasa yaitu setelah menerapkan dan menguasai sistem lambang yang berada di lingkungan kehidupannya. Pendapat tersebut mengklasifikasikan ketunarunguan berdasarkan penguasaan bahasa yang dialami oleh anak seperti ketunarunguan yang dialami oleh anak sebelum dikuasainya suatu bahasa yang disebut dengan ketunarunguan pra bahasa dan purna bahasa yaitu ketunarunguan yang dialami oleh anak setelah dikuasainya sistem lambang bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Mohammad Efendi 2009: 59- 61 ditinjau dari kepentingan tujuan pendidikannya, secara terinci anak tunarungu dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut. a. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 20-30 dB slight losses 23 Ciri-ciri anak tunarungu pada rentangan tersebut antara lain: a kemampuan mendengar masih baik karena berada di garis batas antara pendengaran normal dan kekurangan pendengaran pada taraf ringan, b tidak mengalami kesulitan memahami pembicaraan dan mampu mengikuti sekolah umum, c dapat belajar bicara secara efektif melalui kemampuan pendengarannya, d perlu diperhatikan kekayaan perbendaharaan bahasanya supaya perkembangan bahasanya tidak terlambat, e disarankan menggunakan alat bantu dengar. b. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 30-40 dB mild losses Ciri-ciri kehilangan pendengaran pada rentangan tersebut antara lain: a dapat mengerti percakapan biasa pada jarak sangat dekat, b tidak mengalami kesulitan dalam mengepresikan isi hatinya, c tidak dapat menangkap suatu percakapan yang lemah, d kesulitan menangkap isi pembicaraan dari lawan bicaranya apabila berada pada posisi tidak searah dengan pandangannya, e perlu mendapatkan bimbingan yang baik dan intensif untuk menghindari kesulitan berbicara, f ada kemungkinan dapat mengikuti sekolah umum namun pada kelas permulaan sebaiknya di masukkan di sekolah khusus, g disarankan untuk menggunakan alat bantu dengar untuk menambah ketajaman daya pendengarannya. c. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 40-60 dB moderate losses 24 Ciri-ciri anak kehilangan pendengaran pada rentangan tersebut antara lain: a dapat mengerti percakapan keras pada jarak dekat kurang lebih satu meter, b sering tidak mengerti terhadap lawan bicaranya, c mengalami kelainan bicara terutama pada huruf konsonan, d kesulitan menggunakan bahasa dengan benar dalam percakapan, e perbendaharaan kosakatanya sangat terbatas. d. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 60-75 dB severe losses Ciri-ciri anak kehilangan pendengaran pada rentangan tersebut antara lain: a kesulitan membedakan suara, dan b tidak memiliki kesadaran bahwa benda-benda disekitarnya memiliki getaran suara. e. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran 75 dB keatas profoundly losses Ciri-ciri anak tunarungu yang mengalami kehilangan pendengaran pada kelompok ini, ia hanya dapat mendengar suara keras sekali pada jarak kira-kira 1 inchi ± 2,54 cm atau sama sekali tidak mampu untuk mendengar. Menurut beberapa pendapat diatas padat disimpulkan bahwa jenis tunarungu dapat bermacam-macam tergantung dari aspek yang dilihatnya. Klasifikasi ketunarunguan dapat dilihat dari keadaan anatomi fisiologisnya, berdasarkan penguasaan bahasa yang dialami oleh anak, dan kemampuan mendengar yang masih dimiliki oleh anak atau dari kepentingan tujuan pendidikannya. Berdasarkan teori yang ada, kemudian 25 dikaitkan dengan keadaan dan ciri-ciri subjek penelitian. Subjek penelitian termasuk dalam kategori tunarungu yang kehilangan pendengarannya antara 40-60 dB moderate losses. Ciri-ciri subjek penelitian berdasarkan teori yang ada menunjukkan kesesuaian, diantaranya yaitu: subjek mampu mengerti percakapan keras pada jarak yang dekat, sering terjadi salah persepsi terhadap lawan bicaranya, mengalami kelainan bicara terutama pada huruf konsonan, kesulitan menggunakan bahasa dengan benar dalam percakapan, perbendaharaan kosakatanya sangat terbatas, namun subjek masih mampu membedakan ada tidaknya bunyi, hal tersebut dapat terlihat ketika pembelajaran BKPBI. Subjek mampu mengerti ada bunyi ataupun tidak ada bunyi. Berdasar hal tersebut, subjek penelitian membutuhkan pendidikan secara khusus agar tujuan pendidikannya dapat tercapai secara optimal. Subjek membutuhkan metode serta media yang khusus, yang lain apabila dibandingan dengan anak normal lain yang mendengar. Untuk itu media Big Books ini dipergunakan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya pada aspek membaca permulaan.

B. Kajian Mengenai Pembelajaran Membaca Permulaan

Dokumen yang terkait

Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Menggunakan Media Gambar Pada Siswa Kelas 1 Madrasah Ibtidaiyah Yahya Pondok Gede Bekasi Tahun Pelajaran 2015/2016

2 6 104

PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA HURUF TIMBUL TERHADAP KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN HURUF AWAS PADA ANAK LOW VISION KELAS I SDLB DI SLB NEGERI A KOTA BANDUNG.

0 1 41

PENGGUNAAN MEDIA KARTU KATA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN ANAK TUNARUNGU KELAS III DI SLB B-C FADHILAH.

2 7 24

PENINGKATAN KEMAMPUAN MERANGKAI KALIMAT ANAK TUNARUNGU DI KELAS DASAR V SLB B KARNNAMANOHARA MELALUI PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN I-CHAT.

3 10 206

i EFEKTIVITAS PENERAPAN METODE MULTISENSORI TERHADAP KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN TULISAN AWAS PADA ANAK TUNANETRA LOW VISION KELAS I SDLB DI SLB A YAKETUNIS YOGYAKARTA.

0 16 267

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MEDIA GAME EDUKATIF TERHADAP KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN ANAK CEREBRAL PALSY KELAS DASAR II DI SLB WIDYA MULIA PUNDONG BANTUL YOGYAKARTA.

1 5 177

EFEKTIVITAS MEDIA KOMIK MODIFIKASI TERHADAP KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN PADA ANAK TUNAGRAHITA KATEGORI RINGAN KELAS IV DI SLB YAPENAS YOGYAKARTA.

0 4 178

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PERMULAAN ANAK TUNARUNGU KELAS DASAR I MELALUI MEDIA PERMAINAN SCRABBLE DI SLB WIYATA DHARMA 1 SLEMAN YOGYAKARTA.

0 4 215

PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMBACA PERMULAAN MENGGUNAKAN METODE ANALISIS GLASS PADA SISWA TUNARUNGU KELAS DASAR IV DI SLB MARSUDI PUTRA I BANTUL.

8 39 226

PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA BIG BOOK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN SISWA TUNAGRAHITA KELAS 1 DI SLB BC PANCA BAKTI MULIA SURAKARTA TAHUN AJARAN 2016/2017 - UNS Institutional Repository

0 0 17